• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBAGA DANA KERJASAMA PEMBANGUNAN INTERNASIONAL SEBAGAI ALAT SENTRALISASI SOFT DIPLOMACY KEUANGAN INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LEMBAGA DANA KERJASAMA PEMBANGUNAN INTERNASIONAL SEBAGAI ALAT SENTRALISASI SOFT DIPLOMACY KEUANGAN INDONESIA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

71

Volume 12 Nomor 1 Tahun 2021

L EMBAGA D ANA K ERJASAMA P EMBANGUNAN I NTERNASIONAL S EBAGAI

A LAT S ENTRALISASI S OFT D IPLOMACY K EUANGAN I NDONESIA Yanuar Pribadi

Politeknik Keuangan Negara STAN yanuar.pribadi@pknstan.ac.id

Abstrak

Indonesia telah naik kelas menjadi negara berpendapatan menengah ke atas sejak tahun 2020. Peran Indonesia dalam konteks bantuan luar negeri juga mulai bergeser dari negara penerima bantuan menjadi negara donor.

Pemberian bantuan kepada pemerintah/lembaga asing yang telah berlangsung selama ini masih belum terkoordinasi dengan baik karena bersifat sektoral dan diinisiasi oleh kementerian teknis sesuai bidang masing- masing. Hal ini berpotensi kurang selaras dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran LDKPI sebagai lembaga yang baru dibentuk oleh pemerintah untuk menjadi sarana pendukung kebijakan luar negeri Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui studi literatur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan LDKPI sebagai lembaga pengelola kerja sama internasional dapat memperbaiki tata kelola pemberian bantuan kepada pemerintah/lembaga asing yang selama ini belum melalui satu pintu khusus. Sentralisasi penyaluran bantuan kerja sama internasional dan pengelolaan lembaga yang profesional dan modern akan meningkatkan keselarasan dengan kebijakan diplomasi luar negeri pemerintah, memangkas birokrasi dan proses bisnis yang rumit, serta dapat mengurangi beban keterbatasan ruang fiskal di APBN.

Kata Kunci: Hubungan Internasional, Soft Diplomacy, Investasi, Bantuan Luar Negeri.

Abstract

Indonesia has become an upper-middle-income country since 2020. It is also shifting Indonesia's role in foreign economic cooperation from a recipient country to a donor country. Indonesian foreign aid is not well managed so far because of a lack of coordination between the acting ministries and potentially inconsistent with Indonesia's foreign policy. The study aims to identify the role of LDKPI as a newly established agency in supporting Indonesia's foreign policy. This research uses qualitative methods through literature studies. The result shows that the Indonesian Government has established Indonesian AID (LDKPI) to manage and centralize international economic cooperation and providing technical assistance to foreign governments/institutions. Professional and modern management of the institution in foreign aid will be aligned with the government's foreign diplomacy policy, reduce bureaucracy and business processes, also relieve the burden of the Indonesian state budget.

Keywords: International Relation, Soft Diplomacy, Investation, Foreign Aid.

I. P

ENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara demokrasi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Landasan dasar negara menyebutkan bahwa Indonesia berkomitmen untuk menjunjung tinggi perdamaian dunia. Hal tersebut telah dibuktikan melalui komitmen Pemerintah Indonesia dengan menjadi pencetus Gerakan Non-Blok di masa perang dingin.

Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif. Politik luar negeri bebas aktif pada hakikatnya bukan merupakan politik netral, melainkan politik luar negeri yang bebas menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap permasalahan

internasional (Indonesia, 1999). Kebijakan politik bebas aktif ini menjadi dasar bagi pemerintah dalam melakukan kerja sama dengan pihak luar negeri, baik itu di bidang politik, pertahanan dan keamanan, sosial, budaya, dan ekonomi. Di bidang ekonomi terutama keuangan, hubungan kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan luar negeri diatur melalui Undang-Undang Keuangan Negara.

Kewenangan untuk melakukan kerja sama internasional di bidang keuangan berada pada Menteri Keuangan (Indonesia, 2003). Dengan demikian, seluruh kerja sama internasional pemerintah terkait dengan keuangan harus melalui Kementerian Keuangan.

Copyright® 2021. Owned by Author(s), Published by Administratio.

This is an open-acces article under CC-BY- SA License

(2)

72 Pemerintah menjalankan kebijakan pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Struktur APBN memuat sumber pendapatan, penggunaan dana atau belanja, serta pembiayaan sebagai konsekuensi adanya surplus/defisit anggaran. Komponen pembiayaan dan sebagian kecil pendapatan negara (dari sektor hibah) inilah yang memiliki kaitan erat dengan hubungan kerja sama internasional.

Hubungan luar negeri terkait pembiayaan dituangkan dalam kerja sama utang luar negeri pemerintah. Sedangkan sebagian kecil komponen pendapatan negara terdiri atas hibah yang berasal dari luar negeri. Pada sisi belanja, APBN juga memuat belanja hibah kepada pihak lain khususnya hibah kepada pemerintah/lembaga asing.

Kerja sama internasional di bidang keuangan antara Indonesia dengan luar negeri selama ini umumnya berupa kerja sama pemberian utang maupun hibah luar negeri. Status Indonesia sebelumnya sebagai negara berkembang dengan pendapatan menengah ke bawah (lower-middle- income country) membuat posisi Indonesia selama ini berperan sebagai negara penerima bantuan atau beneficiary. Namun, sejak pertengahan tahun 2020, status Indonesia meningkat menjadi negara berpendapatan menengah ke atas atau upper- middle-income country (World-Bank, 2019).

Peningkatan status ini tentu juga turut mengubah peran Indonesia dalam peta kerja sama Internasional. Indonesia yang selama ini menjadi beneficiary bantuan internasional perlahan akan berubah menjadi negara donor.

Perubahan status Indonesia dari negara beneficiary menjadi negara donor dalam kerja sama internasional tentu berdampak pada pengelolaan bantuan kerja sama tersebut. Perbaikan di bidang tata kelola maupun pelaksanaan pemberian bantuan harus segera dilakukan. Selama ini, proses serta alur pelaksanaan pemberian bantuan keuangan kepada pemerintah/lembaga asing selama ini masih belum seragam. Hal ini berdampak pada proses bisnis dan birokrasi yang membutuhkan waktu sehingga menyebabkan beberapa kendala, baik dalam proses pengalokasian anggaran maupun kegagalan realisasi penyaluran bantuan tersebut (Kurniadi, 2020).

Lembaga Dana Kerja sama Pembangunan Internasional (LDKPI) telah resmi dibentuk oleh pemerintah (Kemenkeu, 2019). Lembaga ini memiliki tanggung jawab dalam mengelola dana kerja sama pembangunan internasional (endowment fund) serta dana dalam rangka pemberian hibah kepada pemerintah asing/lembaga asing. Sebagai lembaga yang baru dibentuk, literatur mengenai pengelola kerja sama keuangan di Indonesia masih minim. Pembentukan LDKPI sebagai pengelola dana kerja sama

Internasional perlu dikupas lebih jauh untuk mengetahui mekanisme proses bisnis kerja sama, pengelolaan keuangan dan investasi, serta pengelolaan organisasi. Penelitian yang membahas mengenai lembaga kerja sama internasional di bidang keuangan masih sangat terbatas. Selain karena Indonesia baru membentuk lembaga pengelola dana kerja sama internasional, fokus pembahasan kerja sama internasional selama ini hanya pada kebijakan luar negeri. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur mengenai lembaga pengelola kerja sama keuangan internasional di Indonesia. Dengan demikian, melalui pembentukan LDKPI, bantuan kerja sama keuangan internasional Indonesia dapat lebih selaras dengan kebijakan politik luar negeri bebas aktif sehingga misi Indonesia untuk berperan dalam pembangunan dunia terutama dalam pengentasan kemiskinan dan kesenjangan sosial sesuai tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai.

II. T

INJAUAN

P

USTAKA

Dalam menjalin hubungan internasional, suatu negara selalu mendasarkan hubungan tersebut pada kepentingan nasional negara masing-masing. Berakhirnya perang dingin mulai memunculkan kekuasaan atau tangan-tangan pemegang kekuasaan non-negara yang dimotori oleh manusia secara personal maupun komunitas berupa institusi swasta. Para aktor ini bahkan berperan sebagai pemberi legitimasi kebijakan negara. Kepentingan nasional negara yang bersifat egois dan agresif mulai mengarah kepada kepentingan individualis dan persuasif yang lebih lunak (soft power). Hal ini yang menghasilkan berbagai macam bentuk diplomasi yang memberdayakan bentuk persuasi yang menarik.

Realisme vs Liberalisme dalam Hubungan Diplomasi Internasional

Dalam tataran hubungan internasional, terdapat beberapa teori yang menjadi dasar kerja sama suatu negara dengan negara lain. Namun, hubungan kerja sama internasional secara garis besar terdiri atas dua pemikiran. Secara prinsip, pemikiran-pemikiran tersebut memiliki tujuan yang sama. Perbedaan cara pandang yang dianut serta cara mencapai tujuan itu yang membuat kedua pemikiran tersebut saling bertolak belakang.

Akan tetapi, keduanya memiliki persamaan yaitu mengenai bagaimana hubungan antar negara dalam konteks internasional dapat mencapai tujuan masing-masing.

Teori hubungan internasional yang paling berpengaruh dalam hubungan diplomasi antar negara ialah Teori Realisme dan Teori Liberalisme.

Kedua teori ini berkembang dan memiliki penganut masing-masing karena negara tersebut

(3)

73 meyakini bahwa teori yang dianut merupakan teori yang paling cocok dengan ideologi negara tersebut.

Teori-teori hubungan internasional ini terus berkembang sesuai kebutuhan dan kondisi sosial dan ekonomi global.

Menurut Teori Realisme, negara merupakan aktor utama dalam hubungan politik internasional.

Selain itu, negara juga merupakan suatu objek yang independen dan otonom untuk mengatur kepentingan dan keberlangsungan/eksistensi bernegara (Asrudin, 2014). Dalam konteks pemikiran realis, konsep kekuatan atau power menjadi titik pusat yang mendasari kerja sama antarnegara.

Pencetus Teori Realisme dalam hubungan internasional meyakini bahwa perdamaian dunia yang diinginkan oleh para tokoh liberalisme hanya merupakan ilusi. Alasan utama klaim ini ialah bahwa terdapat kegagalan dalam hubungan antar negara untuk mencegah invasi dari suatu negara ke negara yang lain. Atas dasar ini tokoh-tokoh Realisme dalam hubungan internasional lebih condong untuk mengemukakan konsep hubungan yang berdasarkan kekuasaan politik dan kekuatan.

Menurut tokoh Realisme, prinsip-prinsip yang menjadi landasan pemikiran tokoh Liberalisme seperti perdamaian, keamanan kolektif, dan kebebasan dalam perdagangan tidak mencerminkan prinsip yang ideal. Prinsip tersebut merupakan bentuk dari interpretasi kepentingan yang dimiliki oleh negara yang memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan negara-negara lain.

Pencetus konsep Teori Realisme seperti Morgenthau menyatakan bahwa suatu negara akan memaksimalkan kekuatan / power mereka untuk mencapai tujuan negara tersebut (Bakry, 2017a).

Teori realisme inilah yang menjadi dasar bahwa hubungan internasional berdasar atas konflik dan akhirnya harus diselesaikan melalui kekerasan atau perang (Prayuda & Sundari, 2019). Teori Realisme ini selanjutnya yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan hard diplomacy dalam hubungan kerja sama internasional antarnegara.

Berbeda dengan Teori Realisme, Teori Liberalisme menyatakan bahwa pilihan negara, adalah penentu perilaku negara yang paling utama.

Tidak seperti realisme, teori ini menyatakan bahwa pilihan setiap negara berbeda-beda tergantung faktor kebudayaan, sistem ekonomi, atau bentuk pemerintahan. Pandangan Liberalisme lebih menekankan pada hubungan yang memberikan keuntungan kepada kedua pihak yang terlibat (Sudagung, Bainus, & Chalid, 2015).

Tokoh Teori Liberalisme meyakini bahwa kemajuan sejarah umat manusia bisa diukur dengan tidak adanya konflik global dan penerapan prinsip legitimasi secara internasional yang berkembang dalam suatu tatanan politik domestik.

Keyakinan ini mendasari pendekatan bahwa perilaku eksternal negara bisa dijelaskan dengan

mengkaji kecenderungan politik dan ekonomi internal. Keyakinan ini juga mendekatkan pada asumsi bahwa demokrasi liberal secara unik berusaha menjauhkan penggunaan kekuatan dalam hubungan satu negara dengan negara lain.

Pandangan ini menyangkal anggapan kaum realis bahwa situasi anarkis dalam sistem intenasional berarti negara terjebak dalam perjuangan meraih kekuasaan dan keamanan (Burchill & Linklater, 1996).

Prinsip liberalisme lainnya ialah keyakinan bahwa para pihak yang terlibat dalam kerja sama ini memiliki banyak kepentingan, dan menghasilkan manfaat tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain (Kurniawan, 2011). Walaupun diplomasi publik juga tetap memiliki tendensi untuk mengarah kepada power dan seringkali diabaikan oleh para pemegang kekuasaan organisasi (L'Etang, 2009), Teori Liberalisme ini yang menjadi dasar praktik kerja sama antarnegara melalui prinsip yang saling menguntungkan sehingga lebih cenderung dilakukan melalui soft diplomacy.

Pandangan kaum Liberalisme menganggap bahwa penyelesaian konflik melalui kekerasan, perang, maupun unjuk kekuatan adalah sebuah penyakit dalam dunia politik. Namun penyakit di dunia politik ini juga dapat disembuhkan sendiri oleh para pihak yang terlibat dalam dunia politik tersebut. Penyelesaian yang mulai dikemukakan sejak abad ke-18 tidak pernah berubah yaitu bahwa perang bisa disembuhkan melalui demokrasi dan pasar bebas (Burchill & Linklater, 1996). Proses-proses dan lembaga-lembaga demokratis akan menghancurkan kekuatan elit yang berkuasa dan mengekang kecenderungan mereka pada kekerasan. Pasar dan perdagangan bebas akan menghapus batasan artifisial antara individu-individu dan menyatukan mereka di manapun berada ke dalam satu komunitas.

Kemunculan bentuk-bentuk pemerintahan republik dengan para penguasa yang menghargai hak-hak individu akan membawa ke arah hubungan internasional yang damai karena kesepakatan utama tentang perang akan tergantung pada seluruh rakyat negara tersebut.

Negara-negara liberal, yang didirikan berlandaskan pada hak-hak individu, seperti kesamarataan dalam hukum, bebas mengutarakan pendapat dan kebebasan sipil, penghargaan atas hak milik pribadi dan pemerintahan yang representatif, tidak akan memiliki kecenderungan konflik dan perang.

Secara umum, kebijakan kerja sama antarnegara yang dimiliki oleh suatu negara dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu.

Langkah yang ditempuh oleh setiap negara pun berbeda-beda, tergantung dari ideologi yang dianut negara tersebut. Pada era globalisasi saat ini, penerapan diplomasi yang berlandaskan power tidak lagi relevan jika diterapkan oleh suatu

(4)

74 negara. Kecenderungan untuk mengedepankan diplomasi semakin meningkat disebabkan karena munculnya anggapan bahwa distribusi kekuasaan di dunia juga terus meningkat namun secara linear diikuti oleh perasaan bahwa cara masing-masing negara untuk merepresentasikan diri satu sama lain juga sedang mengalami perubahan (Murray, Sharp, Wiseman, Criekemans, & Melissen, 2011).

Namun, kredibilitas suatu negara juga menentukan di mata para penduduk negara lain yang menjadi mitra terutama ketika hubungan tersebut menonjolkan propaganda politik (Wang, 2006).

Kerja sama internasional dan ekonomi merupakan dua hal yang sulit dipisahkan pada era globalisasi saat ini. Kebijakan kerja sama internasional saat ini cenderung dilakukan melalui diplomasi terutama sisi ekonomi. Sebaliknya, diplomasi internasional juga menjadi faktor penentu dalam diplomasi ekonomi (Pajtinka, 2016). Walaupun kebijakan kerja sama internasional suatu negara juga dipengaruhi oleh faktor kebudayaan (Bakry, 2017b), namun kepentingan politik tetap menjadi faktor utama.

Bahkan, saat ini kebijakan luar negeri suatu negara dapat mengarah pada kepentingan pertahanan keamanan (Harahap, 2016).

Kerjasama Ekonomi dan Keuangan Antarnegara

Praktik kerja sama ekonomi antarnegara yang selama ini dilakukan berlangsung karena adanya potensi manfaat yang akan diperoleh masing- masing pihak. Manfaat tersebut dapat dinikmati baik oleh sesama negara maju, negara maju dan negara berkembang, bahkan antar sesama negara berkembang. Kerja sama ekonomi antara negara maju dengan negara berkembang dapat berupa pertukaran antara barang produksi dengan barang konsumsi atau berupa barang mentah dengan barang jadi maupun setengah jadi. Bahkan, pertukaran modal dengan tenaga ahli juga sangat dimungkinkan terkait pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kerja sama ekonomi internasional dapat dibedakan berdasarkan lokasi dan juga pihak yang terlibat dalam kerja sama tersebut. Beberapa kerja sama yang dilakukan oleh negara-negara yang berada di kawasan tertentu bertujuan untuk memudahkan perdagangan dan tarif di dalam kawasan tersebut (Pomfret, 1997). Ada beberapa jenis kerja sama ekonomi antar negara yang lazim dikenal:

1. Kerja sama Ekonomi Bilateral

Kerja sama ekonomi bilateral merupakan kerja sama yang dilakukan oleh dua negara.

Contoh kerja sama ini misalnya kerja sama yang dilakukan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Rusia untuk perdagangan ekonomi dan alat utama sistem senjata (alutsista), atau kerja sama antara pemerintah

Indonesia dengan pemerintah Australia untuk perdagangan komoditas pertanian.

2. Kerja sama Ekonomi Multilateral

Kerja sama ekonomi multilateral dilakukan oleh beberapa negara. Kerja sama multilateral tidak terikat batasan wilayah atau kawasan negara tertentu. Contoh kerja sama multilateral misalnya kerja sama perdagangan antar negara (World Trade Organization / WTO) dan kerja sama keuangan internasional (International Monetary Fund / IMF).

3. Kerja sama Ekonomi Regional

Kerja sama ekonomi regional melibatkan negara-negara yang berada dalam suatu kawasan yang sama. Contoh yang paling populer adalah kerja sama ekonomi antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), kerja sama ekonomi antara negara- negara di kawasan Asia Pasifik (APEC), kerja sama ekonomi antara negara-negara di kawasan Eropa (MEE).

4. Kerja sama Ekonomi Antar-Regional

Kerja sama ekonomi antar regional melibatkan dua kelompok kerja sama regional.

Jalinan kerja sama antara APEC dengan ASEAN merupakan contoh kerja sama antar regional.

Kerja sama ekonomi dapat mencakup berbagai bidang. Bidang tersebut dapat berupa keuangan, produksi maupun perdagangan dan tarif. Kerja sama di bidang keuangan berfungsi untuk memenuhi kepentingan di bidang moneter internasional. Apabila terjadi krisis ekonomi yang bersifat global dan memerlukan penanganan demi menjaga kondisi ekonomi suatu negara, maka negara-negara tersebut bergabung dalam suatu lembaga moneter tertentu. Contoh lembaga kerja sama yang bergerak di bidang keuangan atau moneter internasional misalnya dalam rangka penyelesaian defisit/surplus neraca pembayaran dan menjaga stabilitas moneter internasional yaitu IMF, Asian Development Bank / ADB dan Bank Dunia.

Kerja sama pada bidang produksi umumnya dilakukan oleh negara-negara yang memiliki kesamaan produksi atau berperan sebagai produsen atas suatu komoditas. Hal ini berfungsi untuk mengendalikan mutu barang, fluktuasi harga serta pembatasan jumlah produksi untuk memastikan persaingan harga yang sehat serta menjamin kebutuhan pemasaran. Contoh kerja sama di bidang produksi misalnya kerja sama yang dibentuk oleh negara-negara pengekspor minyak (Organization of Petroleum Exporting Countries / OPEC).

Kerjasama di bidang perdagangan dan tarif bertujuan agar perdagangan antar negara dapat berjalan dengan baik tanpa hambatan-hambatan berupa pembatasan atau proteksi yang dilakukan dengan suatu negara terhadap negara lain. Contoh

(5)

75 kerja sama di bidang perdagangan dan tarif adalah WTO. WTO memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan bahkan sanksi bagi negara yang melakukan pelanggaran di bidang perdagangan internasional.

Kerja sama internasional bertujuan untuk memajukan perdagangan internasional melalui peningkatan kapasitas produksi dan perdagangan di pasar internasional dari waktu ke waktu. Negara yang tergabung dalam kerja sama internasional juga dapat mengetahui aturan-aturan atau tata perdagangan internasional sehingga memperkecil peluang pelanggaran yang mungkin dilakukan.

Alasan kebutuhan pembangunan ekonomi juga menjadi faktor penting yang mendasari kerja sama ekonomi antar negara. Melalui kerja sama ekonomi, negara-negara berkembang memiliki kesempatan untuk membangun perekonomian, membuka peluang untuk penerimaan investasi dari berbagai sumber investor.

Negara-negara yang berada di bawah garis kemiskinan juga dapat memanfaatkan kerja sama antar negara untuk mengatasi kekurangan dan keterbatasan sumber daya baik sumber daya manusia, maupun sumber daya alam yang mereka miliki. Tujuannya untuk mengurangi kemiskinan dan keterbelakangan di bidang ekonomi yang ada di negara tersebut.

Lembaga Pengemban Misi Kerjasama Internasional Antarnegara

Secara umum, alasan suatu negara memberikan bantuan kepada negara lain dapat dibedakan menjadi motif politik dan motif ekonomi. Motif politik berkaitan dengan tujuan negara tersebut untuk membina hubungan baik dengan negara lain. Dengan memberikan bantuan tersebut, hubungan kedua negara secara politik dapat lebih dekat. Di bidang ekonomi, suatu negara memberikan bantuan dengan alasan untuk meningkatkan investasi negara tersebut sekaligus memperluas perdagangan. Bantuan berupa pinjaman akan menghasilkan aliran pembayaran pokok maupun bunga utang dari negara penerima pinjaman kepada negara pemberi pinjaman.

Keuntungan yang didapatkan dari investasi berupa bantuan pinjaman inilah yang diinginkan oleh negara pemberi pinjaman. Selain itu, alasan lain adanya bantuan kepada negara lain ialah untuk memperluas perdagangan. Hal ini terjadi melalui kesepakatan untuk menggunakan bantuan tersebut sebagai alat bagi negara penerima bantuan dalam membeli barang-barang komoditas yang dihasilkan oleh negara pemberi bantuan.

Negara-negara maju sudah lazim memiliki lembaga khusus yang bertugas untuk melaksanakan kebijakan kerja sama internasional dengan negara lain. Saat ini, negara-negara maju lebih cenderung untuk memengaruhi atau menarik perhatian negara lain terutama negara

berkembang dengan cara diplomasi (soft power) dibandingkan melalui paksaan atau hard power (Nye, 2008). Lembaga-lembaga tersebut bernaung di bawah kementerian maupun bersifat independen untuk mengelola kerja sama internasional negara tersebut. Dengan adanya lembaga khusus yang bertanggungjawab dalam kerja sama internasional, terdapat saluran tertentu yang digunakan oleh negara tersebut dalam melakukan soft diplomacy dengan negara lain.

Melalui lembaga kerja sama yang bertanggung jawab terhadap kerja sama bilateral, suatu negara memiliki saluran khusus yang diperuntukkan bagi pemberian bantuan kepada negara sahabat. Selain untuk mendukung diplomasi politik, bantuan kerja sama keuangan ini bertujuan untuk meningkatkan produksi dalam negeri di negara donor. Dalam beberapa kasus, bahkan penyaluran bantuan ditujukan untuk meningkatkan ekspor negara donor. Mekanisme penyaluran yang terpadu juga membuat arah kebijakan negara donor lebih terjaga sehingga tidak menyimpang dari kebijakan negara secara umum.

Australia memiliki lembaga kerja sama internasional yaitu Australian Agency for International Development (AusAID). AusAID telah menjadi kepanjangan tangan pemerintah Australia selama hampir setengah abad khususnya dalam bekerja sama dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara (AusAID, 2004). Pemerintah Australia memiliki komitmen untuk membantu negara-negara berkembang dalam mengurangi kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan melalui pembangunan yang berkelanjutan. Kerja sama yang dilakukan Australia dengan Indonesia melalui AusAID meliputi pemberian bantuan berupa pinjaman luar negeri maupun hibah.

Jepang memberikan memberikan mandat kepada Japan International Cooperation Agency (JICA) sebagai lembaga kerja sama internasionalnya. JICA didirikan sejak bulan Agustus tahun 1974 oleh pemerintah Jepang dengan tujuan untuk berkontribusi dalam mempromosikan kerja sama internasional. JICA juga berperan serta dalam perkembangan ekonomi Jepang serta ekonomi global yang sehat. Hal ini dilakukan dengan dengan mendukung pembangunan sosial ekonomi, pemulihan atau stabilitas ekonomi di kawasan negara-negara berkembang. Sampai dengan tahun 2020, nilai komitmen pinjaman yang diberikan oleh pemerintah Jepang kepada Indonesia melalui JICA sebesar USD7,5 miliar.

Begitu pun dengan dengan Pemerintah Jerman melalui Kreditanstalt Fur Wiederaufbau (KfW). Lembaga ini merupakan lembaga pemerintah Jerman untuk melakukan kerja sama internasional baik yang bersifat komersial atau sektor swasta, individual, maupun kerja sama dengan negara-negara internasional. Kerangka

(6)

76 kerja sama ekonomi yang dilakukan antara pemerintah Jerman dengan Indonesia mayoritas didanai melalui KfW. Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Kementerian Keuangan, hingga tahun 2020, lembaga ini telah menyalurkan pinjaman kepada pemerintah Indonesia sebesar USD142 juta (DJPPR, 2020).

III. M

ETODE

P

ENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif melalui kajian literatur. Metode penelitian kualitatif umumnya dilakukan untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang berasal dari masalah sosial (Creswell, 2014).

Prinsip utama dalam menganalisis data secara kualitatif ialah melalui pengelompokan informasi yang dikumpulkan menjadi data yang sistematis, dan terstruktur sehingga dapat menghasilkan kesimpulan penelitian. Argumen yang disusun dalam artikel ini menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi literatur. Data pendukung didapatkan baik dari publikasi ilmiah, peraturan maupun laporan yang terbitkan oleh pemerintah dan pihak lain yang terkait dengan pokok bahasan penelitian. Langkah-langkah dalam melakukan analisis data dalam penelitian kualitatif antara lain dengan menentukan validitas sumber data informasi. Selanjutnya, informasi tersebut dikelompokkan sehingga siap untuk ditemukan hubungan antar masing-masing topik dan tema.

Kemudian, dari data yang telah terorganisir dan ditemukan hubungan antar tema tersebut barulah penulis menarik kesimpulan (Creswell, 2014).

IV. H

ASIL DAN

P

EMBAHASAN

Pemerintah Indonesia telah menjalankan praktik pemberian bantuan kepada pemerintah/lembaga asing sejak tahun 2011 (Kurniadi, 2020). Bantuan tersebut berupa hibah kemanusiaan kepada Palestina, maupun bantuan dalam rangka penanggulangan bencana.

Sebagaimana disebutkan dalam tinjauan teori di atas, diplomasi internasional dapat dilakukan melalui soft diplomacy. Penanggulangan bencana dapat digunakan sebagai alat soft power diplomacy (Herningtyas, 2015).

Pemberian Hibah kepada Pemerintah/

Lembaga Asing

Regulasi mengenai pemberian bantuan kepada pemerintah/lembaga asing diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.08/2014 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3/PMK.08/2016 tentang Perubahan PMK 92/2014.

Dalam ketentuan tersebut, Kementerian Keuangan bertindak sebagai pengelola anggaran belanja hibah kepada pemerintah/lembaga asing. Hal ini terjadi karena Menteri Keuangan merupakan

pejabat yang bertanggung jawab sebagai Bendahara Umum Negara (BUN).

Gambar 1. Mekanisme Pengalokasian anggaran hibah kepada Pemerintah/lembaga Asing

Sumber: PMK 92/2014 Keterangan gambar:

1. Kementerian Luar Negeri menyampaikan pemberitahuan mengenai komitmen pemberian hibah kepada pemerintah/lembaga asing kepada Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan.

2. DJA memberitahukan alokasi anggaran hibah kepada pemerintah/lembaga asing kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) selaku PPA BUN pengelola hibah (BA 999.02).

3. DJPPR menyampaikan pemberitahuan alokasi dana hibah kepada pemerintah/lembaga asing kepada kementerian teknis penanggung jawab kegiatan sekaligus permintaan penyampaian Kerangka Acuan Kerja, Rencana Anggaran Biaya, serta Rencana Dana Pengeluaran sebagai dasar pengajuan DIPA belanja hibah.

4. Kementerian teknis penanggung jawab kegiatan selaku KPA menyampaikan kelengkapan proses penerbitan DIPA kepada DJPPR selaku PPA BUN.

5. DJPPR mengusulkan penerbitan DIPA kegiatan hibah kepada pemerintah/lembaga asing ke DJA.

6. Setelah DIPA diterbitkan, Kementerian Luar Negeri dan Kementerian teknis penanggung jawab kegiatan melakukan koordinasi untuk mempersiapkan pencairan penyaluran hibah kepada pemerintah/lembaga asing.

Dari gambaran prosedur yang dikemukakan di atas, terlihat adanya proses bisnis yang cukup kompleks dalam proses penganggaran hibah kepada pemerintah/lembaga asing. Proses ini membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga berpotensi menimbulkan kendala jika komitmen yang disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri sudah mendekati akhir tahun anggaran.

Pengalokasian dana melalui DIPA ini juga berpotensi membebani APBN mengingat

Kementerian Luar Negeri

Kementerian Teknis Pengusul

Kegiatan

DJPPR Kemenkeu selaku PPA BUN

999.02 DJA Kemenkeu

1

6

3

5 2

4

(7)

77 keterbatasan ruang fiskal yang dimiliki oleh pemerintah.

Pemberian hibah oleh pemerintah Indonesia sebenarnya sudah dilakukan pada periode yang cukup panjang. Hibah ini diberikan kepada penerima melalui kementerian/lembaga. Akan tetapi, hibah yang diberikan oleh pemerintah melalui kementerian/lembaga ini masih bersifat spontan. Strategi maupun kebijakan pemerintah terkait dengan hibah yang diberikan tersebut belum memiliki standar yang jelas. Konsekuensi yang muncul ialah mekanisme pengusulan, persetujuan, penganggaran, maupun pertanggungjawaban belum terbangun dengan baik, sehingga kebijakan pemberian hibah baik kepada pemerintah asing maupun lembaga asing lebih terlihat sebagai suatu kebijakan yang bersifat sektoral.

Berdasarkan catatan pelaksanaan belanja hibah kepada pemerintah/lembaga asing, sejak berlakunya regulasi mengenai belanja hibah pada tahun 2014, pemerintah Indonesia tercatat telah mengalokasikan bantuan kerja sama internasional kepada 23 penerima. Bantuan tersebut dilakukan dalam bentuk hibah kemanusiaan, penanggulangan bencana, pembangunan sarana dan prasarana serta fasilitas umum.

Pada praktiknya, kegiatan bantuan keuangan internasional yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia diinisiasi oleh kementerian teknis yang bertanggung jawab pada masing-masing bidang.

Bantuan kepada pemerintah Afghanistan berupa pembangunan masjid di kota Kabul misalnya, usulan dan penanggung jawab kegiatan berada pada Kementerian Agama. Begitu juga dengan bantuan berupa hibah kemanusiaan kepada Palestina, usulan dan penanggung jawab kegiatan dilaksanakan oleh Kementerian Luar Negeri.

Meskipun regulasi mengenai bantuan keuangan internasional yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sudah diatur dengan jelas melalui Peraturan Menteri Keuangan, namun bantuan yang diberikan melalui usulan kementerian teknis tersebut masih bersifat insidental. Usulan dari kementerian baru disampaikan setelah terdapat komitmen berupa bantuan tersebut. Kemudian, kementerian teknis akan mengoordinasikan pemberian bantuan tersebut dengan Kementerian Luar Negeri selaku pihak yang bertanggung jawab dalam kerja sama internasional Indonesia dengan luar negeri, serta Kementerian Keuangan selaku penanggung jawab keuangan negara atau Bendahara Umum Negara.

Hal ini selain menyulitkan koordinasi antar kementerian, juga berpotensi membebani APBN karena sumber dana bantuan tersebut berasal dari APBN.

Tabel 1. Pelaksanaan Pemberian Bantuan atau Hibah Kerja sama Internasional kepada Pemerintah/lembaga Asing 2014-2019

No. Tahun Jenis Kegiatan / Hibah Kementerian / Pengusul

Kegiatan 1 2014 Hibah Pembangunan Asrama

Mahasiswa di Cairo, Mesir

Kementerian Pendidikan Nasional 2 2014 Hibah Pembangunan Masjid di

Maryland, USA

Kementerian Agama 3 2014 Hibah Kemanusiaan Kepada

Pemerintah Suriah Kementerian

Luar Negeri 4 2014 Hibah Kemanusiaan Kepada

Pemerintah Serbia dan Bosnia Herzegovina

Kementerian Luar Negeri 5 2014 Hibah Kemanusiaan Kepada

Pemerintah Palestina Kementerian Luar Negeri 6 2015 Hibah Pembangunan Masjid di

Kabul, Afghanistan

Kementerian Agama 7 2015 Hibah Pembangunan Masjid di

Queensland, Australia Kementerian Luar Negeri 8 2015 Hibah kepada Pemerintah Palau

untuk Pacific Island Forum II Kementerian Luar Negeri 9 2015 Hibah Kemanusiaan Kepada

Pemerintah Palestina

Kementerian Luar Negeri 10 2015 Hibah Kemanusiaan Kepada

Pemerintah Suriah (UNOCHA) Kementerian Luar Negeri 11 2016 Hibah kepada Pemerintah Laos

sebagai Ketua ASEAN 2016 Kementerian Luar Negeri 12 2017 Hibah untuk Sekretariat Melanesian

Spearhead Group (MSG) Kementerian Luar Negeri 13 2018 Hibah Kemanusiaan untuk

Pemerintah Guinea Bissau Kementerian Luar Negeri 14 2018 Hibah Kemanusiaan untuk

Pemerintah Papua Nugini

Kementerian Luar Negeri 15 2018 Hibah Kemanusiaan pasca bencana

untuk Pemerintah Fiji Kementerian Pertanian 16 2018 Hibah kepada Pemerintah

Afghanistan untuk pembangunan klinik kesehatan di Kabul

Kementerian Kesehatan 17 2019 Hibah Kemanusiaan kepada

Palestina dalam konteks keanggotaan DK PBB

Kementerian Luar Negeri 18 2019

Hibah kepada Pemerintah Nauru berupa Kapal Tongkang dan TugBoat

Kementerian Luar Negeri 19 2019 Hibah ke Pemerintah Tuvalu untuk

Pembangunan Conference Hall Kementerian Luar Negeri 20 2019 Hibah kepada Pemerintah Fiji untuk

rehabilitasi sekolah yang rusak akibat bencana

Kementerian Luar Negeri 21 2019 Hibah kepada Pemerintah Kiribati

untuk pembangunan fasilitas olahraga

Kementerian Luar Negeri 22 2019

Hibah kepada Pemerintah Kepulauan Solomon untuk pembangunan fasilitas olahraga dalam rangka South Pacific Games

Kementerian Luar Negeri 23 2019 Hibah kepada Pemerintah Myanmar

melalui ASEAN Secretariat Kementerian Luar Negeri Sumber: Kementerian Keuangan (2020)

Selain kendala terkait pertanggungjawaban dan kemampuan kapasitas fiskal pemerintah dalam APBN, kelemahan koordinasi ini menunjukkan kesenjangan (gap) dalam kebijakan luar negeri Indonesia dalam bentuk pemberian bantuan kepada pemerintah/lembaga asing tersebut. Tidak adanya suatu sistem yang tersentralisasi dalam penyaluran bantuan kepada pemerintah/lembaga asing ini juga menyebabkan bantuan tersebut sulit dipantau dan diawasi sehingga berpotensi untuk menyimpang dari arah kebijakan luar negeri pemerintah Indonesia.

(8)

78 Urgensi Pembentukan LDKPI

LDKPI telah resmi dibentuk oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan pada tahun 2019. Walaupun dibentuk oleh Menteri Keuangan, namun lembaga ini merupakan organisasi non- eselon. Akan tetapi LDKPI bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. Sebagai lembaga yang menerapkan pola pengelolaan badan layanan umum, LDKPI dipimpin oleh seorang Direktur Utama.

LDKPI dibentuk untuk memenuhi amanat Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2019 yang menyatakan bahwa pelaksanaan pemberian hibah untuk dan atas nama pemerintah Indonesia dilaksanakan oleh suatu lembaga pengelola dana.

Tugas LDKPI ialah melaksanakan pengelolaan dana dalam rangka pemberian hibah kepada pemerintah asing/lembaga asing. Selain itu, LDKPI juga bertugas mengelola dana kerja sama pembangunan internasional (endowment fund) sesuai kebijakan Menteri Keuangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemberian hibah adalah salah satu langkah keikutsertaan Indonesia dalam mendukung pembangunan global melalui peningkatan kerja sama ekonomi dan pembangunan. Penguatan perekonomian Indonesia yang berupa dengan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB), menimbulkan tuntutan dunia internasional atas peran lebih besar Pemerintah Indonesia guna mendukung pembangunan ekonomi global.

Hibah yang diberikan oleh pemerintah kepada pemerintah/lembaga asing dilakukan dengan prinsip sesuai kemampuan negara, prudent, akuntabel dan transparan. Melalui prinsip-prinsip ini pelaksanaan pemberian hibah dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

Harapannya, pemberian hibah yang dilakukan pemerintah dapat memberikan dampak positif khususnya bagi peningkatan sektor ekonomi Indonesia, serta peran bangsa Indonesia dalam kerangka kerja sama internasional.

LDKPI mengemban misi pemerintah seiring dengan permintaan hibah yang semakin meningkat dari negara-negara sahabat. Kebutuhan tata kelola yang lebih profesional dan modern mengharuskan adanya unit pengelola khusus yang bertugas menyalurkan dan melakukan terobosan serta inovasi dalam proses pelaksanaan pemberian hibah kepada pemerintah/lembaga asing.

Kebijakan pemberian hibah perlu memperhatikan prioritas kawasan dan kriteria negara/lembaga penerima, namun yang paling penting adalah kapasitas fiskal pemerintah mengingat kebutuhan pembiayaan pembangunan di dalam negeri juga masih sangat dibutuhkan.

Kerja sama antarnegara dibutuhkan bukan hanya dari sisi ekonomi. Sebagaimana teori hubungan internasional, hubungan baik antara

satu negara dengan negara lain akan dapat mendukung pencapaian tujuan yang dimiliki oleh negara tersebut. Dengan demikian, terlihat bahwa tujuan ekonomi suatu negara dalam membina hubungan baik dengan negara lain juga dapat mendukung pencapaian tujuan politis. Dalam hal ini, hibah kepada negara lain merupakan salah satu cara untuk membina hubungan baik dan menancapkan pengaruh melalui diplomasi.

Beban APBN yang ditanggung untuk beberapa kebutuhan yang dapat dialokasikan melalui pengelolaan dana endowment fund saat ini masih cukup besar. Praktik pengelolaan endowment fund ini akan memberikan alternatif pendanaan yang dapat mengurangi beban fiskal APBN setiap tahun.

Lembaga pengelola dana endowment fund dapat menginvestasikan dana yang dikelola ke dalam berbagai macam instrumen investasi yang sesuai dengan tata kelola dan akuntabilitas. Instrumen investasi tersebut dapat berupa saham, deposito, maupun surat berharga negara yang berbentuk surat utang negara maupun surat berharga syariah negara. Keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan dana ini yang akan digunakan sebagai sumber dana operasional pengelola dana tersebut.

Dengan demikian, dana pokok investasi yang dimiliki tetap menjadi aset yang dapat terus diinvestasikan. Selain dapat menjadi sumber pembiayaan bagi APBN jika diinvestasikan dalam surat berharga negara, instrumen tersebut juga menghasilkan return dan aman dari risiko investasi yang mungkin terjadi. Untuk mengembangkan dana yang dikelola, LDKPI dapat bekerjasama dengan pihak ketiga yang berperan sebagai manajer investasi atau pengelola investasi dengan tetap mengutamakan praktik bisnis yang sehat dan risiko yang terkendali, serta memperhatikan prinsip tata kelola yang baik.

Instrumen investasi yang tepat juga harus diperhatikan karena risiko bawaan yang menyertai masing-masing instrumen tersebut. Investasi yang dilakukan harus memperhatikan risiko dan imbal hasil yang akan diperoleh. Selain risiko, investasi juga perlu memperhatikan likuiditas instrumen, yaitu faktor kecepatan untuk mengonversi instrumen tersebut menjadi kas dalam waktu tertentu. Hal penting lainnya ialah diversifikasi instrumen, untuk mengantisipasi potensi kerugian yang mungkin timbul dan juga memaksimalkan potensi keuntungan yang diharapkan. Penempatan dana instrumen investasi tidak boleh dilakukan dalam satu instrumen atau kepada satu pihak tertentu.

Permasalahan yang banyak terjadi saat ini adalah masih banyak dana menganggur (idle cash) yang dikelola oleh lembaga-lembaga keuangan yang ada di Indonesia. Kas daerah yang ada pada bank dan lembaga keuangan di daerah yang tidak dimanfaatkan juga terhitung cukup besar. Padahal dana tersebut dapat diinvestasikan dalam bentuk

(9)

79 surat berharga negara. Selain untuk investasi bagi daerah tersebut, hal ini dapat membantu pemerintah pusat dalam menggali sumber pembiayaan APBN. Dengan adanya dana bergulir yang berasal dari dalam negeri, diharapkan perekonomian negara bisa terdorong dan akhirnya meningkatkan investasi dan volume perekonomian di dalam negeri.

Pemerintah telah membentuk beberapa lembaga pengelola dana investasi pemerintah.

Selain untuk meningkatkan tata kelola investasi melalui pengelolaan yang lebih profesional, diharapkan lembaga pengelola dana tersebut dapat menjalankan proses pengelolaan endowment fund tersebut melalui investasi yang dialirkan dari dalam negeri dan ke dalam negeri. Dengan demikian, dari sisi risiko investasi, peluang adanya kegagalan pasar yang terjadi karena risiko nilai tukar dapat diminimalkan. Hal ini lebih aman daripada investasi yang berasal dari luar negeri yang menggunakan valuta asing dan mengandung risiko nilai tukar terutama karena lemahnya posisi nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing.

Pelaksanaan pemberian hibah yang dilakukan melalui APBN juga dirasakan belum efektif dan efisien. Pengelola dana yang bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran maupun Pemimpin Pengguna Anggaran dipegang oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko sebagai pengelola Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelola Hibah (BA BUN 999.02).

Hal ini menyebabkan panjangnya rantai birokrasi dalam proses penganggaran, pengalokasian hingga proses pencairan dana hibah.

Masalah penganggaran merupakan masalah klasik yang seringkali menjadi alasan yang menghambat proses bisnis. Pemberian hibah kepada pemerintah/lembaga asing memang seharusnya dipisahkan dari pengelolaan APBN.

Selain untuk kepentingan keberlangsungan fiskal, prosedur yang cepat dan mudah sesuai dengan kebijakan dan strategi yang ditetapkan oleh pengelola dana akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengalokasian dana hibah kepada pemerintah/lembaga asing.

LDKPI sebagai lembaga pengelola dana juga dapat berperan sebagai lembaga investasi pemerintah yang mengemban misi kebijakan luar negeri Indonesia. Dengan adanya kewenangan yang lebih luas untuk memutar dana yang berada dalam pengelolaan mereka, maka LDKPI memiliki peluang untuk bisa secara mandiri menggulirkan dana abadi yang dikelolanya sebagai pendukung pelaksanaan tugas operasional LDKPI. Dengan demikian misi pemerintah untuk membentuk lembaga investasi pemerintah sekaligus sebagai lembaga pengelola dana kerja sama dengan luar negeri untuk mendukung diplomasi Indonesia dapat tercapai.

LDKPI sebagai Alat Sentralisasi Soft Diplomacy Internasional Indonesia

Melalui Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembentukan LDKPI, lembaga ini diberikan keleluasaan untuk berinovasi dalam mengelola dana yang diinvestasikan oleh pemerintah. Sebagai pengelola dana kerja sama internasional (endowment fund), LDKPI dapat melakukan investasi berupa penempatan dana abadi yang dikelolanya dengan tetap mempertimbangkan aspek fiskal negara. Struktur LDKPI yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum memberikan fleksibilitas dan ruang yang lebih luas dalam pengelolaan dana endowment fund.

Pembentukan LDKPI dapat memperbaiki tata kelola pemberian hibah kepada negara lain.

Pemberian bantuan kepada pemerintah/lembaga asing oleh Indonesia selama ini dilakukan oleh berbagai kementerian sehingga terkesan tanpa panduan kebijakan yang terstruktur dan terarah.

Dalam hal ini, LDKPI dapat menjadi satu pintu kebijakan (one gate policy) diplomasi internasional Indonesia. Dengan demikian, arah kebijakan luar negeri (foreign policy) dapat selaras dengan misi pemerintah untuk berperan dalam pembangunan dunia. Dengan demikian, pemberian hibah tetap sejalan dengan kebijakan, sikap, dan langkah Pemerintah dalam melakukan hubungan internasional, dan tetap memperhatikan kapasitas fiskal pemerintah.

Tata kelola yang baik pada LDKPI ditandai dengan kewajiban menyusun analisis jabatan, peta jabatan, uraian tugas, dan analisis beban kerja terhadap seluruh jabatan di lingkungan LDKPI.

Dalam rangka pelaksanaan tugas pun, setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan LDKPI harus menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik di lingkungan masing-masing maupun antar satuan organisasi di lingkungan LDKPI serta dengan instansi lain di luar LDKPI sesuai dengan tugas masing-masing.

Praktik organisasi yang selama ini berjalan ialah bahwa seringkali hubungan antar beberapa lini dalam suatu lembaga tidak terkoordinasi dengan baik bahkan cenderung saling menghambat. Melalui ketentuan tata kelola yang jelas, kendala-kendala yang berpotensi menghambat proses bisnis dan koordinasi antar lini dalam internal lembaga maupun dengan lembaga lain dapat dikurangi.

Tata kelola hibah kepada

pemerintah/lembaga asing yang selama ini dilakukan masih belum mencerminkan kebijakan luar negeri dan diplomasi Indonesia secara terpadu. Pemberian hibah yang telah dilakukan umumnya dilakukan secara sektoral dan tidak sistematis dalam kerangka rencana strategis baik jangka menengah maupun jangka panjang. Melalui

(10)

80 pengelolaan pemberian hibah yang dilakukan oleh unit khusus, diharapkan hal ini akan memperbaiki tata kelola sehingga pemberian hibah kepada pemerintah/lembaga asing ini sesuai dengan misi dan kebijakan diplomasi luar negeri Indonesia.

Gambar 2. LDKPI sebagai Alat Sentralisasi Soft Diplomacy Keuangan Internasional Indonesia

Kapasitas LDKPI perlu terus diperkuat sehingga dapat meningkatkan hubungan kerja sama dengan para pihak yang membutuhkan penyediaan pendanaan berupa bantuan atau hibah secara berkelanjutan. Apabila kapasitasnya sudah meningkat, maka penyaluran bantuan kerja sama internasional untuk mendukung kebijakan luar negeri pemerintah dapat dilakukan lebih fleksibel, efektif, dan efisien di tengah keterbatasan ruang fiskal APBN. Pengelolaan yang profesional dan modern dengan tetap memperhatikan aspek transparansi dan akuntabilitas akan membentuk LDKPI menjadi lembaga pembangunan internasional yang independen dan kredibel, bahkan cakupannya bukan mustahil dapat diperluas sebagai lembaga pemberi pinjaman pemerintah kepada luar negeri. Hal ini akan semakin memperkuat postur Indonesia sebagai negara pemberi bantuan internasional.

V. P

ENUTUP

Politik luar negeri suatu negara dapat dilakukan dengan cara melalui hard diplomacy maupun soft diplomacy. Dasar bernegara yang antara lain bertujuan untuk menjunjung perdamaian dunia membuat Indonesia lebih mengedepankan soft diplomacy dalam hubungan kerja sama antarnegara. Salah satu bentuk soft diplomacy adalah kerja sama pemberian bantuan kepada luar negeri. Kerja sama ini tentu bertujuan untuk saling memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Indonesia berkomitmen untuk turut andil dalam pembangunan dunia, khususnya dalam pengurangan kemiskinan dan kesenjangan sosial sebagaimana tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals). Peran Indonesia dalam hal ini sebagai donor untuk memberikan

bantuan/hibah baik kepada pemerintah maupun lembaga asing.

Bantuan kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia selama ini kurang terkoordinasi. Bantuan berupa hibah maupun bentuk lainnya dilakukan oleh masing- masing kementerian teknis, tidak melalui satu pintu khusus. Akibatnya, masih terdapat kesan segmentasi dalam pemberian bantuan ke luar negeri. Untuk itu perlu adanya suatu unit khusus yang berperan dalam mengelola bantuan kerja sama internasional tersebut sehingga misi dan arah kebijakan politik internasional Indonesia lebih jelas.

Praktik pemberian bantuan kerja sama kepada pemerintah/lembaga asing oleh pemerintah Indonesia harus melalui birokrasi yang rumit dan panjang. Koordinasi antar kementerian dan proses penganggaran yang diperlukan seringkali menjadi kendala. Sumber dana bantuan juga masih bergantung pada APBN sehingga berpotensi membebani ruang fiskal pemerintah.

LDKPI dapat menjadi solusi untuk memangkas birokrasi pemberian bantuan kepada penerima atau beneficiary.

Karakteristik dan struktur LDKPI sebagai pengelola endowment fund juga memberikan peluang dalam pengelolaan investasi pemerintah.

Dana yang berada dalam pengelolaan LDKPI dapat diinvestasikan pada instrumen keuangan sehingga di masa yang akan datang, bantuan kerja sama dari pemerintah Indonesia tidak membebani ruang fiskal APBN.

Pembentukan LDKPI merupakan kebutuhan yang memang sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi Indonesia dalam menjalin hubungan diplomatik dan kerja sama dengan negara lain, terutama di bidang ekonomi dan keuangan.

Pembentukan lembaga ini bertujuan untuk memperbaiki tata kelola sesuai dengan prinsip pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance) di bidang kerja sama keuangan internasional. Kemandirian lembaga dan penyederhanaan proses bisnis akan meningkatkan efektifitas kerja sama ekonomi tersebut sehingga memberikan dampak dan dukungan yang nyata demi mendorong kebijakan kerja sama luar negeri pemerintah Indonesia.

VI. D

AFTAR

P

USTAKA

Asrudin, A. (2014). Thomas Kuhn dan Teori Hubungan Internasional: Realisme sebagai Paradigma. Global South Review, Vol. 1(No.

2), 107-122.

AusAID. (2004). ASEAN and Australia - 30 years of development cooperation. Canberra:

AusAID.

Bakry, U. S. (2017a). Dasar-Dasar Hubungan Internasional, Edisi Pertama.: Kencana.

Soft Diplomacy

Keuangan LDKPI

Sesuai Regulasi (Good Governance)

Mekanisme kebijakan satu pintu (One Gate

Policy)

Mengurangi ketergantungan

fiskal (APBN)

(11)

81 Bakry, U. S. (2017b). Faktor Kebudayaan dalam

Teori Hubungan Internasional. Verity:

Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, Vol.

9(No. 17), 1-18.

Burchill, S., & Linklater, A. (1996). Teori-teori Hubungan Internasional translated by M.

Sobirin. New York: St. Martin's Press.

Creswell, J. W. (2014). Research Design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches, 4th Ed. . California: Sage Publication.

DJPPR. (2020). LAPORAN KINERJA PENYERAPAN PINJAMAN, HIBAH DAN PROJECT BASED SUKUK Triwulan IV 2020. Retrieved from Jakarta:

Harahap, S. L. (2016). Bantuan Sebagai Instrumen Kebijakan Luar Negeri: Kepentingan Di Balik Bantuan Pendidikan Australia Untuk Madrasah Di Indonesia, 2011-2015.

Journal of International Relations, Vol.

2(No. 3), 191-199.

Herningtyas, R. (2015). Penanggulangan Bencana sebagai Soft Power dalam Diplomasi Indonesia. Jurnal Hubungan Internasional, Vol. 3(No. 1), 85-92.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, (1999).

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, (2003).

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.01/2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Dana Kerjasama Pembangunan Internasional, (2019).

Kurniadi, T. (2020). IMPLEMENTASI PEMBERIAN HIBAH PEMERINTAH INDONESIA KEPADA PEMERINTAH/LEMBAGA ASING SEBAGAI STIMULUS SOFT DIPLOMACY. Jurnal BPPK: Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, 13(1), 01-14.

Kurniawan, R. C. (2011). Global Governance:

Perspektif Liberalisme. JOD Fisip Unbara, Vol. 4(No. 8), 1-7.

L'Etang, J. (2009). Public relations and diplomacy in a globalized world: An issue of public communication. American Behavioral Scientist, 53(4), 607-626.

Murray, S., Sharp, P., Wiseman, G., Criekemans, D.,

& Melissen, J. (2011). The present and future of diplomacy and diplomatic studies. International Studies Review, 13(4), 709-728.

Nye, J. S. (2008). Public Diplomacy and Soft Power.

The Annals of the American Academy of Political and Social Science, 616(1), 94-109.

doi:10.1177/0002716207311699

Pajtinka, E. (2016). Economic Diplomacy and the Role of Diplomatic Missions Nowadays.

GAZDASÁG ÉS TÁRSADALOM, 2016(1), 32- 43.

Pomfret, R. (1997). The economic cooperation organization: Current status and future prospects. Europe-Asia Studies, Vol. 49(No.

4), 657-667.

Prayuda, R., & Sundari, R. (2019). Diplomasi dan Power: Sebuah Kajian Analisis. Journal of Diplomacy and International Studies, Vol.

2(No. 01), 80-93.

Sudagung, A. D., Bainus, A., & Chalid, A. M. (2015).

Kerjasama Pembangunan Indonesia dan Uni Eropa: Suatu Analisis Teori Liberalisme dalam Hubungan Internasional 5 (2015). JIPSI-Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi UNIKOM, Vol. 5(No.

1), 31-42.

Wang, J. (2006). Managing national reputation and international relations in the global era:

Public diplomacy revisited. Public relations review, Vol. 32(No. 02), 91-96.

World-Bank. (2019). Aspiring Indonesia - Expanding the Middle Class. Washington:

World-Bank.

(12)

82

Referensi

Dokumen terkait

Maka membaca al-Qur’an juga mempunyai seninya tersendiri, tentunya seni baca al-Qur’an tidak lepas dari rasa keindahan, yaitu keindahan suara (bunyi lafal-lafal

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 29 Peraturan Bupati Kebumen Nomor 40 Tahun 2017 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran

MS 004 /POKJA/BULUSPESANTREN/2017 YULIANTI P CILACAP, 07 JULI 1981 DS SETROJENAR RT 01/V

Maka fungsi fukushi mada pada data 7 ini adalah kata – kata yang dikatakan oleh Kobayashi yang menjawab keluhan ogata pada saat itu, kalimat tersebut yaitu

Jadi keputusan hipotesis pertama yaitu Hᴏ diterima dan Hi ditola k karena t idak terdapat hubungan yang signifikan antara pelibatan orang tua dengan perencanaan

proses pemipilan, penyempurnaan dalam pegolahan dimana selama perebusan kadar air dalam buah akan berkurang karena proses penguapan dan dengan berkurangnya

Seperti yang terlihat pada gambar 2.13a maka keempat propeller akan berputar dengan cepat sehingga quadcopter akan bergerak keaatas (dalam posisi take-off ) dan

USAID sebagai lembaga bantuan luar negeri internasional dari Amerika Serikat memberikan bantuan teknis serta dana hibah sekitar 39 juta dolar untuk Indonesia.