• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN

JPPP VOLUME 1 NOMOR 1 HALAMAN

1-90

OKTOBER 2016

ISSN: 2540-9336

Diterbitkan oleh:

(2)

VOLUME 1, NOMOR 1, Oktober 2016

Terbit enam kali setahun pada bulan Pebruari, April, Juni, Agustus, Oktober, Desember. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian, studi literatur, dan gagasan dalam pembelajaran di kelas.

Ketua Penyunting Agus Hariyanto Penyunting Pelaksana

Budiono Abdul Mannan

Trina Sutanti

Penyunting Ahli (Mitra Bestari)

Safitri Wahyuni (Universitas Mulawarman Samarinda) Syamto Hendro (Universitas Adibuana Jakarta) Ahmad Jaelani (AKBID Ngudia Husada Madura)

Albadrotus Saniyah (LPMP Jawa Timur) Sunaryo (STKIP PGRI Nganjuk)

Handi Yunaidi (Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Nganjuk) Puji Harsono (SMP Negeri 7 Bojonegoro)

Sri Setyowati (SMA Negeri 1 Bojonegoro) Tata Usaha

Swika Sondha Febriseliska Alamat Redaksi dan Tata Usaha:

Jurnal Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran (LPPP) Jawa Timur

Jl. Arjuno 536 Kertosono Nganjuk Jawa Timur

Telepon 085850000784/085706068051, Email: jppp.jawatimur@gmail.com.

JURNAL PEMBELAJARAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN diterbitkan oleh Lembaga Pengembagan Pendidikan dan Pembelajaran Jawa Timur mulai Maret 2016. Penanggung jawab Direktur Lembaga Pengembagan Pendidikan dan Pembelajaran Jawa Timur,Agus Hariyanto.

(3)

ISSN : 2540-9336

VOLUME 1, NOMOR 1, Oktober 2016

DAFTAR ISI

Pendekatan Matematika Realistik Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika

Gatot Prasodjo ... 1

Penerapan Pendekatan Pragmatik Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara

Hariyono... 7

Meningkatkan Kemampuan Mengapresiasi Unsur Instrinsik Naskah Drama Melalui Pemahaman Makna Kata

Marmi Al Marmiani... 13

Meningkatkan Hasil Belajar PKn Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Nawaingsih ... 19

Pemanfaatan Sumber Daya Alam Hayati di Lingkungan Sekitar Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Sains

Siti Afrikatin ... 25

Meningkatkan Pemahaman Kedudukan dan Peran Anggota Keluarga Melalui Metode Tanya Jawab

Siti Maimunah ... 31

Penerapan Metode Games Sebagai Strategi Peningkatan Prestasi Belajar PKn

Suyitno ... 37

Peningkatan Hasil Belajar Sains Melalui MetodeQuantum Learning Syaukin ... 43

Meningkatkan Kemampuan Membaca Intensif Melalui Metode Penugasan

(4)

Meningkatkan Hasil Belajar PKn Melalui Media Ular Tangga

Muntamah... 61

Meningkatkan Keterampilan Menyimak Cerita Anak Melalui Penggunaan Media Animasi Audio Visual

Teguh Hariadi ... 67

Meningkatkan Motivasi Belajar PKn Melalui Pembelajaran Kooperatif Model TPS

Sa’im ... 73

Meningkatkan Keterampilan Menulis Deskripsi Dengan Pendekatan Berbahasa Terpadu Melalui Menulis Terbimbing

Kasmin ... 79

(5)

1

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

Gatot Prasodjo

SDN Mojowatesrejo Kemlagi Mojokerto

Naskah diterima: 20/08/2016, Direvisi akhir: 5/9/2016, Disetujui: 15/9/2016

Abstrak: Tujuan pendidikan dari satuan pendidikan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Secara umum tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas II dengan pendekatan realistik dan meningkatan kualitas pembelajaran dikelas sekaligus menciptakan pembelajaran yang inovatif, kreatif, demokrasi dan menyenangkan.

Kata Kunci: Pendekatan realistik, hasil belajar

Abstract: The educational objectives of the education unit is to improve intelligence, knowledge, personality, character and skills to live independently and to follow further education. The general objective of education is educating the nation and develop the whole person. This study aims to improve students' mathematics learning outcomes class II with a realistic approach and improve the quality of learning in class while creating innovative learning, creative, democratic and fun. Keywords: Realistic approach, learning outcomes

PENDAHULUAN

Pembelajaran merupakan suatu proses belajar dan mengajar dengan segala interaksi di dalamnya. Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (Usman, 2000:4).

Pengertian belajar menurut Tabrani Rusdyan belajar dalam arti yang luas ialah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian tehadap atau mengenai sikap dannilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau, lebih luas lagi, dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi (Rusdyan, 1994:8). Menurut Slameto, belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baur secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamnnya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003:2).

(6)

Pengertian matematika secara awam, sering diartikan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan angka. Matematika, adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil (Heruman, 2007:1).

Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki obyek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenarannya suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga keterkaita antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas (Departemen Pendidikan Nasional, 2004:5).

Pengertian matematika dalam kamus matematika adalah pengkajian logis mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berkaitan; matematika seringkali dikelompokkan ke dalam tiga bidang : aljabar, analisis dan geometri (Kerami, 2003:158). Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan, matematika adalah ilmu yang melambangkan serangkaian makna yang berhubungan dengan bilangan.

Belajar matematika sebenarnya adalah untuk mendapatkan pengertian hubungan-hubungan dengan simbol-simbol dan konsep abstrak, kemudian mengaplikasikan konsep yang dihasilkan ke situai yang nyata atau real.Mata pelajaran matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan atau simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Di SD diutamakan agar siswa mengenal, memahami serta mahir menggunakan bilangan dalam kaitannya dengan praktek kehidupan sehari-hari.

Mengajar matematika mengandung makna aktivitas guru mengatur kelas denga sebaik-baiknya dan menciptakan kondisi yang kondusif sehingga murid dapat belajar matematika. Belajar disini berarti kegiatan yang dilakukan oleh murid secara aktif dan bertujuan.Salah satu ciri pembelajaran matematika masa kini adalah pembelajaran yang penyajiannya didasarkan pada teori psikologi pembelajaran.

Realistic Mathematics Education (RME) mulai diperkenalkan dan banyak dibicarakan oleh berbagai kalangan dalam dunia pendidikan matematika di Indonesia. RME merupakan suatu pendekatan baru dalam bidang pendidikan matematika, khususnya pembelajaran matematika. RME memiliki filsafat dasar yaitu matematika adalah aktifitas manusia dan tidak lagi dipandang sebagai pengetahuan siap pakai.

Soedjadi (2001: 2) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik daripada masa yang lalu. Kata “Realita” dimaksudkan sebagai hal-hal yang nyata atau konkret yang dapat dipahami lewat membayangkan. Sedangkan kata “lingkungan” dimaksudkan sebagai lingkungan tempat anak atau peserta didik atau siswa berada.

Marpung (2001: 4) menyebutkan bahwa pendekatan realistik bertolak dari masalah-masalah kontekstual, siswa aktif, guru beperan sebagai fasilitator, anak bebas mengeluarkan idenya, guru membantu siswa membandingkan ide-ide itu dan membimbing mereka untuk mengambil keputusan tentang ide mana yang lebih baik buat mereka.

(7)

kehidupan sehari-hari, maka anak cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan konsep matematika. Selain itu anak harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide atau konsep matematika sebagai akibat dari pengalaman anak dalam berinteraksi dengan dunia nyata atau lingkungannya.

Inti dalam pembelajaran matematika realistik adalah guru memberikan masalah kontektual, menjelaskan masalah kontekstual. Siswa menyelesaikan masalah kontektual secara individu, berpasangan atau berkelompok dengan cara mereka sendiri. Guru memotivasi siswa dengan memberikan pertanyaan, petunjuk atau saran. Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara berkelompok, untuk selanjutnya dibandingkan dan didiskusikan pada diskusi kelas. Dari hasil diskusi guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur.

Kerangka pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik mempunyai dua kelebihan. Menuntut siswa dari keadaan yang sangat konkrit (melalui proses matematika horizontal, matematika dalam tingkat ini adalah matematika informal). Biasanya mereka (para siswa) dibimbing oleh masalah-masalah kontekstual. Dalam falsafat realistic, dunia nyata digunakan sebagai titik pangkal permulaan dalam pengembangan konsep-konsep dan gagasan matematika.

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang di atas, maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan hasil belajar matematika siswa melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan Realistik.

METODE

Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atauClassroom Actio Research (CAR). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang didukung denga pendekatan kuantitatif. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas II SDN Mojowatesrejo Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto yang berjumlah 24 anak.

Desain Penelitian Tidakan Kelas (PTK) yang diterapkan dalam penelitian ini adalah menggunakan model spiral yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart yang terdiri dari empat langkah yaitu : Perencanaan (planning), Tindakan (acting), Pengamatan (observing), dan Refleksi (reflecting).

Dalam penelitian ini tes yang dilakukan adalah sebagai alat untuk mengetahui hasil belajar siswa terhadap materi yang dipelajari.Selain itu, untuk mengetahui peningkatan atau penurunan prestasi siswa dalam siklusnya.

Analisa data yang digunakan adalah analisis data secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data hasil tes, data hasil observasitentang proses pembelajaran, hasil pengisian lembar observasi untuk guru dan data tambahan sebagai pertimbangan.

Data yang diperoleh setelah dianalisis kemudian diambil kesimpulan apakah tujuan dari pembelajaran sudah tercapai atau belum.Jika belum, dilakukan tindakan selanjutnya dan juka sudah tercapai tujuan dari pembelajaran maka penelitian dihentikan.Analisis data hasil observasi minat siswa dilakukan secara kuantitatif dengan menghitung persentase tiap indicator dari lembar observasi. Selanjutnya data kuantitatif tersebut ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat kualitatif.

(8)

PEMBAHASAN

Hasil pelaksanaan pembelajaran yang diadakan pada siklus I, maka ditemukan hasil dari jumlah 24 siswa, yang memenuhi standar ketuntasan belajar hanya 6 siswa. Ini berarti hanya ada 25% persen siswa yang tuntas. Pembelajaran siklus I berarti harus diperbaiki karena belum memuhi standar yang ditentukan.

Gambar 1Tingkat Ketuntasan siswa Siklus I

Hasil pelaksanaan perbaikan pembelajaran yang diadakan pada siklus II, maka ditemukan hasil dari jumlah 24 siswa, yang memenuhi standar ketuntasan belajar hanya 11 siswa. Ini berarti ada peningkatan dibandingkan sebelumnya. Pembelajaran siklus II berarti harus diperbaiki karena belum memuhi standar yang ditentukan.

Gambar 2Tingkat Ketuntasan siswa Siklus II

(9)

Setelah melakukan dan menyelesaikan tindakan pada setiap putaran atau siklus, peneliti mengadakan refleksi. Dari hasil penelitian dan pemantauan tersebut dapat dilihat hasil perkembagan kemampuan siswa dalam memahami matematika dengan menggunakan metode Realistik.

Gambar 3Tingkat Ketuntasan Siswa Siklus III

Peneliti dalam kegiatan pembelajaran Siklus I tentang menentukan letak bilangan pada garis bilangan dicapai 6 siswa yang memenuhi standar ketuntasan belajar. Sehingga perlu dilakukan perbaikan dalam Siklus II.

Perbaikan pembelajaran siklus II adalah pembelajaran dalam upaya membantu siswa agar dapat memahami konsep letak bilangan pada garis bilangan dengan menggunakan metode Realistik sehingga ditemukan 11 siswa yang memenuhi standar ketuntasan belajar. Ini berarti ada peningkatan dibanding dengan pembelajaran sebelum diadakan perbaikan pembelajaran siklus I. Namun hasil tersebut belum memenuhi standar ketuntasan minimal yang ditetapkan. Oleh karena itu, perlu diadakan perbaikan pembelajaran siklus III.

(10)

Penelitian dalam kegiatan perbaikan pembelajaran siklus III tentang menentukan letak bilangan pada garis bilangan dengan menggunakan metode pembelajaran realistik dan melakukan penguatan, sehingga hasil yang ditemukan 20 siswa yang memenuhi standar ketuntasan belajar. Berdasarkan temuan maka perbaikan pembelajaran siklus III dinyatakan berhasil dan tidak perlu diadakan perbaikan pembelajaran lagi.

Perkembangan pada siklus pertama sampai siklus kedua cukup signifikan dan menyakinkan bahwa peningkatan perolehan nilai matematika selalu diikuti peningkatan prestasi ulangan harian.

Dari keseluruhan tindakan atau siklus yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa guru talah mampu meningkatkan prestasi belajar matematika siswa Kelas II SDN Mojowatesrejo, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto dalam mata pelajaran matematika dengan menggunakan metode pembelajaran realistik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diketahui penggunaan metode Realistik dapat meningkatkan ketuntasan dalam belajar, hal ini ditunjukkan dengan menigkatkanya hasil tes formatif siswa. Pada pembelajaran Siklus I hasilnya 6 siswa yang memenuhi standar ketuntasan belajar. Pada perbaikan pembelajaran siklus II ditemukan 11 siswa yang memenuhi standar ketuntasan belajar. Ini ada peningkatan sebesar 21%. Pada perbaikan pembelajaran siklus III hasil yang ditemukan 20 siswa yang memenuhi standar ketuntasan belajar. Ini berarti ada peningkatan sebesar 38%.

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, penelitian dengan menerapkan pendekatan matematika realistik supaya dapat mengembangkan penelitian ini lebih lanjut, yakni mencobakan pembelajaran di sekolah masing-masing dengan pendekatan dan metode ini.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. 2002.Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek),Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsini. 2006.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan,Jakarta : Bina Aksara. Asikin, Muhammad.2002. Menumbuhkan Kemampuan Komunikasi Matematika

Melalui Pembelajaran Realistik. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya. Tahun VII. Edisi Khusus. 492-496.

Asri Budiningsih, C.2005.Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Danim, Sudarwan. 1994. Media Komunikasi Pendidikan,Jakarta : Bumi Aksara Danim. 1992.Workshop Matematika,Jakarta : Dep Dik Bud.

Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Matematika,Jakarta : Depdiknas.

Ratna Willis Dahar. 1996.Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

(11)

7

PENERAPAN PENDEKATAN PRAGMATIK UNTUK

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA

Hariyono

SDN Mojowatesrejo Kemlagi Mojokerto

Naskah diterima: 20/08/2016, Direvisi akhir: 5/9/2016, Disetujui: 15/9/2016

Abstrak: Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya dalam upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah keterampilan berbicara. Dengan menguasai keterampilan berbicara, peserta didik akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat sedang berbicara. Keterampilan berbicara juga akan mampu membentuk generasi masa depan yang kreatif sehingga mampu melahirkan tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami. Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui langkah-langkah pendekatan pragmatik sebagai upaya meningkatkan keterampilan berbicara siswa menggunakan bahasa Indonesia.

Kata Kunci: Keterampilan Berbicara, Pendekatan Pragmatik

Abstract: One aspect of language skills a very important role in efforts to give birth to the next generation of intelligent, critical, creative, and cultural is speaking skills. By mastering the skills of speaking, learners will be able to express his thoughts and feelings intelligently context and circumstances at the time of speaking. Speaking skills will also be able to form a creative future generations so that they can give birth to speech or speech that is communicative, clear, coherent and easy to understand. This study aims to know the steps pragmatic approach as an effort to improve students' speaking skills using Indonesian.

Keywords: Speaking Skills, Pragmatic Approach

PENDAHULUAN

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global. (Depag, 2004:103).

(12)

Sedangkan, ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakupi komponen-komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa berbicara adalah berkata; mencakup; berbahasa; atau melahirkan pendapat (dengan perkataan, tulisan, dsb), atau berunding (Kridalaksana, 1996:144). Menurut Tarigan, berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyu-bunyi artikulasi terhadap kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sedangkan, sebagai bentuk atau wujudnya, berbicara dinyatakan sebagai suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak (Tarigan dan Guntur, 1998:13).

Keterampilan berbicara dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di MI/SD saat ini, arah pembinaan bahasa Indonesia di Sekolah dituangkan dalam tujuan pengajaran bahasa Indonesia yang secara eksplisit dinyatakan dalam kurikulum. Menurut Brown dan Yule yang kemudian dikutip oleh Nunan menyatakan, “keterampilan berbicara tidak dapat diperoleh secara begitu saja melainkan harus dipelajari dan dilatih” (Nunan, David, 1989:27).

Keterampilan berbicara juga akan mampu membentuk generasi masa depan yang kreatif sehingga mampu melahirkan tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami. Selain itu, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi masa depan yang kritis karena mereka memiliki kemampuan untuk mengekspresikan gagasan, pikiran, dan perasaan kepada orang lain secara runtut dan sistematis.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang kondusif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan adalah pendekatan pragmatik. Melalui pendekatan pragmatik, siswa diajak untuk berbicara dalam konteks dan situasi tutur yang nyata dengan menerapkan prinsip pemakaian bahasa secara komprehensif(Suyono, 1990:59).

Penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara diharapkan mampu membawa siswa ke dalam situasi dan konteks berbahasa yang sesungguhnya sehingga keterampilan berbicara mampu melakat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional, kognitif, emosional, dan afektif. Yang tidak kalah penting, para siswa juga akan mampu berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, mampu menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, serta mampu memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tapat dan kreatif untuk berbagai tujuan. Pendekatan pragmatik pada hakikatnya mengarah kepada perwujudan kemampuan pemakai bahasa untuk menggunakan bahasa sesuai dengan faktor-faktor dalam tindakan komunikatif dengan memperhatikan prinsip-prinsip penggunaan bahasa secara tepat.

(13)

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sebab dalam melakukan tindakan kepada subyek penelitian, yang sangat diutamakan adalah mengungkap makna, yakni makna dan proses pembelajaran sebagai upaya meningkatkan motivasi, kegairahan dan prestasi belajar melalui tindakan yang dilakukan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Penelitian tindakan kelas tersebut merupakan penelitian kualitatif, meskipun data yang dikumpulkan bisa saja bersifat kuantitatif, dimana uraiannya bersifat deskriptif dalam bentuk kata-kata. Lebih tepatnya, rancangan penelitian seperti itu dapat disebut penelitian deskriptif yang berorientasi pada pemecahan masalah, karena sesuai dengan aplikasi tugas guru dalam memecahkan masalah pembelajaran atau dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran. (Arikunto, 1993:309).

Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus tindakan di dalam kelas, yaitu pra tindakan, siklus I, siklus II. Pada masing-masing siklus penelitian ini terdapat beberapa tahapan, yaitu tahap perencanaan tindakan, tahap pelaksanaan/ implementasi tindakan, tahap observasi, dan tahap refleksi.

Langkah-langkah penelitian kelas mengacu pada model spiral dari Kammis dan Taggart. Pada model ini terdapat empat tahapan yang terdiri dari perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), refleksi (reflecting).

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDN Mojowatesrejo Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto. Banyaknya siswa yang menjadi subyek penelitian ini sebanyak 31 siswa.

Data yang diperoleh dari tindakan yang dilakukan analisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif untuk memastikan bahwa dengan menggunakan pendekatan pragmatik dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa.

Kriteria keberhasilan hasil belajar ditentukan dengan cara melihat adanya peningkatan persentase siswa yang tuntas belajar yaitu persentase siswa yang tuntas pada siklus I lebih dari persentase siswa yang tuntas pada pra tindakan, dan presentase siswa yang tuntas pada siklus II lebih dari persentase siswa yang tuntas pada siklus I. Siswa dikatakan tuntas belajar jika mendapatkan skor >65. Selain terjadi peningkatan persentase siswa yang tuntas belajar, juga harus memenuhi kriteria ketuntasan belajar secara klasikal yaitu > 70% siswa harus tuntas belajar.

Kriteria keberhasilan proses ditentukan dengan menggunakan lembar observasi yang diisi oleh pengamat. Analisis data hasil observasi menggunakan analisis persentase. Skor yang diperoleh masing-masing indikator dijumlahkan dan hasilnya disebut jumlah skor. Selanjutnya dihitung persentase nilai rata-rata dengan cara membagi jumlah skor dengan skor maksimal yang dikalikan 100%. Pada pembelajaran ini terdapat 4 kriteria penilaian yaitu: sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang.

PEMBAHASAN

(14)

Hasil tes adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Evaluasi untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran melalui tes lisan dan tertulis sebagai alat untuk mendapatkan data tersebut dan hasilnya dapat dilihat pada lampiran untuk tes tertulis dan tes lisan.

Pra-siklus, Nilai yang diperoleh siswa adalah bahwa dari 31 siswa yang mencapai nilai kurang dari atau di bawah standar minimal (kurang) sebanyak 9 siswa. Dan siswa yang memiliki nilai standar (cukup) sebanyak 15 siswa. Hal ini berarti kemampuan yang dimiliki siswa secara umum mencapai nilai standar minimum ke bawah dengan pencapaian nilai ketuntasan belajar siswa di kelas VI adalah 57%.

Siklus I, nilai hasil belajar berupa pemahaman tentang langkah-langkah melakukan wawancara sudah mengalami peningkatan dibandingkan pra-siklus. Dikatakan meningkat sebab dengan melihat perbandingan hasil rata-rata tes pra tindakan adalah 57,1 dengan daya serap sebesar 57,1%. Dengan hasil rata-rata tes pada siklus I menjadi 65,9%. Jelaslah bahwa ada peningkatan hasil siswa sebesar 8,8% pada materi pokok berwawancara dengan narasumber dan pelaporannya dengan pendekatan pragmatik.

Siklus II, nilai hasil belajar berupa pemahaman tentang langkah-langkah melakukan wawancara sudah mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan siklus I. Dikatakan meningkat karena pada tindakan belajar siklus I dari 21 siswa yang mencapai nilai di atas standar, meningkat menjadi 28 (91,5%) siswa. Sedangkan yang mencapai nilai standar minimal berkurang menjadi 3 (8,5%) siswa. Ini berarti siswa yang mencapai nilai di bawah standar minimum berkurang 7 siswa, dengan daya serap rata-rata kelas dari 57% pada siklus I meningkat menjadi 65% pada siklus II. Pada siklus II ada peningkatan lagi dari 10 siswa yang mencapai nilai di bawah standar minimum berkurang menjadi 3 siswa dan siswa yang mencapai nilai standar berkurang 7 siswa. Sedangkan siswa yang mencapai nilai di atas nilai standar minimum bertambah atau mengalami peningkatan menjadi 28 siswa dengan daya serap rata-rata kelas dari 65% pada siklus I menjadi 82% pada siklus II, maka jelaslah bahwa ada peningkatan hasil evaluasi siswa pada siklus II sebesar 17% pada materi pokok berwawancara dengan narasumber dan pelaporannya dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Adapun distribusi keberhasilan siswa berdasarkan hasil penilaian tes lisan dalam keterampilan berbicara dapat dilihat pada tabel 5. Perbandingan hasil evaluasi tertulis pada pra-siklus, siklus I dan siklus II disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1Perbandingan Hasil Evaluasi Tertulis pada Pra Siklus, Siklus I dan II

Interval Nilai

Pra Siklus Siklus I Siklus II

(f) (%) Predikat (f) (%) Predikat (f) (%) Predikat

81-100 61-80 41-60 21-40 1-20 -7 15 9 -22,4% 49,0% 28,6% -Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang 3 18 8 1 1 10,2% 57,1% 28,7% 2,0% 2,0% Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang 17 11 2 1 0 55,3% 36,2% 6,4% 2,1% 0% Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

(15)

Siklus I, dari 31 siswa yang memiliki kemampuan berbicara di atas sebanyak 18 (57,2%) siswa. Sedangkan yang memiliki kemampuan di bawah standar sebanyak 13 (42,8%). Ini berarti masih banyak siswa yang memiliki kemampuan kurang dalam keterampilan berbicara. Untuk mengetahui banyaknya siswa yang berhasil selama mengikuti proses belajar pada pembelajaran berwawancara dengan narasumber dan pelaporannya pada siklus II adalah dengan evaluasi secara lisan dan tertulis, yang dapat dilihat pada tabel 4. Untuk tes tertulis, dan tabel 5 untuk tes lisan.

Siklus II, dari 31 siswa yang hadir memiliki kemampuan berbicara di atas nilai standar minimum sudah mengalami peningkatan sebanyak 23 siswa (74,5%). Sedangkan kemampuan berbicara di bawah standar sebanyak 8 siswa (25,5%). Hal ini berarti sudah banyak siswa yang memiliki kemampuan berbicara dengan baik. Pada perolehan rata-rata di siklus I adalah 51,5% sedangkan pada siklus II rata-rata kelasnya 74,3%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan berbicara sebesar 22,8%. Perbandingan nilai tes lisan keterampilan berbicara siklus I dan siklus II disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2Perbandingan Nilai Tes Lisan Keterampilan Berbicara Siklus I dan Siklus II

Interval Nilai Siklus I Siklus II

(f) (%) Predikat (f) (%) Predikat

12-15 10-12 7-9 4-6 1-3 3 6 9 13 -8,2% 18,4% 30,6% 42,8% -Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang 9 14 8 -29,8% 44,7% 25,5% -Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

Jumlah 31 100% 31 100%

Pembelajaran keterampilan berbicara dengan pendekatan pragmatik sangat perlu diajarkan kepada siswa karena dalam kehidupan sehari hari manusia selalu berkomunikasi/berbicara dengan orang lain. Siswa harus mampu berbicara sesuai situasi (tempat dan waktu), dan sesuai konteks (dengan siapa, untuk tujuan apa, dalam peristiwa apa (bercakap-cakap, ceramah, upacara, dan lain-lain)). (Nababan, 987:70).

Keterampilan berbicara siswa kelas VI setelah pendekatan pragmatik diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan hasil belajar yang telah dicapai siswa sebagai berikut:

Pada siklus I menunjukkan bahwa keterampilan berbicara siswa mengalami peningkatan hasil belajar. Ini menunjukkan penguasaan tentang keterampilan berbicara dengan pendekatan pragmatik yang disampaikan guru telah berhasil.

(16)

Keterampilan berbicara siswa pada siklus I, dan siklus II terdapat adanya peningkatan hasil yang lebih baik. Hal ini terbukti dengan pencapaian hasil belajar baik lisan maupun tertulis dan lembar pengamatan terhadap proses aktivitas guru dan siswa selama proses belajar mengajar.

Pembelajaran pada tindakan siklus II lebih menekankan pada penguasaan perbendaharaan kata, serta berbicara sesuai situasi dan konteks (siapa orang yang diajak berbicara, kapan, dimana, dalam peristiwa apa). Hal ini dilakukan guru dengan banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih menggunakan bahasa untuk berbicara. Dengan adanya pendekatan pragmatik ini mampu meningkatkan persentase peningkatan rata-rata kelas yang baik.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Penggunaan pendekatan pragmatik pada pembelajaran bahasa Indonesia, keterampilan berbicara siswa kelas VI di SDN Mojowatesrejo Kecamatan Kemlagi Kabupeten Mojokerto mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut berupa pemahaman konsep tentang situasi dan konteks saat berbicara secara klasikal, yaitu dari 57,1% pada pra tindakan menjadi 65,9% pada siklus I, dan 82,0% pada siklus II. Hasil belajar yang berupa tes secara lisan pada siklus I diperoleh skor 51,5% dan menjadi 74,4% pada siklus II.

Saran

Saran-saran yang dapat diberikan pada akhir penelitian ini adalah hendaknya siswa mengembangkan potensi yang dimiliki melalui pengungkapan pikiran dan perasaan secara lisan dengan cara membiasakan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Kaswanti Purwo. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum 1984. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP Brown, Gillian, dan George Yule. 1985. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge

University Press

Djogo Tarigan. 1990.Proses Belajar Mengajar Pragmatik. Bandung: Angkasa IKAPI. 2007. Aku Cinta Bahasa Indonesia Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

Solo: PT Tiga Serangkai

Kridalaksana. 1996.Kamus Sinonim Bahasa Indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah Nababan. 1987.Ilmu Pragmatik Teori dan Penerapannya. Jakarta: Dep P & K Tarigan. Henry Guntur. 1988. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa

Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. (1986).Pengajaran Pragmatik Bandung: Penerbit Angkasa. Tarigan, Henry Guntur. (1989a).Metodologi Pengajaran Bahasa: Suatu Penelitian

Kepustakaan. Jakarta: P2LPTK Depdikbud.

(17)

13

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGAPRESIASI

UNSUR INSTRINSIK NASKAH DRAMA MELALUI

PEMAHAMAN MAKNA KATA

Marmi Al Marmiani

SDN Kedungsari 2 Kemlagi Mojokerto

Naskah diterima: 20/08/2016, Direvisi akhir: 5/9/2016, Disetujui: 15/9/2016

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi objektif tentang peningkatan kemamuan mengapresiasi unsur instrinsik naskah drama (tema, penokohan, setting, plot amanat). Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan metode deskriptif kuantitatif. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas VI SDN Kedungsari 2 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto yang berjumlah 14 siswa. Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan kemampuan mengapresiasi unsur instrinsik naskah drama (tema, penokohan, setting, plot, amanat) siswa kelas VI melalui pemahaman makna kata. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan memahami makna kata rata-rata nilainya adalah 6,5 untuk siklus I dan 7,5 pada siklus II. Sedangkan kemampuan mengapresiasi unsur instrinsik naskah drama dipeorleh informasi rata-ratanya adalah sebesar 6,9 pada siklus I dan 8,00 pada siklus II.

Kata Kunci: Naskah Drama, Unsur Instrinsik

Abstract: This study aimed to obtain a description on the increase ability appreciate the intrinsic elements of a play (theme, characterization, setting, plot, mandate). This type of research is a classroom action research. This type of research is descriptive quantitative research methods. Goal of this research is the students of class VI SDN Kedungsari 2 Kemlagi District of Mojokerto totaling 14 students. The results of the analysis of research data shows that there is an increased ability to appreciate the intrinsic elements of a play (theme, characterization, setting, plot, trustees) of sixth grade students through understanding the meaning of words. It can be seen from the ability to understand the meaning of the word is the average value of 6.5 to 7.5 in the first cycle and the second cycle. While the ability to appreciate the intrinsic elements of a play obtainable information is the average of 6.9 in the first cycle and 8.00 in the second cycle.

Keywords: Script, Intrinsic Element

PENDAHULUAN

(18)

contoh bahwa orang yang berbuat kejahatan akan mendapatkan kehancuran atau balasan dari sang Maha Pencipta.

Berarti drama merupakan bagian dari kesusastraan yang mempunyai serangkaian kegiatan dan memiliki sifat-sifat social. Dan drama bagian dari karya sastra tidak mungkin terlepas dari masyarakat sebagai penikmatnya. Oleh karena itu kepada masyarakatlah seorang penulis naskah drama/sastrawan menyerahkan karya-karyanya. Kemudian karya itu dinikmati, dihargai, dihayati atau diapresiasi kemudian dipentaskan. Untuk dapat mengapresiasi sebuah naskah drama dengan baik diperlukan sejumlah pengertian dan teknik-teknik tertentu.

Apabila kita memperhatikan perkembangan karya sastra seperti naskah drama, akhir-akhir ini menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini terbukti dari kegemaran para siswa SD sampai perguruan tinggi, banyak yang mementaskan naskah drama baik itu di sekolah maupun di luar sekolah. Tetapi masih jarang yang mementaskan karyanya pada panggung umum,. Mereka hanya mementaskan karyanya pada acara-acara kesenian mereka sendiri.

Naskah drama/scenario salah satu bentuk karya sastra, dalam penampilannya diatas kertas, menggunakan bahasa sebagai media pemaparnya. Tetapi bahasa yang digunakan adalah bahasa sehari-hari. Ada juga penulis naskah yang menggunakan bahasa symbol. Hal ini membuat sutradara maupun actor harus menerjemahkan bahasa yang digunakan oleh penulis scenario supaya dapat dimengerti oleh penonton.

Hampir semua lakon drama bersumber pada kehidupan masyarakat/manusia. Karena lakon drama ini merupakan peristiwa ulang yang pernah terjadi pada kehiduan sehari-hari. Hanya penyajiannya yang berbeda dari peristiwa yang sebenarnya. Lakon drama dibuat sedemikian rupa supaya menarik penonton dan dinikmati keindahannya.

Bakdi Soemanto dalam bukunya kumpulan drama berpendapat bahwa naskah drama ialah karya sastra. Sebagai karya sastra, naskah drama adalah karya seni dengan media bahasa kata (2006:6)

Menurut Asul Wiyanto (2002:31) naskah drama adalah karangan yang berisi cerita lakon. Dalam naskah tersebut termuat nama-nama tokoh dalam cerita, dialog yang diucapkan para tokoh, dan keadaan panggung yang diperlukan.

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa naskah drama karangan sastra yang berbentuk cerita atau dialog yang menggambarkan konflik atau emosi dalam suasana yang terjadi pada naskah tersebut.

Unsure instrinsik pada naskah drama sebenarnya tidak jauh beda dengan unsure instrinsik karya sastra yang lain. Unsure intrinsic sebuah naskah drama dibentuk atas dua hal yaitu : Bagian struktur yang terdiri atas :a. kata, b. kalimat, c. dialog. Sedang lapis makna sebuah naskah drama terdiri atas : a. tema, b. penokohan, c. setting, d. amanat, e. plot.

Suatu drama tersusun atas unsure-unsur intrinsic, yakni tema, karakter, alur latar, titik pandang, dan dialog (Maryaeni, 1992:31).

(19)

Setelah menentuka naskah drama yang akan dimainkan, kegiatan selanjutnya adalah mengapresiasi naskah tersebut mulai dari tema, penokohan, setting, plot, bahasa, serta amanat yang terkandung dalam lakon drama tersebut.

Mengingat pentingnya kemampuan memahami makna dalam menginterpretasikan sebuah naskah drama, penulis beranggapan bahwa hal ini perlu untuk diteliti. Dari penelitian ini penulis berusaha meningkatkan kemampuan mengapresiasi unsure intrinsic sebuah naskah drama melalui pemahaman makna kata.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan metode deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif kuantitatif adalah suatu metode dalam penelitian yang mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran secara sistematis, factual, dan akurat mengenai data-data beserta hubungannya dengan dua variabel atau lebih.

Rancangan dalam penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/ meningkatkan praktek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000:5).

Siklus dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan Kelas model John Elliott

Subyek dalam bahasa penelitian adalah seluruh sumber data yang memungkinkan memberikan informasi yang berguna bagi masalah penelitian (Arikunto, 2006:130). Sesuai dengan judul, rumusan masalah, dan tujuan penelitian ini maka subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SDN Kedungsari 2 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto yang berjumlah 14 siswa.

(20)

pengumpulan data yang ditetapkan adalah melalui tes yang berbentuk subjektif dan objektif.

Tes objektif digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan memahami makna kata, sedangkan tes subjektif digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan mengapresiasi naskah drama dari unsure instrinsik.

Data yang terkumpul masih dalam bentuk niali/bahan mentah yang harus diolah dan diselesaikan. Untuk mengubah skor/nilai bahan mentah menjadi nilai matang dilakukan dengan menentukan nilai rata-rata.

PEMBAHASAN

Pada pembelajaran siklus pertama siswa kelas VI SDN Kedungsari 2 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto diakhir pembelajaran diberikan tes untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mengapresiasi unsure instrinsik naskah drama dengan pemahaman makna kata, yang disajikan Tabel 1.

Tabel 1Perbandingan Kemampuan Memahami Makna Kata Siklus I dan Siklus II

Siklus I SIklus II

Nilai (X) Frekuensi FX Nilai (X) Frekuensi FX

9 1 9 2 18 2

8 2 18 5 40 5

7 3 21 5 35 5

6 4 24 2 12 2

5 3 15 0 0 0

4 1 4 0 0 0

JUMLAH 14 91 14 105 14

Tabel 2Perbandingan Distribusi Frekuensi Kemampuan Mengapresiasi Unsur Intrinsik Naskah Drama Siklus I dan Siklus II

Siklus I Siklus II

Nilai (x) Frekuensi FX Frekuensi FX Frekuensi

9 1 9 4 36 4

8 2 18 7 56 7

7 7 49 2 14 2

6 2 12 1 6 1

5 1 5 0 0 0

4 1 4 0 0 0

JUMLAH 14 97 14 112 14

Tabel 3Perbandingan Rata-Rata Kemampuan Memahami Makna Kata dan Kemampuan Mengapresiasi Unsur Intrinsik pada Siklus I dan Siklus II

Kemampuan Memahami Makna Kata Kemampuan Mengapresiasi Unsur Intrinsik Naskah Drama

Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II

6,5 7,5 6,9 8,0

(21)

diperoleh informasi rata-rata nilainya adalah 6,5 untuk siklus I dan 7,5 pada siklus II. Mean (rata-rata) tersebut selanjutnya dinyatakan dalam nilai kualitatif (nilai dalam kata-kata) dengan ketentuan sesuai dengan tabel konversi skor.

Setelah memperhatikan analisis data tentang penghitungan mean dan tabel konversi skor tersebut maka dapat dinyatakan bahwa kemampuan memahamai makna kata siswa kelas VI SDN Kedungsari 2 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto pada siklus I adalah cukup sedangkan pada siklus II adalah baik. Data kemampuan memahamai makna kata siswa dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1Kemampuan Memahami Makna Kata Siklus I dan Siklus II

Sedangkan penghitungan mean (rata-rata) kemampuan mengapresiasi unsure intrinsic naskah drama siswa kelas VI SDN Kedungsari 2 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto diperoleh informasi rata-ratanya adalah sebesar 6,9 pada siklus I dan 8,0 pada siklus II.

(22)

Setelah memperhatikan analisis data tentang penghitungan mean dan tabel konversi skor tersebut maka dapat dinyatakan bahwa kemampuan mengapresiasi unsure intrinsic naskah drama siswa kelas VI SDN Kedungsari 2 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto pada siklus I adalah termasuk baik, sedangkan pada siklus II termasuk kategori baik sekali, sehingga ada peningkatan. Data kemampuan mengapresiasi unsure intrinsic naskah drama dapat dilihat pada Gambar 2.

Dari uraian hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa ada peningkatan kemampuan mengapresiasi unsure instrinsik naskah drama (tema, penokohan, setting, plot, amanat) siswa kelas VI SDN Kedungsari 2 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto melalui pemahaman makna kata.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari deskrispi dan frekuensi pemahaman makna kata dan kemampuan mengapresiasi unsur instrinsik naskah drama siswa kelas VI SDN Kedungsari 2 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto, maka dapat penulis simpulkan bahwa ada peningkatan kemampuan mengapresiasi unsur instrinsik naskah drama (tema, penokohan, setting, plot, amanat) melalui pemahaman makna kata. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan memahami makna kata rata-rata nilainya adalah 6,5 untuk siklus I dan 7,5 pada siklus II. Sedangkan kemampuan mengapresiasi unsur instrinsik naskah drama diperoleh informasi rata-ratanya adalah sebesar 6,9 pada siklus I dan 8,00 pada siklus II.

Saran

Karena kemampuan memahami makna kata sangat mempengaruhi kemampuan mengapresiasi naskah drama, hendaknya guru lebih banyak memberikan kosa kata atau kata-kata sulit yang menjadi kunci dala memahami naskah drama.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 1987.Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru

Aminuddin. 2003. Simantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung : C.V Sinar Baru Algesindo

Arikunto, Suharsimi. 2006.Prosedur Penelitian Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

Asmara dR,Adhy. 1979.Apresiasi Drama untuk S.L.A. Yogyakarta: C.V Nur Cahaya Chaer, Abdul. 2000.Pengantar Simantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta : Balai Pustaka

Hardjana, Andre. 1991. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta : PT. Gramedia pustaka utama

Maryaeni. 1991.Apresiasi Drama Teater. Malang : IKIP Malang Maryaeni. 1992.Teori Drama. Malang : IKIP Malang

Soemanto, Bakdi. 2006. Majalah Dinding Kumpulan Drama. Yogyakarta : Gama Media

Soejito. 1983.Kosa Kata Bahasa Indonesia. Malang

(23)

19

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn MELALUI

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Nawaingsih

SDN Mojowatesrejo Kemlagi Mojokerto

Naskah diterima: 20/08/2016, Direvisi akhir: 5/9/2016, Disetujui: 15/9/2016

Abstrak: Pengajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah. Pengajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual. Penelitian ini bertujuan untuk Mendeskripsikan implementasi pengajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dan Mendeskripsikan adanya peningkatan hasil belajar PKn melalui strategi pengajaran berbasis masalah (Problem Based Learning).

Kata Kunci: Pengajaran Berbasis Masalah, PKn, Hasil Belajar

Abstract: Problem Based Learning is a learning approach that uses real-world problems as a context for students to learn about critical thinking and problem solving skills. Problem Based Learning aims to help students develop thinking skills, problem solving, and intellectual skills. This study aims to describe the implementation of Problem Based Learning and Describing their learning outcome Civics through Problem Based Learning strategies.

Keywords: Problem Based Learning, Civic, Learning Outcomes

PENDAHULUAN

Menurut Nurhadi (2005:57) Pengajaran Berbasis Masalah yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks siswa untuk belajara tentang cara berfikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Strategi pengajaran ini digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah. Pengajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka.

Secara garis besar pengajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemungkinan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.

Pengajaran berdasarkan masalah adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disentesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawaban oleh siswa bersama guru atau dari siswa sendiri yang kemudian dijadikan pembahasan dan dicari pemecahan sebagai kegiatan belajar siswa.

(24)

masalah berarti murid mempelajari sesuatu yang baru. Langkah-langkah yang diikuti dalam pengajaran berdasarkan masalah menurut John Dewey ialah : (a) Pelajar dihadapkan pada suatu masalah (b) Pelajar merumuskan masalah tersebut (c) Pelajar merumuskan hipotesis (d) Pelajar menguji hipotesis tersebut (e) Mempraktekkan kemungkinan pemecahan masalah yang dipandang terbaik.

Pengajaran Berbasis Masalah ini memiliki bobot menciptakan manusia yang mampu menyelesaikan persoalan, mencari informasi, membuat praduga sampai kepada mendapatkan pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Dalam Pengajaran Berbasis Masalah guru bukan merupakan satu-satunya subyek belajar (Nasution, 1998:18).

Ciri utama dari strategi pengajaran berdasarkan masalah adalah mengorientasikan siswa kepada masalah atau pengetahuan yang autentik, multi disiplin, menuntut kerja sama dalam penyelidikan, dan menghasilkan karya. Dalam strategi Pengajaran Berbasis Masalah, kegiatan pembelajaran dimulai dengan suatu pemicu masalah (Setyo, 2004:1) menyebutkan pemicu masalah dalam pengajaran berbasis masalah dapat berupa deskripsi tertulis tentang peristiwa nyata, video rekaman suatu peristiwa nyata atau peristiwa yang langsung dialami oleh siswa.

Diknas (2005 :29-33) mengatakan bahwa ciri utama pembelajaran berdasarkan masalah meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerjasama, dan menghasilkan karya dan peragaan.

Dalam pembelajaran PKn siswa bukan hanya dituntut untuk sekedar memahami konsep-konsep dan teori di dalam PKn, akan tetapi siswa juga harus dapat mengembangkan kreativitas, keterampilan dan sikap ilmiah dalam memecahkan masalah. Pembelajaran Berbasis Masalah dapat menjadikan siswa lebih mandiri dan mendorong siswa untuk berfikir kritis.

Pengajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari mata pelajaran. Dalam pendekatan pembelajaran ini diharapkan anak didik mempunyai sikap, ketrampilan dan kemampuan memecahkan masalah.

Pengajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual. Belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata/ stimulasi. Dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri. Dengan keterlibatan siswa secara penuh dalam proses belajar mengajar akan terwujud ketrampilan-ketrampilan, baik ketrampilan sosial maupun ketrampilan fisik yang akan berguna nanti untuk kehidupan nyata.

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang di atas, maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah implementasi pengajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) pada mata pelajaran PKn (2) Apakah ada peningkatan hasil belajar PKn dengan menerapkan strategi pengajaran berbasis masalah (Problem Based Learning).

METODE

(25)

Pelaksanaan tindakan kelas ini dilakukan melalui beberapa siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu: (1)Planning/rencana awal yang akan dilakukan; (2) Action/tindakan. (3)Observation/pengamatan; (4)Reflection/refleksi.

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Mojowatesrejo Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto dengan subyek penelitian ini adalah siswa kelas V yang berjumlah 22 anak.

Jenis data yang digunakan adalah data Primer. Data yang didapatkan dalam penelitian ini adalah berasal dari hasil belajar siswa yang diperoleh pada saat proses belajar mengajar berlangsung dengan menggunakan metode pengajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). Data hasil belajar siswa inidi peroleh dari nilai tes akhir pada siklus I dan siklus II dan dianalisis dengan menggunakan rumus ketuntasan belajar (KB).

Analisis data dilakukan dengan menggunakan ketuntasan belajar klasikal, dimana siswa diberi tes pada setiap akhir siklus, kemudian hasil tes tersebut dianalisis dengan rumusan:

KB = x 100%

Keterangan :

KB : Ketuntasan Belajar

NI : Banyaknya siswa yang memperoleh skor di atas 75 N : Banyaknya siswa yang mengikuti tes

Ketuntasan belajar individu dikatakan tercapai jika mencapai skor 75% penguasaan kompetensi (Diknas, 2003)

Penentuan perhitungan nilai menggunakan rumus :

Nilai = x 100%

Keterangan :

Skor X : skor yang diperoleh dari tiap individu dari tes tiap akhir siklus Skor maksimal : skor maksimal dari tiap akhir siklus

Dari hasil penelitian dapat dihitung beberapa siswa yang tuntas belajar (dengan skor > 70 ke atas) dari keseluruhan siswa dalam kelas. Apabila ketuntasan belajar sudah lebih dari 85%, maka kelas tersebut dapat dikategorikan tuntas belajar secara klasikal.

PEMBAHASAN

(26)

Tabel 1Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I dan Siklus II

No Nilai Interval Kelas Frekuensi Kelas Frekuensi

1 90 – 100 A 2 A 7

2 80 – 89 B 3 B 6

3 70 – 79 C 10 C 7

4 60 – 69 D 3 D 2

5 59 – Kebawah E 4 E 0

Jumlah Siswa 22 - 22

Siswa yang tuntas belajar pada siklus I sebanyak 14 siswa dengan ketuntasan belajar :

Ketuntasan Belajar = x 100% = 63,63%

Nilai Rata-rata = 1565 : 22 = 71,12

Siswa yang tuntas belajar pada siklus II sebanyak 18 siswa dengan ketuntasan belajar:

Ketuntasan Belajar = x 100% = 81,81%

Nilai Rata-rata = 1768 : 22 = 80,38

Pada siklus I siswa yang tuntas belajar sebanyak 14 siswa dengan ketuntasan belajar 63,63%. Nilai Rata-rata siswa mencapai 71,12. Sedangkan siswa yang tuntas belajar pada siklus II sebanyak 18 siswa dengan ketuntasan belajar 81,81%. Nilai rata-rata siswa juga meningkat menjadi 80,38.

Data rekapitulasi dari dua Siklus dapat dilihat pada Tabel 2, Gambar 1 dan Gambar 2.

Tabel 2Rekapitulasi Siklus I dan Siklus II

Aspek Siklus I Siklus II

Banyak Siswa Tuntas 14 18

Persentase Ketuntasan Belajar 63.63% 81.81% Nilai Rata – rata Hasil Belajar Siswa 71.12 80.38

(27)

Gambar 1Persentase Ketuntasan Belajar Siswa

Gambar 2Nilai Rata-rata Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diketahui hasil belajar PKn pada materi Keutuhan Negara Kesatuan RI siswa kelas V SDN Mojowatesrejo Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto setelah diterapkannya strategi pengajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) mengalami peningkatan. Pada siklus I diperoleh rata-rata 71,12 dan pada siklus II kenaikan nilai rata-rata kelas yang diperoleh yaitu 80,38. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa baik dari tes siklus I maupun tes siklus II untuk materi yang sama mengalami peningkatan setelah dikembangkan strategi pengajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.

0% 25% 50% 75% 100%

Siklus I Siklus II

63.63% 81.81% Persentase Ketuntasan Belajar

65 70 75 80 85

Siklus I Siklus II

71.12

(28)

Saran

Dalam pengelolaan pembelajaran di kelas guru harus selalu memberi arahan dan motivasi kepada seluruh siswa, terutama siswa yang memiliki kemampuan lebih rendah perlu mendapatkan perhatian yang lebih, agar mereka termotivasi dan lebih aktif dalam mengemukakan gagasannya. Dalam menerapkan pembelajaran ini guru hendaknya dapat mengorganisir waktu dengan baik, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal, guru harus mengalokasikan waktu secara tepat untuk setiap tahap rencana pembelajaran yang akan disusun dan melakukan ketentuan tersebut sehingga tidak ada waktu yang terbuang sia-sia.

DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, Syaiful Bahri, dkk. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka. Nawawi Hadari, 1984, Analisis Pendidikan, Jakarta : Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Purwodharminto, WJS, 2002. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Riyanto Yatim. 2001.Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya : SIC.

Sriyono dkk. 1991.Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Semarang : Rineka Cipta. Sudjana, Nana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar.

Bandung : Sinar Baru Algesindo

(29)

25

PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM HAYATI DI

LINGKUNGAN SEKITAR UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR SAINS

Siti Afrikatin

SDN Kedungsari 1 Kemlagi Mojokerto

Naskah diterima: 20/08/2016, Direvisi akhir: 5/9/2016, Disetujui: 15/9/2016

Abstrak: Sains merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Dalam sains terdapat tiga komponen utama yaitu proses, produk dan sikap. Produk sains dapat berbentuk konsep, generalisasi, prinsip, teori dan hukum. Proses sains digambarkan sebagai langkah-langkah penyelidikan yang meliputi masalah, observasi, hipotesis menguji hipotesis, dan kesimpulan. Sikap sains berkaitan dengan ketelitian, kejujuran, dan membuat keputusan. Lingkungan sebagai sumber belajar yang tak habis-habisnya memberikan pengetahuan kepada kita. Semakin kita gali semakin banyak yang kita dapatkan, tidak hanya sains itu sendiri tetapi juga berupa sumber dari berbagai macam ilmu pengetahuan lainnya.

Kata Kunci: Sains, Lingkungan, Hasil Belajar

Abstract: Science is a way of finding out about nature systematically to master knowledge, facts, concepts, principles, process of discovery, and has a scientific attitude. In science, there are three main components of the process, product and attitude. Science products can take the form of concepts, generalizations, principles, theories and laws. Science process described as steps investigation that includes problem, observation, hypothesis testing hypotheses, and conclusions. Science attitude with regard to accuracy, honesty, and make a decision. Environment as a learning resource that is inexhaustible give knowledge to us. The more we dug the more we get, not only science itself but also be a source of a wide variety of other science.

Keywords: Science, Environment, Learning Outcomes

PENDAHULUAN

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangng kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.

(30)

Dalam mengemukakan suatu masalah, siswa diminta untuk mencari dan menyelidiki seperti berpikir tentang lingkungan yang bersih dan nyaman didalam rumah maupun di sekolah yang khususnya di ruang kelas, halaman kelas dan kamar kecil di sekolah.

Sains merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Departemen Pendidikan Nasional, 2004:32).

Dalam sains terdapat tiga komponen utama yaitu proses, produk dan sikap. Produk sains dapat berbentuk konsep, generalisasi, prinsip, teori dan hukum. Proses sains digambarkan sebagai langkah-langkah penyelidikan yang meliputi masalah, observasi, hipotesis menguji hipotesis, dan kesimpulan. Sikap sains berkaitan dengan ketelitian, kejujuran, dan membuat keputusan.

Sains juga diartikan sebagai hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain, penyelidikan, penyusunan, dan penyajian gagasan. Itu sebabnya, dalam pembelajaran sains seorang guru dituntut untuk dapat mengajak anak didiknya memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar, sebab alam sekitar merupakan sumber belajar yang paling otentik dan tidak akan habis digunakan. Melalui alam, siswa akan lebih jelas dalam menentukan suatu konsep karena didapat lewat proses penelitian dan pengamatan yang cermat.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, hakikat sains dalam penelitian ini adalah suatu ilmu atau pengetahuan yang mengamati dan memahami tentang berbagai gejala alam, yang bersifat analitis, logis, rasional, lengkap dan cermat, yang berupa prinsip-prinsip, teori-teori, hukum-hukum, konsepkonsep, maupun fakta-fakta yang ditunjukkan untuk menjelaskan gejala alam serta menghubungkan berbagai gejala alam yang satu dengan gejala alam yang lain sehingga membentuk sudut pandang yang baru terhadap objek yang diamatinya.

Siswa SD termasuk dalam tahap operasional konkrit dengan pemikiran yang diterapkan kedalam contoh yang konkrit sehingga membutuhkan objek belajar yang konkrit di dalam pembelajaran. Untuk mengatasi masalah yang dikemukakan di atas maka perlu dipikirkan sebuah solusi yang dapa menjadi alternative salah satunya adalah pengembangan alat praktik IPA yang sederhana.

Alat peraga/praktik IPA sederhana atau disebut juga alat IPA buatan sendiri adalah alat yang dapat dirancang dan dibuat sendiri dengan memanfaatkan alat/bahan sekitar lingkungan, dalam waktu relatif singkat dan tidak memerlukan keterampilan khusus dalam penggunaan alat/bahan tersebut, siswa dapat menjelaskan, menunjukkan, dan membuktikannya.

Menurut Dirdjosoemitro (1991), lingkungan secara harfiah berarti sekeliling atau sekitar, sehingga suatu lingkungan selalu menggambarkan keadaan yang kompleks karena adanya berbagai faktor, misalnya cahaya, suhu, tanah, air, kelembaban udara dan lain-lain.

(31)

geografis. Jadi pda hakikatnya lingkungan menjadi sangat penting dalam interaksi belajar mengajar di Sekolah Dasar, karena dengan lingkungan, anak dapat mengenal alam sekitar sebagaimana tujuan pendidikan Sekolah Dasar.

Disamping itu, belajar melalui interaksi dengan lingkungan itu sangat penting bagi anak Sekolah Dasar karena lingkungan dapat dipakai sebagai sarana belajar, sumber belajar dan sarana. Lingkungan sebagai sarana belajar sesuai dnegan tujuan pendidikan Sekolah Dasar, antara lain agar anak dapat mengenal alam sekitar.

Lingkungan sebagai sumber belajar, bahwa lingkungan merupakan sumber belajar yang tak habis-habisnya memberikan pengetahuan kepada kita. Semakin kita gali semakin banyak yang kita dapatkan, tidak hanya sains itu sendiri tetapi juga berupa sumber dari berbagai macam ilmu pengetahuan lainnya.

Sedangkan lingkungan sebagai sarana belajar, adalah lingkungan yang secara alamiah menyediakan bahan-bahan yang tidak usah dibeli misalnya udara, cahaya matahari, pepohonan, air sungai, rerumputan dan sebagainya. Selain itu, belajar melalui interaksi dengan lingkungan juga dapat mengembangkan aspek-aspek paedagogis, seperti dapat mengembangkan sikap dan keterampilan, dapat digunakan bagi semua siswa dari semua tingkat perkembangan intelektual dan dapat menjadi sumber motivasi belajar bagi anak.

Pemanfaatan lingkungan memberikan kesempatan untuk melakukan dan menemukan diri dalam pembelajaran sains adalah penting bahwa siswa benar-benar melakukan pengamatan, pengukuran, pengidentifikasian dan pengendalian variabel. Dengan mengalami dan melakukan sendiri diharapkan pembelajaran akan lebih bermakna. Pemanfaatan lingkungan mendasarkan siswa belajar mengalami sendiri siswa akan lebih menyukai pelajaran yang pada akhirnya hasl belajarnya akan meningkat.

Berdasarkan kajian teoritik di atas, maka diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut. Pembelajaran melalui pendekatan pemanfaatan sumber daya alam hayati yang ada di lingkungan sekitar akan berdampak positif terhadap peningkatan hasil belajar sains siswa kelas IV SD Negeri Kedungsari 1 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto.

METODE

Berdasarkan tujuan penelitian, metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan sasaran penelitian siswa kelas IV SD Negeri Kedungsari 1 Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto yang berjumlah 16 siswa.

Adapun alur atau tindakan dalam penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) disajikan pada Gambar 1.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, yaitu mengumpulkan data melalui pengamatan langsung secara sistematis mengenai permasalahan yang akan diteliti, kemudian dibuat catatan, sesuai dengan hal tersebut.

Data yang dikumpulkan berkenaan dengan penelitian tindakan kelas adalah dalam bentuk instrument, yang terdiri atas: lembar observasi pelaksanaan kegatan belajar mengajar, lembar pengamatan guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran, foto, dan tes tertulis.

(32)

Gambar 1Alur Penelitian Tindakan Kelas

PEMBAHASAN

Pada siklus I dengan metari pembelajaran yaitu bagian-bagian tumbuhan, pembelajaran dibatasi pada bagian daun. Hasil akhir belajar yang diharapkan adalah siswa mampu mendeskripsikan dan mengklasifikasikan bagian-bagian daun dengan benar sesuai fungsinya. Pada akhir pembelajaran Siklus I siswa diberi tes.

Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar siklus I, Siklus II, dan Siklus III disajikan pada tabel 1.

Tabel 1Aktivitas Siswa Selama PBM pada Siklus 1

No Aspek Yang Diamati Siklus I Siklus II Siklus III

1 Keterampilan 56,7% 76,7% 87,5%

2 Adaptasi 67,5% 74,2% 83,3%

3 Komunikasi 62,5% 67,5% 91,7%

4 Kreativitas 65,8% 72,5% 90,0%

5 Motivasi 60,8% 78,3% 95,0%

Rata-rata 62,67% 73,83% 89,50%

(33)

Siklus II dalam penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari siklus I. Hasil akhir belajar yang diharapkan adalah siswa mampu mendeskirpsikan dan mengklasifikasikan bagian-bagian akar dengan benar sesuai fungsinya. Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa selama PBM yang menunjukkan prosesntase terkecil ada pada aspek komunikasi sebesar 67,5%, sedangkan yang terbesar yaitu aspek motivasi sebesar 78,3%. Dengan demikian hasil belajar sains mereka belum sesuai dengan yang mereka harapkan.

Siklus III dalam penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari siklus II. Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa selama PBM secara keseluruhan meningkat. Setelah melakukan evaluasi baik proses maupun hasil belajar sains dilakukan analisis data. Adapun analisis hasil belajar Siklus I, Siklus II, dan Siklus III dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2Hasil Belajar Sains Berdasarkan Pencapaian Target

No Siklus Pencapaian Target

1 I 4 orang

2 II 9 orang

3 III 15 orang

Dari Tabel 2 diatas, maka dapat digambarkan dengan histogram seperti pada Gambar 2.

Gambar 2Histogram Hasil Belajar Sains Berdasarkan Pencapaian Target Siklus I, Siklus II dan Siklus III

Dari hasil analisis data pada siklus I nilai 7,5 baru dicapai oleh empat orang, sedangan pada siklus II sembilan orang, sehingga terdapat peningkatan hasil belajar siswa dibandingkan siklus I, namun perubahan tersebut belumlah mencapai target. Dari hasil evaluasi terlihat pada siklus pertama untuk aspek keterampilan dan adaptasi dalam pembelajaran masih kurang baik. Hal ini disebabkan karena pada siklus I siswa belum terbiasa adaptasi dengan lingkungannya dalam mengenali

4

9

15

0 3 6 9 12

(34)

bagian bagian tumbuhan. Sesuai dengan perencanaan tindakan penelitian dilanjutkan pada siklus II.

Dari hasil analisis pada siklus II nilai 7,5 baru dicapai oleh sembilan orang, sehingga terdapat peningkatan hasil belajar siswa dibandingkan siklus I, namun perubahan tersebut belumlah mencapai target. Sesuai dengan perencanaan tindakan penelitian dilanjutkan pada siklus III.

Dari hasil analisis data pada siklus III nilai 7,5 sudah dicapai oleh lima belas orang sehingga terdapat peningkatan hasil belajar siswa dibandingkan siklus II. Pada siklus III ini baik aspek proses maupun hasil belajar terlihat kenaikan yang cukup fantastis. Lingkungan sekitar sebagai sumber belajar dalam penelitian ini ternyata cukup membantu peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran sains.

Pembelajaran sains dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, membawa siswa untuk berinteraksi langsung dengan lingkungan, sehingga lebih aktif dan kreativitas selama kegiatan pembelajaran.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut. Pendekatan pemanfaatan sumberdaya alam hayati yang ada di lingkungan sekitar sebagai sumber belajar dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Rata-rata aktivitas proses belajar siswa menunjukkan 62,67% pada siklus I, siklus II dengan nilai 73,83% dan pada siklus III sebesar 89,50%. Hasil belajar Siklus I banyak siswa yang telah mencapai target sebanyak empat anak, Siklus II sebanyak Sembilan anak dan meningkat pada Siklus III sebanyak lima belas anak.

Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini, maka peneliti menyampaikan saran sebagai berikut. Selain sumberdaya alam hayati yang ada di lingkungan sekitar sebagai sumber belajar hendaknya di kaji sumber-sumber belajar yang lain dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa khususnya pelajaran sains di Sekolah Dasar.

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud RI. (1994).Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta: Depdikbud

Dimyati Dan Mudjiono, (2002).Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Departemen Pendidikan Nasional. Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata

Pelajaran Sains. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Dirdjosoenmitro, Soendjoyo. (1991). Pendidikan IPA I. Jakarta: Depdikbud PPTK Perguruan Tinggi

Ganjar, Achmad Dan Arief, Anisyah. (1999). Pedoman Pembinaan Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup Di Sekolah. Jakarta: Depdiknas. Hamalik, Oemar. (1990).Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara Iskandar, Srini. M. (1997).Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Depdikbud

RI

(35)

31

MENINGKATKAN PEMAHAMAN KEDUDUKAN DAN

PERAN ANGGOTA KELUARGA MELALUI METODE

TANYA JAWAB

Siti Maimunah

SDN Watesprojo Kemlagi Mojokerto

Naskah diterima: 20/08/2016, Direvisi akhir: 5/9/2016, Disetujui: 15/9/2016

Abstrak: Ilmu Pengetahuan Sosial mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman siswa tentang kedudukan dan peran anggota keluarga melalui metode tanya jawab. Pembelajaran IPS tentang kedudukan dan peran anggota keluarga dengan menggunakan metode tanya jawab ditemukan hasil 81% yang memenuhi standar ketuntasan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan dibanding pembelajaran awal.

Kata Kunci: IPS, Metode Tanya Jawab, Peran Anggota Keluarga

Abstract: Social Sciences examines a set of events, facts, concepts, and generalizations relating to social issues. Social studies, arranged in a systematic, comprehensive, and integrated in the learning process towards maturity and success in life in society. The purpose of this research is to improve students' understanding of the position and the role of family members through the question and answer method. IPS learning about the position and the role of family members using a question and answer method 81% found results that meet the standards of completeness. It can be concluded that there is an increase compared to early learning.

Keywords: IPS, Question and Answer Method, Role of Family Members

PENDAHULUAN

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLD sampai SMP/MTS/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis dan bertang

Gambar

Tabel 1 Perbandingan Hasil Evaluasi Tertulis pada Pra Siklus, Siklus I dan II
Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan Kelas model John Elliott
Tabel 1 Perbandingan Kemampuan Memahami Makna Kata Siklus I dan Siklus II
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I dan Siklus II
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada siklus I dan siklus II hasil belajar aspek psikomotorik dan afektif secara klasikal belum tuntas, serta sikap ilmiah siswa juga belum begitu terlihat. Belum

Prestasi belajar siswa secara klasikal terlihat pada hasil evaluasi siswa yang tuntas belajar meningkat dari siklus I 36% menjadi 82% pada siklus II, karena dengan

problem posing meningkat, karena ketuntasan hasil belajar secara klasikal pada siklus I sebesar 58,6% (tidak tuntas), siklus II 75,0% (tuntas) dan siklus III

dinyatakan tuntas rerata 84,31 sehingga persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal 100% dinyatakan tuntas memperoleh kriteria gain 0,553 dengan kategori sedang

Pada kondisi awal (pra siklus) sebelum diadakannya tindakan, hasil belajar siswa adalah 42.8% atau 12 siswa belum tuntas, pada siklus I ketuntasan hasil belajar

Sedangkan 8 orang siswa (36.36%) belum tuntas atau memperoleh nilai dibawah kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan, yaitu 65. Dengan demikian hasil belajar siswa pada

Hasil penelitian analisis tes akhir tindakan siklus I, diperoleh 11 orang siswa tuntas dari 19 jumlah siswa dengan persentase ketuntasan klasikal mencapai 57,89% dan daya serap

Data Hasil Belajar Siswa Prestasi Belajar Pra Siklus Jumlah Siswa Kategori Nilai < 65 16 Belum Tuntas Nilai > 65 4 Tuntas Jumlah 20 Berdasarkan hasil pengamatan