• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variasi Kadar Perekat Phenol Formaldehida Terhadap Kualitas Papan Partikel Dari Campuran Partikel Kelapa Sawit dan Serutan Meranti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Variasi Kadar Perekat Phenol Formaldehida Terhadap Kualitas Papan Partikel Dari Campuran Partikel Kelapa Sawit dan Serutan Meranti"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kelapa sawit

Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotlyledonae Ordo : Palmales

Famili : Palmae Sub famili : Cocoideae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 berdasarkan pengamatan pohon-pohon kelapa sawit yang tumbuh di Martinique, kawasan Hindia Barat, Amerika Tengah. Kata Elaeis (Yunani) berarti minyak, sedangkan kata Guineensis dipilih berdasarkan keyakinan Jacquin bahwa kelapa sawit berasal dari Guinea (Pahan, 2008).

(2)

BKS. Hal ini disebabkan karena pada bagian ujung tersusun atas jaringan yang masih muda, dimana secara fisiologis jaringan tersebut masih berfungsi aktif sehingga dinding selnya relatif tipis dibanding dengan dinding sel jaringan yang sudah tua, kandungan selulosa dan lignin jaringan ikatan pembuluh pada bagian pangkal lebih tinggi. Dengan kata lain bagian pangkal BKS sifat mekaniknya lebih baik dibandingkan dengan bagian tengah dan ujung BKS.

Menurut Nuryawan et al. (2012) kadar lignin kelapa sawit pada bagian pangkal BKS sebesar 23,20%. Sedangkan kadar lignin yang terdapat pada bagian tengah BKS adalah sebesar 21,82%. Untuk kadar lignin yang terdapat pada bagian ujung BKS adalah sebesar 21,57%. Jadi rata-rata keseluruhan kandungan kadar lignin yang terdapat pada BKS sebesar 22,20%. Ikatan pembuluh BKS dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sifat fisis dan kimia ikatan pembuluh BKS mampu menjadi bahan alternatif sebagai pengganti bahan dasar kayu dalam pembuatan papan komposit.

B. Meranti

Menurut Wahyu (2014) adapun taksonomi kayu meranti dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Theales

(3)

Spesies : Shorea sp.

Menurut Martawijaya et al. (2005) sifat fisis meranti seperti berat jenis sebesar 0,52 gr/cm3 dan termasuk kedalam kelas kuat kayu III-IV. Penyusutan kadar air arah radial 2,1% dan tangensial 3,5%. Sifat mekanis meranti seperti

tegangan batas proporsi sebesar 179 kg/cm2, tegangan pada batas patah 359 kg/cm2, MOE 66 kg/cm2, usaha sampai batas proporsi 0,3 kg/dm3 dan usaha

sampai batas patah 2,5 kg/dm3.

Menurut Vademikum Dipterocarpaceae (2007) kayu meranti memiliki ciri seperti kayu teras berwarna merah muda dengan tebal 2-8 cm. Tekstur kayu meranti tergolong kasar dengan arah serat berpadu, permukaan kayu licin dan mengkilap. Sifat fisis kayu meranti termasuk kedalam kayu kelas kuat III-IV. Kayu meranti memiliki kandungan selulosa sebesar 50,76%, lignin 30,60%, pentosan 12,74%, abu 0,68% dan silika 0,29%. Kayu meranti termasuk kedalam kayu dengan kelas awet III. Kayu meranti umumnya mempunyai saluran aksial yang biasanya tersusun dalam deretan tangensial yang kontinu, kadang-kadang terdapat deretan yang pendek, diameter saluran aksial umumnnya lebih kecil dari diameter pori, kecuali pada Shorea platycarpa yang keadaannya sebaliknya. Saluran radial terdapat pada Shorea leprosula, Shorea ovate dan Shorea teysmanniana, sedang pada Shorea parvifolia dan Shorea acuminate hanya terdapat secara sporadis.

C. Papan Partikel

(4)

diantaranya adalah KA, kerapatan, DSA, PT, IB, MOE dan MOR (BSN, 2006). Sedangkan menurut Haygreen dan Bowyer (1993), papan partikel ialah produk panil yang dihasilkan dengan memanfaatkan partikel-partikel kayu dan sekaligus mengikatnya dengan satu perekat. Tipe-tipe papan partikel yang banyak itu sangat berbeda dalam hal ukuran dan bentuk partikel, jumlah resin (perekat) yang digunakan dan kerepatan panil yang dihasilkan. Ada tiga ciri utama papan yang menentukan sifat-sifatnya adalah sebagai berikut:

1. Spesies dan Bentuk Partikel

Sifat yang diinginkan dari partikel berbentuk serpih untuk kekuatan dan partikel-partikel halus untuk permukaan yang licin. Aspek terpenting bentuk partikel ialah panjang partikel dan nisbah tebal ke panjang.

2. Kerapatan Papan dan Profil Kerapatan

Semakin tinggi kerapatan menyeluruh papan dari suatu bahan baku tertentu, semakin tinggi kekuatannya. Tetapi, sifat-sifat papan lain seperti kestabilan dimensi mungkin terpengaruh jelek oleh naiknya kerapatan. Untuk memproduksi papan dengan keteguhan lengkung setinggi mungkin pada setiap kerapatan menyeluruh tertentu, papan dengan permukaan yang lebih rapat daripada intinya lebih disukai. Variasi kerapatan di seluruh tebal papan disebut profil kerapatan. 3. Kandungan Resin dan Penyebarannya

(5)

berat resin padat. Papan fenol yang dapat dibuat dengan resin yang lebih sedikit. Pada papan biskit yang menggunakan resin fenol dalam bentuk tepung, kandungan resin mungkin serendah 2,5%. Tetapi, resin tepung jauh lebih mahal daripada tipe yang cair.

D. Perekat Phenol Formaldehida

Phenol formaldehida (PF) merupakan hasil kondensasi formaldehida dengan monohidrik phenol, termasuk phenol itu sendiri, creosol dan xylenol. Perekat PF dapat dibagi menjadi dua kelas yaitu resol yang bersifat thermosetting dan novolak yang bersifat thermoplastik. Perbedaan kedua ini disebabkan oleh perbandingan molar fenol dan formaldehida, serta katalis atau kondisi yang terjadi selama berlangsungnya reaksi. Kelebihan perekat PF yaitu tahan terhadap perlakuan air, tahan terhadap kelembaban dan temperature tinggi, tahan terhadap bakteri, jamur, rayap dan mikro-organisme serta tahan terhadap bahan kimia, seperti minyak, basa dan bahan pengawet kayu. Kelemahan perekat PF yaitu memberikan warna gelap, kadar air kayu harus lebih rendah daripada perekat urea formaldehida (UF) atau perekat lainnya serta garis perekatan yang relative tebal dan mudah patah (Ruhendi et al., 2007).

Perekat PF memiliki warna merah tua dengan keadaan encer. Perekat PF memiliki pH 10-11 dengan kekentalan 1-2 poise pada suhu 250C. Waktu yang dibutuhkan agar perekat PF menjadi kental berkisar 5-25 menit pada suhu 1350C, bahan yang tidak menguap sebesar 40-45%. Perekat PF larut dalam air 10 kali

(6)

Menurut Achmadi (1990) perekat PF adalah jenis yang paling awet. Viskositas perekat PF cukup rendah yang memungkinkan penetrasi ke dalam pori-pori kayu dan berfungsi sebagai jankar mekanis dalam perekatan. Kekuatan dari perekat melebihi kekuatan kohesif kayu. Faktor-faktor tersebut memberikan sumbangan bagi kekuatan rekat pada kayu.

E. Variasi Kadar Perekat

Menurut Maloney (1993) jumlah perekat yang banyak akan meningkatkan ikatan antar partikel sehingga papan partikel yang dihasilkan lebih tahan terhadap air dan stabil. Hal ini sesuai dengan penelitian Iskandar dan Supriadi (2012) yang menggunakan kadar perekat 6%, 8% dan 10% bahwa peningkatan kadar perekat berpengaruh terhadap pengembangan tebal (PT), daya serap air (DSA), meningkatkan MOR dan MOE. Pada PT dan DSA, baik perendaman selama 2 jam maupun 24 jam, nilai PT dan DSA menurun seiring dengan penambahan kadar perekat. Semakin tinggi kadar perekat yang digunakan semakin rendah nilai PT dan DSA papan partikel.

Referensi

Dokumen terkait

s Strategi budaya rumpun etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam perjumpaan dengan agama- agama dan otoritas politik-ekonomi : penelusuran etnografis atas narasi dan

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2006 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Apabila dikemudian hari ternyata saya terbukti menerima beasiswa lain, saya sanggup dikenakan sanksi dan bersedia mengembalikan beasiswa tersebut kepada pihak yang berwenang. Blitar,

[r]

[r]

(2) Kriteria ketenagaan, sarana, prasarana, perlengkapan dan peralatan, kegiatan pemeriksaan, kesehatan dan keselamatan kerja, dan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat

bahwa dalam melaksanakan ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut, Penetapan Baku Mutu Air

[r]