• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengan Ibu HIV-AIDS dalam Melakukan Perawatan Postpartum dengan Sectio Caesarea Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengan Ibu HIV-AIDS dalam Melakukan Perawatan Postpartum dengan Sectio Caesarea Chapter III VI"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan metode penelitian yang meliputi: desain penelitian yang digunakan, lokasi dan waktu penelitian, partisipan, teknik pengumpulan data, pengolahan dan analisa data, etika penelitian serta keabsahan data.

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian kualitatif yang digunakan adalah fenomenologi yang bertujuan untuk mendapatkan informasi lengkap dan akurat mengenai fenomena yang sedang dikaji (Payton, 1994). Desain penelitian ini adalah fenomenologi interpretif yang bertujuan untuk menemukan pemahaman dari makna pengalaman hidup dengan cara masuk kedalam dunia partisipan (Willig & Billin, 2011). Penelitian ini berfokus pada deskripsi dan penafsiran pengalaman ibu HIV-AIDS dalam melakukan perawatan postpartum menurut cara pandang mereka sendiri serta bagaimana mereka memaknai pengalaman tersebut.

Penelitian dilakukan dengan mengeksplorasi langsung pengalaman hidup seseorang sebagai suatu pengertian membongkar dan membangkitkan pemahaman tentang hal-hal tertentu (Hence, 2008 dalam Elsevier, 2008) baik yang diingat, dirasakan, dilihat, dipercayai, diputuskan, dilakukan dan seterusnya (Spiegelberg, 1975 dalam Streubert & Carpenter, 2011).

(2)

peneliti kualitatif tertarik pada makna, bagaimana orang memaknai hidup mereka, pengalaman mereka dan struktur mereka tentang dunia.

Penelitian kualitatif memungkinkan ide-ide muncul dari data daripada memaksakan suatu kerangka yang sudah ada pada data. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk menemukan fenomena baru dan untuk mengungkapkan kisah di balik angka-angka. Ini mengeksplorasi pengalaman orang-orang dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Sebuah paradigma penelitian kualitatif dipilih karena pendekatan yang sistematis untuk menangkap pengalaman dan interpretasi peristiwa dan keadaan masyarakat. mencoba untuk memanfaatkan subjektif sebagai sarana untuk memahami dan menafsirkan pengalaman manusia.

Penelitian kualitatif melibatkan kerja lapangan di mana peneliti secara fisik pergi ke orang-orang atau lembaga untuk mewawancarai informan atau mengamati perilaku di alam. Tidak ada upaya untuk memaksakan kontrol atau pembatasan (Streubert & Carpenter, 1999). Penelitian ini berusaha mengeksplorasi secara mendalam dan menjelaskan bagaimana fenomena ibu dengan HIV-AIDS melakukan perawatan postpartum setelah menjalani bedah caesarea.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

(3)

didasarkan pada kecendrungan pasien yang terinfeksi HIV-AIDS yang melakukan kunjungan atau pemeriksaan ke RS. Pemerintah seperti RSU. Pirngadi Medan, RSUD. Haji Medan, dan RSUP Haji Adam Malik Medan dengan biaya yang terjangkau. Pengumpulan data dilakukan Bulan Mei 2015 sampai dengan Bulan Februari 2016.

3.3. Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini adalah ibu yang mengidap HIV-AIDS yang pernah menjalani perawatan postpartum setelah melakukan operasi caesarea dengan menggunakan teknik purposive sampling. Lincoln dan Guba (1985) menyatakan bahwa gagasan penelitian kualitatif adalah sengaja memilih informan yang terbaik yang akan menjawab pertanyaan penelitian. Peneliti kualitatif dapat memutuskan untuk mencari informan dengan karakteristik tertentu untuk meningkatkan pemahaman teoritis beberapa aspek dari fenomena yang dipelajari (Burns & Grove, 2001).

(4)

Setiap partisipan pada penelitian ini telah memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti sebelumnya berupa: partisipan adalah orang yang mengidap HIV-AIDS, pernah menjalani operasi caesarea minimal satu tahun, bersedia diwawancara, sukarela, dan tidak berada dibawah tekanan serta mampu menceritakan pengalamannya sehingga diperoleh banyak informasi (rich information), Proses pemilihan partisipan dibantu oleh petugas rumah sakit

pemerintah atau bertanya langsung pada partisipan yang memiliki kenalan yang memenuhi kriteria penelitian, pemilihan partisipan juga dilakukan dengan menanyakan kepada masyarakat Kota Medan terkait siapa saja kenalan mereka pengidap HIV-AIDS yang mempunyai pengalaman melakukan operasi bedah caesarea.

3.4. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dengan alat, metode dan prosedur pengumpulan data sebagai berikut :

3.4.1. Alat Pengumpulan Data

(5)

Penelitian ini juga menggunakan kuesioner data demografi yang membantu peneliti dalam mengumpulkan data. Kuesioner data demografi mencakup inisial, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, suku, agama, jumlah anak, tempat bersalin, biaya persalinan, dan lama mengidap HIV-AIDS. Disamping itu, peneliti juga menggunakan panduan wawancara dan field note selama proses pengumpulan data.

Panduan wawancara tersebut berisi pertanyaan terbuka yang dibuat oleh peneliti sendiri yang berisi pengalaman ibu pengidap HIV-AIDS dalam melakukan perawatan postpartum setelah menjalani bedah caesarea. Panduan wawancara dibuat berdasarkan landasan teori yang relevan dengan masalah yang di eksplor pada penelitian. Pertanyaan dapat berkembang sesuai dengan proses yang sedang berlangsung dalam atau selama wawancara dengan tetap berpegangan pada teori yang bersumber dari teori keperawatan dan konsep medis.

(6)

bertujuan memudahkan partisipan untuk memahaminya. Diantaranya istilah perineum diganti dengan daerah kemaluan, penggunaan kondom diganti dengan pemakaian alat keluarga berencana (KB), dan pemenuhan nutrisi diganti dengan pemenuhan makanan yang bergizi. Adapun nilai CVI yang didapat pada panduan wawancara ini adalah 0,93.

Selain panduan wawancara, peneliti juga menggunakan field note berupa catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif. Catatan lapangan (field note) merupakan dokumentasi respon non verbal selama proses wawancara berlangsung (Polit & Beck, 2012). Hasil catatan lapangan (field note) pada penelitian ini berisi: tanggal, waktu, suasana tempat, deskripsi atau gambaran partisipan serta respon non verbal partisipan selama proses wawancara untuk memperkuat temuan observasi sehingga memperkaya data yang diperoleh (thick description). Peneliti juga menggunakan alat perekam berupa tape recorder yaitu Sony IC Recorder tipe ICD-PX240 untuk merekam percakapan selama wawancara yang kemudian hasil wawancara di ketik dalam bentuk transkrip.

3.4.2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam (in-depth interview) yang dilakukan oleh peneliti dengan durasi wawancara sekitar 60-90 menit. Metode wawancara mendalam (in-depth interview) atau disebut juga sebagai wawancara tak terstruktur bertujuan untuk

(7)

butir pertanyaan yang diajukan kepada partisipan yang bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam melakukan wawancara, menggali informasi, keterangan, data dan kreativitas peneliti melalui improvisasi pada saat proses wawancara.

3.4.3. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data diawali dengan perolehan persetujuan dari komisi etik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara berupa lembar ethical cleareance dan surat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara. Kemudian surat tersebut diserahkan ke rumah sakit atau tempat lain untuk mendapatkan partisipan. Selanjutnya peneliti mengunjungi pihak diklat rumah sakit pemerintah, ataupun masyarakat yang mengetahui keberadaan partisipan untuk mendapatkan partisipan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

Sebelum melakukan wawancara terhadap partisipan pertama, peneliti terlebih dahulu melakukan pilot study sebagai latihan dalam melakukan wawancara, dilanjutkan dengan membuat transkrip dan melakukan analisis. Pilot study dilakukan pada satu partisipan. kemudian hasil wawancara dari pilot study dibuat dalam bentuk transkrip dan dilakukan proses analisis yang selanjutnya dikonsultasikan kepada pembimbing. Setelah mendapat persetujuan pembimbing, kemudian peneliti melanjutkan wawancara kepada partisipan berikutnya.

(8)

langsung ke rumah partisipan ataupun melalui jaringan komunikasi seperti telepon dan facebook yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan saling percaya antara peneliti dan partisipan sekaligus sebagai tahap pengenalan kondisi partisipan. Setelah melakukan prolonged engagement selama minimal dua bulan, langkah selanjutnya adalah peneliti menemui calon partisipan berdasarkan daftar nama yang sudah di buat oleh peneliti. Kemudian peneliti memperkenalkan diri, memberikan lembar penjelasan dan menjelaskan maksud, tujuan, manfaat serta proses pengumpulan data yang dilakukan. Peneliti juga menjelaskan bahwa proses wawancara akan direkam dengan tape recorder dan meyakinkan partisipan bahwa hasil wawancara baik dalam bentuk rekaman maupun transkrip tidak akan diberitahu kepada pihak manapun, dan hanya digunakan untuk kepentingan proses penelitian. Kemudian meminta kesedian partisipan dengan cara menandatangani lembar informed consent.

Langkah selanjutnya adalah peneliti dan partisipan bersama-sama membuat kontrak waktu dan tempat untuk wawancara. Semua wawancara dilakukan dalam kondisi tenang, nyaman, dan menjaga privasi partisipan. Wawancara dilakukan di rumah partisipan atau di suatu tempat yang nyaman bagi partisipan yang berada di lingkungan tempat tinggal partisipan.

(9)

Dalam melakukan wawancara, peneliti juga menggunakan teknik diam (silence) sebagai suatu cara untuk memberikan kesempatan kepada partisipan untuk mengingat kembali dan menceritakan pengalaman yang pernah dirasakannya. Peneliti juga berupaya untuk tidak mengarahkan jawaban partisipan dan memberikan kesempatan seluas-luasnya pada partisipan untuk mengungkapkan pengalamannya selama proses wawancara sehingga data yang diperoleh merupakan informasi alamiah yang sesuai dengan pengalaman partisipan.

Wawancara diakhiri dengan membuat kesimpulan dari hasil wawancara oleh peneliti yang bertujuan untuk mengklarifikasi segera hasil wawancara yang telah dilakukan. Peneliti juga memberikan keleluasaan pada partisipan untuk menghubungi peneliti baik secara langsung atau via telepon jika partisipan merasa perlu menceritakan lebih lanjut tentang pengalamannya.

Pengumpulan data dengan menggunakan catatan lapangan (field note) juga digunakan peneliti berupa catatan tertulis tentang apa yang di dilihat, di dengar, dialami dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif. Apabila data hasil wawancara, field note sudah dilengkapi. Maka selanjutnya dibuatkan transkrip hasil wawancara dan telah divalidasi kembali oleh partisipan untuk mengklarifikasi hal-hal yang tidak sesuai terhadap sesuatu yang dialami partisipan.

(10)

Penelitian diakhiri dengan melakukan terminasi akhir kepada seluruh partisipan sebagai tanda bahwa penelitian telah berakhir dan pemberian cinderamata sebagai partisipasi partisipan selama proses penelitian.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah: Pengalaman ibu dalam hal ini pengidap HIV-AIDS yaitu orang yang mempunyai virus penyakit infeksi yang berisiko tinggi dalam dirinya sewaktu melakukan perawatan setelah menjalani bedah caesarea yaitu suatu teknik melahirkan dengan menggunakan sayatan pada bagian perut ibu.

3.6. Metode Analisis Data

Setelah data terkumpul, tahapan penelitian ini dilanjutkan dengan analis data dengan menggunakan pendekatan Colaizzi. Langkah-langkah berikut merupakan proses untuk analisis data fenomenologis (Speziale & Carpenter (2007) dalam Sanders, 2003).

1. Setiap transkrip harus dibaca dan membaca kembali untuk mendapatkan pengertian umum tentang isi keseluruhan.

2. Untuk setiap transkrip, pernyataan signifikan yang berkaitan dengan fenomena yang diteliti harus diekstrak. Pernyataan-pernyataan ini harus dicatat pada lembar terpisah mencatat halaman mereka dan nomor baris. 3. Makna harus dirumuskan dari laporan yang signifikan.

(11)

5. Temuan penelitian harus diintegrasikan ke dalam deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti.

6. Struktur dasar dari fenomena tersebut harus dijelaskan.

7. Akhirnya, validasi temuan harus dicari dari peserta penelitian untuk membandingkan hasil deskriptif peneliti dengan pengalaman mereka.

Proses Analisa data Colaizzi

(12)

Langkah Pertama

Setiap transkrip dibaca beberapa kali untuk mendapatkan “rasa’ seluruh isi. Selama tahap ini, pikiran, perasaan, dan ide-ide yang muncul oleh peneliti karena pekerjaan sebelumnya dengan pasien bedah caesarea dimasukkan kedalam catatan. Hal ini membantu untuk mengeksplorasi fenomena seperti yang dialami oleh partisipan sendiri.

Langkah Kedua

Dalam tahap analisis, pernyataan dan ungkapan yang signifikan yang berkaitan dengan perubahan citra tubuh dan strategi coping dipisahkan dari masing-masing transkrip. Pernyataan-pernyataan ini ditulis dalam lembaran terpisah dan kode berdasarkan transkrip, halaman, dan nomor baris mereka, setelah mengekstrak laporan transkrip bentuk yang signifikan.

Langkah Ketiga

Makna dirumuskan dari laporan yang signifikan. Setiap makna yang men dasari diberi kode dalam satu kategori karena mereka mencerminkan deskripsi lengkap. Setelah itu, seluruh pernyataan dan makna mereka diperiksa oleh seorang peneliti ahli yang menemukan proses yang benar dan makna konsisten.

Langkah Keempat

(13)

dimasukkan bersama-sama untuk membentuk konstruk khas tema. Memang, semua tema ini secara internal dan eksternal konvergen divergen; yang berarti bahwa setiap "makna dirumuskan" jatuh hanya dalam satu tema cluster yang dibedakan dalam arti dari struktur lain (Mason, 2002).

Langkah Kelima

Pada tahap analisis ini, semua tema muncul didefinisikan menjadi deskripsi lengkap. Setelah menggabungkan semua tema penelitian, seluruh struktur dari fenomena tersebut. Setelah itu, peneliti mencari seorang peneliti ahli yang mengkaji temuan dalam hal kekayaan dan kelengkapannya untuk memberikan gambaran yang cukup. Akhirnya, validasi deskripsi lengkap ini dikonfirmasi dengan penelitian supervisor.

Langkah Keenam

(14)

Langkah Ketujuh

Langkah ini bertujuan untuk memvalidasi temuan penelitian menggunakan teknik member checking. Ini dilakukan dengan kembalinya peneliti kepada para partisipan dan membahas hasil dengan mereka. Pandangan partisipan pada hasil penelitian yang diperoleh secara langsung atau melalui telepon. Langkah ini dilakukan oleh peneliti utama saat ia mengambil persetujuan dari para partisipan di muka selama wawancara pertama. Akhirnya, semua partisipan menunjukkan kepuasan mereka terhadap hasil ini yang sepenuhnya mencerminkan perasaan dan pengalaman mereka.

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara content analysis segera setelah selesai setiap satu proses wawancara, yaitu bersamaan dengan dibuatnya transkrip data. proses analisa data dilakukan secara manual untuk memudahkan dalam pengorganisasian data.

Menurut Polit dan Beck (2012), proses analisis data kualitatif terdiri dari menyusun transkrip, mengorganisasikan data dengan menentukan pernyataan esensial dan mengelompokkan data-data. Proses pengelompokkan data ini disebut dengan reduksi dimana data diubah menjadi bagian yang lebih kecil. Selanjutnya mengembangkan skema kategori dan melakukan pengkodean data berdasarkan kategori yang dibuat.

3.7. Tingkat Keabsahan Data

(15)

Pada dasarnya, penelitian kualitatif harus menunjukkan kepercayaan dalam memberikan ketegasan dan kekuatan untuk validitas penelitian dan kehandalan dalam semua tahap termasuk pengumpulan data, analisis data dan deskripsi (Speziale & Carpenter (2007); Vivar, McQueen, Whyte, & Armayor, 2007). Lincoln dan Guba (1985) menyatakan bahwa penelitian kualitatif termasuk fenomenologi perlu ditingkatkan kualitas dan integritas dalam proses penelitian melalui tingkat keabsahan data (trusthworthiness). Lincoln dan Guba (1985) juga menjelaskan empat kriteria tingkat keabsahan data dalam penelitian kualitatif yaitu kepercayaan (credibility), kebergantungan (dependability), pengalihan (transferability), dan kepastian (confirmability).

1. Credibility

Kredibilitas penelitian digambarkan sebagai kebenaran temuan sebagaimana dinilai oleh peserta dan lain-lain dalam disiplin (Schneider et al., 2007 dalam Hinks, 2010).

(16)

Kriteria ini dimulai sejak peneliti melakukan teknik prolonged engagement pada penelitian, hasil rekaman, transkrip, catatan lapangan (field note), triangulasi metode, dan member checking. Prolonged engagement pada penelitian ini adalah mengadakan pertemuan dengan partisipan selama minimal dua bulan, dimana pertemuan di jadwalkan dilakukan dua kali seminggu selama 2-3 jam pertemuan dengan mengunjungi rumah partisipan atau bertemu disuatu tempat yang nyaman bagi partisipan. Prolonged engagement juga dilakukan dengan cara membina komunikasi melalui telepon atau media sosial facebook sebelum pengumpulan data yang berguna untuk meningkatkan rasa saling percaya antara peneliti dan partisipan sehingga memudahkan peneliti menggali secara mendalam informasi yang dibutuhkan dari partisipan.

Catatan lapangan (field note) berupa dokumentasi non verbal, hasil rekaman wawancara dan transkrip juga merupakan salah satu aspek kredibilitas pada penelitian ini. Triangulasi yang akan digunakan yaitu triangulasi teori dan metode. Triangulasi teori dilakukan dengan menggunakan beberapa perspektif untuk menginterpretasikan data. Triangulasi metode yang digunakan peneliti adalah metode wawancara dan observasi (Lincoln & Guba, 1985).

Strategi ini memperkuat kredibilitas penelitian. Ditambah lagi dengan member checking yang telah dilakukan peneliti kepada partisipan untuk memvalidasi baik hasil wawancara maupun hasil tematik yang telah ditemukan. 2. Dependability

(17)

dependability untuk memastikan bahwa jika penelitian diulang dengan konteks, metode, dan partisipan yang sama maka hasil penelitian yang diperoleh juga menunjukkan hasil yang sama. Untuk memenuhi kriteria dependability pada penelitian ini dilakukan audit trail yang bertujuan untuk menilai apakah proses dan hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan cara melaporkan secara detail setiap proses penelitian dan menyerahkan hasil temuan selama penelitian kepada dosen pembimbing.

3. Transferability

Transferability mengacu pada apakah temuan dari penelitian kualitatif dapat

ditransfer ke lain konteks atau situasi yang sama. Transferability temuan terletak pada pengguna potensial bukan dengan peneliti (Polit & Hungler, 1999; Streubert & Carpenter, 1999).

Keabsahan data juga ditunjukkan bagaimana penelitian ini dapat dilakukan di tempat yang lain. Transferability yang dilakukan pada penelitian ini melalui penyediaan laporan penelitian sebagai thick description. Thick description berarti penyimpanan semua arsip atau dokumen oleh peneliti selama penelitian didalam suatu map folder.

4. Confirmability

Confirmabilitas mengacu pada sejauh mana hasilnya dapat dikonfirmasi

atau dikuatkan oleh orang lain (Trochim, 2006 dalam Hinks, 2010). Confirmabilitas mengacu pada objektivitas atau netralitas data, yaitu sejauh mana

(18)

bagaimana dan mengapa keputusan dibuat dan untuk menentukan apakah peneliti lain akan tiba pada kesimpulan yang sebanding (Lincoln & Guba, 1985; Streubert & Carpenter, 1999).

Confirmability yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah audit trial.

Dimana peneliti berupaya untuk mempertahankan pendokumentasian dengan baik seperti melakukan konfirmasi langsung kepada partisipan jika terdapat hal-hal yang kurang jelas selama proses penelitian berlangsung. Selain itu hasil temuan tema diperlihatkan kepada partisipan dan partisipan berhak melakukan validasi atas tema tersebut. Audit trial juga diperkuat dengan penyerahan hasil temuan selama proses penelitian kepada pembimbing untuk dikonfirmasi sehingga objektifitasnya terjamin.

3.8.Pertimbangan Etik

Pengambilan data dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari komisi etik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara berupa lembar ethical cleareance. Setelah mendapatkan izin, selanjutnya peneliti mencari partisipan

yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

(19)

tanpa control eksternal, dapat menentukan apakah akan berpartisipasi dalam penelitian atau tidak, dapat menarik diri dari penelitian tanpa ada konsekuensi (Creswell, 2003).

Peneliti tidak mencantumkan nama partisipan dan hanya menuliskan inisial nama (anonymity), agar identitas subjek tidak dihubungkan bahkan oleh peneliti sendiri. Partisipan hanya diberikan kode tertentu untuk menjamin kerahasiaan identitas (confidentiality), tidak akan di hubungkan dengan informasi serta tidak diinformasikan dengan bebas, hanya informasi yang diperlukan yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.

Pada Penelitian ini, right to fair treatment yaitu hak untuk mendapat perlakuan yang sama juga mendapat perhatian oleh peneliti, dimana peneliti akan memberikan perlakuan yang sama kepada seluruh partisipan, baik lingkungan, cara komunikasi, bahasa tubuh, dan lain-lain. Peneliti juga akan meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subjek (Nonmaleficence) selama proses pengumpulan data. Ketidaknyamanan partisipan kemungkinan dapat berupa rasa bosan, lelah selama proses wawancara. Peneliti tidak akan memaksa untuk melanjutnya wawancara dan memberikan kebebasan pada partisipan untuk meneruskan atau menghentikan proses wawancara dan dapat dilanjutkan kembali sesuai dengan kesepakatan bersama.

(20)

partisipan dengan menghampiri, menyarankan partisipan untuk rileks, memberi kesempatan untuk istirahat jika dibutuhkan, dan menyarankan untuk minum.

Setelah wawancara selesai dilakukan, peneliti menanyakan tentang perasaan partisipan setelah menceritakan pengalamannya. Kemudian peneliti melakukan debriefing yang bertujuan memberikan kesempatan kepada partisipan untuk

(21)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Bab ini akan menguraikan tentang hasil penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan pengalaman ibu HIV-AIDS dalam melakukan perawatan postpartum setelah menjalani bedah caesarea. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan kurang lebih sepuluh bulan mulai dari Bulan Mei 2015 sampai Bulan Februari 2016, hal ini dikarenakan pengambilan data dilakukan berulang kali setelah dilakukan evaluasi masih terdapat beberapa hal kekurangan. Pengambilan data dilakukan oleh peneliti sendiri melalui teknik wawancara mendalam dan catatan lapangan yang dilanjutkan dengan melakukan proses analisa data. Bab hasil penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu karakteristik demografi partisipan dan gambaran analisis tematik tentang pengalaman ibu dalam melakukan perawatan postpartum setelah menjalani bedah caesarea.

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

(22)

4.2. Karakteristik Demografi Partisipan

(23)
(24)

Tabel 4.1 Karakteristik Demografi Partisipan

(25)

4.3 Tema Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini menggambarkan beberapa tema berdasarkan pengalaman partisipan dalam melakukan perawatan postpartum setelah menjalani pembedahan sectio caesarea. Adapun delapan tema yang didapat berdasarkan analisis tematik yang dilakukan adalah: 1) Mengalami stigma dan diskriminasi, 2) Perubahan psikologis dan sosial 3) Meningkatkan spiritualitas, 4) Melakukan perawatan postpartum pada ibu, 5) Melakukan perawatan pada anak, 6) Melakukan pengobatan medis, 7) Melakukan pengobatan dan perawatan tradisional, dan 8) Adanya dukungan sosial (social support). Masing-masing tema ini akan di bagi menjadi beberapa subtema yang akan dijelaskan selanjutnya.

4.3.1 Mengalami Stigma dan Diskriminasi

Gambaran stigma dan diskriminasi yang dialami partisipan terkait dengan status HIVnya menyebabkan partisipan menjadi bahan gosip, dijauhi dan dikucilkan di lingkungan tempat tinggal partisipan akibat adanya paradigma yang salah mengenai konsep cara penularan HIV-AIDS di kalangan masyarakat awam. Berdasarkan data yang terkumpul diperoleh beberapa subtema yang terdiri dari: 1) sikap negatif terhadap perilaku, 2) takut open status, 3) rasa bersalah terhadap nilai, keyakinan, dan norma masyarakat, serta 4) sikap dan perilaku negatif tenaga kesehatan. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada pemaparan dibawah ini. 1. Sikap negatif terhadap perilaku

(26)

dilanggar. Partisipan mengaku pernah mengalami cemoohan, ejekan ataupun perlakuan yang tidak menyenangkan baik secara langsung ataupun tidak terkait dengan statusnya yang positif. Berdasarkan pernyataan partisipan diskriminasi yang terjadi disebabkan karena adanya stigma negatif yang berkembang dimasyarakat akibat pemahaman yang keliru tentang penyakit HIV-AIDS. Masyarakat cendrung menganggap bahwa perempuan yang mengidap HIV positif adalah perempuan yang tidak memiliki moral dan berperilaku buruk. Masyarakat masih menganggap penyakit yang mematikan ini disebabkan perilaku tak bermoral seperti bergonta-ganti pasangan seksual, identik dengan perempuan nakal dan jahat, Pernyataan tersebut sesuai dengan ungkapan beberapa partisipan dibawah ini:

“Ya namanya orang kampung taunya kalau orang… positif penyakit itu pasti orang nggak bener. Orang nggak bener katanya, Pasti mereka akan diasingkan atau dikucilkan.”[P1, L145,146]

“Karena orang sini taunya aids itukan sakit yang buat mati karena orangnya ngak benar kak, orang jahat.”[P2, L128,129]

“Stigma yang dimaksud ya…. Pikiran orang HIV itu…. Kitakan ngak mungkin ngontrol apa yang ada dalam pikiran orang kak. Takut ntahnya dia berpikir aku perempuan apaan lah, kupu-kupu malam kali?, ntah orang itu pikir aku pecandu, makek barang kan kak?, ngak tahulah, namanya juga pikiran orang kan, ngak ketebak. Apalagi tetangga-tetanggaku ini suka pada gosip, ntah apalah yang dipikirkan orang itu kalau tahu aku terinfeksi.”[P2, L153-158]

“Lagian orang sini nganggap orang yang kenak itu orang jahat…bagus kami diem ajakan.”[P3, L72,73]

“Pandangan mereka kan selama ini orang yang HIV pasti mati.,,,”[P4, L583]

(27)

“…. Tahu sendirilah kak penyakit itukan penyakit karena ngak bener… perempuan nakal biasanya yang kenak HIV itu….”[P8, L85,86]

“…ya orang taunya kan orang yang kenak HIV itu orang yang jahat, perempuan nakal, pelacur gitu kan kak, ngak benerlah pokoknya kak…”[P8, L92,93]

“ …Orang taunya … yang positif itukan orang, kek perempuan yang ngak bener… penghibur … Biasanya …. perempuan jahatlah yang kenak kayak gitu.” [P11, L73-75]

“…. Kalau di kampung kenak sakit gitu karena nakal…”[P13, L103]

“… disitu lagi… orangkan masih berpikir orang yang kenak HIV itu perempuan malam… pelacur. Pokoknya hinalah kak…” [P14, L96,97]

“….Ya kan orang taunya sakit beginikan karena nakal, suka gonta - ganti pasang an, colok sana colok sini….”[P15, L99,100]

“…. Payah….orang sini pikir aids itu sakit karena jual diri….. ngak mau…. Takut dikucilkan nanti kakak” ….”[P9, L222,223]

“…. Masyarakat sini anggapannya HIV itu penyakit karena bandel, ganti-ganti pasangan… ngak maulah kak kasih tau nanti di kucilkan ”[P12, L332,333]

“Banyak orang yang belum paham kali, pasti kalau dibilang tau penyakit itu karena ada sesama penderita dia bilang dikeluarganya, dia jadi di diskriminasi”[P1, L115,116]

“…..Kalau dari pihak suami kan memang dah tahu semua. Tapi ya tahu sendirilah responnya, malah kami dijauhi” [ P2, L93,94]

“Apalagi tahu saya positif ya mungkin saya dikucilkan kali, takut menulari mereka, taulah biasakan orang yang tinggal di kampung itukan orang-orang baik.” [P6, L63-65]

(28)

2. Takut open status

Perasaan terstigma yang dialami partisipan karena adanya perasaan ketakutan masyarakat akan tertular penyakit yang dianggap berbahaya dan cendrung menyebabkan kematian sehingga harus dijauhi dan dikucilkan, hal ini menyebabkan mayoritas partisipan menutup rapat statusnya sehingga tidak ada masyarakat yang tahu. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas partisipan merasa nyaman dengan menutup rapat-rapat statusnya baik dari masyarakat maupun dari keluarga terdekat sekalipun guna menghindari rasa malu karena mengganggap dapat mencemarkan nama baik keluarga, takut menjadi pikiran atau beban bagi keluarga ataupun karena takut dikucilkan dan menjadi bahan omongan orang. Hanya satu partisipan yang terbuka tentang status HIVnya kepada lingkungan tempat tinggalnya karena tetangga yang tinggal berdekatan dengan partisipan adalah keluarga dari pihak ibunya yang tidak pernah mempermasalahkan statusnya tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan beberapa partisipan berikut ini:

“ya…. Sampai sekarang suami tidak tahu kalau saya HIV ini” [P1, L68] ” Makanya saya ngak mau cerita sama keluarga, takut….” [P1, L128] “Saya takut kemungkinan nanti bakal dikucilkan. Saya takut saya bakal ngalamin diskriminasi gitu. ....”[P1, L151,152]

“ Suamiku juga khawatir … nanti statusku ini di ketahui keluargaku atau masyarakat ….. lebih bagus kami diam…..”[P2, L97-99]

“ Saya memang tidak mau menceritakan itu takutnya malah jadi bahan gosip mereka”……”[P2, L60,61]

(29)

“ …. Jadi kami ngak pernah open statuslah sama orang.….”[P3, L41,42] “Gak sih kak, itukan gak perlu, untuk apa kita open status kan mereka juga gak bisa bantu untuk apa sih mereka tau, yang ada juga jadi bahan omongan nanti….”[P4, L610-612]

“…ya terus terang mereka ngak tahu aku positif … aku memang ngak mau cerita sama siapa aja …… takutnya orangtua ku malu….…. nantikan mereka malu, sedih denger anaknya digosipkan sana-sini……”[P8, L83-87]

“….. ngak mau…. Takut dikucilkan nanti kakak” ….”[P9, L223]

“kalau keluargaku memang aku ngak ada bilang kak sama siapa aja….”[P11, L61]

“…. kalau lingkungan ngak akan lah kak aku buka status....”[P13, L139] “… maulah nanti aku digosipkan terus… malu… ngak bisa keluar rumah kak. Jadi aku ngak pernah cerita. ….”[P14, L97,98]

“… saya tidak akan menceritakan ini pada siapapun, sampai kapanpun,… saya ngak mau mereka terbebani dengan penyakit saya ini. ….…..”[P15, L87-89]

“ ….apa kata orang kalau tau saya positif, bisa-bisa tercoreng nama baik keluarga….. ngak mau mereka malu. ……”[P15, L100-102]

3. Rasa bersalah terhadap nilai, keyakinan, dan norma masyarakat

(30)

dan nilai yang ada di masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan dibawah ini:

“Ya udahlah kak penyakitku ini memang karena salahku juga… Aku memang ke diskotik, aku mabok… tapi aku cuma jadi simpanan. Aku ngak tidur sama yang lain kak cuma sama pacarku itu. ”[P14, L35-37] “Dalam hati aku ngerasa wajarlah aku kenak… toh aku bukan perempuan baik-baik. Aku marah sama diri aku sendiri.”Pantas kok aku kenak” terus-terusan hati aku bilang gitu. Aku marah sama diri sendiri, aku memang berdosa, hina makanya pantes dapat hukuman ini. “Ini hukuman untuk perempuan kayak aku”. [P13, L53-57]

“Tapi yaudahlah kak memang salah akukan… hubungan sebelum waktunya”

[P2, L83]

4. Sikap dan perilaku negatif tenaga kesehatan

Perlakuan yang tidak menyenangkan juga dialami ibu saat mendapatkan perawatan postpartum atau sedang mendampingi sesama ODHA di rumah sakit. Hal tersebut membuat rasa sedih dan kecewa bagi ibu terlebih perlakuan tersebut berasal dari petugas kesehatan yang seharusnya dapat memberikan motivasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup pasien ODHA. Berdasarkan hasil penelitian lima orang partisipan mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari petugas kesehatan baik berupa ucapan ataupun perilaku yang dianggap tidak nyaman bagi ibu. Perlakuan yang tidak nyaman ini seperti ucapan negatif sampai tindakan yang memaksa untuk melakukan sterilisasi dari petugas kesehatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan beberapa partisipan dibawah ini:

(31)

nya” , bukan apa-apa bu dia nyampaikannya pakai teriak, banyak orang……”[P1, L444-447]

” … ya perawat nya ngatai-ngatai pasien HIV positif itu gak boleh nikahlah, gak boleh punya anak lah, … nanti tertular ”[P2, L709-711] “yang kurang menyenangkan ya apa terkadang ini kalau misalnya kita di situ kan agak di apakan sikit lah kak gitu ibaratanya kan beda lah dibuat dengan orang yang normal gitu kan. seperti anak gitu kan, anak itu anak kita itu hmm,, dikasih kan ke kita kayak gitu kan. gak di mereka kok yang normal mereka yang jaga. kok kemarin itu anakku langsung dikasihkan ke mira. satu hari langsung dikasih ke mira…”[P4, L392-397] “…pernah saya dapatkan perlakuan menurut saya tidak manusiawi lah…..mungkin status saya seperti ini kan. ……”[P3, L516,517]

“…. suka-suka hatinya …. kalau ditanyai, suster ini misal ntah nanya-nanya apa gitu jawabnya ketus. ……”[P2, L722-724]

“Hey dia pasien SIDA lho nanti kenak kau”…banyak orang….. teriak ….. perawat itu….. kek gak punya nurani. …”[P13, L381-384]

“Cuma karena kan semua juga petugas kesehatannya itu seperti mendeskriminasi. mereka bilang mau berapa orang lagi yang kamu tularkan gitu. jadi saya karena kan terdeskriminasi gitu makanya dan suami juga bilang yaudah lah menyelamat kan, hmm,, dua-duanya jadi udahlah kayak mana pun ceritanya yaudah kita tanda tangani aja yang penting kalian dua selamat. itu dulu yang kami pikirkan. maka langsung ditandatangani suami surat steril paksa kayak gitu kak …”[P2, L379-385]

4.3.2 Perubahan Psikologis dan Sosial

(32)

juga dialami partisipan saat diberi kesempatan menjadi ibu meskipun dihantui rasa takut yang luar biasa bila anaknya terpajan penyakit infeksi ini. Selain itu, perubahan secara fisik juga dialami ibu seperti keluhan mudah lelah, mudah sakit akibat proses perjalan penyakitnya. Partisipan juga melakukan perubahan gaya hidup kearah yang lebih positif dan sehat dengan meningkatkan asupan gizi, merubah perilaku kearah yang lebih sehat serta melibatkan diri dalam kegiatan sosial demi meningkatkan kualitas hidup partisipan. Adapun subtema yang didapat untuk tema ini adalah: 1) Perasaan takut, bersalah, dan berdosa, 2) perasaan senang menjadi ibu, 3) takut terpajan penyakit, 4) Perubahan sikap dan perilaku, dan 5) Munculnya kesadaran untuk saling membantu.

1. Perasaan takut, bersalah dan berdosa

(33)

mempengaruhi aktivitas keseharian ibu. Hal ini sesuai dengan pernyataan beberapa partisipan dibawah ini:

“…… ada rasa bersalah karena saya hamil, tapi ya saya juga harus memperjuangkan janin yang ada dikandungan saya agar tidak terinfeksi virus HIV juga.… saya sih awal saya hamilnya juga gimana ya, sebenarnya ngak diduga juga gitu yakan. jadinya saya merasa bersalah, kebetulan bayi ini juga ngak terprogram jadinya saya disitu saya merasa bersalah gitu yakan….. rasa bersalah itu pasti ada gitu. Cuma ya kita jalani aja mudah-mudahan aja anak yang ada dalam kandungan itu tidak terinfeksi” [P7, L65,66]

“ ya… sedih sesedihnya kak….. ngak bisa terimalah kak….. apalagi dalam keadaan hamil kek gini… berpikir kok bisalah aku positif ya…” [P1, L22,23]

“….. perasaan takut, merasa bersalah, merasa berdosa ngak aku hamil dengan keaadaan seperti inipun ada. …” [P3, L27,28]

“merasa was-was juga karena kita tahu kondisi kita memang HIV positif “[P2, L29]

“ ya cuma disatu sisi kita merasa bersalah,…. dah gitupun kita selama hamil itu merasa was-was terus dari pertama hamil sampai melahirkan…….. pokoknya kita was-was teruslah” [P2, L131-136] “…ngak tahunya positif. ngedrop aku kak begitu tahu positif kan…..”[P8, L56]

“ ya kek disambar petir disiang bolong lah kak…. Sedih sesedih-sedihnya… kok bisa akulah yang kenak ini?” [P8, L57,58]

“Terguncang kak…. Merasa bersalah… berdosa…. Aku yang berbuat anakku yang kenak. Menanggung perbuatan dan dosaku dimasa lalu. Kasihan aku kak sama dia” [P14, L74,75]

“ ya kek mana ya kak… kek disambar geledek lah kak… nangis aku kak….…..”[P11, L56]

“ Stress kali akulah kak waktu tau aku positif…. Sedih kali rasanya….” [ P11, L44,45]

(34)

baik-baik. Aku marah sama diri aku sendiri.”Pantas kok aku kenak” terus-terusan hati aku bilang gitu. Aku marah sama diri sendiri, aku memang berdosa, hina makanya pantes dapat hukuman ini. “Ini hukuman untuk perempuan kayak aku” [ P13, L52-57]

“tapi aku ngerasa berdosa juga sama ini anak. Dia harus malu… pasti dia akan malu punya orangtua ODHA kayak kami…”[P13, L77,78]

“Padahal aku rasanya mau down juga ya kan pas denger anak ku SIDA Jadi…” [ P14, L58,59]

”rasa marahlah sama tuhan… kok aku yang kenak…kok bukan pelacur-pelacur yang di sana itu” [P15, L37,38]

“ menanggung beban orangtuanya… kasarnya kan kami yang salah, yang berdosa tapi dia harus menanggung beban kami ” [P15, L47-49]

“ya takut sakit… apalagi nanti kita kalau cuaca kurang mendukung bentar-bentar sakit karena kondisi fisik kitakan ngak sehat seperti orang yang normal gitu kan. jadi ya itulah takut sakit nanti kalau sakit janin ini kek mana.” [P2, L23-259]

“Ya kalau habis lahiran kan kak, semua badan masih terasa sakit kan, ngak enak, tambah lagi kita yang aids ini ” [P1, L230,231]

“ya kak…. Adalah apalagi kitakan yang HIV ini mudah kali sakitkah….. apalagi baru lahiran waktu itu… semua ngak bisa orang operasi, semua badan sakit, ngilu” [P10, L47,49]

“Habis lahiran itu kak…. Sakit semua badanku… ngak berdaya gitu, dah itu cepat capek… mau apa-apa lemas” [P5, L267,268]

2. Perasaan senang menjadi ibu

(35)

senang partisipan juga dihantui perasaan takut akan menulari anaknya, takut akan masa depan anaknya, takut tidak bisa mendampingi anaknya sampai dewasa. Hal ini sesuai dengan pernyataan beberapa partisipan dibawah ini:

“iyaa.. hee ee.. disatu sisi saya senang saya hamil, saya bakal punya saya dikatakan senang iya khawatir iya karna yang kedua kan dikatakan gagal, takut juga makanya disitu tau hamil langsung konsultasi langsung saya pergi ke adam malik…”[P4, L439-442]

“Perasaan bersalah ngak…aku senang aku hamil cuma takut aja kak anak ku kenak…. Makanya kata dokter minum obat biar ngak kenak ya aku minum obat…”[P5, L153-154]

“Jadi ya terima aja nasib kita begini. Yang penting kakak senang kakak punya anak itu aja….”[P6, L366]

“Saya senang saya hamil, keluarga juga mereka juga menyambut baik ya dengan kehamilan saya yah… mungkin ini suatu rezeki ya … walaupun mungkin ada … suatu hal yang akan ditakutkan gitukan karena saya sudah terinfeksi virus HIV ini gitu, cuman mereka ya… selalu memberi nasehat gitu kan agar menjaga kandungan saya dengan baik, sebaik-baiknya. …”[P7, 85,86]

“senang kalilah aku punya anak apalagi dia negatif…”[P9, L223]

“..kami senang kalilah kak begitu tahu hamil apalagi suamiku, dia senang kali karena mau jadi ayah …”[P8, L107,108]

“Semua kami senang lahirnya anak ini kak…”[P11, L132]

“ Disatu sisi kakak senang karena masih dikasih kepercayaan sama tuhan untuk punya anak lagi…”[P15, L63,64]

(36)

3. Takut terpajan penyakit

Penularan HIV-AIDS pada anak menjadi kekhawatiran tersendiri bagi ibu terkait masa depan dan pertumbuhan anaknya, dimana resiko penurunan imun akan berdampak mudahnya si anak terpapar penyakit infeksi akut dan kronik yang akan mempengaruhi kesehatan fisik dan jiwa si anak. Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa sebahagian partisipan mengkhawatirkan kesehatan anaknya, takut anaknya terinfeksi, dan takut akan hubungan sosialnya, takut tidak diterima ataupun akan dijadikan bahan ejekan oleh teman-temannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan beberapa partisipan:

“Disaat mau melahirkan disitu tau kalau saya positif penyakit itu gitu. Sedih lah …. Takut kalau anak saya positif juga…..…”[ P1, L64,65] “ menanti kelahiran bagaimana nanti selanjutnya? pasti perasaan nanti ‘kenak ngak ya anak ku ini?’ …”[ P3, L18.19]

“ was-was… satu, ya takut anak kita tertular dari kita walaupun memang kita itu profilaksislah memang ada dikasih profilaksis dari rumah sakit cuman disisi lain dalam hati memang takut jugalah tertular nanti kek mana anak kita kedepannya…”[ P2, L31-34]

“kadang-kadang ada perasaan bersalah, takut menularkan pada si bayi nanti kek mana, gitu, nanti kalau sakit si anak kenak kek mana, apalagi bentar-bentar dia sakit”[ P2, L40,41]

“aku juga khawatir kak… takut… kalau-kalau anakku tertular sakitnya kek aku. Macam manalah dia nanti. Kek mana masa depannya?itu yang ku pikirin kak…”[P8, L109,110]

“ Sebenarnya kakak dah ngak mau punya anak lagi… takut kalau nanti dia harus sakit, menanggung beban orangtuanya…”[P15, L46,47]

“…Takut orang itu tidak kek anak lain, anak normal lainnya… yang sehat, ngak sakit…takut juga nanti dia diejek kawan-kawannya kalok sempat tau anakku positif…”[P11, L86-88]

(37)

“ya kakak tau sendirilah kak anakku…. Kek gini keadaannya… kek manalah dia nanti tambah lagi aku HIV mungkin gara-gara ini makanya begini dia kak ”[P10, L237]

4. Perubahan sikap dan perilaku

Pola hidup sehat dengan cara memilih makanan sehat dan berolahraga adalah cara untuk menjaga tubuh agar tetap sehat dan terhindar dari penyakit. Menghindari stress, pola makan yang salah, dan kurang istirahat akan meminimalkan penurunan kondisi kesehatan pada penderita HIV-AIDS. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas partisipan melakukan perubahan sikap dan perilaku kearah sehat dengan cara mengkonsumsi makanan yang bergizi dan suplemen tambahan sebagai upaya meningkatkan stamina tubuh. hal lain yang juga dilakukan partisipan adalah mengurangi tingkat stressnya karena anggapan dapat memperparah kondisi kesehatannya. Partisipan menanamkan keyakinan dan motivasi dalam dirinya untuk tetap sehat sebagai modal untuk melakukan perubahan sikap dan perilaku dengan meninggalkan kebiasaan yang dianggap partisipan tidak sesuai dengan tujuan hidupnya. Hal ini sesuai dengan ungkapan beberapa partisipan di bawah ini:

“makan makanan bergizi gitu seperti: sayur, buah, semua yang penting sehatlah…“ [P1, L417,418]

“jangan sampai kecapean banget karena saya pun kalau capek kali nggak bisa buk. Nggak bisa capek …“ [P1, L420,421]

(38)

“luka saya pernah. saya langsung beli antibiotic obat yang cepat mengeringkan dan saya membungkus itu. jadi supaya tidak menular. kekhawatiran saya kan terlalu dalam, jadi saya beli obat yang cepat mengeringkan luka …“ [P3, L504-507]

“Karena kan kita kan udah menjaga pola hidup sehat kita, dah minum obat…“ [P2, L813-814]

“…kalaupun misalnya entah saya ada luka cepat-cepat saya obati ataupun saya tutup,terus kalau diapun ada luka entah dia terjatuh ataupun tergores,cepet saya bersihkan, cepet saya tutup luka, cepet-cepet saya kasih obati [P2, L802-805]

“ya paling tidak kita bisa merubah pola hidup kita. hidup lebih sehat, teratur. contohnya kan ibaratnya tidurnya mesti teratur, makannya itu di apa mesti diatur lah makannya, gak boleh telat-telat lagi gitu. gizinya juga dijaga itu sih kak. yang penting salah satu intinya gak boleh banyak stress gitu. “[P4, L337-341]

“jaga kebersihan itu aja. Menjaga kebersihannya kalau gatal jangan digaruk sama kuku, biar jangan berdarah.. makan-makanan yang bergizi yang mampu dibeli supaya pulih gitu aja waktu itu. “[P6, L314-316] “Vitamin, biasa saya minum vitamin. Biasa saya protekal atau susu “[P7, L168]

“minum obat secara teratur, pola hidup sehat… berpikir positif, saya gak pernah mikirin penyakit saya, tidak menyesali keadaan ya“[P10, L339,341]

“minum obat rutin jangan lupa itu hmmmm makan makanan yang bergizi ya istirahat cukup. Tidur teratur kek kakak Ooo biasanya kalo kakak gak bekerja siang itu kakak wajib tidur kan gitu, ya tapi kalau gak gak tidur ya cepat tidurlah “[P9, L211,213,218,219]

(39)

tubuh jangan sampai capek kali, makan yang bergizi lah, perbanyak makan vitamin, kalau bisa lakukan olah raga. Jangan stress, jangan banyak pikiran kak, “[P13, L398-405]

“ya disuruh makan sayur-sayuran, makan sayur matang trus ... apa namanya....makanan harus dicuci bersih sama jangan makan sayur yang mentah seperti lalapan “[P10, L205,206]

5. Munculnya kesadaran untuk saling membantu

Berdasarkan hasil penelitian empat orang partisipan bergabung menjadii buddys sebagai bentuk penebusan dosa terhadap diri dan lingkungan partisipan dengan cara merancang masa depannya melalui perubahan peran membantu perempuan lain yang terinfeksi untuk dapat meningkatkan derajat kesehatannya dengan cara menjadi relawan (volunteer) dalam Lembaga Sosial Masyarakat. Partisipan merasa lebih tenang dan senang bila dalam hidupnya dapat memberikan manfaat bagi yang lain atau sebagai bentuk penebusan dosa agar tiada lagi orang lain yang mengalami hal seperti dirinya dengan memberikan informasi terkait HIV-AIDS kepada orang lain ataupun hanya sekedar mengajak orang lain ke pertemuan-pertemuan yang rutin diadakan komunitas. Adanya pengakuan lebih luas dari masyarakat sebagai salah satu upaya partisipan menunjukkan aktualisasi dirinya. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan sebahagian partisipan seperti dibawah ini:

“saya dah lama gabung jadi kader, sejak tahun 2011 jadi kak sering ikut acara, pelatihan-pelatihan itu…“ [P1, L468,469]

“…. Bisa bantu orang juga hal yang menyenangkan bagi saya. Kasih tahu ibu-ibu jadwal posyandu liat anak mereka sehat saya senang…“ [P1, L475,477]

(40)

kalau bisa kayak aku gini ya kan kak pernah punya pengalaman kayak anak, kayak suami meninggal. memang dari hatilah kak ada pangilan hati aja makanya mira apa, sempat juga mira kerja mira berhenti di medan plus setengah tahun vakum toh gak bisa juga ditelpon teman dapat panggilan toh datang juga gitu, gak bisa mang udah dari panggilan hati sih…“ [P4, L627-634]

“Bagaimanapun juga aku senang kak bisa bermanfaat bagi yang lain…. Sekarang aku bantu teman-teman yang belum mau periksa tuk periksa…. Yang mau minum obat minum obat…. Dulu kan aku coordinator di medan plus” [P2, L859-860]

“aku ngak mau lagi kak ada fitri-fitri yang lain yang harus menanggung beban karena tidak tau… makanya aku mau menjadi pendamping supaya kasih tau ke orang khususnya perempuan yang sekitarnya banyak pakai narkoba”[P7, L268-270]

4.3.3 Meningkatkan Spiritualitas

(41)

1. Perubahan spiritual

Sejak menyadari keberadaan kondisi tubuhnya yang terpapar HIV saat ini partisipan lebih banyak memilih menata ulang kembali kehidupan spiritual mereka, dengan cara mendekatkan diri kepada tuhan dan memperbaiki amalan-amalan ibadah dapat lebih menenangkan jiwa mereka sebagai bentuk rasa penyesalan yang mendalam. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa partisipan menyadari dan meyakini bahwa dengan mendekatkan diri kepada tuhan dapat menumbuhkan kepercayaan diri menjalani sisa hidup ke depan dan berharap tuhan akan mencabut dan mengangkat penyakitnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan beberapa partisipan antara lain:

“Setelah terkena sakit ini saya merasa takut dan saya lebih mendekatkan diri saya sama tuhan, tuhanlah yang dapat mengangkat semua sakit saya.saya pasrah dan menerima atas kehendak Nya…” [P2, L464-466] “ya sekarang ini kak aku lebih banyak ibadah ajalah kak…. Kalau dulu aku jarang sholat sekarang aku dekat sama tuhan, Cuma dia tempatku meminta kak …” [P12, L856-858]

“Itu aja.dan saya selalu berdoa sama tuhan mudah-mudahan anak saya ini sehat” [P6, L554]

“jadi ya saya mengantisipasinya mengajarkan agama lebih dini kepada mereka menanamkan agama secara dini supaya mereka mengerti jadi insyaalalah kalau mereka tahu tentang agama mereka takut berbuat hal-hal seperti ini contohnya yang saya alami sekarang…“ [P3, L497-500] “Mau dibilang apa lagi… ya pasrah aja… sekarang aku pergi ngaji banyak doa itu aja…“ [P7, L487-488]

(42)

“dan yang paling buat aku lebih tenang sekarang ini adalah aku mulai mendekat kan diri ke tuhan lagi kak… kalau dulu akuu pernah bertahun-tahun ngak sholat kak karena kerjaanku. Sekarang aku ngak mau lagi tinggalkan sholat. Aku merasa sekarang ini aku seperti punya harapan baru dalam hidup kak…“ [P13,L405-408]

“berdoa sama tuhan yang maha kuasa, mendekatkan diri tawakkal tu aja. …“ [P10,L336]

4.3.4. Melakukan Perawatan Postpartum pada Ibu

Perawatan postpartum yang dilakukan ibu adalah hal penting yang perlu mendapat perhatian dari tenaga kesehatan karena masa ini memungkinkan terjadi komplikasi yang dapat berdampak bagi kesehatan ibu dan bayinya. Hasil penelitian menunjukkan partisipan melakukan berbagai upaya untuk merawat dirinya dalam upaya meningkatkan kesehatannya. Upaya tersebut dilakukan secara medis ataupun tradisional dengan menggunakan rempah-rempah. Pembahasan pada tema ini dibagi dalam beberapa subtema antara lain; 1) Upaya perawatan mempercepat penyembuhan, 2) Melakukan tindakan mengurangi nyeri, 3) Meningkatkan asupan gizi, 4) Menggunakan alat kontrasepsi, 5) Menerapkan perilaku hygiene, 6) Minum obat, 7) Tindakan pada pembalut bekas. Pernyataan beberapa partisipan dapat dilihat dibawah ini:

1. Upaya perawatan mempercepat penyembuhan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas partisipan melakukan upaya-upaya untuk mempercepat proses penyembuhan lukanya terutama luka caesareanya dengan melakukan perawatan secara mengoleskan obat-obatan atau

(43)

“ Oh itu tapi dari pengalaman saya aja… ya saya pakai baby oil di lukanya” … kalau pagi kalau sorenya saya kasih propolis dilukanya itu …“ [P1, L202,205]

“Pokoknya kalau keluar darah terasa saya rasa udah gak enak dibadan, saya minta ganti balutannya biar cepat sembuh luka caesareanya…“ [P3, L105-106]

“ya kalau misalnya daerah luka ya paling ya di dibersihkan kayak betadine. dikasih betadine lagi lukanya itu perbannya, balutannya itu aja sih kak. ditutup pakai pembalut lukanya…“ [P4, L28,29,33]

“Dibersihkan aja lukanya pakai air, kata dokter air, dikasih sabun, yah sudahlah kayak gitu [P6, L101]

“owh, ganti perbannya sendiri, keringkan pakai handuk lukanya, oleskan air hangat diluka nya ya udah setiap mau mandi pakai perban baru lagi. “[P10, L26,27]

“ya udah kakak rawat aja sendiri pakai betadine lukanya ya….. yang pertama saya kan mandi dulu habis itu perbannya lukanya dibuka. Dah dibuka perbannya dibersihkan pakai alkohol lukanya itu, dah gitu baru ditarok betadine keluka nya pakai kapas lah digini giniin ya kan lukanya di tekan - tekan gitu kan baru tutup perban lagi” [P9, L21, 24-26]

“ya ee.. pas aku mandi,perban lama dilepas… lukanya dibersihkan gitu Pakai rivanol, habis itu diolesin pakai salep. Waktu itu aku pakai bioplacenton. Dioleskan ke lukanya biar cepat sembuh dan ditutup pakai perban lagi” [P14, L171-173]

(44)

2. Melakukan tindakan mengurangi nyeri

Berdasarkan hasil penelitian mayoritas partisipan melakukan suatu upaya untuk mengurangi nyeri, baik nyeri yang bersumber dari luka sayatan caesarea, luka pada payudara, ataupun nyeri nifas. Partisipan biasanya melakukan

kompres air hangat, tindakan mengelus atau mengusap daerah yang nyeri, membaca koran, minum obat dan tidur juga dianggap satu solusi mengurangi nyeri. Sebagian partisipan juga mengaku tidak mengalami nyeri postpartum setelah pulang dari rumah sakit. Pernyataan partisipan tersebut dapat dilihat di bawah ini:

“…tapi saya kasih baby oil itu aja lah putingnya yang lecet itu, saya gosokkan di daerah situ pelan-pelan lama-lama kurang juga nyerinya.” [P1, L275,276]

“Di elus aja, dielus-elus gitu lukanya. dah gitu makan obat yang dikasih dokter itu. ntar juga berhenti gatelnya.” [P2, L198,199]

“ya paling di elus-elus gitu aja. Cuma kadang kan agak nyeri agak apalagi agak, karena lukanya itu merapatnya kurang merata .”[P2, L214-215]

“ ya….. saya makan obat dari dokter aja kalau nyeri” [P3, L125] “:ya gak ada minum paracetamol aja biar nyerinya hilang” [P4, L85]

“ya paling kak belai-belai aja sama tangan, digaruk tapi kek dielus-elus gitu tapi ngak kuat. Kalau udah gitu enakan. Itupun ngak lama 3 hari juga dah kering kok lukanya ngak sakit lagi” [P6, L114,115]

“ya ini lah beli obat sendiri dari luarlah tuk nyerinya, ya obat cina untuk luka lah kak katanya” [P10, L39-41]

(45)

“Saya baca koran untuk menghilangkan rasa nyeri itu supaya saya enggak kepikiran rasa sakit lagi” [P7, L142,43]

“Istirahat, tidur, tenang dulu, ibaratnya gak boleh capek-capek kali itu aja, kalau dah Istirahat kuranglah nyerinya” [P11, L117,118]

3. Meningkatkan asupan gizi

Hasil penelitian menunjukkan partisipan melakukan upaya peningkatan asupan gizi pada masa postpartum dengan cara menambah stamina dan mempertahankan imunitas nya. Dengan kondisi fisik yang sehat partisipan mengaku dapat melakukan aktivitasnya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Kondisi fisik yang lemah membuat partisipan membutuhkan bantuan orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Partisipan biasa meningkatkan asupan gizi dengan mengkonsumsi makanan sehat seperti banyak makan buah dan sayur, minum susu, minum vitamin. Memakan makanan tinggi protein seperti ikan, daging, udang, dan lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan beberapa partisipan dibawah ini:

“…ikan gabus, katanya sih biar cepat sembuh lukanya makan ikan gabus.itu kita makan selama masa nifas lho bu” [P1, L321,322]

“saya konsumsi makanan yang bergizi, seperti sop lembu untuk imun saya, sop lembu, udang, teri nasi itu saya makan, terus bubur apa sama ikanGabus biar bagus stamina saya”[P3, L315,320,321]

(46)

“sop lembu, udang, teri nasi itu saya makan, terus bubur apa sama ikan gabus biar bagus stamina saya” [P3, L319,320]

“ terus aku juga suka makan buah, sayur, tiap hari aku jus buah itu kak, biar aku tetep sehat. ” [P14, L336,337]

‘ya aku makan produk sunhope kak, emang betul itu vitamin nya ada khusus pasien sida kek kami …. Ya Paling minum susu lah 2 gelas sehari pagi dan malam. ” [P13, L327,329]

‘Biasanya aku makan telur, ikan sayur buah, minum susu apa ajakak yang penting bergizi. ” [P7, L551,558,561]

“Oooo iya makan makanan yang banyak proteinnya aja kak setelah melahirkan Oke makan ikan gabus, makan tempe, telur pokoknya sayur-sayuran” [P12, L224,226]

” saya selalu minum susu. susu ensure itu. kalau ada.. susu saya satu kali aja mau tidur.” [P3, L453,454]

“suplemen ada. dari teman kebetulan memang teman gunain memang ya…..lihat kondisi dia fit, saya jadi ikut ikut mau mengonsumsi sampai sekarang.” [P3, L462-464]

4. Menggunakan alat kontrasepsi

(47)

“ya setiap berhubungan, berhubungan badan pakai kondom. ..” [P2, L442]

“sebenarnya masalah ya kondom ini karena suami pun agak susah orangnya kalau disuruh pakai kondom. karena kalau dia pakai kondom susah apa, apa ejakulasi ya namanya. susah nembaknya katanya gitu. Jadi kadangpun saya melayani suami kalau misalnya pakai kondom gitu pun agak malas juga agak lama,..” [P2, L470-474]

“ …. setelah saya caecar saya menggunakan kondom, saya menggunakan KB suntik juga..” [P1, L296,297]

“ jadi kita lebih amannya kalau berhubungan intim harus pakai kondom”[P3, L292]

“menggunakan pengaman sih kak. tapi terkadang, terkadang juga suami gak mau, gak mau dia kadang pakai kondom..” [P4, L194,195]

“sebenarnya suami ngeluh sih. Iya sih, katanya gak enak pakai kondom-kondom gitu, tapi mau gimana yah namanya sakit ini mematikan ya.. jadi mau ngak mau harus pakailah kondomnya. mau ngak maulah daripada dia kena..” [P6, L212-214]

tidak, karena suami yang tidak mau pakai. suami gak mau pakai kondom setiap main..” [P8, L314]“ya lah selalu pakek dia pengamannya suami kakak..” [P9, L126]

“ya menggunakan kondom waktu berhubungan seksual..” [P10, L157] “sebetulnya sih dianjurkan pakai, kondom Cuma saya gak mau pakai sakit itunya. ..” [P11, L203]

” ya kadang pakai kondom …. kadang tidak [P12, L283]

(48)

“Cuma karena kan semua juga petugas kesehatannya itu seperti mendeskriminasi. mereka bilang mau berapa orang lagi yang kamu tularkan gitu. jadi saya karena kan terdeskriminasi gitu makanya dan suami juga bilang yaudah lah menyelamat kan, hmm,, dua-duanya jadi udahlah kayak mana pun ceritanya yaudah kita tanda tangani aja yang penting kalian dua selamat. itu dulu yang kami pikirkan. maka langsung ditandatangani suami surat steril paksa kayak gitu kak …”[P2, L379-385]

5. Menerapkan perilaku hygiene

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas partisipan mulai menerapkan kebersihan setelah terinfeksi HIV, baik pada saat melakukan perawatan postpartum seperti mencuci tangan terlebih dahulu sebelum mengganti pembalut, rajin mengganti pembalut saat nifas, membersihkan area luka, membersihkan payudara dan area perineum saat mandi, mencuci terlebih dahulu makanan yang akan di makan seperti buah, sayur, dan lainnya. Mayoritas partisipan menyadari bahwa perilaku bersih baik bagi setiap orang terutama ibu dengan HIV-AIDS. Pernyataan partisipan ini dapat dilihat dibawah ini:

“hm ganti pembalut luka itu saya sering. jangan sampai darah saya terlalu banyak” [P3, L99]

“pokoknya sebentar jangan sampelah darah itu bercecer gitu. jadi sebisa mungkin berulang kali pembalut itu diganti. kan masa nifas saya tidak terlalu lama” [P2, L192-194]

“ya kemaluannya dibersihkan sering aja. ya pakai air aja kak dicuci biasa kayak dibasuh kayak biasa aja” [P4, L144-145]

“ya sering aja cuci tangan kalau baru cebok, bersihkan anunya…” [P6, L336]

“aku sering ganti pembalut dan balutan lah kak pas nifas itu ngak enak kan basah-basah…” [P7, L295]

(49)

“membersihkan anunya. dibersihkan waktu mandi ajalah, disabunin pakek sabun mandi biasa sampai bersih anunya sesering mungkin. ” [P14, L380-381]

“saya lukanya sering dibersihin biar jangan infeksi” [P15, L309]

“kami kan gak boleh makan makanan mentah, setengah matang, harus betul-betul masak makanan kami, jadi kek telor setengah masak itu kami gak boleh. Pokoknya harus betul-betul matang semua makanan kami semua tapi harus dicuci dulu ” [P14, L339-342]

“.….iya katanya biar gak katanya biar gak gatal dikemaluannya, biar gak alergi jadi harus sering diganti pembalutnya. ” [P12, L169-170] “… ya kalau contohnya buah… itu kami cuci dulu kak pakai sunlight itu aja biar bersih….” [P10, L286,287]

6. Minum obat

Hasil penelitian menunjukkan semua partisipan minum obat tepat pada waktunya, semua partisipan menggunakan alarm sebagai pengingat minum obat. Obat partisipan bervariasi ada dua atau tiga macam yang diambil setiap bulannya di rumah sakit pemerintah secara gratis dengan mendapatkan bimbingan dari tenaga kesehatan. Waktu awal partisipan minum obat bervariasi, mulai saat tahu statusnya positif dan ada juga yang baru minum obat saat tubuhnya drop. Hal tersebut sebahagian dikarenakan partisipan merasa dirinya baik-baik saja dan merasa belum perlu meminum obat, ada juga yang beralasan karena tidak ingin anaknya tertular saat hamil, ada yang merasa malas minum obat karena harus diminum seumur hidup. Pernyataan partisipan dapat dilihat dalam ungkapan sebagai berikut:

(50)

“…. insyaallah gak pernah lupa minum obat nya kan pasang alarm” [P1, L293]

“ dua kali sehari jam 9 pagi dan jam 9 malam saya minum obatnya ”[P1, L270]

“ karena saya minum obatnya yang satu kali satu itu hanya boleh malam. gak boleh pagi gitu. jadi kalau yang malam saya minum 3, pagi saya minum 2 gitu. [P2, L432-434]

“ terus saya minum obat secara rutin dan harus tepat waktu.” [P3, L454] “dua kali sehari jam 9 pagi dan jam 9 malam saya minum obatnya.”[P3, L271]

“Dua kali kalau kebetulan mira dosisnya yang 2 kali. ya pagi jam 9 malam jam 9.” [P4, L167,168]

“Dukungan keluargalah kak fit minum obat itu dua macam 2x2 kak.” [P7, L126]

“Dua macam duviral neviral itu obatnya. 2x2 tablet. kalau efek samping ARV itu nggak ada dari awal. Cocok-cocok aja sih” [P9, L146, 148] “kalau saya minum obat dua kali sehari kak jam 8 pagi dan jam 8 malam, kalau saya obatnya 2 macam duviral neviral, ya lah kak kan dah pasang alarm nya jadi ngak telat minum obatnya. “[P10, L138, 140, 142]

“Ga da kok. keknya belum lah masih keknya ku rasa masih sehat masih enak untuk apa minum obat… orang saya sehat sehat aja kok.” [P12, L184,185]

“kalau efek samping obatnya dari dulu emang aku gak ada rasakan kak, baik-baik aja…cocok kok obatnya ma aku kak kuminum 2x2 dua macam.”[P13, L278,279]

kurang lebih dua tahunan lah ya kak. ya obatnya dulu 2 macam sekarang 3 macam kak, 2 kali sehari lah kak minum obatnya, biasa ku minum jam 9 pagi dan jam 9 malam kak, pokoknya kalau bunyi alarm minum obatlah aku itu.”[P14, L313-315]

“Minum obatnya dua kali sehari, biasanya saya minum obatnya jam 9 pagi dan jam 9 malam obatnya .”[P15, L334,335]

(51)

“Selama minum obat masalah yang dijumpai ya terkadang itu sih kak, hmm,, mudah capek juga kan udah gitu kan tulang-tulangnya itu ngilu gitu. sering disini belakang kebanyakan ya mira rasakan di tulang belakannya ini sering sakit. Cuma bukan mira aja yang ngerasai. teman-teman yang minum obat kayak gitu juga sih katanya tulang belikat belakangnya ini gitu sih sakit.”[P4, L176-181]

“Kalau minum obat ini dulu saya masih pertama kali minum sering kayak oyong-oyong gitu, mual gitu.memang kata dokternya itulah reaksi obat ketubuh terusin aja ngak apa-apa katanya.”[P6, L225-227]

“ya sebulanan lah kak kek gitu asal minum obat mual, pening.”[P14, L319]

7. Tindakan pada pembalut bekas

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas partisipan membersihkan pembalut bekas dengan cara mengguyur pembalut bekas dengan air mengalir hingga bersih lalu dibuang, ada yang mengubur bekas pembalut dan ada juga partisipan yang membakarnya setelah dibersihkan. Hal ini dilakukan partisipan untuk mengurangi resiko penularan virusnya melalui darah kepada orang lain terutama keluarga atau orang terdekat partisipan yang berada di lingkungan tempat tinggalnya. Partisipan menyatakan pembalut bekas berpotensi dapat menularkan infeksi pada orang lain. Hal ini dapat dilihat pada pernyataan beberapa partisipan dibawah ini:

“ ya saya cuci sampai bersih, saya masukkan ke plastik saya suruh suami saya kubur pembalutnya tadi biar ngak ada yang kenak orang “ [P1, L 259,260]

(52)

“bersihkanlah pembalutnya dicuci dulu sama air sampai bersih, kalau udah bersih masukkan plastik baru ditimbun, dikuburlah pembalutnya itu biar jangan menularkan“[P14, L286-287]

“Seperti biasa. seperti kita biasa kayak halangan itu. nanti di cuci. saya kalau menyuci pembalut itu kan kak. itu saya robek ujung-ujungnya.saya buang kapasnya itu kedalam toilet. iya setelah dicuci bersih, disemprotkan kapasnya itu. terus apanya itu pembalutnya itu saya buang lah ke tong sampah. tapi udah bersih ya. udah keadaan bersih“ [P2, L295-299]

“udah ditiriskan pembalutnya yang bersih tadi gitu di tarokkan plastic, di buang ke tong sampah pembalutnya dibakar nanti itu kayak kalau dah banyak biar aman aja“[P4, L138,140]

“bersihkanlah pembalutnya dicuci dulu sama air sampai bersih, kalau udah bersih masukkan plastik baru ditimbun, dikuburlah pembalutnya itu biar jangan menularkan“[P14, L286,287]

“Dibersihkan seperti biasa aja kak, pembalutnya cuci sampai bersih masukkan dalam plastik kumpulin sampai penuh baru ditanam. Kata temen-temen gitu biar ngak menularkan “[P13, L238,239]

“ya kalau pembalutnya sih… kata kawan-kawan kan yang positif juga harus ditimbun, tau sendiri kan…. Bersihkan pembalutnya sampek bersih,kumpulkan dalam plastik, seminggu penuhkan… kuburlah belakang rumah“ [P15, L260,262]

“pembalut yang lama dicuci bersih, dicuci bersih baru dibuang ketempat sampah “[P12, L172]

4.3.5. Melakukan Perawatan pada Anak

(53)

tema ini akan di bahas beberapa subtema yaitu : 1) Tidak memberi ASI, 2) menghindari kontak darah, 3) Menjaga hygiene, 4) memantau minum obat, dan 5) Meningkatkan status gizi.

1. Tidak memberi ASI

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua partisipan tidak ada yang memberikan ASI pada bayi yang dilahirkannya. Hal ini disebabkan adanya pemahaman yang diperoleh ibu saat akan hamil melalui program PMTCT, suatu program yang dikhususkan bagi ibu HIV positif yang ingin memiliki anak untuk meminimalkan penularan. Partisipan mengungkapkan tidak memberi ASI adalah salah satu bentuk kasih sayang ibu pada anaknya. Hasil penelitian mendapatkan mayoritas partisipan mengikuti program tersebut untuk mendapatkan keturunan. Namun ada juga partisipan yang tidak merencanakan kehamilannya namun sangat senang dengan kehamilannya. Beberapa pernyataan partisipan terkait ibu tidak menyusui dapat dilihat pada:

“…gak ada mengasih ASI dengan anak saya. Memang kan tidak diperbolehkan disusui. ”[P1, L328]

“Kalau memang orang tuanya sayang sama anaknya, pasti anak itu nggakpun disusuin pasti ngerti gitu, kasih sayangnya gimanalah ”[P1, L367,368]

“ kitakan jadi ibu yang sempurna itukan kita melahirkan menyusui.. tapikan ya inikan memang dilema sih…. Disusui takut menular, gak disusui, kan kita tahu ASI bagus. ”[P3, L371-373]

“dari setelah satu minggu setelah kelahiran. satu minggu setelah Kelahiran dia minum susu formula sampai 12 kali. sampai sekarang masih konsumsi. satu hari 6 kali”[P3, L398,400]

(54)

“… anak yang dilahirkan tapi tidak boleh disusui. Tapi mau macam mana lagilah ya kak memang harus gitulah supaya jangan tertular dia. Sedih sih tapi ya memang …. Kalau mau dia sehat ya jangan di susuilah, justru itulah bukti sayang kita sama dia. …..”[P8, L345,348]

“ya merawat bayinya seperti biasa aja ya Keknya terutama gak boleh menyusui, …..”[P11, L246]

“cuma memang ngak kakak susui, sedikitpun saya gak ada mengasih ASI dengan anak saya. Memang kan tidak diperbolehkan disusui. Tapi kan saya selalu jaga kebersihannya…. Karenakan saya begini, jadi anak saya biar jangan sampai terkena. …..”[P1, L327-330]

“Kalau untuk menyusui saya dari mulai semenjak kelahiran sampai sekarang tidak pernah menyusui…..”[P7, L180,181]

“cuman dibilangin anakmu ini jangan disusui ya, jangan kena darahmu nanti menular dia penyakitmu ini. …..”[P15, L438,439]

2. Menghindari kontak darah

Gambar

Tabel 4.1 Karakteristik Demografi Partisipan
Tabel 4.2.  Pengalaman Ibu HIV-AIDS dalam Melakukan Perawatan Postpartum setelah Menjalani Bedah Caesarea

Referensi

Dokumen terkait

Hilangnya warna ungu KMnO4, dikarenakan pada saat penambahan larutan pereaksi KMnO4 ke dalam bahan, terjadi suatu reaksi oksidasi-reduksi antara KMnO4 dan vitamin C atau

Penelitian ini mendapat hasil bahwa (1) Kepuasan kerja berpengaruh positif secara signifikan terhadap turnover intentions (2) Kepuasan gaji berpengaruh positif secara

Titik sumur yang ke 2 berbeda dengan sampel yang lain hal ini disebabkan sumur berada di dekat laut yang sudah mengendap pada air sumur sehingga dapat mempengaruhi warna

Hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa debt to equity ratio, profitability, ukuran perusahaan (size) , umur perusahaan (age) , kepemilikan pihak luar

Gaharu adalah salah satu hasil hutan non kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, memiliki kandungan kadar damar wangi dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

surface penetrating sealants on the roughness of a nanofiller composite resin. Aguiar FHB, Oliveira TRV, Lima DANL, Paulillo LAMS,

Untuk memperoleh asam lemak dari minyak biji karet, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan cara hidrolisis.. Proses hidrolisis menguraikan minyak biji

Nanofiller yang di Coating dengan Surface Coat dan Bahan Bonding Setelah Penyikatan. Multiple Comparisons Kekasaran