• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Karakteristik Keluarga, Pola Makan dan Aktivitas Fisik pada Anak Stunting di Sekolah Dasar Negeri 176350 Hutagurgur Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Karakteristik Keluarga, Pola Makan dan Aktivitas Fisik pada Anak Stunting di Sekolah Dasar Negeri 176350 Hutagurgur Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stunting

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik yang sudah lewat yaitu

berupa penurunan kecepatan pertumbuhan dalam perkembangan manusia yang merupakan dampak utama dari gizi kurang. Gizi kurang merupakan hasil dari

ketidakseimbangan faktor faktor pertumbuhan yang dapat terjadi dalam beberapa periode pertumbuhan seperti masa kehamilan, masa perinatal, masa menyusui

bayi dan masa pertumbuhan ( masa anak) ( Setiawan, 2010 ). Anak dikategorikan stunting apabila nilai Z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) berada kisaran < -3 SD sampai dengan < -2 SD (Kemenkes RI, 2011). Dalam keadaan normal,

pertumbuhan tinggi badan berbanding lurus dengan bertambahnya usia. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam waktu yang

cukup lama (Soekirman, 2000). Dampaknya pada masa dewasa diantaranya adalah terbatasnya kapasitas kerja karena terjadinya pengurangan aktivitas tubuh dan pada wanita dapat menyebabkan terjadinya risiko komplikasi kandungan

karena memiliki ukuran panggulyang kecil serta berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.

Berdasarkan penelitian Nurmiati (2006), yang melakukan penelitian tentang pertumbuhan dan perkembangan pada anak balita yang mengalami stunting menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan kelompok anak

normal lebih baik daripada kelompok anak stunting. Pada keadaan stunting, tinggi badan anak tidak memenuhi tinggi badan normal menurut umurnya. Anak

(2)

kemiskinan, perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang, kesehatan lingkungan yang kurang baik, pola asuh yang kurang baik, dan rendahnya tingkat pendidikan.

Oleh karena itu masalah stunting merupakan cerminan dari keadaan sosial ekonomi masyarakat, karena masalah gizi yaitu stunting diakibatkan oleh keadaan

yang berlangsung lama, maka ciri masalah gizi yang ditunjukkan oleh anak stunting adalah masalah gizi yang sifatnya kronis.

Gizi dibutuhkan anak sekolah untuk pertumbuhan dan perkembangan,

energi berpikir, beraktivitas fisik dan daya tahan tubuh. Zat gizi yang dibutuhkan anak adalah zat gizi yang terdiri dari zat gizi makro seperti karbohidrat, protein,

lemak, serta zat izi mikro seperti vitamin dan mineral. Zat gizi yang dibutuhkan disesuaikan dengan usia, berat badan, dan tinggi badan anak.

Menginjak usia 6 tahun anak sudah mulai menentukan pilihan

makananya sendiri, tidak seperti balita lagi yang sepenuhnya tergantung pada orangtua. Periode ini merupakan periode yang cukup kritis dalam pemilihan

makanan, karena anak baru saja belajar memilih makanan dan belum mengerti makanan yang bergizi yang dapat memenuhi kebutuhan gizinya sehingga anak memerlukan bimbingan orangtua dan guru. Pada saat ini petumbuhan fisik

terutama tinggi badan anak berlangsung cepat, anak banyak melakukan aktivitas fisik aktivitas sosial dengan perkembangan kognitif anak

Zat gizi makro maupun zat gizi mikro sangat dibutuhkan anak usia sekolah untuk proses pertumbuhan dan perkembangan, mempertahankan tubuh

(3)

rata-rata asupan energi, protein, zat besi (Fe), vitamin A, dan vitamin C signifikan lebih rendah dibandingkan dengan anak berstatus normal.

Protein merupakan salah satu zat gizi yang berperan penting dalam pertumbuhan badan. Protein sangat bermanfaat bagi tubuh, karena memiliki

berbagai macam fungsi seperti pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, pergantian jaringan tulang yang rusak, membentuk senyawa esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, mempertahankan kenetralan (asam basa) tubuh,

membentuk antibodi, dan mentranpor zat gizi ( Almatsier, 2011). Sumber protein dalam makanan banyak terdapat pada lauk hewani seperti daging sapi, ayam, telur

bebek, dan ikan segar, pada lauk nabati seperti tahu dan tempe kacang kedelai, kacang merah, kacang tanah, kacang hijau, pada sayuran seperti daun singkong, bayam, kangkung dan wortel ( Almatsier, 2011).

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Kekurangan zat besi dapat mengakibatkan penurunan kemampuan belajar

karena fungsi neurotransmiter tidak bekerja dengan optimal, anemia gizi besi. Vitamin B6 (piridoksin) berfungsi mencerna protein, sintesis antibodi, dan berperan pembentukan sel darah merah. Kekurangan vitamin B6 dapat

menyebabkan gangguan protein seperti lemah, mudah tersinggung, perubahan hati (mood), dan sukar tidur. Zat besi terdapat paa makanan seperti ikan teri kering,

tahu, kacang kacangan, sayuran seperti kentang, bayam, daun singkong, wortel. Kalsium juga merupakan mineral yang paling penting tubuh. Fungsi

(4)

pertumbuhan. Sumber kalsium pada makanan banyak terdapat pada udang kering, ikan teri, tahu dan sayuran seperti bayam, sawi, dun melinjo, daun katuk, dan

daun singkong serta usu bubuk dan susu kental manis ( Almatsier, 2010). Mineral lainnya adalah magnesium dan seng. Magnesium berfungsi sebagai mineralisasi

dalam tulang yang memberikan kekuatan pada tulang (Devi, 2012). Sumber utama magnesium adalah sayuran hijau, biji-bijian, kacang-kacangan, daging, susu (Almatsier, 2010). Sedangkan seng berfungsi untuk pertumbuhan sel dan

berkolerasi positif dengan pertumbuhan tinggi badan. sumber seng terdapat pada daging, ayam, ikan, hati, kerang, dan telur (Almatsier, 2010).

Vitamin merupakan zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu harus diperoleh dati maknan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur

pertumbuhan dan pemeliharaan khidupan. Setiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan

sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan pertumbuhan tulang terhambat dan bentuknya tidak normal. Begitu juga dengan vitamin C yang berfungsi membantu absorbsi kalsium yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan (Cakrawati dan Mustika, 2011). Vitamin A banyak terdapat pada lauk hewani seperti hati sapi, ayam, dan ikan sardine

(kaleng), namun pada sayuran dan buah-buahan juga banyak seperti wortel, daun papaya, daun katuk, daun singkong, sawi, kangkung, bayam, ubi jalar, mangga,

(5)

nenas, rambutan, jambu biji, papaya, dan tomat, vitamin C juga banyak terdapat dalam sayuran seperti daun singkong, daun katuk, sawi, kol, kembang kol, bayam,

dan kangkung (Almatsier, 2010).

Aktivitas anak yang padat mulai waktu untuk bersekolah, mengerjakan

pekerjaan rumah (PR), membantu orangtua diladang, mengasuh adik dan mengembala serta bermain bersama temannya membuat stamina anak cepat menurun jika tidak ditunjang dengan intake pangan dan gizi yang seimbang.

Kebutuhan energi golongan umur 10-15 tahun relatif lebih besar daripada golongan umur 7-9 tahun, karena aktivitas dan pertumbuhan yang meningkat,

terutama penambahan tinggi badan. Mulai umur 10-15 tahun, kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan. Adapun jumlah energi dan protein yang dianjurkan bagi anak umur 6-15 tahun tertera pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan (Per Orang Per Hari) Anak Umur 6 –15 Tahun

Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.75 Tahun 2013

2.2 Karakteristik Keluarga

(6)

keluarga tersebut (Rahayu, 2011). Menurut Sudarman (2008) karakteristik keluarga dalam pelayanan kesehatan meliputi : umur, jumlah, tingkat pendidikan,

pekerjaan, dan suku bangsa didalam keluarga. Karakteristik keluarga yang diteliti oleh peneliti meliputi pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, dan jumlah anggota

keluarga yang merupakan salah satu yang berkaitan dengan keadaan stunting dan memberikan efek terhadap kondisi gizi anak.

2.2.1 Pekerjaan Ibu

Mengasuh dan membina perkembangan anak membutuhkan ketelatenan serta kekhususan baik waktu, tempat, suasana, dan lain sebagainya. Terdapat

syarat-syarat penting yang harus dipenuhi agar hasilnya maksimal. Syarat tersebut adalah adanya pendidik dengan jiwa mendidik yang baik, alat untuk mendidik, keteraturan, perlindungan, kesabaran, serta ketekunan (Mustaqim dalam penelitian

Seala, 2012). Pendidik yang dimaksud bukan berarti guru di sekolah saja, namun orang tua khususnya ibu termasuk di dalamnya, hampir 75% waktu anak

dihabiskan di dalam rumah, selebihnya di luar rumah, termasuk di sekolah. Artinya, keluarga atau orang tua adalah yang paling berperan dalam mendidik anak dibanding saat di sekolah.

Profesi orang tua dapat memengaruhi gaya mendidik anak-anaknya di rumah. Misalnya seorang anak yang dilahirkan dalam keluarga yang orang tuanya

guru tentu berbeda dengan anak yang keluarganya berprofesi sebagai pedagang (Subini, 2011).

(7)

tinggi kedudukan secara otomatis akan semakin tinggi penghasilan yang diterima, dan semakin besar pula jumlah uang yang di belanjakan untuk memenuhi

kecukupan gizi dalam keluarga (Soediatama,2004).

Orang tua yang bekerja terutama ibu akan mempunyai waktu yang lebih

sedikit untuk memperhatikan dan mengasuh anaknya . Pada umumnya didaerah pedesaaan anak yang orangtuanya bekerja akan diasuh oleh kakaknya atau sanak saudaranya sehingga pengawasan terhadap makanan dan kesehatan anak tidak

sebaik jika orang tua tidak bekerja (Hardiansyah, 2007 ).

Pekerjaan orang tua berkaitan dengan ketersediaan waktu orang tua untuk

anak-anaknya, misalnya bekerja sebagai petani memiliki waktu sedikit dalam berinteraksi karena pada siang hari mereka bekerja diladang atau sawah sedangkan pada malam hari karena kondisi sudah lelah akan cepat istrahat tanpa

atau sedikit memberikan waktu pada anak.

2.2.2 Pendapatan Keluarga

Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan, antara pendapatan dan gizi sangan erat kaitannya dalam pemenuhan makanan kebutuhan hidup keluarga, makin tinggi daya beli keluarga

makin banyak makanan yang dikonsumsi dan semakin baik pula kualitas makanan yang dikonsumsi.

Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang-orang tak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Rendahnya

(8)

memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak-anak baik yang primer maupun yang

sekunder.

Pendapatan keluarga mempengaruhi ketersediaan makanan bergizi untuk

keluarga. Ketahanan pangan yang tidak memadai pada keluarga dapat mengakibatkan gizi kurang. Oleh karena itu, setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan dan ketersediaan makanan bergizi untuk

seluruh anggota keluarganya. Faktor penting yang disuga sebagai determinan dalam keragaman konsumsi pangan adala daya beli pangan. Pola ‘daya beli

pangan’ ini merupakan hal yang umum dalam pustaka ekonomi, walaupun hal ini

tidak dapat dikukur secara langsung. Daya beli pangan biasanya didefinisikan sebagai kemampuan ekonomi rumah tangga untuk memperoleh bahan pangan

yanng ditentukan oleh besrnya alokasi pendapatan untuk pangan, harga bahan pangan yang dikonsumsi, dan jumlah anggota rumah tangga. Dengan kata lain,

daya beli pangan tergantung pada besarnya pendapatan dan harga bahan pangan (Hardiansyah, 2007).

Menurut Soekirman (2000), apabila pendapatan meningkat pola

konsumsi pangan akan semakin beragam, serta umunya akan terjadi peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi. Peningkatan pendapatan lebih

lanjut tidak hanya akan meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan dan peningkatan konsumsi pangan yang lebih mahal, tetapi juga terjadi peningkatan

(9)

Menurut Madanijah (2004), menyatakan bahwa perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi keluarga. Jika

pendapatan meningkat maka pembelian pangan dalam kualitas maupun kuantitas akan lebih baik. Dengan demikian pendapatan merupakan faktor yang selanjutnya

akan berpengaruh terhadap zat gizi.

Pengeluaran perkapita merupakan salah satu cara untuk melihat seberapa besar pendapatan keluarga tersebut. Menurut Febrian (2014), pengeluaran

keluarga dibedakan menjadi dua bagian yaitu pengeluaran untuk keperluan makanan dan pengeluaran untuk keperluan bukan makanan. Pengeluaran untuk

makanan (sembako) yakni belanja selama satu minggu terakhir pada komoditas padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak, bahan minuman, bumbu rempah, mie, kerupuk,

makanan dan minuman jadi dan ditambahkan pengeluaran untuk membeli rokok. Sedangkan pengeluaran untuk keperluan bukan makanan yakni belanja selama

sebulan terakhir dan setahun terakhir meliputi pemeliharaan dan perbaikan ringan rumah, rekening listrik, gas/minyak tanah, pulsa HP, internet, sabun mandi/cuci, kosmetik, biaya kesehatan, biaya pendidikan, transportasi/ongkos, bensin,

pakaian, sepatu, topi/kerudung, alat-alat rumah tangga, perhiasan/asesoris, pajak, asuransi, rekreasi, kredit, keperluan pesta dan upacara/kenduri, dan lainnya. Upah

Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara (2016) adalah sebesar Rp.1.811.875.

2.2.3 Jumlah Anak

(10)

keluarga memiliki tingkat sosial ekonomi kurang maka jumlah anak tidak hanya menyebabkan berkurangnya kasih sayang tetapi juga mempengaruhi konsumsi

keluarga yang akan berdampak pada status gizi anak. Hal ini disebabkan semakin banyak anggota keluarga maka pembagian perhatian pada masing-masing anggota

keluarga juga akan semakin sedikit, sehingga hal ini akan mempengaruhi ibu dalam pengasuhan dan perawatan anak-anaknya (Rahayu, 2011).

Menurut Suhardjo dalam penelitian Mardin 2012 mengatakan bahwa

banyaknya jumlah anak akan mempengaruhi konsumsi pangan. Jumlah anak yang semakin besar tanpa di imbangi dengan peningkatan pendapatan akan

menyebabkan pendistribusian pangan akan semakin tidak merata.

2.2.4 Kaitan Karateristik Keluarga dengan Anak Stunting

Karakteristik keluarga juga berpengaruh terhadap pola makan anak.

Menurut Yenny (2014), stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di negara berpendapatan rendah dan menengah karena hubungannya dengan

peningkatan risiko kematian pada masa kanak-kanak, stunting juga mempengaruhi fisik dan fungsional dari tubuh.

Musthaq dalam penelitian Yenny (2014) menambahkan bahwa anak yang

tinggal di lingkungan berpendapatan rendah signifikan lebih banyak yang stunting dibandingkan dengan anak yang tinggal di lingkungan berpendapatan menengah

dan tinggi. Menurut pernyataan Suhardjo dalam penelitian Yenny (2014), bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga maka semakin besar peluang keluarga

(11)

2.3 Pola Makan

Pola makan (food pattern) adalah kebiasaan memilih dan mengkonsumsi

bahan makanan oleh sekelompok individu dan dapat memberi gambaran mengenai kualitas makanan masyarakat. Pola makan adalah berbagai informasi

yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola makan adalah cara seseorang atau

sekelompok orang memanfaatkan pangan yang tersedia sebagai aksi terhadap tekanan ekonomi dan sosio budaya yang dialaminya (Almatsier, 2009).

Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh didalam suatu susunan hidangan dan perbandingan yang satu terhadap yang lain. Kualitas menunjukkan

jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Kalau susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari segi kuantitas maupun

kualitasnya, maka tubuh akan mendapatkan kondisi kesehatan gizi baik, disebut konsumsi adekuat. Kalau konsumsi baik dari kuantitas dan kualitasnya melebihi kebutuhan tubuh, dinamakan konsumsi berlebih, maka akan terjadi suatu keadaan

gizi lebih. Sebaliknya konsumsi yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang atau kondisi defisit (Sediaoetama,

2000).

Pola makan yang baik adalah yang mengandung gizi seimbang yaitu

(12)

kebersihan, dan berat badan (BB) ideal seseorang. Asupan gizi diperoleh dari mengonsumsi berbagai makanan yang mengandung zat gizi berupa karbohidrat,

protein, lemak, vitamin, dan mineral. Beberapa zat gizi tersebut akan diubah menjadi energi dalam tubuh yang nantinya akan digunakan untuk melakukan

aktivitas sehari-hari.

Pola makan anak akan menentukan jumlah zat gizi yang diperlukan oleh anak untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Jumlah makanan yang cukup

sesuai dengan kebutuhan akan menyediakan zat-zat gizi yang cukup pula bagi anak guna menjalankan kegiatan fisik yang sangat meningkat. Pada kondisi

normal diharuskan untuk makan 3 kali dalam sehari dan pemenuhan keseimbangan zat gizi.

Anak umur 7-15 tahun sudah mempunyai daya tahan tubuh yang cukup.

Tetapi kebutuhan nutrisi semakin bertambah, karena anak pada usia ini sering melakukan berbagai aktivitas, seperti bermain di luar rumah, olahraga, pramuka,

dan kegiatan sekolah lainnya. Kebutuhan energi pada golongan umur 10-15 tahun lebih besar daripada golongan umur 7-9 tahun, karena pertumbuhan yang lebih pesat dan aktivitas yang lebih banyak.

Pemberian makan pada anak bertujuan untuk memberikan nutrisi yang cukup sesuai dengan kebutuhan, yang dimanfaatkan untuk tumbuh kembang yang

optimal, penunjang berbagai aktivitas, dan pemulihan kesehatan setelah sakit dan mendidik kebiasan makan yang baik, mencakup penjadwalan makan, belajar

(13)

Jadwal pemberian makan merupakan kelanjutan dari jadwal masa bayi dengan sedikit penyesuaian, menjadi sebagai berikut: 3 kali makan utama (pagi,

siang, dan malam/sore), diantaranya diberikan makanan kecil atau jajanan, dan bila mungkin tambahan susu (Markum, dkk, 2002).

Metode pengukuran pola makan dapat dilakukan melalui foodrecall 24 jam dan food frequensy. Metode Food recall 24 jam yaitu dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.

Dalam metode ini responden menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin).

Keberhasilan metode recall 24 jam sangat ditentukan oleh daya ingat responden dan kesungguhan serta kesabaran dari pewawancara, maka untuk dapat meningkatkan mutu data recall 24 jam dilakukan selama beberapa kali pada hari

yang berbeda (tidak berturut-turut). Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x24 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif menggambarkan

kebiasaan makanan individu (Supariasa, dkk, 2001).

Menurut Supariasa, dkk (2001), secara umum survei konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan tingkat kecukupan bahan

makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Metode

frekuensi makan ( food frequensy) yaitu untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama waktu periode

(14)

Formulir frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan atau makanan dan frekuensi pengguanaan makanan tersebut pada periode waktu

tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden.

2.3.1 Kaitan Pola Makan dengan Anak Stunting

Ketidakseimbangan antara asupan makanan dan kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan masalah gizi, baik itu berupa masalah gizi lebih

maupun gizi kurang. Menurut Istiani (2013), konsumsi makanan seseorang berpengaruh terhadap status gizi orang tersebut. Status gizi baik terjadibila tubuh

memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efesien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara optimal. Sedangkan status gizi kurang terjadi apabila tubuh

mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zatgizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizidalam jumlah yang berlebihan sehingga

menimbulkan efek toksis atau membahayakan.

Menurut Riyadi et al dalam penelitian Intje (2013), mengatakan bahwa pola makan anak stunting baik dari jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi

tidak beragam dan sedikit dibanding kelompok anak normal. Selain itu, kontribusi protein terhadap AKG pada kelompok anak stunting lebih rendah dibanding

kelompok anak normal. Menurut Onyango et al. dalam penelitian Yenny (2014), stunting mengindikasikan kurang gizi kronis yang salah satunya dapat disebabkan

(15)

Asupan makanan yang tidak memadai dan penyakit merupakan penyebab langsung masalah gizi ibu dan anak yang disebabkan praktek pemberian makan

bayi dan anak yang tidak tepat,penyakit infeksi yang berulang terjadi,perilaku kebersihan dan pengasuhan yang buruk. Pada akhirnya, semua ini disebabkan oleh

faktor-faktor seperti kurangnya pendidikan dan pengetahuan pengasuh anak, penggunaan air yang tidak bersih, lingkungan yang tidak sehat, keterbatasan akses ke pangan dan pendapatan (UNICEF Indonesia, 2012).

2.4 Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh

(Almatsier, 2009). Aktivitas fisik tersebut memerlukan usaha ringan, sedang atau berat yang dapat menyebabkan perbaikan kesehatan bila dilakukan secara teratur. Setiap kegiatan aktivitas fisik yang dilakukan membutuhkan energi yang berbeda

tergantung dari lamanya intesitas dan kerja otot.

Aktivitas fisik dibagi kedalam 2 kategori, yaitu aktivitas fisik terstruktur

(kegiatan olahraga) dan aktivitas fisik tidak terstruktur (kegiatan sehari-hari seperti berjalan, bersepeda, dan bekerja) (Williams, 2002). Tidak adanya aktivitas fisik atau kurang aktivitas fisik merupakan faktor resiko berbagai penyakit kronis

dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010).

Aktivitas fisik rutin dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran seseorang, diantaranya yaitu:

(16)

2. Penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi kerja otot jantung

3. Mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung 4. Peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik

5. Peningkatan metabolisme tubuh (berkaitan dengan gizi tubuh) 6. Meningkatkan kemampuan otot

7. Mencegah obesitas

8. Bentuk tubuh menjadi lebih ideal.

Aktivitas fisik dapat diukur dengan metode faktorial, yaitu merinci semua

jenis dan lamanya kegiatan yang dilakukan selama 24 jam (dalam menit) pada lembar kuesioner, selanjutnya dicocokkan dengan Daftar Nilai Perkiraan Keluaran Energi pada kegiatan tertentu. Berikut ini tabel aktivitas fisik standar berdasarkan

nilai Physical Activity Level (PAL).

Tabel 2.2. Estimasi Standart faktorial dari Total Pengeluaran Energi

Jenis Kegiatan Durasi

(Jam) PAR Total PAL Aktivitas Ringan

Tidur 8 1 8

Perawatan pribadi (berpakaian,mandi) 1 2,3 2,3

Makan 1 1,5 1,5

Kegiatan santai (menonton TV, mengobrol) 2 1,4 2,8 Total

24 36,7/24=

1,53

(17)

Lanjutan tabel 2.2

Nama Kegiatan Durasi

(Jam) PAR Nilai PAl

Perawatan pribadi (berpakaian,mandi) 1 2,3 2,3

Makan 1 1,5 1,5

Mengajar dikelas 8 2,2 17,6

Berangkat ke / dari sekolah dengan angkutan

umum 1 2,3 2,3

Olahraga / senam intensitas rendah 1 4,2 4,2 Kegiatan santai (menonton TV, mengobrol) 3 1,4 4,2 Total

24 42,2/24 =

1,76

Aktivitas Berat

Tidur 8 1 8

Perawatan pribadi (berpakaian,mandi) 1 2,3 2,3

Makan 1 1,5 1,5

Memasak 1 2,1 2,1

Kerja pertanian (penanaman, menyiraman,

mencangkul) 6 4,1 24,6

Mengumpulkan air / kayu 1 4,4 24,4

Pekerjaan rumah tangga (menyapu, mencuci

piring dan pakaian dengan tangan) 1 2,3 32,3

Berjalan 1 3,2 3,2

Kegiatan santai ( menontong TV, mengobrol) 4 1,4 5,6 Total

24 53,9/24 =

2,25 Sumber: FAO, 2001

Besarnya aktivitas fisik dalam waktu 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik.Berikut ini tabel aktivitas fisik standar berdasarkan nilai Physical Activity Level (PAL).

Tabel 2.3 Kategori Aktivitas Fisik Standar Berdasarkan Nilai Physical Activity Level (PAL)

Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai Physical

Activity Level (PAL) Nilai PAL

Ringan 1,40 – 1,69

Sedang 1,70 – 1,99

Berat 2,00 – 2,40

(18)

Berdasarkan hasil penelitian Sorongan (2012) terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi, semakin ringan intensitas aktivitas fisik yang

dilakukan maka berpengaruh terhadap status gizi.

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan penjelasan dari gambaran karakteristik keluarga, pola makan dan aktivitas fisik terhadap anak stunting. Anak usia 6-13 tahun merupakan usia dimana pertumbuhan tinggi badan anak mulai cepat setelah

tahun pertama kelahiran. Pada rentang usia tersebut anak sudah menjadi konsumsi aktif yang telah membentuk kebiasaan makannya diluar makanan yang diperoleh

dirumah. Dalam keadaan ini zat gizi (makro dan mikro) harus terpenuhi baik jumlah, frekuensi, dan jenis maknan yang dikonsumsi setiap hari. Pemenuhan zat gizi ini berkaitan juga dengan karakteristik keluarga seperti pekerjaan ibu,

pendapatan keluarga, dan jumlah anak dalam keluarga. Pada fase ini anak sudah aktif dalam melakukan aktivitas fisik dalam kegiatannya setiap hari. Kerangka

(19)

Gambar 2.1 Gambaran karakteristik keluarga, pola makan dan aktivitas fisik pada anak stunting di SDN No. 176350 Hutagurgur Kecamatan Doloksanggul

Kabupaten Humbang Hasundutan  Karakteristik keluarga Anak Stunting - Pekerjaan ibu

- Pendapatan orangtua - Jumlah anak

 Pola Makan Anak Stunting - Jenis makanan

- Jumlah makanan - Frekuensi makan

Gambar

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan (Per Orang     Per Hari) Anak Umur 6 –15 Tahun
Tabel 2.2. Estimasi Standart faktorial dari Total Pengeluaran Energi
Tabel 2.3 Kategori Aktivitas Fisik Standar Berdasarkan Nilai Physical   Activity Level (PAL)
Gambar 2.1  Gambaran karakteristik keluarga, pola makan dan aktivitas fisik pada anak stunting di SDN No

Referensi

Dokumen terkait

Guru menjelaskan sistematika belajar menggunakan model pembelajaran Example non- Example kepada siswa, kemudian guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan

Hasil belajar siswa adalah hasil nilai yang dicapai oleh siswa selama kegiatan proses pembelajaran PPKn dengan model pembelajaran Example non-Example.. Menelaah KD dan

untuk tanggapan (response time-out) masih berjalan. Jika error terdeteksi dari frame, dapat dilakukan secara bersamaan.  Jika tidak ada jawaban yang diterima, Response time-out

Kondisi awal guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional sehingga hasil belajar siswa masih di bawah KKM, Interaksi dan kerjasama dalam kelas pun

Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap perseroan yang akan

Semakin tinggi konsentrasi paclobutrazol yang diaplikasikan menghasilkan tanaman semakin pendek, jumlah ginofor semakin sedikit, bobot polong per sampel semakin sedikit,

Manfaat dari pemupukan yaitu; (1) Meningkatkan kesuburan tanah sehingga dapat meningkatkan produksi tanaman yang relatif lebih stabil, serta meningkatkan daya tahan

Untuk itu, dalam melakukan aktiviti harian, penerapan elemen kecekapan tenaga dapat dilakukan dengan mengamalkan budaya penjimatan penggunaan tenaga