TINJAUAN PUSTAKA
Beras
Serealia merupakan sumber karbohidrat terbesar di dunia. Karbohidrat
merupakan sumber nutrisi utama pada beras. Karbohidrat pada beras terdiri dari
sebagian besar pati dan sebagian kecil pentosa, selulosa, hemiselulosa, dan gula.
Pati pada beras berkisar antara 85-90% dari berat kering beras. Beras mengandung
pentosa berkisar 2,0-2,5% dan gula 0,6-1,4% dari berat beras pecah kulit. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa sifat fisikokimiawi beras ditentukan oleh
sifat-sifat patinya, karena pati merupakan penyusun utama beras (Haryadi, 2006).
Komponen terbesar dari beras adalah pati yaitu sekitar 80-85%. Beras juga
mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air.
Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat yaitu, amilosa (pati dengan
struktur tidak bercabang) dan amilopektin (pati dengan struktur bercabang dan
cenderung bersifat lengket). Perbandingan kedua golongan pati ini menentukan
warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera).
Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibedakan menjadi beras ketan
(kadar amilosa < 10%), beras beramilosa rendah (kadar amilosa 10-20%), beras
beramilosa sedang (kadar amilosa 20-25%), dan beras beramilosa tinggi
(kadar amilosa > 25%) (Juliano, 1993). Perbandingan komposisi kedua golongan
pati sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket,
lunak, keras, atau pera). Ketan hamper sepenuhnya didominasi oleh amilopektin
20% yang membuat butiran nasinya terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras
(Dianti, 2010).
Beras dengan kadar amilosa rendah setelah dimasak akan menghasilkan
nasi yang lengket, mengkilap, tidak mengembang, dan tetap menggumpal setelah
dingin. Beras dengan kadar amilosa tinggi setelah dimasak akan menghasilkan
nasi yang tidak lengket, dapat mengembang, dan menjadi keras setelah dingin,
sedangkan beras beramilosa sedang umumnya mempunyai tekstur nasi pulen
(Damardjati, 1995). Susunan kimia ubi kayu, kentang, dan beras dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Susunan kimia ubi kayu, kentang, dan beras
Keterangan Ubi kayu (%) Kentang (%) Beras (%) Air
Protein Lemak Zat tepung Zat gula Bahan serat Abu
70,25 1,12 0,41 21,45 5,13 1,11 0,54
75,00 2,08 0,20 19,90
- 1,10 0,92
10,90 7,06 0,60 80,27
- 0,51 1,50
Sumber : Simanjuntak (2006)
Ubi Jalar
Beragamnya sifat tanaman ubi jalar dapat dibedakan dari penampakan
fisik dan usia tanam. Berdasarkan tekstur daging umbi, ubi jalar dibedakan dalam
dua golongan, yaitu umbi berdaging lunak karena ubi jalar banyak mengandung
air dan umbi berdaging keras karena ubi jalar mengandung banyak pati. Ubi jalar
juga dibedakan berdasarkan warna kulit, warna daging, bentuk daun, dan warna
batang (Sarwono, 2005).
Sebagian besar karbohidarat pada ubi jalar dalam bentuk pati. Komponen
larut seperti maltosa, sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Ubi jalar banyak
mengandung sukrosa. Total gula dalam ubi jalar berkisar antara 5,64% hingga
38% (bb). Kandungan gula pada ubi jalar yang telah dimasak meningkat jika
dibandingkan dengan jumlah gula pada ubi jalar mentah (Sulistiyo, 2006).
Keistimewaan kandungan gizi pada ubi jalar terletak pada kandungan beta
karoten yang cukup tinggi dibanding jenis tanaman pangan lainnya. Kandungan
beta karoten pada ubi jalar mencapai 7100 IU, sehingga ubi jalar sangat baik
untuk mengatasi dan mencegah penyakit mata, namun, tidak semua varietas/jenis
ubi jalar mengandung beta karoten yang tinggi. Varietas/jenis ubi jalar yang
warna daging ubinya jingga kemerah-merahan memiliki kandungan beta karoten
yang tinggi. Varietas/jenis ubi jalar yang warna daging ubinya kuning atau putih
mengandung beta karoten yang lebih rendah. Kandungan gizi ubi jalar dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan gizi ubi jalar
Jenis Zat Jenis Kandungan
Air (g)
Serat kasar (g) Kalori (kal) Protein (mg) Fe (mg) Na (mg) Ca (mg) P (mg)
Vitamin A (IU) Vitamin B1 (mg)
Vitamin B2 (mg)
Niasin (mg) Abu (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Gula (g)
Amilosa (g)
70,00 0,30 113,00 2,20 1,00 5,00 46,00 49,00 7100,00 0,08 0,05 0,90 1,20 0,70 27,90 26,70 9,80-26,00
Ubi jalar mengandung air yang cukup tinggi, sehingga bahan kering yang
terkandung relatif rendah. Rata-rata kandungan bahan kering pada ubi jalar sekitar
30%. Sebagai bahan pangan, ubi jalar memiliki keistimewaan pada nilai gizinya.
Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar juga sebagai sumber vitamin A,
vitamin C, mineral, kalium, besi, dan fosfor. Namun ubi jalar memiliki kandungan
protein dan lemak yang relatif rendah, sehingga konsumsinya perlu didampingi
oleh bahan pangan lain yang berprotein tinggi (Widodo dan Ginting, 2004).
Kentang
Komposisi kimia kentang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain varietas, keadaan tanah yang ditanami, pupuk yang digunakan, umur umbi
ketika dipanen, waktu dan suhu penyimpanan. Menurut Soelarso (1997),
perubahan komposisi umbi selama pertumbuhan meliputi naiknya kadar pati dan
sukrosa serta turunnya kadar air dan gula pereduksi. Komposisi kimia kentang
dibandingkan jagung dan ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi kimia kentang dibandingkan jagung dan ubi kayu
Parameter Jagung Kentang Ubi Kayu
Air (%)
Sumber : Wulan, dkk., (2006)
Pati kentang memiliki viskositas maksimum yang paling tinggi, tetapi
memiliki viskositas pada fase pendinginan yang lebih rendah dibandingkan
yang rendah. Amilosa yang relatif rendah menyebabkan kemampuan membentuk
gel yang kurang kuat (Kusnandar, 2011).
Kedelai
Kandungan gizi yang utama pada kacang kedelai adalah protein. Kadar
protein pada kedelai lebih dari 40% serta kadar lemak yang mencapai 10-15%.
Jumlah protein pada kedelai mendekati kandungan protein pada daging yaitu
sekitar 38%. Kadar rata-rata protein kacang kedelai adalah 40,09%
(Jayadi, dkk., 2012). Sampai saat ini, kedelai merupakan sumber protein nabati
yang paling murah sehingga tidak mengherankan jika total kebutuhan kedelai
mencapai 95% (Adisarwanto, 2005). Kandungan gizi kedelai dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan gizi kedelai
Komponen Kadar (%)
Aira
Lemaka
Gula reduksia
Vitamin Ca
Abua
Proteinb
Karbohidratc
12,106 13,902 1,92 1,9448
3,857 41,80-42,10 36,834-43,926
Sumber : a = Wachid (2006); b = Balitkabi (2008); c = Yuwono, dkk., (2012).
Dari berbagai jenis kacang, kedelai memiliki kandungan gizi yang sangat
baik, yaitu mengandung protein yang tinggi (35-38%) dan mengandung lemak
yang cukup tinggi (±20%). Dari jumlah lemak tersebut, ada sekitar 85%
merupakan asam lemak essensial (linoleat dan linolenat). Protein pada kedelai
tersusun dari asam-asam amino essensial yang lengkap dan memiliki mutu yang
baik (Afandi, 2001). Kedelai memiliki asam amino lisin yang tinggi, melebihi
amino lisin yang terkandung pada beras (94%) dan gandum (67%) yaitu 154%.
Kedelai juga mengandung 1,5-3,0% lesitin yang sangat berguna baik dalam
industri pangan maupun non pangan. Protein pada kedelai memiliki sifat
fungsional yaitu sifat pengikat air dan lemak, sifat mengemulsi dan mengentalkan
serta membentuk lapisan tipis (Wolf dan Cowan, 1975).
Protein dapat mengikat molekul air dengan ikatan hidrogen yang kuat,
kemampuan ini disebabkan protein bersifat hidrofilik. Dimana kemampuan
protein untuk mengikat komponen-komponen bahan pangan, seperti air dan
lemak, sangat penting dalam formulasi makanan. Kapasitas pengikatan ini
mempengaruhi daya lekat, pembentukan film, dan serat. Semakin banyak air
yang terikat, semakin baik kualitas tekstur bahan pangan yang dihasilkan
(Kusnandar, 2011).
Kandungan gizi protein pada kedelai akan memiliki mutu yang lebih baik
dari jenis kacang-kacangan yang lain jika kedelai tersebut difermentasi dan
dimasak. Selain itu, protein pada kedelai merupakan satu-satunya leguminosa
yang mengandung semua asam amino essensial yang sangat diperlukan oleh
tubuh. Namun kedelai memiliki sedikit kekurangan, yaitu mengandung sedikit
asam amino metionin (Winarno, 1993).
Tepung kacang-kacangan dibuat dengan menyortasi biji, dilanjutkan
dengan pencucian, perebusan (90°C, 15 menit), pengeringan dengan oven (55oC,
24 jam), pengupasan kulit, penggilingan, dan pengayakan (50 mesh) hingga
diperoleh tepung. Tepung kacang-kacangan dapat dibedakan menjadi tepung yang
kadar lemaknya tinggi seperti kedelai dan tepung yang lemaknya rendah seperti
campuran pada pembuatan makanan bayi, roti, dan industri bahan makanan
campuran. Tepung kacang-kacangan dapat dicampur dengan tepung lainnya
seperti tepung beras, tepung tapioka, dan tepung umbi-umbian (Ginting, 1999).
Xanthan Gum
Xanthan gum merupakan polisakarida ekstraseluler yang diproduksi oleh
Xanthomonas campestris. Xanthan gum memiliki rumus molekul C35H49O29
dengan rantai utama ikatan β-(1,4)-D-glukosa yang menyerupai struktur selulosa.
Rantai cabang xanthan gum terdiri dari mannosa asetat, mannose, dan asam
glukoronat (Chaplin, 2003). Struktur molekul xanthan gum dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Struktur molekul xanthan gum (Williams dan Phillips, 2004)
Xanthan gum memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam
penyediaan serat terlarut (soluble fiber). Penambahan xanthan gum dalam formula
produk pangan disamping untuk meningkatkan sifat fungsional juga untuk sumber
Xanthan gum termasuk salah satu tipe serat terlarut (soluble fiber) sehingga
mempunyai sifat dapat membentuk gel jika bercampur dengan cairan (liquid),
merupakan bagian penting dari makanan yang menyehatkan sebab kedua serat
tersebut membantu fungsi saluran pencernaan dan membantu keteraturan aliran
makanan (Sukamto, 2010).
Keuntungan xanthan gum dalam pembuatan roti adalah mampu
berinteraksi dengan komponen lain, seperti pati dan protein. Xanthan gum bersifat
mengikat air selama pembentukan adonan sehingga saat pemanggangan, air yang
dibutuhkan untuk gelatinisasi pati tersedia dan gelatinisasi lebih cepat terjadi.
Selain itu xanthan gum dapat membentuk lapisan film tipis dengan pati sehingga
dapat berfungsi seperti gluten dalam roti. Hasil interaksi tersebut mampu
meningkatkan umur simpan, menghasilkan struktur crumb yang baik dan
mempertahankan kelembaban (Whistler dan Be Miller, 1993).
Kuswardani, dkk., (2008) menyatakan bahwa xanthan gum juga mampu
membentuk gel yang dapat mempertahankan kelembaban dan memperbaiki sifat
sensoris roti tawar tanpa gluten. Penggunaan xanthan gum pada produk bakery
pada umumnya berkisar antara 0,1-0,5%. Lopez, dkk., (2004) menggunakan
xanthan gum sebanyak 0,5% dalam pembuatan roti tawar non gluten yang dibuat
dari satu macam tepung saja, yaitu tepung beras, maizena, atau tapioka. Namun
demikian, konsentrasi penambahan xanthan gum yang sesuai sangat ditentukan
oleh formula roti tawar yang digunakan.
Xanthan gum memiliki sifat pengemulsi karena adanya kompleks antara
gliadin dengan xanthan gum. Dengan demikian xanthan gum diharapkan dapat
selama fermentasi sehingga dapat memberikan mutu produk olahan composite
flour. Roti yang dihasilkan pun memiliki kestabilan, penampakan estetis, dan sifat
mutu lain yang diinginkan meski diberikan dalam konsentrasi rendah
(Sibuea, 2001).
Tepung
Tepung terdiri dari butir-butir granula. Tiap tepung memiliki bentuk
granula yang berbeda-beda. Tepung biasanya terbuat dari padi-padian dan
umbi-umbian yang melalui berbagai tahapan proses hingga menjadi tepung kering.
Tepung memiliki sifat tidak larut air, sehingga akan mengendap jika dicampur
dengan air, tetapi jika dicampur dengan air panas sambil diaduk tepung akan
mengalami pengembangan dan kemudian mengental, peristiwa ini disebut dengan
gelatinisasi. Tepung akan mengental pada suhu 64-72oC. Jika tepung tapioka,
tepung kentang, tepung jagung dimasak dengan air maka tepung-tepung ini akan
menjadi kental dan bening, dan lebih jernih dari bubur dan tepung beras atau
tepung terigu (Tarwotjo, 1998).
Penambahan tepung kedelai diharapkan dapat meningkatkan kadar protein
karena tepung kedelai mempunyai kandungan protein yang tinggi daripada
tepung-tepung yang lain. Konsentrasi protein dapat mempengaruhi besarnya nilai
viskositas karena kandungan kolagen dalam protein kedelai dengan pemanasan
akan larut menjadi gelatin. Gelatin akan mengikat air dan membuat adonan
menjadi kental. Kandungan air, dan bahan padatan yang terdapat pada tepung
kedelai yaitu protein, lemak dan abu dapat mempengaruhi viskositas. Selain
gelatin, pati juga akan mengikat air sehingga semakin tinggi penambahan pati
Penggunaan tepung ubi jalar dapat dicampur dengan tepung lain (tepung
campuran/composite flour) sebagai bahan substitusi terigu. Penggunaan tepung
ubi jalar sebagai bahan baku produk cake dan cookies dapat dilakukan sampai
100% pengganti terigu (Suismono, 2001). Sifat fisikokimiawi tepung garut,
tepung kedelai, dan terigu dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Sifat fisikokimiawi tepung garut, tepung kedelai, dan terigu
Komponen (%) Tepung garut Tepung kedelai Terigu Rendemen
Sumber : Widaningrum, dkk., (2005)
Keunikan tepung ubi jalar adalah warna produk yang beraneka ragam,
mengikuti warna daging umbi bahan bakunya. Proses yang tepat dapat
menghasilkan tepung dengan warna sesuai warna umbi bahan. Sebaliknya, proses
yang kurang tepat akan menurunkan mutu tepung, dimana tepung yang dihasilkan
akan berwarna kusam, gelap, atau kecokelatan. Untuk menghindari hal tersebut
disarankan untuk merendam hasil irisan atau hasil penyawutan dalam sodium
bisulfit 0,3% selama kurang lebih satu jam. Hal ini dilakukan untuk mencegah
adanya kontak antara bahan dengan udara, yang dapat menyebabkan terjadinya
reaksi pencoklatan (Widowati, dkk.,2002). Standar mutu tepung gaplek ubi kayu
Tabel 7. Standar mutu tepung gaplek ubi kayu dan tepung ubi jalar
Kriteria Tepung gaplek ubi kayu Tepung ubi jalar Kadar air (maks)
Konsentrasi pati menentukan suhu gelatinisasi pati. Semakin kental larutan
pati yang terbentuk, suhu gelatinisasi semakin lambat tercapai sampai suhu
tertentu kekentalan tidak berubah atau bahkan menurun. Konsentrasi yang terbaik
dalam membuat larutan gel adalah 20%. Semakin tinggi konsentrasi gel yang
terbentuk maka gel yang terbentuk semakin kurang kental dan beberapa waktu
kemudian viskositas akan menurun (Winarno, 2002). Hasil analisis proksimat
beberapa jenis pati dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil analisis proksimat beberapa jenis pati
Jenis pati Pati (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%)
Sumber : Erika (2010)
Kadar abu pada pati cenderung lebih rendah karena perbedaan proses
pengolahan antara pati dan tepung. Pati yang dihasilkan dari proses ekstraksi dan
pencucian yang berulang-ulang menyebabkan mineral ikut terlarut bersama air
dan ikut terbuang bersama ampas. Tepung dan pati yang mengandung protein
tinggi dapat menyebabkan turunnya nilai viskositas pati, karena protein dan pati
membentuk kompleks dengan permukaan granula sehingga kekuatan gel menjadi
rendah. Selain itu, kadar lemak di dalam pati dan tepung dapat mengganggu
sehingga dapat menghambat keluarnya amilosa dari granula pati. Lemak juga
akan diabsorbsi oleh permukaan granula hingga terbentuk lapisan lemak yang
bersifat hidrofobik disekitar granula. Lapisan tersebut akan menghambat
pengikatan air oleh granula pati, sehingga kekentalan dan kelekatan pati
berkurang akibat jumlah air untuk terjadinya pengembangan granula berkurang
(Richana dan Sunarti, 2004).
Suhu gelatinisasi adalah suhu dimana sifat birefringence dan pola difraksi
sinar-X granula pati mulai hilang. Suhu gelatinisasi dapat ditandai saat terjadi
pembengkakan pada granula pati di dalam air panas secara irreversible dan
diakhiri granula pati telah kehilangan sifat kristalnya. Suhu gelatinisasi pati
berbeda-beda, ini disebabkan karena perbedaan ukuran, bentuk, dan energi yang
diperlukan untuk mengembang. Berdasarkan profil gelatinisasi pati
dikelompokkan atas 4 jenis, yaitu profil tipe A merupakan pati yang memiliki
kemampuan mengembang yang tinggi, yang ditunjukkan dengan tingginya
viskositas maksimum serta terjadi penurunan selama pemanasan (mengalami
breakdown). Profil tipe B mirip dengan pati tipe A, tetapi viskositas maksimum
lebih rendah. Profil tipe C adalah pati yang telah mengalami proses
pengembangan yang terbatas, yang ditandai dengan tidak adanya viskositas
maksimum dan viskositas breakdown (menunjukkan ketahanan panas yang
tinggi). Profil tipe D adalah pati yang mengalami proses pengembangan yang
terbatas yang ditunjukkan dengan rendahnya profil viskositas (Kusnandar, 2011).
Suhu merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya kelarutan,
dimana semakin tinggi suhu maka akan semakin tinggi pula nilai kelarutannya.
suhu pemanasan yang menyebabkan terjadinya degradasi dari pati sehingga rantai
pati tereduksi dan cenderung lebih pendek sehingga mudah menyerap air. Air
yang terserap pada setiap granula menyebakan nilai swelling power meningkat,
dikarenakan granula-granula yang terus membengkak dan saling berhimpitan
(Hakiim dan Sistihapsari, 2011).
Kandungan amilosa mempengaruhi tingkat pengembangan dan penyerapan
air pati. Semakin tinggi kandungan amilosa, maka kemampuan pati untuk
menyerap air dan mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai
kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada
amilopektin. Semakin tinggi kadar amilosa pati maka kelarutannya di dalam air
juga akan meningkat karena amilosa memiliki sifat polar (Juliano, 1994).
Suhu gelatinisasi tepung campuran yang medium dalam proses
pembentukan gel memerlukan waktu yang lama dan suhu yang cukup tinggi. Hal
ini menandakan amilopektin yang terkandung pada tepung campuran cukup
tinggi. Kandungan amilopektin yang cukup tinggi pada tepung campuran serta
amilopektin yang memiliki ikatan cabang 1,6 α–glukosa mempunyai sifat sedikit
menyerap air dan sukar larut di dalam air. Tingginya kandungan amilopektin pada
tepung campuran sehingga pada saat pendinginan energi yang diperlukan untuk
membentuk gel tidak cukup kuat untuk melawan kecenderungan molekul amilosa
untuk menyatu kembali. Pada saat dilakukan proses pendinginan, pasta pati yang
telah dipanaskan disertai dengan pangadukan, ini memperlihatkan terjadinya
proses retrogradasi dari molekul-molekul amilosa dan amilopektin dan viskositas
O
Setiap jenis pati mempunyai sifat yang berbeda tergantung dari panjang
rantai C-nya, apakah bentuk rantai molekulnya lurus atau bercabang. Pati
termasuk homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati mempunyai dua
fraksi yaitu fraksi yang larut dalam air panas namanya amilosa dan fraksi yang
tidak larut dalam air panas namanya amilopektin. Amilosa mempunyai struktur
lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedang amilopektin mempunyai cabang
dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total. Struktur kimia
amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. Struktur rantai linier dari molekul amilosa
Tepung komposit
Tepung campuran (composite flour) merupakan tepung campuran dari
beberapa jenis tepung (substitusi) untuk menghasilkan produk dengan sifat
fungsional yang serupa dengan bahan dasar produk sebelumnya. Dalam hal ini
upaya untuk menekan ketergantungan dari tepung terigu (Khudori, 2008).
Fortifikasi tepung dengan menggunakan protein seperti protein kedelai,
konsentrat protein ikan juga sering dilakukan terutama di Amerika Selatan. Dari
segi gizi, protein ini merupakan unsur yang dikehendaki dalam tepung serealia,
karena selain meningkatkan kandungan protein, juga meningkatkan kadar
asam-asam amino, terutama lisin dalam protein. Jika protein-protein ini ditambahkan
sampai 12% dari berat tepung, dapat merusak sifat-sifat rheologis tepung gandum,
misalnya volume roti kecil dan roti yang dibuat dari campuran tepung dan protein
semacam itu mempunyai struktur remah (Buckle, dkk., 1987).
Nilai warna tepung komposit diukur dengan menggunakan colorimeter dan
nilai yang digunakan adalah nilai dari sistem Hunter. Sistem Hunter dicirikan
dengan 3 parameter warna, yaitu warna kromatik (hue) yang ditulis dengan
notasi a, intensitas warna dengan notasi b, dan kecerahan dengan notasi L.
L menunjukkan tingkat kecerahan (lightness) dengan nilai berkisar antara 0 yang
berarti hitam sampai 100 yang berarti putih. Notasi a menunjukkan warna
kromatik campuran merah-hijau dan nilai a(+) berkisar antara 0 sampai +100
untuk warna merah dan nilai a(-) berkisar antara 0 sampai -80 untuk warna hijau.
Notasi b menunjukkan warna kromatik campuran biru-kuning dan nilai b(+)
berkisar 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai b(-) berkisar 0 sampai -70
Setiap tepung mempunyai sifat fisik dan kimia yang sangat beragam. Hal
ini dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia patinya. Sifat-sifat ini juga akan
mempengaruhi produk makanan yang dihasilkan. Dengan mencampur atau
mengkombinasikan beberapa macam tepung diharapkan akan menghasilkan
produk makanan dengan mutu yang lebih baik, ditinjau dari komposisi maupun
penampilan produknya (Haryadi, 1989). Sifat fisik dan amilograf tepung komposit
terigu dan ubi jalar pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 9 dan
komposisi kimia tepung komposit terigu ubi jalar pada berbagai konsentrasi dapat
dilihat pada Tabel 10.
Tabel 9. Sifat fisik dan amilografi tepung komposit terigu dan ubi jalar pada
Gelatinisasi Granula Pecah Viskositas
Waktu
Sumber : Antarlina (1998)
Tabel 10. Komposisi kimia tepung komposit terigu ubi jalar pada berbagai konsentrasi
Konsentrasi terigu : ubi
jalar
Komposisi (% basis basah)
Air Lemak Protein Abu Karbohidrat Serat