PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PENDERITA OTITIS MEDIA AKUT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
PADA TAHUN 2014 DAN 2015
Oleh :
VANI RAVEENDRAN 130100427
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PENDERITA OTITIS MEDIA AKUT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
PADA TAHUN 2014 DAN 2015
SKRIPSI
Karya tulis ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh :
VANI RAVEENDRAN 130100427
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2017
ABSTRAK
Latar belakang: Otitis Media Akut (OMA) merupakan penyakit infeksi telinga tenngah yang sering terjadi di negara-negara dengan ekonomi rendah, khususnya Indonesia. Oleh karena itu, OMA perlu mendapat perhatian khusus agar penyakit ini dapat dicegah dan tidak terus berkembang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita OMA di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014 dan 2015.
Method penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional study. Sampel penelitian ini adalah seluruh pasien OMA di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014 dan 2015. Pengambilan sampel dilakukakan dengan menganalisis data rekam medik dengan menggunakan metode total sampling.
Hasil penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 191 pasien OMA terdapat pasien perempuan sebanyak 80 orang (56,3%) dan laki-laki 62 orang (43,7%) dengan usia terbanyak 51-60 tahun (16.9%) pada tahun 2014 dan 26 pasien perempuan (53.1%) dan laki laki sebanyak 23 orang (46.%) dengan usia terbanyak <1-10 tahun (51%) pada tahun 2015 . Gejala klinis terbanyak adalah keluarnya cairan dari telinga sebanyak 90 orang (63,4%) pada tahun 2014 dan 48 orang (98%) pada tahun 2015, stadium terbanyak yaitu stadium perforasi 76 orang (53,5%) pada tahun 2014 dan 43 orang (87.8%) pada tahun 2015. Sisi telinga yang terkena OMA terbanyak adalah unilateral (kiri) 58 orang (40.8%) pada tahun 2014 dan 25 orang (51.0%) pada tahun 2015 . Hasil yang lebih tinggi juga ditemukan pada pasien yang diterapi dengan antibiotik yaitu sebanyak 125 orang (88%) pada tahun 2014 dan 41 orang (83.7%) pada tahun 2015.
Kesimpulan: jumlah total penderita otitis media akut (OMA) yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2014 dan 2015 adalah sebanyak 191 orang.
Kata kunci : otitis media akut, karakteristik
ABSTRACT
Background: Acute Otitis Media (AOM) is an acute inflammation of the middle ear that occurs less than three weeks. In low economics countries, particularly Indonesia, AOM is an illness that commonly occur. Therefore, the AOM needs special care so the disease can be prevented and won’t continue to evolve. The purpose of this research was to determine the characteristics of patients with AOM at RSUP H. Adam Malik Medan in 2014 and 2015.
Methodology: This research is a descriptive study with a cross-sectional study design. Samples were all patients AOM at RSUP H. Adam Malik Medan in 2014 and 2015. The samples were taken by analyzing medical records by using total sampling method.
Results: The result of this research shows that from 191 AOM patients there are 80 females patients (56.3%) and males are 62 patients (43.7%) with the highest number of age is 51-60 years (17.6%) in the year 2014 and 26 female patients (53.1%) and 23 male patients (46.9%) with the highest number of age is <1-10 years (51%) in the year 2015. The most frequent of clinical symptom is discharge from the ear which is 90 patients (63.4%) in the year 2014 and 48 patients (98%) in the year 2015 , the most frequent stage is perforation stage which is 76 patients (53.5%) in the year 2014 and 43 patients (87.8%) in the year 2015. The most affected ear of AOM is unilateral (left) which is 58 patients (40.8%) in the year 2014 and 25 patients (51.0%) in the year 2015. Higher results are also found in patients treated with antibiotics which is 125 patients (88%) in the year 2014 and 41 patients (83.7%) in the year 2015.
Conclusion: the total number of patients with acute otitis media hospitalized at the general hospital haji adam malik in 2014 and 2015 were as many as 191 people.
Key words: acute otitis media, characteristics
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan, yang telah melimpahkan rahmat Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian KTI (Karya Tulis Ilmiah) ini yang berjudul " Perbandingan Karakteristik Penderita Otitis Media Akut di RSUP H. Adam Malik Medan pada Tahun 2014 dan 2015". Laporan hasil penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penulisan laporan hasil penelitian ini tidak akan berjalan lancar tanpa dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr.dr Aldy Safruddin Rambe,Sp.S(K)selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2. Dr.dr.Devira Zahara M.Ked(ORL-HNS)Sp THT-KL(K). selaku dosen pembimbing I saya yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan.
3. dr. Khairina, SpKK) selaku dosen pembimbing II yang telah memberi ide, kritik dan saran sehingga karya tulis ilmiah ini menjadi lebih baik.
4. dr.Nindia Sugih Arto, M.Ked (Clin-Path), SP.PK selaku dosen penguji I yang telah memberikan saran dan masukan dalam dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Dr.med.dr. Yahwardiah Siregar selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, kepala bagian rekam medis beserta seluruh staf yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
7. Kedua orang tua penulis, Raveendran dan Saratha dan adik adik penulis Nimal dan Sarvind yang telah memberikan motivasi dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman satu kelompok KTI penulis, Maya Novian Sitompol yang banyak membantu selama proses penyusunan karya tulis ilmiah ini.
9. Dan juga sahabat-sahabat terbaik penulis, Brindha Devi, Devitra Rajendran, Dhivya Tamodaran dan Dhanish Kumar yang selalu memberi semangat serta nasihat yang membangun dalam penyelesaian hasil laporan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari. Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan khusunya di bidang ilmu kedokteran.
Medan, 13 Desember 2015
Vani Raveendran 130100427
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR SINGKATAN ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1.Anatomi Telinga ... 5
2.2. Anatomi Telinga Luar ... 5
2.3. Anatomi Telinga Tengah... 6
2.4. Aatomi Telinga Dalam ... 7
2.5. Otitis Media ... 8
2.5.1 Otitis Media Akut (OMA) ... 8
2.5.2 Otitis Media Efusi (OME) ... 8
2.5.3 Otitis Media Surpuuratif Kronis (OMSK) ... 8
2.6. Definisi OMA ... 8
2.7. Etiologi OMA ... 9
2.8. Patogenesis OMA ... 9
2.9. Stadium OMA ... 10
2.10.Gejala Klinis OMA ... 11
2.11. Diagnosis ... 12
2.12. Penatalaksanaan OMA ... 13
2.13. Komplikasi OMA ... 15
2.14. Pencegahan OMA ... 15
BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KONSEP ... 16
3.1. Kerangka Teori Penelitian ... 16
3.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 17
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 18
4.1. Jenis Penelitian ... 18
4.2.Waktu Dan Tempat Penelitian ... 18
4.2.1.Tempat Penelitian ... 18
4.2.2.Waktu Penelitian ... 18
4.3.Populasi Dan Subjek Penelitian ... 18
4.3.1.Populasi Penelitian ... 18
4.3.2.Subjek Penelitian ... 18
4.4.Metode Pengumpulan Data ... 19
4.5.Metode Menganalisis Data ... 19
4.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 22
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 23
5.1. Hasil Penelitian ... 23
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 23
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Subjek... 23
5.1.3. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Usia .... 23
5.1.4. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Kelamin 24 5.1.5. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan gejala Klinis ... 25
5.1.7. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Sisi
Telinga yang Terkena OMA ... 27
5.1.8. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan terapi OMA... 27
5.2. Pembahasan ... 28
5.2.1. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Usia .... 28
5.2.2. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Jenis Kelamin ... 29
5.2.3. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Gejala Klinis ... 29
5.2.4. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Stadium OMA... 30
5.2.5. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Sisi Telinga yang Terkena OMA ... 31
5.2.6. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan terapi OMA... 31
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
6.1. Kesimpulan ... 33
6.2. Saran ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35 LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Telinga Luar ... 5
Gambar 2.2 Anatomi Telinga Tengah ... 6
Gambar 2.3 Anatomi Telinga Dalam ... 7
Gambar 3.1. Kerangka Teoritis ... 16
Gambar 3.2. Kerangka Konsep ... 17
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Usia di RSUP
H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015 ... 24 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Jenis Kelamin
di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015 ... 25 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Gejala Klinis
di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015 ... 25 Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Stadium OMA
di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015 ... 26 Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Sisi Telinga
yang Terkena OMA di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun
2014 dan 2015 ... 27 Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Terapi di
RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015 ... 28
DAFTAR SINGKATAN
ASI : Air Susu Ibu
ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut OMA : Otitis Media Akut
OMSK : Otitis Media Supuratif Kronik OME :Otitis Media Efusi
SPSS : Software Statistical Product and Service Solution WHO :World Health Organization
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Persetujuan Komisi Etik Lampiran 3 Surat Izin Penelitian Lampiran 4 Output Spss
Lampiran 5 Data Penelitian
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otitis media merupakan salah satu gangguan kesehatan telinga yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga bisa tuli, bahkan dapat mengancam jiwa sehingga mempunyai dampak yang merugikan bagi penderita, keluarga dan masyarakat. Saat pendengaran mulai berkurang dan mengganggu aktivitas sehari- hari barulah mencari bantuan medis, sehingga tak jarang telah menimbulkan komplikasi. Gangguan pada otitis media terletak di telinga bagian tengah.
Penyebab otitis media adalah multifaktor, antara lain infeksi bakteri, virus, gangguan fungsi tuba, alergi, gangguan kekebalan tubuh, lingkungan dan faktor sosial ekonomi.1
Otitis media terdapat pada semua bangsa diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara maju dengan angka kejadian bervariasi. Di negara- negara berkembang angka kejadian jauh lebih tinggi karena beberapa hal misalnya higiene yang kurang, faktor sosioekonomi, gizi yang rendah, kepadatan penduduk serta masih ada pengertian masyarakat yang salah terhadap penyakit ini sehingga mereka tidak berobat sampai tuntas. Banyak ahli membuat pembagian dan klasifikasi otitis media. Secara mudah otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis yaitu otitis media supuratif akut dan otitis media supuratif kronis dan otitis media serosa.1,2
Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang berlangsung kurang dari tiga minggu dimana telinga tengah adalah ruang di dalam telinga yang terletak antara membran timpani dengan telinga dalam serta berhubungan dengan nasofaring melalui tuba Eustachius. Perjalanan OMA terdiri atas beberapa aspek yaitu efusi telinga tengah yang akan berkembang menjadi pus oleh karena adanya infeksi mikroorganisme, adanya tanda inflamasi akut serta
adalah semakin sering terserang infeksi saluran nafas, makin besar kemungkinan terkena OMA. Penyebab OMA didominasi oleh infeksi bakteri dan sepertiga kasus disebabkan oleh virus. Sepertiga kasus dari infeksi bakteri disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, Streptococcus pyogenes dan Haemophilus influenzairus.3
WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2000 terdapat 250 juta (4,2%) penduduk dunia yang pernah menderita OMA disertai gangguan pendengaran, 75 sampai 140 juta terdapat di Asia Tenggara . Pada tahun 2005, terdapat 278 juta orang di dunia pernah menderita gangguan pendengaran. Kurang lebih dua pertiganya terjadi pada negara berkembang.Pada tahun 2014, angka gangguan pendengaran di dunia meningkat menjadi 360 juta orang yaitu sekitar lima persen dari populasi dunia.4
Prevalensi tertinggi OMA di dunia terjadi di Afrika Barat dan Tengah.(43,37%). Area–area lainnya yaitu Amerika Selatan (4,25%), Eropa Timur (3,96%), Asia Timur (3,93%), Asia Pasifik (3,75%) dan Eropa Tengah (3,64%). Di Inggris, sebanyak 30% anak–anak mengunjungi dokter anak setiap tahunnya karena OMA. Di Amerika Serikat, sekitar 20 juta anak–anak menderita OMA setiap tahunnya .4
Di Asia Tenggara, Indonesia termasuk keempat negara dengan prevalensi gangguan telinga tertinggi (4,6%). Tiga negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India (6,3%). Walaupun bukan yang tertinggi tetapi prevalensi 4,6% merupakan angka yang cukup tinggi untuk menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat, misal dalam hal berkomunikasi. Dari hasil survei yang dilaksanakan di tujuh propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa otitis media merupakan penyebab utama morbiditas pada telinga tengah. OMA adalah penyakit yang sering terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Hal itu disebabkan posisi tuba eustachius anak-anak pada fase perkembangan telinga tengah lebih horizontal, pendek dan lebar dengan drainase yang minimal dibandingkan usia dewasa.4
Anak umur 6-11 bulan lebih rentan menderita OMA. Insiden sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki dibanding perempuan. Sebagian kecil anak menderita
penyakit ini pada umur yang sudah lebih besar yaitu pada umur empat dan awal lima tahun. Beberapa bersifat individual dapat berlanjut menderita episode akut pada masa dewasa. Kadang-kadang, orang dewasa dengan infeksi saluran pernafasan akut tapi tanpa riwayat sakit pada telinga dapat menderita OMA.
Faktor-faktor risiko terjadinya OMA adalah bayi yang lahir prematur dan berat badan lahir rendah, umur (sering pada anak-anak), anak yang dititipkan ke penitipan anak, variasi musim dimana OMA lebih sering terjadi pada musim gugur dan musim dingin, predisposisi genetik, kurangnya asupan air susu ibu, imunodefisiensi, gangguan anatomiseperti celah palatum dan anomali kraniofasial lain, alergi, lingkungan padat, dan sosial ekonomi rendah. OMA apabila tidak ditangani dengan antibiotik yang tepat dapat menimbulkan komplikasi, yaitu otitis media surpuratif kronis, meningitis dan abses otak.5 Untuk itu pencegahan ataupun penanganan terhadap OMA sangat penting, sehingga informasi akan faktor-faktor resiko OMA sangat dibutuhkan. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik ingin melakukan penelitian tentang gambaran klinis penderita Otitis Media Akut di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perbandingan karakteristik penderita Otitis Media Akut di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014 dan 2015.
1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan karakteristik penderita Otitis Media Akut di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014 dan 2015.
1.3.2 Tujuan khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan:
1. Usia
2. Jenis kelamin 3. Gejala klinis 4. Stadium OMA
5. Jumlah sisi yang terkena 6. Terapi OMA
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bidang penelitian:
Hasil penelitian dapat diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai gejala klinis OMA.
2. Bidang pendidikan
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai gejala klinis OMA sebagai bahan studi untuk meningkatan wawasan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Rumah sakit
Sebagai informasi kepada rumah sakit tentang proporsi penderita OMA setiap tahun.
4. Bidang pelayanan masyarakat
Sebagai bahan untuk penyuluhan kepada masyarakat agar dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit OMA.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu: telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
2.2 Anatomi Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga sampai membrana timpani. Aurikula dibentuk oleh tulang rawan yang dibungkus oleh perikondrium dan bagian terluar dilapisi oleh kulit. Aurikula dibagi atas bagian tulang rawan (1/3 luar) dan bagian tulang (2/3 dalam), panjangnya kira-kira 2½ - 3 cm. 6
Gambar 2.1. Anatomi Telinga
(Sumber:gray’s anatomy for students 13th edition 2011)
2.3 Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan:
1. Batas luar : membran timpani 2. Batas depan : tuba Eustachius 3. Batas bawah : vena jugularis
4. Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis 5. Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
6. Batas dalam : kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan promontorium
Gambar 2.2.Anatomi Telinga Tengah
(Sumber:tortora 13th edition 2011)
2.4 Anatomi Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setangah lingkaran dan vesitubuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yangdisebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti .6
Gambar 2.3.Anatomi Telinga Dalam (Sumber:tortora 13th edition 2011)
2.5 Otitis Media
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel sel mastoid.secara mudah otitis media terbagi atas otitis media akut, otitis media effusi dan otitis media surpuratif kronis.7
2.5.1 Otitis Media Akut (OMA)
Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh terganggu. Sumbatan tuba eustachius merupakan faktor penyebab utama otitis media. Disebabkan fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan.8
2.5.2 Otitis Media Efusi (OME)
Otitis media efusi adalah adanya cairan di telinga tengah dengan membran timpani utuh tanpa tanda tanda infeksi.9
2.5.3 Otitis Media Surpuratif Kronis (OMSK)
Otitis media surpuratif kronis ialah radang kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah lebih dari 2 bulan secara terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serosa mukus atau purulent. OMSK juga merupakan peradangan akibat infeksi mukoperiosteum kavitas timpani yang ditandai oleh perforasi membrane timpani dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul lebih dari 3 bulan dan dapat menyebabkan perubahan patologik yang permanen.10
2.6 Definisi OMA
Otitis media akut adalah inflamasi telinga tengah yang mempunyai karakteristik seperti otalgia, membran timpani yang menonjol, erithema dan otorrhoea. Otitis media akut merupakan infeksi telinga tengah yang disebakan oleh infeksi virus atau bakteri.11,12,13
2.7 Etiologi OMA
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media.
Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemcphilus Influenzae (16-52%), Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus Pneumoniae (27-52%), Pneumococcus, Moraxella flatanhalis (2-15%).
Haemophilus Influenzae adalah bakteri patogen yang sering ditemukan pada anak di bawah usia lima tahun, meskipun juga patogen pada orang dewasa. Pada anak- anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal. Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal : (1 ) sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan. (2) saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah. (3) adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relative lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius.
Selain itu adenoid sendiri dapat terinfeksi di mana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.13,14,15
2.8 Patogenesis OMA
Otitis media sering diawali dengan inleksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Saat bakteri meralui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan Infeksi disaluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai
jaringan sekitar saluran eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal).Selain itu telinga juga akan terasa nyeri dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan.13,16,17
2.9 Stadium OMA
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, tergantung pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusituba Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi.18
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah gambaran retraksi membrane timpani akibat terjadinya tekanan negative di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara. Kadang kadang membran timpani tampak normal atau bewarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi.
Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.18.
2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berkepanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi
bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga terasa penuh dan demam. 18
3. Stadium Supurasi
Pada stadium ini edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulent di kavum timpani menyebabkan membrane timpani menonjol(bulging) ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemik, akibat tekanan pada kapiler serta timbul tromboflebitis pada vena vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan bewarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur.18
4. Stadium Perforasi
Stadium ini terjadi karena beberapa sebab seperti terlambat pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membrane timpani dan nanah mengalir keluar dari liang telinga tengah. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak.18
5. Stadium Resolusi
Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani perlahan lahan akan kembali normal. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.18
2.10. Gejala Klinis OMA
Gejala klinis OMA tergantung pada umur dan stadium penyakit. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5°C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga
telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur dengan tenang. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya juga terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa, gejala utamanya nyeri telinga. Disamping itu juga didapat sensasi penuh di telinga, gangguan pendengaran, sering timbul tinitus pulsatil dan demam.18
2.11 Diagnosis
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut: 1.Penyakitnya muncul mendadak (akut). 2. Ditemukannya tanda efusi di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut: menggembungnya gendang telinga, terbatas / tidak adanya gerakan gendang telinga, adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga, cairan yang keluar dari telinga. 3. Adanya tanda / gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut: kemerahan pada gendang telinga, nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal. Diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia pasien. Pada anak – anak umumnya keluhan berupa rasa nyeri di telinga dan demam. Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya. Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat gangguan pendengaran dan telinga terasa penuh. Pada bayi gejala khas adalah panas yang tinggi, anak gelisah dan sukar tidur, diare, kejang-kejang dan sering memegang telinga yang sakit. Beberapa teknik pemeriksaan dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis OMA, seperti otoskop, otoskop pneumatik, timpanometri, dan timpanosintesis. Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga. Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik. Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA.
Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa. Untuk
mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan timpanometri.
Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Timpanometri merupakan konfirmasi penting terdapatnya cairan di telinga tengah. Timpanometri juga dapat mengukur tekanan telinga tengah. Timpanometri mempunyai sensitivitas dan spesifisitas 70-90%
untuk deteksi cairan telinga tengah, tetapi tergantung kerjasama pasien.
Timpanosintesis merupakan standar emas untuk menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk mengidentifikasi patogen yang spesifik. Menurut beratnya gejala, OMA dapat diklasifikasi menjadi OMA berat dan tidak berat.
OMA berat apabila terdapat otalgia sedang sampai berat atau demam dengan suhu lebih atau sama dengan 390C oral atau 39,50C rektal, atau keduanya. Sedangkan OMA tidak berat apabila terdapat otalgia ringan dan demam dengan suhu kurang dari 390C oral atau 39,50C rektal, atau tidak demam.5,19,20
2.12 Penatalaksanaan OMA 2.12.1 Farmakologi
Pengobatan OMA tergantung dari stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi pengobatan terutama untuk membuka kembali tuba Eustachius, untuk itu diberikan dekongestan nasal (HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak < 12 tahun, dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik bagi yang berumur
> 12 tahun). Disamping itu dapat diberikan antibiotika untuk infeksinya. Sesuai prevalensi organisme penyebab otitis media akut, maka terapi terpilihnya adalah amoksisilin (80 – 90 mg/kg BB/hari) yang dibahagi dua dosis untuk 10 hari.
Terapi terpilih lainnya ialah penisilin. Bila pasien alergi terhadap penisilin, dapat diberikan eritromisin (40 mg/kg BB/hari). Pada stadium hiperemis pengobatan diberikan antibiotika, analgetika untuk nyeri, serta dekongestan nasal dan antihistamin atau kombinasi keduanya. Pada stadium supurasi disamping diberikan terapi seperti pada stadium hiperemis, idealnya harus disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala- gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Pada stadium perforasi
berdenyut(pulsasi).pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3%
selama 3-5 hari serta antibiotika adekuat.Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7 – 10 hari. Harus dihindarkan masuknya air ke dalam liang telinga sampai penyembuhan sempurna, karena dapat disertai kontaminasi mikroorganisme. Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membrana timpani.
Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah.
Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak ,kemungkinan telah terjadi mastoiditis.5,18,19,20,21
2.12.2 Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi.5
1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah.Indikasi miringotomi pada anak dengan OMA adalah komplikasi supuratif,otalgia berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromis, neonates dan pasien yang dirawat di unit perawatan intensif. Untuk tindakan ini,haruslah memakai lampu kepala yang mempunyai sinar cukup terang , memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau khusus(miringtom)yang digunakan berukuran kecil dan steril.5,18
2. Timpanosintesis
Timpanosintesis adalah pengambilan cairan dari telinga tengah dengan menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Indikasi bagi timpanosintesis adalah demam tinggi, neonates risiko tinggi, anak di unit perawatan intensif, membran timpani yang menggembung, OMA refrakter yang tidak respon terhadap antibiotik dan komplikasi surpuratif akut. 5,18
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan nafas dan rinosinusitis rekuren.23
2.13 Komplikasi OMA
Komplikasi dari OMA dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu melalui erosi tulang, invasi langsung dan tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal terdiri dari: mastoiditis akut, petrositis, labirintitis, perforasi pars tensa, atelektasis telinga tengah, paresis fasialis, dan gangguan pendengaran. Komplikasi intrakranial yang dapat terjadi antara lain yaitu meningitis, encefalitis, hidrosefalus otikus, abses otak, abses epidural, empiema subdural, dan trombosis sinus lateralis. Komplikasi tersebut umumnya sering ditemukan sewaktu belum adanya antibiotik, tetapi pada era antibiotik semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari otitis media supuratif kronik (OMSK).5,18,21,22
2.14 Pencegahan OMA
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah terjadinya ISPA pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian ASI minimal enam bulan, menghindarkan
BAB 3
KERANGKA TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Teoritis
• Infeksi
• Alergi
• Barotrauma
• Tumor hidung/nasofaring
• Tampon
Efusi
Stadium oma
• Stadium oklusi
• Stadium hiperemis
• Stadium surpurasi
• Stadium perforasi
• Stadium resolusi
Gejala klinis Gangguan tuba Eustachius
Tekanan negatif telinga tengah
Otitis media akut
Sembuh
terapi jenis
kelamin
usia
Jumlah sisi yang terkena OMA
Gambar 3.1 Kerangka Teori
3.2 Kerangka Konsep Penelitian
Oleh karena itu, kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Otitis Media
Akut
• usia
• jenis kelamin
• gejala klinis
• stadium oma
• jumlah sisi telinga yang terkena oma
• terapi
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional dimana penelitian ini akan dilakukan pengumpulan data berdasarkan rekam medis dari RSUP H. AdamMalik Medan.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan. Lokasi ini dipilih berdasarkan pertimbangan karena tersedianya data yang dibutuhkan juga merupakan rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan di Provinsi Sumatera Utara.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai November 2016.
4.3 Populasi dan Subjek Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien OMA yang berobat di RSUP H. Adam Malik yaitu sebanyak 191 kasus dari 1 januari sampai 31 desember 2014 dan 2015.
4.3.2 Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah seluruh data pasien yang telah didiagnosis menderita OMA sesuai data rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014 dan 2015. Besar sampel menggunakan total sampling. Cara pengambilan sampel dengan mengambil seluruh populasi dari rekam medis
sebagai sampel. Pengambilan sampel sesuai kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, yaitu:
1. Kriteria inklusi
Semua data rekam medis penderita OMA yang berobat dari 1 januari sampai 31 Desember tahun 2014 dan 2015.
2. Kriteria eksklusi
Data rekam medis yang tidak lengkap.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder pasien OMA, yaitu rekam medis di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2014 dan 2015 sesuai dengan status penelitian dimana hal-hal yang diperlukan dalam mendapatkan karakteristik penderita OMA akan dicatat dan diuraikan sesuai dengan kebutuhan penelitian.
4.5 Definisi Operasional 4.5.1 Otitis Media Akut
OMA adalah penyakit infeksi mukosa telinga yang berlangsung lebih dari 3 bulan yang dapat didiagnosis dengan adanya tanda efusi dan adanya tanda/gejalaperadangan telinga tengah.
1. Usia
Definisi : Usia adalah lamanya hidup penderita OMA yang dihitung berdasarkan tahun sejak dilahirkan hingga saat penderita
OMA menjadi pasien di RSUP HAM.
Cara ukur : Mengambil catatan usia pasien di rekam medis.
Alat ukur : Rekam medis.
Hasil ukur :
a. ≤ 1 - 10 tahun b. 11 - 20 tahun c. 21 - 30 tahun
e. 41 - 50 tahun f. 51 - 60 tahun g. > 60 tahun 2. Jenis Kelamin
Definisi : Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita OMA sesuai yang tercatat pada rekam medis.
Cara ukur : Mencatat jenis kelamin yang dinyatakan pada rekam medis.
Alat ukur : Rekam medis Hasil ukur :
a. Laki-laki b. Perempuan 3. Gejala klinis
Definisi : Gejala klinis adalah keluhan atau gejala yang diujumpai pada
penderita OMA sesuai yang tercatat dalam rekam medis.
Cara ukur : Mencatat gejala klinis yang dialami oleh penderita OMA.
Alat Ukur : Rekam medis Hasil ukur :
a. Nyeri telinga
b. Keluar cairan dari telinga c. Rasa penuh pada telinga d. Demam
e. Pendengaran menurun f. Gelisah atau sukar tidur 4. Stadium OMA
Definisi : Stadium OMA adalah keterangan yang menunjukkan tingkat keparahan OMA sesuai dengan yang tercatat pada rekam medis, Cara ukur : Mencatat stadium penyakit OMA berdasarkan rekam medis Alat ukur : Rekam medis
Hasil ukur :
a. Stadium Oklusi Tuba
b. Stadium Hiperemis atau Pre-supurasi c. Stadium Supurasi
d. Stadium Perforasi e. Stadium Resolusi 5. Sisi telinga yang terkena OMA
Definisi : Sisi telinga yang terkena OMA .
Cara ukur : Mencatat sisi telinga yang terkena OMA.
Alat ukur : Rekam medis Hasil ukur :
a. Unilateral (Kanan) b. Unilateral (Kiri) c. Bilateral
6. Terapi OMA
Definisi : Terapi OMA adalah pengobatan yang dilakukan atas penderita OMA.
Cara ukur : Mencatat terapi yang diberikan kepada penderita OMA.
Alat ukur : Rekam medis.
Hasil ukur :
a. Antibiotik b. Miringotomi c. Timpanosintesis d. Adenoidektomi
4.5.2 Cara Ukur
Penelitian dilakukan dengan menganalisis rekam medis (data sekunder) di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014 dan 2015.
4.5.3 Alat Ukur
Rekam medis penderita OMA yang berobat di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014 dan 2015 bermula 1 januari sampai 31 desember.
4.5.4 Skala Pengukuran
Skala kategorikal yaitu skala nominal ( jenis kelamin, gejala klinis, stadium OMA, sisi telinga yang terkena OMA, terapi) dan skala interval (usia).
4.6 Metode Pengelolahan dan Analisis Data 4.6.1 Pengolahan Data
Pengolahan data penelitian dilakukan dengan menggunakan program komputer melalui proses proses berikut:
1. Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan, kelengkapan dan kesesuain data yang diperoleh dengan kebutuhan penelitian.
2. Coding
Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan serta kelengkapannya kemudian diberikan kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan computer.
3. Entry
Data yang telah diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam program komputer SPSS(Statical Package For Social Science).
4. Cleaning
Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.
5. Saving
Menyimpan data untuk dianalisis. data yang terkumpul dan disimpan akan diolah lebih lanjut dengan analisis statistik.
4.6.2 Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dan telah dikelompokkan selanjutnya diolah dan dianalisa dengan menggunakan program komputer berupa program SPSS (Statistical Product and Service Solution). Selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan dideskripsikan.
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
RSUP H. Adam Malik Medan beralamat di Jalan Bunga Lau No. 17, Medan, Km.12, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Subjek
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 191 orang yaitu seluruh pasien OMA yang berobat di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2014 dan 2015. Dari keseluruhan subjek yang ada, diperoleh gambaran mengenai perbandingan karakteristik penderita OMA yaitu usia, jenis kelamin, gejala klinis, stadium OMA, sisi telinga yang terkena OMA dan terapi yang dilakukan ke atas pasien OMA.
5.1.3. Perbandingan distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Usia Perbandingan distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan usia di RSUP H.
Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 5.1. Perbandingan Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Usia di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015
Tahun 2014
Usia(bln/tahun) Frekuensi (n) Persen(%)
1-12 bln 6 4.2
1-10 thn 18 12.7
11-20 thn 17 12.7
21-30 thn 15 10.6
31-40 thn 24 16.9
41-50 thn 18 12.7
51-60 thn 25 16.9
>60 thn 19 13.4
Jumlah 142 100
Tahun 2015
Usia(bln/tahun) Frekuensi (n) Persen (%)
1-12 bln 9 18.4
1-10 thn 16 32.7
11-20 thn 3 06.01
21-30 thn 8 16.03
31-40 thn 3 06.01
41-50 thn 1 02.00
51-60 thn 4 08.02
>60 thn 5 10.02
Jumlah 49 100
Pada tahun 2014, diketahui bahwa dari 142 pasien OMA, proporsi yang tertinggi terdapat pada usia 51-60 tahun (16.9%) sedangkan proporsi terendah terdapat pada usia 21-30 tahun (10.6%). Hal ini berbeda jika dibandingkan pada tahun 2015, yaitu dari 49 pasien OMA, proporsi yang tertinggi terdapat pada usia 1-10 tahun (32.7%) sedangkan proporsi terendah terdapat pada usia 41-50 tahun (2%).
5.1.4. Perbandingan distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Jenis Kelamin
Perbandingan distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan jenis kelamin di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat pada Tabel 5.2 di bawah.
Tabel 5.2. Perbandingan Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015
Tahun 2014
Jenis kelamin Frekuensi(n) Persen(%)
Laki laki 62 43.7
perempuan 80 56.3
Jumlah 142 100
Tahun 2015
Jenis kelamin Frekuensi(n) Persen(%)
Laki laki 23 46.9
perempuan 26 53.1
Jumlah 49 100
Pada tahun 2014, diperoleh proporsi lebih besar pada jenis kelamin perempuan (56.3%), sedangkan proporsi lebih kecil terdapat pada laki-laki (43.7%). Hal ini sama dengan tahun 2015 yaitu proporsi lebih besar pada jenis kelamin perempuan (53.1%), sedangkan proporsi lebih kecil terdapat pada laki-laki (46.9%).
5.1.5. Perbandingan Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Gejala Klinis Perbandingan distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan gejala klinis di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat pada tabel 5.3 dibawah.
Tabel 5.3 Perbandingan distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Gejala Klinis di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015
Tahun 2014
Gejala klinis Frekuensi (n) Persen (%)
Nyeri telinga 67 47.2
Keluar cairan pada telinga 90 63.4
Rasa penuh dalam telinga 25 17.6
Demam 17 12.0
Pendengaran menurun 18 12.7
Gelisah atau susah tidur 1 7
Tahun 2015
Gejala klinis Frekuensi (n) Persen (%)
Nyeri telinga 26 53.1
Keluar cairan pada telinga 48 98.0
Rasa penuh dalam telinga 26 53.1
Demam 2 4.1
Pada tahun 2014, diketahui bahwa gejala klinis yang paling banyak diderita pasien OMA adalah keluar cairan dari telinga (63.4%). Keluhan yang paling sedikit diderita pasien OMA adalah gelisah dan sukar tidur (7%). Hal ini sama pada tahun 2015, yaitu bahwa gejala klinis yang paling banyak diderita pasien OMA adalah keluar cairan dari telinga (98%). Keluhan yang paling sedikit diderita pasien OMA adalah gelisah dan sukar tidur (2%).
5.1.6. Perbandingan distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Stadium OMA
Perbandingan distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan stadium OMA di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat pada tabel 5.4 dibawah.
Tabel 5.4. Perbandingan distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Stadium OMA di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015
Tahun 2014
Stadium Frekuensi (n) Persen (%)
Oklusi tuba 1 7
Hiperemis 26 18.3
Supurasi 39 27.5
Perforasi 76 53.5
Jumlah 142 100
Tahun 2015
Stadium Frekuensi (n) Persen (%)
Oklusi tuba 0 0
Hiperemis 4 8.2
Supurasi 2 4.1
Perforasi 43 87.8
Jumlah 49 100
Pada tabel 2014, diketahui proporsi tertinggi pasien OMA berdasarkan stadium OMA adalah stadium perforasi (53.5%) dan yang terendah adalah stadium oklusi tuba (7%). Hal ini sama dengan tahun 2015, diketahui proporsi tertinggi pasien OMA berdasarkan stadium OMA adalah stadium perforasi (87.8%) dan yang terendah adalah stadium oklusi (0%).
5.1.7. Perbandingan distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Sisi Telinga yang Terkena OMA
Perbandingan distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan sisi telinga yang terkena OMA di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat pada tabel 5.5 dibawah..
Tabel 5.5. Perbandingan distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Sisi Telinga yang terkena OMA di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015.
Tahun 2014
Sisi yang Terkena Frekuensi (n) Persen (%)
Kanan 40 28.2
Kiri 58 40.8
Bilateral 44 31.0
Jumlah 142 100
Tahun 2015
Sisi yang Terkena Frekuensi (n) Persen (%)
Kanan 19 38.8
Kiri 25 51.0
Bilateral 5 10.2
Jumlah 49 100
Pada tahun 2014, diperoleh proporsi sisi telinga yang terkena OMA lebih tinggi pada unilateral (kiri) (40.8%), sedangkan diperoleh proporsi lebih rendah pada unilateral (kanan) (28.2%). Hal ini sama dengan tahun 2015 yaitu diperoleh proporsi sisi telinga yang terkena OMA lebih tinggi pada unilateral (kiri) (51%), sedangkan diperoleh proporsi lebih rendah pada bilateral (38.8%).
5.1.8.Perbandingan distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Terapi Perbandingan distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan terapi di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat pada tabel 5.6 dibawah.
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Terapi di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dan 2015.
Tahun 2014
Terapi Frekuensi (n) Persen (%)
Antibiotik 125 88
Miringotomi 11 7
Timpanosintesis 0 0
Adenoidektomi 6 4.2
Jumlah 142 100
Tahun 2015
Terapi Frekuensi (n) Persen (%)
Antibiotik 41 83.7
Miringotomi 5 10.2
Timpanosintesis 0 0
Adenoidektomi 3 6.1
Jumlah 49 100
Pada tahun 2014, diperoleh terapi OMA yang paling tinggi adalah pemberian antibiotik (88%), sedangkan diperoleh proporsi lebih rendah pada timpanosintesis (0%). Hal ini sama dengan tahun 2015 yaitu paling tinggi adalah pemberian antibiotik (83.7%) dan yang paling rendah adalah timpanosintesis (0%).
5.2. Pembahasan
5.2.1. Perbandingan Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Usia Dari hasil penelitian yang ditemukan, diketahui bahwa dari 191 pasien OMA, proporsi yang tertinggi terdapat pada usia 51-60 tahun yaitu sebanyak 25 orang (16.9%) pada tahun 2014 dan pada usia 1-10 tahun sebanyak 16 orang (32.7%) pada tahun 2015. Proporsi terendah terdapat pada usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 15 orang (10.6%) pada tahun 2014 dan pada usia 41-50 tahun sebanyak 1 orang (2%) pada tahun 2015. Menurut penelitian yang dilakukan di poliklinik THT-KL BLU RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado dari tahun 2012-2013 menyatakan bahwa bayi dan anak anak lebih sering terkena OMA berbanding dewasa.6 Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Osazuwa pada tahun 2011 yang juga mengatakan bahawa OMA sering terjadi pada anak anak berbanding orang dewasa yaitu 81.4%.23
Anak-anak lebih sering menderita OMA kerana tuba Eustachiusnya lebih pendek, lebar dan letaknya lebih horizontal. Menurut Worral 2007, OMA merupakan infeksi yang sering terjadi pada anak-anak dan mulai hilang setelah usia 5 tahun. Demam yang merupakan tanda inflamasi dan infeksi sering tidak muncul pada neonatus dan bayi, sehingga bayi tersebut sering dianggap tidak menderita OMA. Pada anak yang lebih tua, keluhan tambahan lain yang dialami seorang anak juga dilaporkan muncul, seperti sakit kepala, hipoaktif, batuk, rhinitis, gangguan pencernaan dan kongesti sinus, sehingga tanda dan gejala klinis ini tidak spesifik untuk OMA, bahkan sering disalah artikan sebagai tanda dan gejala penyakit lain.19
5.2.2. Perbandingan Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari hasil penelitian, diperoleh proporsi lebih besar pada jenis kelamin perempuan sebanyak 80 orang (56.3%) pada tahun 2014 dan 26 orang (53.1%) pada tahun 2015, sedangkan proporsi lebih kecil terdapat pada laki-laki sebanyak 62 orang (43.7%) pada tahun 2014 dan 23 orang (46.9%) pada tahun 2015. Pada penelitian yang dilakukan di poliklinik THT-KL BLU RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado dari tahun 2012 hingga 2013 menyatakan bahwa pasien perempuan lebih banyak menderita OMA berbanding laki-laki.6 Dari 20 subjek penelitian tersebut, terdapat 11 pasien perempuan (55%) dan 9 pasien laki laki (45%). Dari beberapa penelitian yang dilakukan sebelum ini, tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dan insiden terjadinya OMA.
5.2.3. Perbandingan Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Gejala Klinis
Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa gejala klinis yang paling banyak diderita pasien OMA pada tahun 2014 adalah keluar cairan dari telinga sebanyak 90 orang (63.4%), diikuti nyeri telinga 67 orang (47.2%), rasa penuh pada telinga 25 orang (17.6%), pendengaran menurun 18 orang (12.7%) dan demam sebanyak
orang (98%), diikuti nyeri telinga 26 orang (53.1%), rasa penuh pada telinga 26 orang (53.1%), pendengaran menurun 21 orang (42.9%) dan demam sebanyak 2 orang (4.1%). Menurut Djaafar 2015, kebanyakan pasien OMA yang hanya mengalami gejala nyeri telinga lebih memilih untuk berobat ke klinik terdekat atau membeli obat sendiri di apotek. Ketika pasien mengalami gejala lain berupa keluarnya cairan yang berulang dari telinga, pasien merasa cemas dan datang ke rumah sakit. Hal ini menyebabkan proporsi keluhan keluarnya cairan dari telinga lebih tinggi daripada gejala yang lain. Adanya cairan keluar dari telinga disebabkan oleh rupturnya membran timpani sehingga sekret berupa nanah mengalir ke liang telinga luar.18
5.2.4. Perbandingan Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Stadium OMA
Dari hasil penelitian, diketahui proporsi tertinggi pasien OMA berdasarkan stadium OMA pada tahun 2014 adalah stadium perforasi sebanyak 76 orang (53.5%) dan yang terendah adalah stadium oklusi sebanyak 1 orang (7%) manakala pada tahun 2015 stadium perforasi sebanyak 43 orang (87.8%) dan yang terendah adalah stadium supuratif sebanyak 2 orang (4.1%). Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Untuk stadium oklusi tuba, gejala klinis yang timbul berupa retraksi membran timpani tetapi membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan atau hanya berwarna keruh pucat. Selain itu, pada stadium ini belum timbul gejala klinis berupa demam. Menurut penelitian yang dilakukan di instalasi rawat jalan poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada tahun 2009 menyatakan bahwa stadium perforasi adalah paling tinggi yaitu 66.3%. Tingginya proporsi pasien OMA pada stadium perforasi dibandingkan dengan stadium lainnya disebabkan pada stadium tersebut pasien merasa cemas dan datang ke rumah sakit karena mengalami gejala keluarnya cairan yang berulang dari telinga.27
5.2.5. Perbandingan Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Sisi Telinga yang terkena OMA
Pada penelitian ini, menunjukkan proporsi sisi telinga yang terkena OMA lebih tinggi pada unilateral (kiri) yaitu 58 orang (40.8%), sedangkan diperoleh proporsi lebih rendah pada unilateral (kanan) yaitu 40 orang (28.2%) pada tahun 2014. Proporsi sisi telinga yang terkena OMA pada tahun 2015 lebih tinggi pada unilateral (kiri) yaitu 25 orang (51.0%), sedangkan diperoleh proporsi lebih rendah pada bilateral yaitu 5 orang (10.2%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Titisari (2005) di Departemen THT FKUI RSCM & poli THT RSAB Harapan Kita bahwa proporsi tertinggi adalah unilateral sebesar 79,1%, sedangkan pada bilateral hanya (10)%. Namun dari penelitian terdahulu tidak disebutkan penyebab proporsi unilateral lebih tinggi daripada bilateral. 26
5.2.6. Perbandingan Distribusi Frekuensi Pasien OMA Berdasarkan Terapi OMA
Pada penelitian ini menunjukkan semua pasien yang mengalami OMA diterapi dengan menggunakan antibiotik. Pengobatan OMA biasanya tergantung pada stadium penyakitnya. Pada penelitian ini terapi yang paling tinggi digunakan adalah terapi antibiotik yaitu sebanyak 125 orang (88%) pada tahun 2014 dan 41 orang (83.7%) pada tahun 2015. Terapi yang paling sedikit digunakan dalam penelitian ini adalah terapi adenoidektomi yaitu 6 orang (4.2%) pada tahun 2014 dan 3 orang (6.1%) pada tahun 2015. Menurut Djaafar 2015, penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakit yaitu:
1. Stadium Oklusi : diberikan obat tetes hidung HCL efedrin 0,5%, dan pemberian antibiotik.
2. Stadium Presupurasi : analgetika, antibiotika (biasanya golongan ampicillin atau penisilin) dan obat tetes hidung.
3. Stadium Supurasi : diberikan antibiotika dan obat-obat simptomatik. Dapat juga dilakukan miringotomi bila membran timpani menonjol dan masih utuh untuk mencegah perforasi.
4. Stadium Perforasi : Diberikan H2O2 3% selama 3-5 hari dan diberikan antibiotika yang adekuat.
Pemberian obat merupakan pendekatan pertama dalam terapi OMA, terapi pembedahan perlu dipertimbangkan pada anak dengan OMA rekuren, otitis media efusi (OME), atau komplikasi supuratif seperti mastoiditis dengan osteitis.
Beberapa terapi bedah yang digunakan untuk penatalaksanaan OMA termasuk timpanosintesis, miringotomi, dan adenoidektomi. Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membrane timpani agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar.timapanosintesis berarti pungsi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna pemeriksaan mikrobiologik.18
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah diperoleh, kesimpulan berdasarkan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jumlah pasien Otitis Media Akut (OMA) di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014 dan 2015 berjumlah 191 orang.
2. Pasien OMA berdasarkan usia yang tertinggi adalah 51 – 60 tahun yaitu 25 orang (17,6%) pada tahun 2014 tetapi 1-10 tahun yaitu 25 orang (51%) pada tahun 2015.
3. Pasien OMA berdasarkan jenis kelamin yang tertinggi adalah perempuan yaitu 80 orang (56,3%) pada tahun 2014 tetapi 26 orang (53.1%) pada tahun 2015.
4. Pasien OMA berdasarkan gejala klinis yang tertinggi adalah keluar cairan dari telinga yaitu 90 orang (63,4%) pada tahun 2014 tetapi 48 orang (98%) pada tahun 2015.
5. Pasien OMA berdasarkan stadium OMA yang tertinggi adalah stadium perforasi yaitu 76 orang (53,5%) pada tahun 2014 tetapi 43 orang (87.8%) pada tahun 2015.
6. Pasien OMA berdasarkan sisi telinga yang terkena OMA yang tertinggi adalah unilateral (kiri) yaitu 58 orang (40.8%) pada tahun 2014 tetapi 25 orang (51.0%) pada tahun 2015.
7. Pasien OMA berdasarkan terapi OMA yang tertinggi adalah terapi antibiotik yaitu 125 orang (88% ) pada tahun 2014 tetapi 41 orang (83.7%) pada tahun 2015.
6.2. Saran
1. Sebagai bahan penyuluhan kepada masyarakat supaya anak anak diperhatikan kerana OMA sering terjadi pada anak anak.
2. Sebagai bahan penyuluhan kepada pihak rumah sakit kerana angka terjadinya OMA pada anak anak meningkat.
3. Sebagai penyuluhan kepada peneliti lain agar meneliti secara mendalam tentang jenis bakteri yang menyebabkan OMA .
DAFTAR PUSTAKA
1. Rumimpun A, Kountu C, Butua V,.Pola Bakteri Aerob Dan Uji Kepekaan Terhadap Antibiotika Pada Penderita Otitis Media Di Poliklinik Tht-Kl Blur Sup Prof.Dr.R.D.Kandou Manado.Departmen Mikrobiologi Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.2012,2013.pp 1-4.
2. Qureishi A, YanLee, BelfieldK. Otorlaryngology Head And Neck Surgery, Northampton, UK. Infection And Drug Resistance 2014:7 15-24.
3. Ibekwe S.T,.Department of Otorlaryngology.University College Hospital Ibadan Nigeria.ibekwets@yahoo.com.1-9.
4. Kardinan S,2014.Karakteristik pasien rawat inap otitis media akut di rumah sakit Immanuel bandung periode januari-desember 2013. Diambil dari :http://repository.maranatha.edu/id/eprint/12874/1110237(diakses 4 jun 2016).
5. Munilson J, Edward Y,. Penatalaksanaan Otitis Media Akut. Bahagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Tht-Kl. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.2013.1-9.
6. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J.Gangguan Pendengaran. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher Edisi Ketujuh.
Jakarta: Balai Penerbit Fkui, 2015. 10 – 13.
7. Mamonto D,Porotu J,Waworuntu O.Pola Bakteri Aerob Pada Pasien Dengan Diagnosis Otitis Media Supuratif Akut Di Poliklinik Tht-Kl Rsup.
Prof.Dr.R.Kandou Manado.Volume 3,No 1 ,Januari-April 2015.269-272.
8. Dunn.K.Resolution Of Recurrent Acute Otitis Media In A Child Undergoing Chiropractic Care. Jornal Of Clinical Chiropractic Paediatrics. 2015. vol 15.1203-1206.
9. Richard M.Otitis Media With Effusion Executive Summary. Otorlaryngology Head and neck Surgery Foundation.2016.Vol 154(2). 201-214.
10. Utami. F. T, Sudarman. K. Rinitis Alergi Sebagai Faktor Risiko Otitis Media Surpuratif Kronis. Department Telinga Hidung Dan Tenggorok. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.2010.1-9
11. Akdag.M.Risk Of Developing Sudden Sensorial Hearing Loss In Patients With Acute Otitis Media.Department Of Otolaryngology,Faculty Of
12. Thomas Jp, Berner R, Zahnert T, Dazert S. Acute Otitis Media. 2014;111(9).
151-60.
13. Ghanie A. Penatalaksanaan Otitis Media Akut Pada Anak. Palembang:
Departemen Tht-Kl Fk Unsri/Rsup M.Hoesin.2010.1-18.
14. Koksal.Y, Reisli.I. Acute Otitis Media In Children. Journal Of Ankara Medical School. 2002.Vol 55(1).19-24.
15. Heather L. Burrows Md,Phd. Otitis Media. University Of Michigan Health System. 2013.1-12
16. Vijay, T. An Update Review Of Otitis Media. Rayat Institute Of Pharmacy.
2014.4(1).922-934.
17. Darrow D, Dash N,. Otitis Media: Concepts And Controversies.
Otolaryngology Head And Neck Surgery. 2003,11:416-423
18. Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R. D., Kelainan Telinga Tengah. Dalam:
Soepardi, E. A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R. D., Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher Edisi Ketujuh.
Jakarta: Balai Penerbit Fkui, 2015. 64 - 69.
19. Ramakrishnan, K. Diagnosis And Treatment Of Otitis Media. American Family Physician, 2007 6 (11): 1650 – 1653.
20. Alberta Clinical Practice Guidelines.Guideline For The Diagnosis And Management Of Acute Otitis Media.2008.1-9.
21. Abidin.Z,Taher.A.Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter.2014.206-220.
22. Tan Hong.S.Karakteristik Penderita Otitis Media Akut Pada Anak Yang Berobat Ke Intalasi Rawat Jalan SMF THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan.2009. Diambil Dari Http://Repository.Usu.Ac.Id/Handle/123456789/25640.
23. G.C Illechukwu. Otitis Media In Children. Open Journal Of Paediatrics.
2014.4.47-53.
24. Irawati.L.Fisika Medic Proses Pendengaran. Majalah Kedokteran Andalas.
2012. Vol36(2).157-162.
25. Tortora, G. J. The Special Senses. Dalam: Roesch, B., et al., ed. Principles of Anatomy and Physiology 12th edition International Student Version Volume 1. Hoboken: John Wiley and Sons, Inc, 2015 620 – 621.
26. Titisari, H., 2005. Prevalensi dan Sensitivitas Haemophilus Influenzae pada OtitisMedia Akut di PSCM dan RSAB Harapan Kita. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
27. Premraj, P.Gambaran Karakteristik Penderita Otitis Media Supuratif Kronik Yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 2009.
Lampiran 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Vani Raveendran Tempat/Tanggal Lahir : Johor/9-11-1995 Jenis Kelamin : Perempuan Kewarganegaraan : Malaysia
Agama : Hindu
Alamat : Jalan Dr Mansyur
Riwayat Pendidikan :
1. SK Taman Jasmin ( 2001-2007) 2. SMK Convent Kajang (2008-2009) 3. SMK Taman Jasmin 2 (2010-2012)
Lampiran 2
]
Lampiran 3