ANALISIS MAKNA STRUKTUR KLENTENG SEE HIN KIONG DITINJAU DARI FENG SHUI
西興宫寺庙的意义结构分析(与风水规则的应用研究)
xī xìng gōng sìmiào de yìyì jiégòu fēnxī (yǔ fēngshuǐ guīzé de yìngyòng yánjiū)
SKRIPSI
RIANLY CATRA NUGRAHA 120710004
PROGRAM STUDI SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa, dalam skripsi ini tidak terdapat materi yang ditulis oleh orang lain, kecuali pada bagian - bagian tertentu yang penulis gunakan sebagai pedoman dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yang lazim. Apabila pernyataan yang penulis buat tidak benar, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Medan, Juni 2017 Penulis,
Rianly Catra Nugraha NIM 120710004
ABSTRACT
The title of this paper is "Analysis Meaning of See Hin Kiong Temple Structure Reviewed From Feng Shui". The reason the author examines See Hin Kiong Temple because the author wanted to know the meaning of this temple structure which is the largest and oldest temple in the province of West Sumatra. The purpose of this study is to know how the application of Feng Shui on the meaning of See Hin Kiong Temple structure. This building shows the existence of Chinese ethnic in West Sumatra. The result of this paper research shows the whole structure of See Hin Kiong Temple apply Feng Shui rules and each structure has its own meaning. The research method that the writer use is descriptive qualitative. Data obtained through observation, interview, and documentation techniques. The theory author uses is the Three Trichotomies Sign by Charles Sanders Peirce.
Keywords: See Hin Kiong Temple, Meaning of Structure, Feng Shui.
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “Analisis Makna Struktur Klenteng See Hin Kiong Ditinjau Dari Feng Shui”. Alasan penulis meneliti Klenteng See Hin Kiong karena penulis ingin mengetahui makna struktur klenteng ini yang merupakan klenteng terbesar dan tertua di provinsi Sumatera Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan Feng Shui pada pemaknaan struktur Klenteng See Hin Kiong. Bangunan ini menunjukkan eksistensi etnis Tionghoa di Sumatera Barat. Hasil penelitian skrispsi ini menunjukkan keseluruhan struktur Klenteng See Hin Kiong menerapkan kaidah Feng Shui dan setiap struktur tersebut mempunyai makna tersendiri. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah deskriptif kualitatif. Data diperoleh melalui teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teori yang penulis gunakan adalah Teori Trikonomi Semiotika Arsitektural oleh Charles Sanders Peirce.
Kata kunci: Klenteng See Hin Kiong, Makna Struktur, Feng Shui.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Makna Struktur Klenteng See Hin Kiong Ditinjau Dari Feng Shui”
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi Sastra Cina, untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan, baik secara moril dan materiil dari berbagai pihak. Terlebih dahulu penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua penulis Drs.
Syamsurial Sad dan Nelly Fasmar serta ketiga saudara penulis Dita Prima Nesya, Tosa Dwi Oktora, dan Rahmat Fandra Aulia yang selama ini telah mendukung, memotivasi, menasihati dan memberikan doa yang tiada henti kepada penulis.
Dengan segala kerendahan hati, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Mhd. Pujiono,M.Hum.,Ph.D., selaku Ketua Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Niza Ayuningtias, S.S., MTCSOL., selaku Sekretaris Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I penulis yang telah memberikan bimbingan, nasihat, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Vivi Adryani Nasution, S.S., MTCSOL., selaku Dosen Pembimbing II penulis yang juga banyak memberikan bimbingan, nasihat, dan motivasi kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan staf Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih karena telah membantu dan mendukung penulis selama pengerjaan skripsi.
7. Seluruh keluarga besar penulis yang senantiasa memberikan motivasi dan semangat sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman – teman mahasiswa stambuk 2012 pada Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara: Darwis, Sugar, Fiqih, Panji, Taufiq, Tristant, Doin, Alex, Ivan, Adolf, Yoan, Andreas, Rifal, Wira, Ocha, kak ii, Dila, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Terima kasih atas semua bantuan, perhatian, dan motivasinya yang telah diberikan kepada penulis.
9. Keluarga besar penulis pada Sastra Cina mulai dari stambuk 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2013, 2014, 2015, dan 2016. Terima kasih atas semua bantuan yang diberikan kepada penulis juga kepada abangnda Kasa, abangnda Rudiansyah, dan kakanda Sucita yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis.
10. Lusi Kurniawati, orang yang spesial dalam hidup penulis. Terima kasih atas semua bantuan, motivasi, nasihat dan doanya yang tiada henti untuk penulis.
Sahabat – sahabat penulis: Deri Marsal, Dedi Amin, Doli Sipahutar, Yogi Kurnia Putra, Agung Dwiki Pradipta, Gio Arga Triano, Diyo Akmal, Y.F.
Yusuf, M. Alghifari Elfian, dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua bantuan dan motivasi yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis mengharapkan agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak di kemudian hari, khususnya untuk diri penulis sendiri.
Medan, Juni 2017 Penulis
Rianly Catra Nugraha NIM 120710004
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ··· i
ABSTRAK ··· ii
KATA PENGANTAR ··· iii
DAFTAR ISI ··· vi
DAFTAR GAMBAR ··· x
DAFTAR TABEL ··· xi
BAB I PENDAHULUAN ··· 1
1.1Latar Belakang ··· 1
1.2 Rumusan Masalah ··· 6
1.3 Tujuan Penelitian ··· 6
1.4 Manfaat Penelitian ··· 6
1.4.1 Manfaat Praktis ··· 7
1.4.2 Manfaat Teoritis ··· 7
1.5 Batasan Masalah··· 7
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ··· 8
2.1 Konsep ··· 8
2.1.1 Klenteng ··· 8
2.1.2 Struktur Klenteng ··· 10
A. Denah ··· 10
1. Tipe Utama··· 10
a. Persegi Empat Vertikal ··· 10
b. Persegi Empat Horizontal ··· 11
2. Tipe Halaman (Courtyard) ··· 11
a. Si Heyuan ··· 11
b. San Heyuan ··· 12
3. Tipe Gabungan ··· 12
a. Mixed San heyuan dan Si Heyuan ··· 12
b. Kompleks ··· 13
B. Atap ··· 13
C. Dinding ··· 16
D. Tiang··· 16
E. Kimlo Dan Hiolo ··· 16
F. Lantai ··· 17
G. Pintu Dan Jendela ··· 17
H. Lonceng Dan Genderang ··· 17
2.1.3 Feng Shui ··· 18
A. Sejarah Feng Shui··· 19
B. Prinsip Dasar Feng Shui ··· 19
1. Ch‟i 气 (Napas Kosmis) ··· 19
2. Yin Dan Yang 阴阳 ··· 20
3. Lima Unsur 五行(Wu Xing) ··· 21
a. Siklus Produktif ··· 22
b. Siklus Destruktif ··· 22
C. Lokasi Feng Shui Yang Terbaik ··· 23
1. Formasi Feng Shui ··· 23
2. Menjebak Napas KosmisYang Vital ··· 24
3. Menghindari Hawa pembunuh 杀气(Sha Qi) ··· 24
D. Simbol Dan Tanda Keberuntungan ··· 25
1. Empat Makhluk Langit ··· 25
2. Binatang Yang Melambangkan Umur panjang ··· 25
3. Binatang Yang Melindungi ··· 25
4. Binatang Pembawa Kegembiraan Dan Kebahagiaan ··· 26
5. Bunga Pembawa Kebahagiaan ··· 26
6. Pohon Yang Melambangkan Umur Panjang ··· 26
2.1.4 Profil Klenteng See Hin Kiong ··· 26
2.2 Landasan Teori ··· 27
2.3 Tinjauan Pustaka ··· 29
BAB III METODE PENELITIAN ··· 31
3.1 Pendekatan Peneltian ··· 31
3.2 Lokasi Penelitian ··· 32
3.3 Sumber Data ··· 32
3.4 Teknik Pengumpulan Data ··· 33
3.4.1 Observasi ··· 33
3.4.2 Wawancara ··· 33
3.4.3 Dokumentasi ··· 34
3.5 Instrumen peneltian ··· 34
3.6 Studi Pustaka··· 35
3.7 Teknik Analisis Data ··· 36
3.7.1 Koleksi Data ··· 36
3.7.2 Komparasi Data ··· 37
3.7.3 Menganalisis Objek Dan Subjek Penelitian··· 37
3.7.4 Penyajian Data ··· 37
3.7.5 Verifikasi Data ··· 38
3.8 Keabsahan Data ··· 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ··· 39
4.1 Gambaran Umum Struktur Klenteng See Hin Kiong ··· 39
4.1.1 Tinjauan Stuktur Klenteng See Hin Kiong ··· 41
A. Atap··· 41
B. Dinding ··· 41
C. Tiang··· 43
D. Patung ··· 44
E. Kimlo Dan Hiolo ··· 46
F. Lantai ··· 49
G. Pintu Dan Jendela··· 49
H. Lonceng Dan Genderang ··· 52
4.2 Analisis Makna Struktur Klenteng See Hin Kiong Ditinjau Dari Feng
Shui ··· 53
4.2.1 Pemilihan Lokasi Klenteng See Hin Kiong Ditinjau Dari Feng Shui ··· 53
4.2.2 Makna Struktur Klenteng See Hin Kiong Ditinjau Dari Feng Shui ·· 54
A. Atap ··· 54
B. Dinding ··· 54
C. Tiang ··· 55
D. Patung··· 55
E. Kimlo Dan Hiolo ··· 55
F. Lantai ··· 56
G. Pintu Dan Jendela ··· 56
H. Lonceng Dan Genderang ··· 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ··· 58
5.1 Kesimpulan ··· 58
5.2 Saran ··· 59
DAFTAR PUSTAKA ··· 60
LAMPIRAN ··· 62
DAFTAR PERTANYAAN ··· 64
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1: Tipe Persegi Empat Vertikal ··· 10
Gambar 2.2: Tipe Persegi Empat Horizontal ··· 11
Gambar 2.3: Tipe Si Heyuan ··· 11
Gambar 2.4: Tipe San Heyuan ··· 12
Gambar 2.5: Tipe Mixed ··· 12
Gambar 2.6: Tipe Kompleks ··· 13
Gambar 2.7: Tipe-tipe Atap Umum ··· 14
Gambar 2.8: Bentuk hiasan Atap ··· 15
Gambar 2.9: Bentuk Bubungan Atap ··· 15
Gambar 2.10: Lambang Taiji ··· 20
Gambar 2.11: Teori Lima Unsur ··· 21
Gambar 2.12: Konfigurasi Feng Shui ··· 23
Gambar 4.1: Klenteng See Hin Kiong ··· 39
Gambar 4.2: Denah Klenteng See Hin Kiong ··· 40
Gambar 4.3: Lokasi Klenteng See Hin Kiong Berdasarkan Feng Shui ··· 53
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1: Deskripsi atap Klenteng See Hin Kiong ··· 41
Tabel 4.2: Deskripsi Dinding Klenteng See Hin Kiong ··· 41
Tabel 4.3: Deskripsi Tiang Klenteng See Hin Kiong ··· 43
Tabel 4.4: Deskripsi Patung Klenteng See Hin Kiong ··· 44
Tabel 4.5: Deskripsi Kimlo Dan Hiolo Klenteng See Hin Kiong ··· 46
Tabel 4.6: Deskripsi Lantai Klenteng See Hin Kiong ··· 49
Tabel 4.7: Deskripsi Pintu Dan Jendela Klenteng See Hin Kiong ··· 49
Tabel 4.8: Deskripsi Lonceng Dan Genderang Klenteng See Hin Kiong··· 52
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etnis Tionghoa di Kota Padang masuk sekitar abad ke-19. Etnis Tionghoa yang ada di Kota Padang merupakan etnis yang berasal dari Cina Selatan. Pada tahun 1840 terjadi perang opium di Cina. Dinasti Qing yang pada saat itu berkuasa mencoba menghentikan perang tersebut. Tetapi, karena Inggris melihat potensi besar pada perang ini, mereka mengirimkan kapal perang. Cina kalah dan ditandatanganilah perjanjian yang membolehkan Inggris berdagang dan menyerahkan Hongkong dalam kekuasaan Ratu Inggris. Banyak masyarakat Cina yang melarikan diri dari keadaan kacau yang melanda negerinya. Mereka menyebar ke daerah Asia Selatan termasuk Asia Tenggara. Inilah teori awal mula Etnis Tionghoa masuk ke Sumatera Barat (Seagrave, 1999:119).
Sejarah berdirinya Klenteng See Hin Kiong mempunyai hubungan dengan hal tersebut. Dahulunya Kota Padang tidak mempunyai klenteng sama sekali.
Pada waktu itu suku Tjiang dan Tjoan Tjioe datang untuk berniaga (dagang) di kota Padang. Kemudian didirikan Klenteng Kwan Im (Kwan Im Teng) pada tahun 1861 dengan persetujuan Raja Ham Hong Taun Sien Yu. Pada awalnya Kwan Im Teng merupakan bangunan dari kayu, atap dari rumbia atau seng. Oleh karena keteledoran pendeta Sae Kong maka terjadilah kebakaran sehingga Klenteng Kwan Im menjadi abu.
Pada masa Lie Goan Hoat menjadi seorang Kapiten bersama dengan Letenan Liem Soen Mo serta Letenan Lie Bian Ek, mereka bermufakat untuk membangun kembali Klenteng Kwan Im yang sampai sekarang bernama See Hin Kiong. Struktur bangunan Klenteng See Hin Kiong yang khas Cina kuno karena pendirinya Lie Goan Hoat menyuruh anaknya Lie Kong Theek berlayar ke Cina untuk mendapatkan Arsitek yang bisa mewujudkan klenteng tersebut. Terdapat batu peringatan di dalam klenteng yang didirikan oleh Kapiten Lie Goan Hoat agar masyarakat dapat mengetahui bagaimana asal usul dari Klenteng See Hien Kiong ini.
Sampai saat ini, Klenteng See Hin Kiong merupakan klenteng yang terbesar di Provinsi Sumatera Barat. Klenteng ini dipergunakan sebagai tempat ibadah bagi etnis Tionghoa kota padang, dan juga sebagai sarana untuk memperingati hari besar etnis Tionghoa seperti Imlek, Cap Go Meh, dan lain sebagainya. Akan tetapi, klenteng ini jarang dijadikan sebagai objek penelitian, biasanya hanya dijadikan sebagai tempat kunjungan wisata baik bagi pelajar maupun masyarakat umum. Hal inilah yang menambah ketertarikan penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai pemaknaan struktur klenteng tersebut.
Klenteng merupakan istilah dalam Bahasa Indonesia yang khusus untuk menyebut rumah ibadat yang digunakan oleh masyarakat Tionghoa untuk melaksanakan ibadah sembahyang kepada Tuhan, nabi-nabi, serta arwah-arwah leluhur yang berkaitan dengan ajaran konfusianisme, taoisme, dan buddhisme (Depdiknas, 2000:22).
Di Cina, klenteng dikenal dengan beberapa istilah yaitu bio atau miao, sie atau si, koan atau guan, kiong atau gong. Bio untuk Klenteng Confucian atau Taois, sie untuk Klenteng Biara Buddhis, koan untuk biara Taois, kiong untuk Klenteng Taois (Yoest, 2008:142-143).
Pada hakikatnya, tempat peribadatan digunakan untuk beribadah bagi umat beragama dan sebagai sarana dalam berkomunikasi kepada Tuhannya. Karena dengan sarana inilah manusia mendapat kesempatan untuk lebih dekat kepada Tuhan dan secara tidak langsung segala kebutuhan rohani mereka dapat terpenuhi.
Manusia akan menjadikan tempat peribadatan sebagai tempat yang paling nyaman untuk mencurahkan segala isi hatinya kepada Tuhan. Disamping itu, tempat peribadatan akan menunjukkan kekhusyukan dan kekhidmatan bagi setiap umat beragama yang menggunakannya, karena di tempat ini rasa tenang sebagai bentuk penyerahan diri kepada Tuhannya dapat ditemukan oleh manusia (Sari, 2014:1).
Setiap agama yang diakui di Indonesia memiliki sarana tempat peribadatan yang dilihat secara fisik bangunannya berbeda-beda bentuk serta memiliki ciri khas tersendiri. Hal ini menunjukkan betapa besar ide dan gagasan manusia dalam menciptakan sebuah karya spiritual. Manusia juga memiliki konsep, bahwasanya dalam menciptakan sebuah karya spiritual yang diwujudkan dalam bentuk tempat peribadatan itu , mendasar dan semata-mata untuk memberikan kesan tertinggi yang ditujukan kepada Tuhan. Salah satu tempat peribadatan yang menunjukkan sebuah perpaduan budaya dan agama adalah klenteng. Tempat peribadatan klenteng sangat khas dengan budaya Cina, disamping itu klenteng menjadi salah satu identitas bangunan suci bagi masyarakat Tionghoa untuk beribadah kepada
Tuhan, Dewa/Dewi, atau arwah para leluhur yang berkaitan dengan ajaran Konfusianisme, Taoisme, dan Budha (Sari, 2014:2).
Banyaknya klenteng di Indonesia menarik perhatian Denys Lombard dan Claudine Salmon. Menurut mereka, fungsi klenteng terdiri dari Klenteng Komunal dan Klenteng Privat. Klenteng Komunal adalah klenteng yang terbuka bagi seluruh umat, sedangkan Klenteng Privat adalah klenteng yang terbatas bagi perorangan atau beberapa kelompok sosial tertentu. Contohnya Klenteng Pasar, klenteng organisasi-organisasi mata pencaharian, klenteng untuk penyembahan abu leluhur marga, klenteng yang menyediakan pelayanan ritual kematian dan rumah duka (Suryatenggara, 2011:35).
Menurut pandangan masyarakat umum, klenteng sering disamakan dengan vihara. Namun sebenarnya terdapat beberapa perbedaan penting antara klenteng dan vihara. Klenteng merupakan tempat ibadah bagi aliran Tri Dharma (Budhisme, Taoisme, dan Konfusianisme). Gaya arsitektur klenteng pun mengacu pada Negara asalnya yakni Tiongkok. Sedangkan vihara adalah tempat ibadah khusus bagi penganut agama budha. Gaya arsitektur vihara lebih mengacu kepada Negara India, tetapi ada juga sebagian kecil arsitektur vihara yang memadukannya dengan ciri khas Negara Tiongkok.
Dari segi arsitektur, bangunan klenteng sangat menarik karena memiliki pola penataan ruang, struktur konstruksi, dan ornamentasi yang khas. Arsitektur yang menjadi bagian dari suatu bangunan, juga berfungsi sebagai prasarana upacara keagamaan. Keberadaannya dapat memberikan nuansa bagi kegiatan-
kegiatan tertentu, mengingatkan orang tentang jenis kegiatan; menyatakan kekuasaan, status atau hal-hal pribadi; menampilkan dan mendukung keyakinan- keyakinan tertentu; menyampaikan informasi; membantu menetapkan identitas pribadi atau kelompok dan lain sebagainya. Selain itu, Arsitektur juga dapat memisahkan wilayah, membedakan ruang suci dan duniawi, pria dan wanita, depan dan belakang, pribadi dan umum.
Dewasa kini, banyak ilmu dan norma yang diterapkan untuk membangun sebuah tempat hunian. Salah satu contoh ilmu dari dunia Timur (Cina) yang saat ini sudah banyak diterapkan pada bangunan-bangunan publik, rumah, gedung perkantoran, dan area bisnis yaitu Feng Shui. Penerapam ilmu Feng Shui pada dasarnya untuk mencari sebuah keseimbangan dan keselarasan yang menyangkut segala aspek kehidupan, bahkan itu juga akan berpengaruh terhadap keharmonisan yang terjalin dengan alam sekitar (Sari, 2014:3).
Oleh karena itu, penulis memiliki gagasan mengambil kasus dengan objek yang sudah tentu menerapkan kaidah Feng Shui pada setiap tatanan interior maupun eksteriornya namun jarang dikaji, yaitu berupa tempat peribadatan klenteng. Disinilah peneliti ingin menggali lebih dalam mengenai penerapan kaidah ilmu Feng Shui dalam ruang lingkup struktur bangunan Klenteng See Hin Kiong, klenteng terbesar dan satu-satunya di provinsi Sumatera Barat. Sehingga dengan melakukan penelitian ini informasi yang mendalam mengenai permasalahan yang dikaji dapat diperoleh, dan pada akhirnya nanti memberikan sebuah kontribusi ilmu yang bermanfaat bagi masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian di atas terdapat permasalahan yaitu penerapan ilmu Feng Shui pada tempat peribadatan klenteng. Penelitian ini diarahkan pada penerapan ilmu Feng Shui dalam ruang lingkup struktur Klenteng See Hin Kiong Padang. Untuk itu penelitian ini difokuskan pada ilmu Feng Shui yang diterapkan pada pemaknaan struktur bangunan Klenteng See Hin Kiong Padang seperti pemilihan lokasi, denah, atap, tiang, dinding, dan juga termasuk tatanan interior klenteng tersebut. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa rumusan penelitian ini adalah,”Bagaimana Makna Struktur Klenteng See Hin Kiong Ditinjau Dari Feng Shui”.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna struktur Klenteng See Hin Kiong dari pandangan ilmu Fengshui yang diterapkan pada bangunan klenteng tersebut. Dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian ini mendeskripsikan bagaimana penerapan ilmu Fengshui pada pemaknaan struktur Klenteng See Hin Kiong.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi beberapa pihak, diantaranya:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Di bidang pengkajian makna struktur bangunan kebudayaan, penelitian ini dapat menambah khasanah pengetahuan, terutama mengenai ilmu Feng Shui yang diterapkan pada sebuah bangunan klenteng.
1.4.2 Manfaat Praktis
A. Bagi peneliti, dapat mengintepretasikan ilmu Feng Shui sebagai dasar atau pedoman dalam memaknai struktur sebuah klenteng. Sehingga bangunan tersebut mempunyai nilai estetika baik dari segi penampilan maupun fungsinya.
B. Dapat dijadikan bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut dalam hal penerapan ilmu Feng shui pada makna struktur bangunan klenteng, terutama bagi lingkungan Fakultas Ilmu Budaya jurusan Sastra Cina Universitas Sumatera Utara.
1.5 Batasan Masalah
Penulis membatasi masalah yang ada pada skripsi ini tentang makna struktur Klenteng See Hin Kiong ditinjau dari segi ilmu Fengshui. Struktur yang dimaksud pada judul skripsi ini seperti tiang, atap, dinding, lantai dan yang bersangkutan dengan struktur sebuah klenteng. Termasuk juga didalamnya tatanan interior klenteng.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Aristoteles menyatakan (dalam Rudiansyah, 2014:10) bahwa konsep adalah penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia. Konsep dapat menjadi alat untuk menyampaikan ide tau sebuah gambaran yang dinyatakan dalam suatu kata atau simbol, sehingga konsep bisa mempermudah komunikasi antar manusia. Konsep juga dinyatakan sebagai bagian dari pengetahuan yang dibangun dengan berbagai macam karakteristik.
Dalam merumuskan masalah, konsep merupakan suatu kesatuan pengertian tentang suatu hal yang sesuai dengan tujuan individu atau kelompok yang menggunakannya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis mendefinisikan konsep untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar. Hal ini bertujuan untuk menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari kesalahan pada penelitian.
2.1.1 Klenteng
Klenteng merupakan tempat suci yang digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan keagamaan sebagai perwujudan interaksi umat kepada Tuhan-Nya. Klenteng adaalah istilah yang digunakan di Indonesia untuk menyebut kuil China (Fox, 2002:56). Klenteng yang dikenal di Indonesia saat ini adalah sebagai tempat ibadah umat Konghuchu, dan ataupun penganut Tri Dharma. Disamping sebagai tempat peribadatan, Klenteng merupakan sebuah
identitas yang menggabungkan antara kebudayaan dan kepercayaan terhadap Tuhan.
Tidak ada catatan resmi bagaimana istilah “klenteng” ini muncul, tetapi yang pasti istilah ini hanya terdapat di Indonesia karenanya dapat dipastikan kata ini muncul hanya dari Indonesia. Sampai saat ini, yang lebih dipercaya sebagai asal mula kata klenteng adalah bunyi teng-teng-teng dari lonceng di dalam klenteng sebagai bagian ritual ibadah.
Klenteng memiliki bermacam jenis dan klasifikasi, baik itu ditinjau dari bangunan ataupun fungsinya. Namun secara umum, fisik bangunan klenteng terdiri dari empat bagian yaitu halaman depan, ruang suci utama, bangunan samping, dan bangunan tambahan. Klenteng itu sendiri memiliki fungsi dari segi agama dan segi sosial. Dari segi agama, klenteng digunakan sebagai tempat suci untuk menjalankan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta melaksanakan penghormatan kepada para nabi ataupun para dewa yang diyakini. Selain itu, klenteng juga memiliki fungsi sebagai wadah dalam menjalankan upacara ritual keagamaan. Sedangkan dari segi sosial klenteng digunakan sebagai sarana untuk melakukan segala kegiatan sosial, kegiatan bernuansa keagamaan ataupun kebudayaan, serta dijadikan tempat untuk beraktifitas bagi masyarakat di sekitarnya.
2.1.2 Struktur Klenteng
Pada dasarnya arsitektur Cina tidak mengalami perbedaan dan perubahan yang didasarkan pada prinsip tertentu, dan perubahan biasanya hanya terdapat pada unsur dekoratif saja. Tulisan mengenai ketentuan-ketentuan arsitektur tidak banyak dicatat, baik yang menyangkut aturan pembangunan bangunan keagamaan maupun bangunan umum. Umur dari keberlangsungan tradisi ini sudah mencapai 4.000 tahun dengan mempertahankan prinsip yang berlaku. (Mirams dalam Suryatenggara, 2011:13). Struktur umum sebuah klenteng dapat dijabarkan sebagai berikut (Greysia dalam Suryatenggara, 2011:15):
A. Denah 1. Tipe Utama
a. Persegi Empat Vertikal
Pada dasarnya tipe ini adalah tipe sederhana dengan bagian airwell atau lubang udara di tengahnya.
Gambar 2.1: Tipe Persegi Empat Vertikal
(Sumber: Junus, 2006)
b. Persegi Empat Horizontal
Bangunan ini merupakan tipe sederhana yang banyak digunakan masyarakat pedesaan dan masyarakat kelas bawah.
Gambar 2.2: Tipe Persegi Empat Horizontal
(Sumber: Junus, 2006) 2. Tipe Halaman (Courtyard)
a. Si Heyuan
Tipe ini banyak dan populer di bagian Utara yang mempunyai empat musim dengan asumsi halaman luar akan menahan air hujan dan angin serta salju, sehingga halaman dalam tetap hangat.
Gambar 2.3: Tipe Si Heyuan
(Sumber: Junus, 2006)
b. San Heyuan
Tipe ini banyak dan berkembang di daerah Cina Selatan bagian pesisir Timur dan Tenggara yang beriklim tropis.
Gambar 2.4: Tipe San Heyuan
(Sumber: Junus, 2006) 3. Tipe Gabungan
a. Mixed San Heyuan dan Si Heyuan
Tipe ini merupakan penggabungan dari tipe San Heyuan dan Si Heyuan yang memperluas halaman depan.
Gambar 2.5: Tipe Mixed
(Sumber: Junus, 2006)
b. Kompleks
Tipe ini menggabungkan semua bangunan persegi horizontal maupun vertikal dari denah di atas, yang dipisahkan koridor-koridor, jembatan, sungai kecil, danau buatan ataupun taman.
Gambar 2.6: Tipe Kompleks
(Sumber: Junus, 2006) B. Atap
Di bawah ini adalah tipe-tipe atap yang umum menurut Kohl (dalam Suryatenggara, 2011:19) dengan penamaan Cina pada Dinasti Sung yang kesemua jenis ini ditemukan di dalam bangunan Cina di Malaya, yaitu:
1. Atap pelana dengan tiang-tiang kayu (Hsuan shan) 2. Atap pelana dengan dinding tembok (Ngang shan) 3. Atap jurai (Wu tien)
4. Kombinasi atap jurai dan pelana tipe pertama (Hsuan shan) 5. Atap piramida (Tsuan tsien)
6. Kombinasi atap jurai dan pelana tipe kedua (Hsuan shan) 7. Atap piramida bertingkat (tsuan tsien)
Gambar 2.7: Tipe-tipe Atap Umum
(Sumber: Suryatenggara, 2011:21)
Hiasan atap terdapat pada bagian atas dan terlihat dari jauh, namun hiasan naga yang menari (fei long) di antara mutiara surga amat sering dipakai, sesuai dengan lambang naga yang mengusir roh jahat. Jenis – jenis hiasan atap tersebut diantaranya:
1. Naga dengan mutiara 2. Dragon horse
3. Qilin 4. Ikan emas 5. Phoenix
6. Fu lu sou (three star gods) 7. Na cha
8. Pagoda
9. Gourds (labu cina)
Gambar 2.8: Bentuk hiasan Atap
(Sumber: Suryatenggara, 2011:22)
Adapun beberapa jenis bentuk bubungan atap yang biasa dipakai (Kohl dalam Suryatenggara, 2011:23) ialah:
1. Ujung lancip (end of straw) 2. Geometri (geometric)
3. Awan bergulung (rolling wave) 4. Awan berombak (curling wave) 5. Ujung meliuk (curling end)
Gambar 2.9: Bentuk Bubungan Atap
(Sumber: Suryatenggara, 2011:23)
C. Dinding
Dinding pada bangunan Cina terbuat dari komposit atau campuran beberapa material yang dipadatkan, sehingga dinding tebal atau permanen dapat dikatakan tidak menutupi dan hanya dibangun sebagian untuk menahan segala ancaman dan serangan baik cuaca dan invasi (Knapp dalam Suryatenggara, 2011:25).
Konstruksi ditetapkan sebagai kerangka kayu yang akan memfasilitasi fleksibilitas dalam menopang bobot atap sehingga penambahan jendela dan pintu tidak mempengaruhi beban dinding (Knapp dalam Suryatenggara, 2011:26).
D. Tiang
Column atau tiang dibuat dari kayu keras ataupun batu dan terbagi atas dua jenis utama, yaitu zhi yang bertipe tegak serta suo yang bertipe membulat / menebal di tengah (Lip dalam Suryatenggara, 2011:26).
E. Kimlo dan Hiolo
Kimlo merupakan tempat untuk membakar kertas mantra yang diletakkan di luar bangunan klenteng, namun ada beberapa klenteng yang meletakkan Kimlo ini di dalam bangunan. Bentuk Kimlo dapat berupa bejanan logam, pagoda bertingkat ganjil, atau pagoda berbentuk segi delapan.
Hiolo merupakan tempat untuk menancapkan dupa yang telah dibakar pada saat melaksanakan peribadatan. Biasanya terbuat dari logam, berbentuk bulat dan persegi panjang, serta berhiaskan ornemen naga. Selain itu ada juga Hiolo yang diletakkan di atas meja altar, biasanya berbentuk bulat dan kotak.
F. Lantai
Lantai merupakan alas ruang yang berfungsi sebagai penahan beban seluruh isi ruangan namun demikian elemen lantai juga berfungsi sebagai penguhubung antara ruang yang satu dengan ruang yang lain (Suptandar, 1999 : 123). Dengan kata lain, lantai adalah bidang datar sebagai elemen interior yang dijadikan alas atau tempat berpijak dalam suatu ruang dimana manusia melakukan segala aktivitas.
G. Pintu Dan Jendela
Pintu dan jalan masuk memungkinkan akses fisik untuk kita sendiri, perabot, dan barang-barang untuk masuk dan keluar bangunan dan dari satu ruang ke ruang lain dalam bangunan. (Ching , 1996 : 220).
Jendela adalah salah satu bukaan ruang yang berfungsi sebagai penghubung antara ruang dalam dan ruang luar baik secara visual maupun sebagai sirkulasi udara dan cahaya pada ruang tersebut. Jendela yang transparan secara visual dapat menyatukan sebuah ruang interior dengan ruang luar atau dengan ruang interior di sebelahnya (Ching, 1996 : 224).
H. Lonceng Dan Genderang
Lonceng dan genderang merupakan perabot yang selalu ada dalam setiap klenteng. Lonceng dan genderang dipergunakan sebagai alat pembuka dalam setiap upacara keagamaan.
2.1.3 Feng Shui
Menurut Lilian Too (1994: 2), Feng Shui ( 风 水 ) adalah seni hidup dalam keharmonisan dengan alam, yang membuat seseorang mendapatkan paling banyak keuntungan, ketenangan, dan kemakmuran dari keseimbangan yang sempurna dengan alam. Dalam bahasa aslinya Feng ( 风 ) berarti angin, sedangkan Shui(水)berarti air. Arti Feng Shui yaitu sumber energi unsur-unsur yang mengalir di dalam alam, dan manifestasi energi bukan hanya yang ada di atas permukaan bumi saja yang dibentuk oleh angin dan air tetapi juga yang menyusuri keseluruhan pertanahan di bawahnya. Pemanfaatan Feng Shui yang baik dipercaya dapat mendatangkan keberuntungan, membawa rezeki, kedamaian dan panjang usia.
Feng Shui tidak dapat dipandang secara sempit, baik sebagai ilmu pengetahuan maupun sebagai seni. Feng Shui adalah gabungan yang fleksibel dari kedua unsur itu; dan untuk mempraktikannya dengan efektif, digunakan dasar konsep yang berasal dari pedoman klasik kuno yang sesuai dengan pemikiran intuisi manusia dan pertimbangan pribadinya.
A. Sejarah Feng Shui
Menurut Lillian Too (1994:2), sejarah dan latar belakang Feng Shui adalah:
Feng Shui telah dipraktikkan di Cina sekurang-kurangnya sejak Dinasti Tang.
Ahli seni ini yang paling kuno adalah Yang Yun Sang, yang secara umum diakui sebagai Penemu Feng Shui. Master Yang meninggalkan warisan klasik yang terus menerus dipelajari sampai sekarang. Ia adalah penasihat utama Istana Kaisar Hi Tsang (888 SM); bukunya tentang Feng Shui menjadi naskah utama yang selama beberapa generasi menjadi dasar seni ini. Master Yang memberikan tekanan pada bentuk gunung, arah aliran air, dan yang paling
penting penentuan lokasi dan pemahaman pengaruh Naga, makhluk langit yang paling dipuja oleh orang Cina. Ajarannya yang dituangkan dalam tiga karya klasik yang terkenal yang menggambarkan praktik Feng Shui sehubungan dengan metafora Naga. Karya pertamanya adalah “Han Lung Ching”, yang berisi “Seni Membangkitkan Naga”; yang kedua adalah “Ching Nang Ao Chih”, yang berisi metode menentukan letak gua Naga; sedangkan yang ketiga adalah “I Lung Ching” yang diterjemahkan sebagai “Prinsip Mendekati Naga”.
Buku ketiga ini menyajikan metode dan teknik bagaimana menemukan Naga di tempat yang Naganya tidak tampak nyata.
B. Prinsip Dasar Feng Shui 1. Ch’i 气 ( Napas Kosmis )
Ch’i atau Qi merupakan serangkaian energi yang saling berinteraksi, berasal dari alam semesta dan makhluk hidup di bumi. Ch’i membentuk alam semesta dan melahirkan kehidupan termasuk segala sesuatu yang ada di bumi.
Oleh karena itu, Ch’i atau Qi diasumsikan sebagai napas kosmis. Serangkaian energi yang timbul itu saling menyelaraskan satu sama lain sehingga tercipta bentuk keseimbangan serta keharmonisan. Ch’i adalah daya hidup yang membantu keberadaan manusia.
Menurut Dian (2005:38), menyatakan tentang Qi sebagai berikut:
Qi ada di setiap bagian bumi, termasuk di tubuh manusia dan kehidupan lainnya, ada di gunung dan di sungai, ada di angkasa sampai menembus ke dalam tanah. Qi bercampur dalam aliran air dan udara sebagai energi inti yang tidak tampak, tapi bisa menambah vitalitas kehidupan agar menjadi lebih baik. (Qi mungkin seperti gas ozon/udara murni, tapi lebih murni lagi).
Ch’i adalah napas kosmis Naga dan dalam Feng Shui, napas yang vital ini banyak dibutuhkan dan dimanfaatkan. Ch’i kosmis adalah sumber ketenangan dan kemakmuran, kekayaan yang berlimpah, serta kehormatan dan kesehatan yang baik. Inti Feng Shui yang baik adalah menjebak energi Ch’i yang mengalir melewati suatu tempat dan mengumpulkannya tanpa
membiarkan energi ini berhenti. Banyak orang menyebut energi Ch’i yang bermanfaat tersebut sebagai Shen Qi atau hawa rezeki. Tujuan utamanya agar energi Ch’i dapat bersirkulasi dengan baik. Ketika energi Ch’i tidak dapat bersirkulasi dengan baik, maka akan menciptakan sifat energi jahat yang dinamakan Sha Qi atau hawa pembunuh. Pedoman Feng Shui terpusat pada metode yang dapat dipakai untuk memanfaatkan napas Naga.
2. Yin dan Yang 阴阳
Yin dan Yang merupakan prinsip negatif dan positif yang mengatur alam semesta. Yin dan Yang menjadi sebuah bentuk keselarasan yang sempurna, karena keduanya memiliki nilai yang saling berlawanan. Meskipun demikian, Yin dan Yang tetap saling melengkapi satu dengan lainnya dan menjadikan sebuah kekuatan yang tak terlawankan. Kedua konsep dualisme tersebut, yaitu Yin dan Yang membentuk sebuah lambang yang dinamakan Taiji.
Gambar 2.10: Lambang Taiji
(Sumber: http://peakwatch.typepad.com/)
Yin merupakan simbol dari tanah, bulan, kegelapan, wanita, dingin, lembut, mematikan, ganjil, dan negatif. Di dalam Feng Shui, Yin adalah Macan
serta kualitasnya digambarkan sebagai lembah, sungai dan air. Sedangkan Yang merupakan simbol dari surga, matahari, terang, kekuatan, energi positif, pria, kuat, keras, ganas, panas, hangat, genap, bergerak, dan hidup.
Di dalam Feng Shui, Yang adalah Gunung, dan menggambarkan tanah yang tinggi. Dalam Feng Shui sebuah prinsip keseimbangan menjadi aturan yang utama. Feng Shui juga mengisyaratkan bahwa Yin dan Yang harus berjalan dengan selaras, seimbang, dan setimbang.
3. Lima Unsur 五行 (Wu Xing)
Rumusan Lima Unsur merupakan manifestasi dari penjabaran prinsip Yin Yang. Feng Shui sangat dipengaruhi oleh teori unsur. Dalam ilmu Feng Shui, Lima Unsur melambangkan energi alam semesta. Dalam bagan alam Cina, ada Lima Unsur utama, yaitu kayu, api, logam, air, dan tanah. Untuk kepentingan Feng Shui dan peramalan, sangatlah penting untuk mengetahui bahwa kelima unsur ini mempunyai siklus produktif dan siklus destruktif.
Gambar 2.11: Teori Lima Unsur
(Sumber: www.indofengshui.com)
a. Siklus Produktif
Siklus produktif merupakan konsep saling menghidupi, di mana interaksi antara dua unsur dalam kondisi yang menghasilkan. Api menghasilkan tanah, tanah menghasilkan logam, logam menghasilkan air, air menghasilkan kayu, dan kayu menghasilkan api.
b. Siklus Destruktif
Siklus destruktif merupakan konsep saling membatasi dan merugikan, dimana interaksi antara dua unsur dalam kondisi yang saling bertentangan.
Kayu menghancurkan tanah, tanah menghancurkan air, air menghancurkan api, api menghancurkan logam, dan logam menghancurkan kayu. Dengan memahami teori Lima Unsur dalam Feng Shui ini, memungkinkan terciptanya kesimbangan dan keharmonisan dalam lingkungan dengan mempertimbangkan unsur astrologi seseorang. Untuk perkembangan selanjutnya, teori ini harus terus mempertimbangkan unsur dari sudut pandang keseimbangan dan keserasian.
C. Lokasi Feng Shui yang Terbaik 1. Formasi Feng Shui
Gambar 2.12: Konfigurasi Feng Shui
(Sumber: http://3.bp.blogspot.com/)
Untuk menemukan lokasi Feng Shui yang terbaik yaitu dimulai dengan mencari Naga, yang dalam istilah Feng Shui “Naga” merupakan simbolis bentuk tanah yang tinggi. Pencarian Naga ini menyangkut dengan adanya pencarian bukit dan gunung yang menyerupai Naga Hijau. Keberadaan Naga Hijau banyak dipercaya orang, jika ada Naga Sejati maka disitulah akan ditemukan keberadaan Macan Putih. Konfigurasi Naga Hijau dan Macan Putih yang ideal menjadi salah satu patokan dalam menentukan lokasi Feng Shui yang sempurna.
Menurut Lillian Too (1994:24), lokasi Feng Shui yang sempurna adalah:
Lokasi Feng Shui yang sempurna adalah tempat Naga Hijau di Timur berpautan secara seksual dengan Macan Putih di Barat; di tempat inilah tercipta jumlah maksimum Ch’i Kosmis. Orang yang tinggal di tempat tersebut akan menjadi kaya dalam segi materi serta keberuntungan fisik dan spiritual.
Nasib baik dan kemakmuran yang berlimpah akan terus berkesinambungan bagi penghuninya selama beberapa generasi.
Selain konfigurasi Naga Hijau dan Macan Putih yang harus juga diperhitungkan adalah dua arah mata angin lainnya, yaitu Utara dan Selatan. Hal ini disebabkan oleh Kura-kra Hitam (Utara) di bagian belakang yang menyokong lokasi dan Burung Hong Merah (Phoenix) di Selatan yang menjadi penunjang kaki kecil. Apabila keempat arah mata angin dan hewannya ada, simbolisme sudah lengkap.
2. Menjebak Napas Kosmis yang Vital
Pada hakikatnya, tujuan menemukan Naga Hijau dan Macan Putih adalah untuk menentukan tempat yang banyak mengandung Sheng Ch’i atau yang sering dikenal dengan Napas Kosmis Naga. Dalam Feng Shui, Sheng Ch’i merupakan unsur yang paling vital, karena dengan adanya Ch’i inilah sebagai pembawa nasib baik.
Dengan memahami konsep Ch’i maka lokasi Feng Shui yang bagus dapat ditentukan. Di sinilah tempat Napas Kosmis yang berharga dapat diciptakan, dikumpulkan, dan disimpan, sehingga muncul keberuntungan dalam bentuk kekayaan, kesuksesan, kesehatan, dan kebahagiaan.
3. Menghindari hawa pembunuh 杀气 (sha qi)
Sha Ch’i merupakan kebalikan dari Ch’i. Dapat diartikan sebagai energi negatif, yang sifatnya dapat merugikan kelangsungan hidup manusia. Menurut kaca mata Feng Shui, Sha Ch’i ini membawa Ch’i maut yang mematikan. Sha Ch’i dapat berupa sudut tajam, garis lurus atau garis paralel yang tertuju pada sebuah lokasi maupun sebuah hunian, dan segala apapun yang berbentuk sama.
Dalam Konfigurasi Naga Hijau atau Macan Putih, garis lurus dan sudut tajam sangat berbahaya, ini karena Sha Ch’i yang banyak menciptakan Ch’i maut secara simbolis akan melukai Naga. Itulah sebabnya suatu lokasi dimana terdapat bantaran dalam garis lurus yang menunjuk pada bangunan buatan manusia yang mengancam lokasi tersebut haruslah dihindari. Ini dikarenakan Sha Ch’i menghasilkan napas jahat yang disebabkan oleh simbol lancip, garis lurus, dan sudut lancip. Prinsip yang disetujui semua ahli Feng Shui adalah orang harus berusaha keras menghindari lokasi yang menghadap ke jalan lurus, seperti simpang T (Too, 1994:28).
D. Simbol dan Tanda Keberuntungan 1. Empat Makhluk Langit
Empat makhluk langit tersebut adalah naga, burung hong, unikorn, dan kura - kura. Empat makhluk langit ini dipercaya memiliki kekuatan roh dan suci.
Makhluk-makhluk ini melambangkan berbagai aspek nasib baik dalam kehidupan.
2. Binatang yang Melambangkan Umur Panjang
Umur panjang dan kesehatan merupakan salah satu aspek keberuntungan bagi orang Tionghoa. Beberapa binatang yang dianggap sebagai lambang umur panjang yaitu kelelawar, kelinci, rusa, jangkrik, dan burung bangau.
3. Binatang yang Melindungi
Ada beberapa binatang lain yang menonjol dalam spektrum lambang penting dan berguna untuk memahami arti lambang dalam konteks Feng Shui.
Binatang yang dianggap melindungi adalah beruang, macan, gajah, kuda, leopard, dan singa. Dari beberapa binatang tersebut melambangkan perlindungan rumah, sedangkan binatang yang lain melambangkan daya tahan dan keberanian.
4. Binatang Pembawa Kegembiraan dan Kebahagiaan
Selain burung hong dan burung bangau, ada binatang yang melambangkan kegembiraan, kecantikan, dan kebahagiaan. Binatang tersebut adalah burung kuau, burung merak, ayam jantan,dan bebek.
5. Bunga Pembawa Kebahagiaan
Ada lima bunga penting yang menjadi favorit orang Cina. Bunga-bunga itu adalah peoni, krisan, teratai, magnolia, dan anggrek. Bunga-bunga ini selalu dipajang di rumah selama musim perayaan dan menjadi perlambang berbagai situasi kebahagiaan dan keberuntungan.
6. Pohon yang Melambangkan Umur Panjang
Ada empat pohon yang menjadi lambang utama umur panjang, yaitu bambu, pinus, plum, dan pir.
2.1.4 Profil Klenteng See Hin Kiong
Klenteng See Hin Kiong ini diprakarsai dan didirikan Kapten Lie Goan Hoat dan Letnan Lie Soen Mo, serta Letnan Lie Lian It pada 1893, dan selesai dibangun pada 1897. Awalnya, tempat ibadah ini, terletak di Jalan Klenteng, Kelurahan Kampung Pondok, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, Sumatera Barat. Namun gempa bumi di Kota Padang pada 30 September 2009
meluluhlantakkan hampir seluruh bangunan di kawasan itu, tak terkecuali klenteng. Akibatnya, bangunan klenteng tak dapat digunakan untuk beribadat.
Namun pengelola klenteng dan warga Tionghoa setempat sepakat membangun kembali Klenteng See Hin Kiong pada Desember 2010. Gambar perspektif klenteng ini didesain oleh arsitek China dengan model klenteng kuno yang berasal dari Hokkian yaitu Tjoan Tjiu. Struktur bangunan digarap oleh pekerja lokal, sedangkan eksterior dan interiornya dikerjakan oleh ahli dari Tiongkok.Bangunan klenteng baru ini tidak jauh beda dengan yang lama. Bentuk aslinya tetap dipertahankan. Bangunan baru berlokasi tepat di seberang jalan Klenteng lama. Kini, bangunan lama klenteng dijadikan sebagai museum. Untuk alamat baru klenteng ini berada di Jalan Klenteng No. 1, Padang, Sumatera Barat.
2.2 Landasan Teori
Teori merupakan salah satu unsur terpenting dalam penelitian serta memiliki peran sangat besar dalam pelaksanaan penelitian. Karena teori dengan unsur ilmiah inilah yang akan mencoba menerangkan fenomena-fenomena sosial yang menjadi pusat perhatian penelitian.
Menurut Marx dan Goodson (dalam Moleong, 2012:57) menyatakan bahwa teori ialah aturan menjelaskan proposisi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah dan terdiri atas representasi simbolik dari (1) hubungan-hubungan yang dapat diamati di antara kejadian- kejadian (yang dapat diukur), (2) mekanisme atau struktur yang diduga mendasari
hubungan-hubungan demikian, dan (3) hubungan-hubungan yang disimpulkan serta manifestasi hubungan empiris ataupun secara langsung.
Pada penelitian ini penulis memakai teori trikonomi semiotika arsitektural oleh Charles Sanders Peirce yang menyatakan (dalam Rudiansyah, 2014:30) bahwa simbol merupakan tanda yang hadir karena mempunyai hubungan yang sudah disepakati bersama atau sudah memiliki perjanjian (arbitrary relation).
Sedangkan dalam tanda, simbol dan arsitektur Peirce menjelaskan simbol adalah suatu tanda atau gambar yang mengingatkan kita kepada penyerupaan benda yang kompleks, diartikan sebagai sesuatu yang dipelajari dalam konteks budaya yang lebih spesifik atau lebih khusus. Misalnya simbol Yin dan Yang dari filsafat Tiongkok. Yin adalah sisi hitam dengan titik putih pada bagian atasnya, sedangkan Yang adalah sisi putih dengan titik hitam pada bagian atasnya. Hubungan Yin dan Yang sering digambarkan dengan bentuk sinar matahari yang berada diatas gunung dan lembah.
Suatu teori harus menunjukkan abstraksi, simplifikasi atau idealitas dari fenomena, bisa sebagai eksplanasi atau sebagai penafsiran empiris (Rudiansyah, 2014:30). Dari teori Peirce, penulis dapat menjelaskan proposisi, hipotesis, ataupun konsep-konsep yang dibahas dalam penelitian ini, karena validasi sebuah teori diuji dengan kemampuannya memberikan evidensi empiris. Penulis memilih teori ini, karena dengan teori inilah penulis dapat mengetahui cara memaknai struktur Klenteng See Hin Kiong dilihat dari segi ilmu atau filsafat Feng Shui.
2.3 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka (literature review) adalah bab yang selalu ditemukan dalam proposal penelitian dan laporan penelitian termasuk skripsi, tesis, maupun disertasi. Istilah tinjauan pustaka diterjemahkan secara langsung dari bahasa Inggris literature review. Namun demikian, bab ini tidak hanya meninjau secara garis besar saja, melainkan juga secara khusus atau lebih mendalam. Hal ini diperlukan untuk pedoman yang lebih banyak dalam penulisan sebuah penelitian.
Dalam penelitian ini penulis memaparkan tiga hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti mengenai penerapan Feng Shui pada struktur sebuah Klenteng.
Aryati Yunita Sari (2014), dalam skripsinya yang berjudul “Interior Klenteng Zhen Ling Gong Yogyakarta ditinjau dari Feng Shui” menjelaskan bagaimana struktur interior Klenteng Zhen Ling Gong berdasarkan prinsip Feng Shui. Kesimpulan penelitian ini adalah penerapan kaidah Feng Shui dalam pembangunan klenteng sangatlah mutlak adanya, dan penerapannya berbeda dengan penerapan pada kasus yang lain seperti rumah tinggal, bangunan publik, gedung perkantoran, ataupun area bisinis. Pada umumnya, pembangunan klenteng lebih cenderung mempertimbangkan konsep Yin dan Yang, dan konsep Ch’i. Hal ini ditinjau dari para pengguna sarana klenteng yang menginginkan kedamaian, ketentraman, serta kekhusyukan saat menjalankan ibadah. Skripsi tersebut membantu peneliti dalam memahami konsep ilmu Feng Shui yang diterapkan pada struktur sebuah klenteng.
Rudiansyah (2014), dalam skripsinya “Makna Simbolis dan Tipologi Rumah Tjong A Fie di Kota Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji makna simbolis, tipologi, dan akulturasi yang diekspresikan pada Rumah Tjong A Fie yang memiliki makna khusus serta adanya pengaruh kehidupan sosial budaya pada pola penataan dan bentuk bangunan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dasar simbolis bangunan bergaya Tiongkok dilandasi oleh gagasan kuno (dalam hal ini misalnya Yin dan Yang). Penelitian tersebut berpedoman pada teori trikonomi semiotika arsitektural. Teori inilah yang juga penulis pakai untuk pedoman penulisan skripsi penulis.
Penelitian lainnya adalah Stefanus Hansel Suryatenggara (2011), dalam skripsinya “Kelenteng Boen Tek Bio Tangerang Kajian Arsitektural”. Skripsi ini membahas mengenai kajian arsitektural yang terdapat di bangunan Klenteng Boen Tek Bio Tangerang secara keseluruhan. Mulai dari atap, dinding, tiang, dan lain sebagainya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pada setiap struktur klenteng tersebut penerapan kaidah Feng Shui dapat ditemukan seperti, pada pemilihan denah lokasi klenteng yang memakai metode Jiangxi dari kaidah Feng Shui.
Skripsi tersebut membantu peneliti dalam memahami konsep struktur sebuah bangunan klenteng.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).
Penelitian kualitatif ini bertujuan mendeskripsikan dan mengintepretasikan objek yang diteliti sesuai dengan keadaan sebenarnya (Moleong, 2012:6).
Pada kali ini peneliti menggunakan pendekatan studi pustaka. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan- laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Pendekatan ini digunakan karena peneliti bermaksud mendeskripsikan, mencatat, menganalisis, dan menginterpretasikan sebuah objek bangunan spiritual, berupa tempat peribadatan bersejarah yaitu Klenteng See Hin Kiong Padang. Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan secara relevan terhadap kasus yang diteliti yaitu makna struktur Klenteng See Hin Kiong ditinjau dari Feng Shui.
Dalam hal ini, dibutuhkan analisis data dari data yang diperoleh melalui beberapa sumber kepustakaan maupun data dari observasi, wawancara, dan dokumentasi. Selain itu, dalam penelitian ini juga menggunakan teknik triangulasi data. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek
Penelitian (Moleong, 2012:330). Teknik ini juga diperuntukkan memperkaya sumber data bagi peneliti.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Klenteng See Hin Kiong yang berada di Jalan Klenteng No. 1, Kelurahan Kampung Pondok, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, Sumatera Barat. Penelitian ini juga termasuk pada lingkungan yang ada di sekitar bangunan klenteng untuk mengetahui lebih mendalam mengenai Feng Shui yang merupakan kajian penelitian ini.
3.3 Data dan Sumber Data
Data dari penelitian ini adalah hasil dari observasi lapangan, dokumentasi dan hasil wawancara dengan narasumber terkait. Dokumentasi berupa foto ataupun gambar yang diambil langsung dari lokasi penelitian setelah dilakukan observasi. Hasil wawancara berupa rekaman wawancara dengan narasumber.
Sumber data penelitian ini adalah Klenteng See Hin Kiong dan narasumber yang mengetahui tentang makna struktur klenteng tersebut. Sumber data juga diperoleh dari studi kepustakaan, seperti buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karya ilmiah, tesis, disertasi, ensiklopedia dan sumber lain yang membahas tentang makna struktur Klenteng See Hin Kiong dan penerapan Feng Shui pada bangunan klenteng.
3.4 Teknik Pengumpulan Data 3.4.1 Observasi
Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. (Moleong, 2012:175).
Observasi bertujuan untuk mengamati, mendokumentasi, dan mengumpulkan data secara langsung, kemudian dideskripsikan dengan menggambarkan dan menginterpretasikan hasil penelitian ke dalam rangkaian kata-kata. Observasi ini dilakukan secara langsung dilokasi penelitian dengan pengamatan mendalam dan terfokus tentang struktur klenteng dan bagaimana penerapan Feng Shui pada bangunan klenteng tersebut.
3.4.2 Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2012:186). Wawancara yang digunakan adalah wawancara semi tersruktur, termasuk kedalam kategori in dept interview, yang dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur.
Wawancara ini bertujuan menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diwawancarai diminta pendapat, dan ide-idenya.
Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh narasumber. Dalam penelitian ini, metode wawancara dilakukan dengan mewawancarai pengelola Klenteng See
Hin Kiong dan etnis Tionghoa di sekitar klenteng. Sehingga beberapa informasi mengenai seluk beluk objek penelitian ini dapat diperoleh lebih mendalam.
3.4.3 Dokumentasi
“Dokumentasi adalah mencari dan mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, notulen, rapot, agenda dan sebagainya” (Arikunto 2006:158). Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan analisis dokumen. Analisis ini merujuk pada kumpulan dari beberapa data yang diperoleh melalui sejumlah literatur kepustakaan berkaitan dengan makna struktur Klenteng See Hin Kiong dan penerapan Feng Shui pada bangunan klenteng yang terdapat di internet atau dokumen lain dan dinilai relevan dengan penelitian ini. Dokumentasi tersebut dapat digunakan apabila diperlukan yaitu berupa rekaman, video, dan gambar atau foto yang berkaitan tentang Klenteng See Hin Kiong.
Dokumen berupa tulisan diperoleh dengan melakukan studi pustaka yaitu dengan mengumpulkan data pustaka yang relevan dari buku-buku ilmiah, disertasi, tesis, ensiklopedia, laporan penelitian, karya ilmiah, dan sumber lain yang membahas tentang Klenteng See Hin Kiong secara keseluruhan serta tentang penerapan Feng Shui pada bangunan klenteng.
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan dalam situasi yang relevan dengan kasus yang sedang dikaji yaitu analisis makna struktur Klenteng See Hin Kiong ditinjau dari Feng Shui. Satu-satunya instrumen terpenting dalam penelitian ini adalah
peneliti sendiri. Peneliti dapat menggunakan alat-alat bantu untuk mengumpulkan data pada kasus yang sedang dikaji seperti tape recorder, video kaset, atau kamera.
Peneliti kualitatif sebagai human instrumen berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya. Pada pelaksanaan penelitian ini, peneliti juga menyertakan pedoman wawancara, pedoman observasi, dan pedoman dokumentasi.
3.6 Studi Pustaka
Secara umum, penelitian yang berkaitan dengan sebuah sejarah masa lampau menggunakan data dari studi pustaka. Studi kepustakaan merupakan langkah yang penting dimana setelah seorang peneliti menetapkan topik penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan kajian yang berkaitan dengan teori yang berkaitan dengan topik penelitian.
Pada penelitian ini peneliti berpedoman kepada sumber-sumber penelitian baik primer atau sekunder. Peneliti banyak menggunakan sumber data yang lebih banyak diambil dari sumber primer yaitu buku, jurnal, laporan penelitian, karya ilmiah, tesis, dan disertasi yang membahas tentang makna struktur klenteng dan penerapan Feng Shui pada bangunan klenteng. Sedangkan sumber sekunder hanya digunakan sebagai data penunjang yaitu berupa artikel-artikel yang diambil dari internet.
3.7 Teknik Analisis Data
Menurut Patton (dalam Moleong 2012: 280), analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikanya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Dari uraian tersebut dapat digaris bawahi bahwa analisis data bermaksud untuk mengorganisasikan data. Dalam hal ini analisis data dilakukan dengan mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan mengategorikannya. Data yang terkumpul terdiri dari catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto, dokumen, laporan, artikel, dan sebagainya. Pada penelitian ini, analisis data dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut :
3.7.1 Koleksi data
Koleksi data tentang makna struktur dan penerapan Feng Shui pada bangunan klenteng (Klenteng See Hin Kiong Khususnya). Koleksi data bertujuan untuk memperkaya data-data yang dibutuhkan bagi peneliti. Koleksi data diperoleh dari kombinasi antara bahan-bahan bacaan koleksi dari data pustaka dan hasil penelitian di lapangan. Koleksi data pustaka dikumpulkan dari dua sumber yaitu sumber primer dan sekunder.
Sumber data pustaka didapat dari sumber primer yaitu dari buku, jurnal, majalah, laporan penelitian, karya ilmiah, tesis, disertasi dan lainnya yang khusus membahas tentang penelitian ini. Sedangkan data pelengkap lainnya didapat dari sumber sekunder yaitu dari internet, hasil observasi, hasil wawancara, dan hasil dokumentasi. Data lapangan diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan secara langsung terhadap bangunan Klenteng See Hin Kiong.
3.7.2 Komparasi Data
Komparasi data bertujuan untuk menyeleksi data, antara data yang benar dan data yang diragukan, agar menemukan data yang relevan antara keduanya.
Komparasi data pada penelitian ini dilakukan terhadap dua jenis sumber data, yaitu data lapangan dengan data pustaka. Komparasi data ini dilakukan untuk membandingkan kedua data tersebut apakah terdapat data-data yang relevan antara data pustaka dan data lapangan sesuai dengan masalah yang diteliti yaitu analisis makna struktur Klenteng See Hin Kiong ditinjau dari Feng Shui.
3.7.3 Menganalisis Objek dan Subjek Penelitian
Langkah berikutnya yaitu menganalisis objek dan subjek penelitian, dengan berpedoman pada hasil komparasi data. Analisis dilakukan dengan cara memahami terlebih dahulu makna struktur Klenteng See Hin Kiong setelah itu memfokuskan pada penerapan Ilmu Feng Shui pada bangunan klenteng.
3.7.4 Penyajian Data
Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan semua data yang didapat.
Kumpulan data berasal dari hasil koleksi data, hasil komparasi data, dan hasil analisis objek dan subjek penelitian. Semua data diolah dan dijadikan satu kesatuan rangkaian kata-kata untuk mendeskripsikan hasil penelitian secara rinci, detail, dan relevan. Penyajian data dikelompokkan ke dalam sistematika pembahasan hasil penelitian, yaitu mengenai analisis makna struktur Klenteng See Hin Kiong ditinjau dari Feng Shui.
3.7.5 Verifikasi Data
Verifikasi merupakan pemeriksaan terhadap kebenaran sesuatu berdasarkan bukti-bukti yang nyata. Verifikasi data bertujuan menegaskan data yang dikumpulkan benar-benar relevan dan dapat dipertanggungjawabkan untuk kebutuhan penelitian.
3.8 Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (realibilitas) menurut versi „positivisme‟ dan disesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, kriteria dan paradigmanya sendiri (Moleong, 2012;321). Untuk mengukur seberapa valid data yang diperoleh, dan kemudian akan disusun dalam suatu penelitian maka diperlukan teknik triangulasi.
Triangulasi merupakan teknik pengecekan keabsahan data yang telah dikaji berdasarkan pada sesuatu yang berada di luar data, dimana data tersebut digunakan sebagai pembanding terhadap data yang telah ada.
Pengecekan keabsahan data didasarkan pada kriteria derajat kepercayaan (crebility) dengan teknik triangulasi, ketekunan penyajian data validasi (Triangulasi Sumber Data), analisis subjek dan objek penelitian dengan Fokus masalah: analisis makna struktur Klenteng See Hin Kiong ditinjau dari Feng Shui.
Pengumpulan data: observasi, wawancara, dan dokumentasi. Koleksi data;
sumber primer dan sumber sekunder. Komparasi data; kroscek data lapangan dengan data pustaka (sumber primer dan sekunder), pengamatan, pengecekan teman sejawat (Moleong, 2012:331).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Struktur Klenteng See Hin Kiong Gambar 4.1: Klenteng See Hin Kiong
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Klenteng See Hin Kiong merupakan tempat ibadah bagi penganut aliran Tri Dharma (Konfusianisme, Taoisme, dan Budhisme). Klenteng ini dikelola oleh sebuah kepengurusan yang dipilih melalui musyawarah bersama marga-marga yang menggunakan klenteng ini. Dari setiap marga-marga tersebut mengutus beberapa orang perwakilan yang nantinya akan dipilih dan dijadikan pengurus klenteng.
Klenteng See Hin Kiong menghadap arah Selatan yang dilambangkan dengan burung Hong (Phoenix). Burung Hong melambangkan kekuatan dan kebaikan. Dari hal tersebut dapat dimaknai pemilihan arah klenteng mempunyai
tujuan agar bangunan ini mempunyai kebaikan bagi lingkungannya, serta memberikan kekuatan untuk bangunannya.
Pembagian ruang pada klenteng ini terdiri atas bangunan utama dan bangunan tambahan. Bangunan utama berupa tempat pemujaan terhadap dewa- dewa atau leluhur. Sedangkan bangunan tambahan berada di sisi kiri dan kanan bangunan utama. Bangunan tambahan merupakan ruangan bagi administrasi klenteng dan juga ruangan untuk penyimpanan arsip-arsip penting klenteng. Di depan bangunan klenteng ini terdapat gerbang dan halaman yang merupakan akses utama menuju klenteng.
Gambar 4.2 Denah Klenteng See Hin Kiong
Sumber: Dokumentasi Pribadi
4.1.1 Tinjauan Struktur Klenteng See Hin Kiong A. Atap
Tabel 4.1: Deskripsi atap Klenteng See Hin Kiong
Gambar Keterangan
Hiasan atap pada Klenteng See Hin Kiong berbentuk naga. Bubungan atap pada klenteng ini berbentuk meliuk.
B. Dinding
Tabel 4.2: Deskripsi Dinding Klenteng See Hin Kiong
Gambar Keterangan
Dinding pada Klenteng See Hin Kiong berbentuk datar dengan hiasan pada permukaannya. Pada dinding sebelah Kanan bagian Depan klenteng terdapat ukiran macan putih. Di Sebelahnya terdapat ukiran naga. Sedangkan
dinding bagian dalam klenteng terdapat hiasan dari keramik bergambar. Gambar tersebut menceritakan tentang hikayat atau legenda masyarakat Cina.
C. Tiang
Tabel 4.3: Deskripsi Tiang Klenteng See Hin Kiong
Gambar Keterangan
Tiang pada Klenteng See Hin Kiong berbentuk bulat. Jumlah tiang yang ada sebanyak 12 buah. Pada tiang bagian depan klenteng terdapat ukiran naga yang mengelilingi tiang. Tiang bagian depan berjumlah 2 buah. Tiang bagian dalam klenteng berjumlah 10 buah. Ukiran tiang bagian dalam berupa aksara Cina.
D. Patung
Tabel 4.4: Deskripsi patung Klenteng See Hin Kiong
Gambar Keterangan
Pada bagian depan klenteng terdapat dua buah patung singa. Patung ini berada disebelah kiri dan kanan pintu masuk klenteng. Di bagian dalam klenteng terdapat tujuh patung dewa atau leluhur. Pada altar pemujaan utama terdapat lima patung. Sedangkan dua patung lainnya berada di kiri dan kanan di dekat pintu bagian dalam klenteng. Selain itu terdapat beberapa patung dewa berwarna emas di sisi kiri dan kanan klenteng.
Altar dewa utama
Altar dewa utama
Altar dewa utama
E. Kimlo dan Hiolo
Tabel 4.5: Deskripsi Kimlo dan Hiolo Klenteng See Hin Kiong
Gambar Keterangan
Terdapat satu buah Kimlo dan dua buah Hiolo besar serta Hiolo di setiap altar pemujaan terhadap dewa atau leluhur pada Klenteng See Hin Kiong. Kimlo terletak di sebelah kiri bagian depan klenteng. Hiolo besar yang pertama terletak di depan pintu masuk klenteng, sedangkan Hiolo besar kedua terletak di dalam klenteng (di depan altar Kimlo
Altar kiri
Altar kanan
pemujaan utama).
Hiolo luar
Hiolo dalam
F. Lantai
Tabel 4.6: Deskripsi Lantai Klenteg See Hin Kiong
Gambar Keterangan
Lantai pada bagian dalam Klenteng See Hin Kiong berwarna merah batu bata.
Bahannya terbuat dari keramik.
Sedangkan lantai bagian luar (halaman depan) terbuat dari batu berwarna putih.
G. Pintu Dan Jendela
Tabel 4.7: Deskripsi Pintu Dan Jendela Klenteng See Hin Kiong
Gambar Keterangan
Pintu dan jendela pada Klenteng See Hin Kiong berbentuk persegi empat.
Pada bangunan utama terdapat tiga pintu. Di setiap pintunya terdapat masing-masing dua dewa penjaga pintu. Pada bangunan tambahan yang