• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENDIDIKAN MASYARAKAT DESA KARANGSARI KECAMATAN BOJONG KABUPATEN PEKALONGAN. A. Profil Desa Karangsari Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PENDIDIKAN MASYARAKAT DESA KARANGSARI KECAMATAN BOJONG KABUPATEN PEKALONGAN. A. Profil Desa Karangsari Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

A. Profil Desa Karangsari Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan

1. Letak Geografis

Desa Karangsari merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan. Luas Desa Karangsari sekitar 81,615 Ha. Desa Karangsari memiliki letak yang strategis karena berada di tengah-tengah pedesaan. Batas wilayah desa Karangsari meliputi: sebelah Utara dibatasi oleh kelurahan Babalan Lor, sebelah Selatan dibatasi oleh kelurahan Babalan Kidul, sebelah Barat dibatasi oleh kelurahan Sembung Jambu, sedangkan sebelah timur dibatasi oleh kelurahan Babalan Kidul.

2. Mata Pencaharian Penduduk

Desa Karangsari merupakan salah desa di Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan yang dilalui oleh transportasi angkutan desa membuat Desa Karangsari ramai dilalui oleh para pedagang dan karyawan yang melintas disitu. Selain itu Desa Karangsari juga merupakan pemukiman yang padat sehingga penduduk Desa Karangsari bukan murni warga Karangsari akan tetapi banyak pendatang-pendatang yang bermukim di pemukiman tersebut. 1

1 Dokumentasi Desa Karangsari diambil pada tanggal 20 Juli 2015.

(2)

Penduduk Desa Karangsari dalam status soaial terbagi menjadi dua yaitu penduduk asli yang bermukim di Desa Karangsari yang kebanyakan bermata pencaharian sebagai petani, buruh, dan karyawan serta sebagian kecil adalah pedagang dan wiraswasta dan penduduk pendatang yang kebanyakan mempunyai mata pencaharian sebagai pegawai negeri sipil, karyawan, dan wiraswasta.

Antara dua jenis status sosial tersebut sangat jelas perbedaannya baik dari segi pendidikan maupun pengalaman keagamaan. Warga pendatang lebih tinggi tingkat pendidikannya, khususnya pendidikan umum dan lebih memiliki sekolah yang berstatus negeri, namun kurangg memperhatikan segi keagamaan. Sedang warga yang asli Desa Karangsari, sangat fanatik dalam menjalankan kegiatan keagamaan bahkan ada sebagian warga yang tidak mau menyekolahkan anaknya di sekolah negeri. 2

Untuk mengetahui lebih jelas tentang mata pencaharian penduduk Desa Karangsari bisa dilihat pada tabel berikut ini:

(3)

Tabel 1

Mata Pencaharian Penduduk Desa Karangsari. 3

No. Jenis Pekerjaan Jumlah

1. PNS 134 orang

2. Wiraswasta 143 orang

3. Tani 40 orang

4. Pekerja Seni 3 orang

5. Buruh Tani 130 orang

6. Pensiunan 29 orang

7. TNI / Polri 8 orang

8. Jasa 6 orang

9. Lainnya 1.602 orang

Jumlah 2.095 orang

Dengan memperhatikan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Desa Karangsari mempunyai jenis pekerjaan / sumber mata pencaharian sebagai wiraswsta yaitu sebanyak 143 orang. 3. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk desa Karangsari sebanyak 2.095 jiwa terdiri dari 640 KK. Terdiri dari 1.044 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 1.051 jiwa berjenis kelamin perempuan. Untuk mengetahui lebih jelas tentang jumlah penduduk Desa Karangsari bisa dilihat pada tabel berikut ini:

(4)

Tabel 2

Jumlah Penduduk Desa Karangsari. 4

No. Usia Jumlah

1. Usia 0 – 14 tahun 568 orang

2. Usia 15– 64 tahun 1.365 orang

3. Usia 65 ke atas 162 orang

Jumlah 2.095 orang

Dengan memperhatikan tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Desa Karangsari terbesar adalah berusia antara 15 – 64 tahun yakni sebanyak 1.365 orang.

Berdasarkan tingkat pendidikan penduduk Desa Karangsari dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Tabel 3

Mata Pencaharian Penduduk Desa Karangsari. 5

No. Pendidikan Jumlah

1. Taman Kanak-Kanak 25 orang

2. Sekolah Dasar 940 orang

3. SMP 432 orang

4. SMA / SMU 508 orang

5. D1-D3 64 orang

4 Dokumentasi Desa Karangsari diambil pada tanggal 20 Juli 2015. 5 Dokumentasi Desa Karangsari diambil pada tanggal 20 Juli 2015.

(5)

6. Sarjana 57 orang

7. Pascasarjana 10 orang

8. Tidak Lulus Sekolah 28 orang

9. Tidak Bersekolah 31 orang

Jumlah 2.095 orang

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Desa Karangsari memiliki tingkat pendidikan tamat Sekolah Dasar yakni sebanyak 940 orang.

4. Sarana-Sarana Umum

Desa Karangsari memiliki sarana-sarana umum yang sangat penting menunjang kelancaran kegiatan kemasyarakatan warganya, bisa dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4

Jumlah Sarana Umum di Desa Karangsari. 6

No. Nama Sarana Umum Jumlah

1. Posyandu 1 buah

2. Gedung Sekolah TK 1 buah

3. Gedung Sekolah SD 2 buah

4. Gedung Sekolah SMP 1 buah

5. Gedung Sekolah SMU 1 buah

6. Masjid 2 buah

(6)

7. Musholla 4 buah

8. Tempat Olahraga 3 buah

9. Balai pertemuan 1 buah

10. Perpustakaan Desa 1 buah

11. Tempat Kesenian / Budaya 1 buah

Bila diperhatikan dari jenis sarana umum di Desa Karangsari dapat dikatakan bahwa Desa Karangsari sudah memiliki sarana umum yang lengkap.

5. Kondisi Sosial Keagamaan

Kebebasan untuk memilih agama dan kepercayaan adalah merupakan hak asasi manusia. Dalam hal ini tiada paksaan, karena islam sendiri mengajarkan bahwa “tak ada paksaan dalam agama, bagimu agamamu, dan bagiku agamaku”. Hal ini menunjukkan bahwa selain agama islam masih ada agama lain, seperti yang berkembang di Indonesia, yakni agama Hindu, Budha, Kristen protestan dan Kristen Katholik dan masih ada lagi yang tidak termasuk agama akan tetapi diakui oleh pemerintah Indonesia yaitu aliran kepercayaan. Kelima agama dan aliran kepercayaan tersebut hidup berdampingan saling menghormati satu sama lainnya. Adapun agama yang dianut oleh penduduk Desa Karangsari tertera pada tabel berikut ini :

Tabel 5

Jumlah Pemeluk Agama Penduduk Desa Karangsari. 7

(7)

No. Agama Jumlah 1. Islam 2.095 orang 2. Kristen Katholik - 3. Kriten Protestan - 4. Budha - 5. Hindu - Jumlah 2.095 orang

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa seluruh penduduk Desa Karangsari adalah pemeluk agama islam yaitu 100 % atau sebanyak 2.095 orang.

B. Respon masyarakat Desa Karangsari Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan terhadap pendidikan wajib belajar sembilan tahun

Peneliti melakukan wawancara dengan masyarakat Desa Karangsari. Berikut adalah beberapa respon masyarakat Desa Karangsari Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan terhadap pendidikan wajib belajar sembilan tahun:

Responden pertama adalah Slamet Raswono selaku kepala desa Karangsari. Beliau mengatakan:

“Pendidikan sangat penting untuk menunjang masa depan anak. Bekal hidup yang paling baik selain harta benda adalah pendidikan, karena

(8)

dengan pendidikan anak kita dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di tengah-tengah masyarakat nantinya”. 8

Peneliti juga menanyakan kepada Khotimul Makmun selaku Sekretaris Desa Karangsari, beliau mengatakan:

“Pendidikan wajib belajar sembilan tahun adalah hal yang penting. Anak perlu mendapatkan pendidikan yang layak untuk bekal masa depannya kelak”. 9

Lebih lanjut peneliti menanyakan bagaimana perkembangan pendidikan wajib belajar sembilan tahun di Desa Karangsari, Ta’awud selaku Kaur Kesra Desa Karangsari mengatakan:

“Menurut saya perkembangan pendidikan wajib belajar sembilan tahun di Desa Karangsari sangat pesat, hal ini dapat dilihat dari jumlah siswa yang mendaftar di SMP setiap tahunnya selalu meningkat. Saya juga mendaftarkan anak saya di SMP Desa Karangsari”. 10

Responden selanjutnya adalah H. Asmuni selaku tokoh masyarakat Desa Karangsari, beliau mengatakan:

“Pendidikan menurut saya sangatlah penting karena dengan pendidikanlah harkat dan martabat manusia dapat ditinggikan, bukankah Allah telah menjamin bahwa barang siapa yang memiliki ilmu maka derajatnya akan ditinggikan beberapa tingkat. Untuk itu saya selalu menekankan tentang pentingnya pendidikan bagi anak-anak saya”.11

8

Slamet Raswono, Kepala Desa Karangsari, wawancara pribadi, Pekalongan, 15 Juli 2015.

9 Khotimul Makmun, Sekretaris Desa Karangsari, wawancara pribadi, Pekalongan,

16 Juli 2015.

10

Ta’awud, Kaur Kesra Desa Karangsari, wawancara pribadi, Pekalongan, 17 Juli 2015.

11 H. Asmuni, Tokoh masyarakat Desa Karangsari, wawancara pribadi, Pekalongan,

(9)

Peneliti juga menanyakan tentang perkembangan pendidikan wajib belajar sembilan tahun di Desa Karangsarni. H. Asmuni mengatakan:

“Menurut saya masyarakat Desa Karangsari lebih suka untuk bekerja daripada bersekolah yang tinggi-tinggi. Hal ini dilatar belakangi oleh tingkat ekonomi orang tua mereka yang mayoritas adalah wiraswasta, maka lebih mementingkan untuk bekerja daripada bersekolah.”. 12

Responden selanjutnya adalah H. Bisri selaku tokoh masyarakat Desa Karangsari. Beliau mengatakan:

“Pendidikan adalah hak dasar yang wajib orang tua berikan kepada anak-anak mereka, selain kebutuhan sandang, pangan dan papan. Menurut saya arti pendidikan adalah bimbingan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa”. 13

H. Bisri memiliki pendapat tentang perkembangan pendidikan wajib belajar sembilan tahun di Desa Karangsari. Beliau mengatakan:

“Menurut saya perkembangan wajib belajar sembilan tahun di Desa Karangsarni dapat diacungi jempol, karena dalam kurun waktu 5 tahun belakang ini telah terjadi peningkatan jumlah penerimaan siswa di madrasah ibtidaiyah yang ada di Desa Karangsari. Hal ini membuktikan bahwa kualitas dan kuantitas pendidikan yang ada di Desa Karangsanri ini terus meningkat”. 14

Peneliti juga menanyakan kepada H. Syafi’i selaku tokoh masyarakat Desa Karangsari, beliau mengatakan:

12 H. Asmuni, Tokoh masyarakat Desa Karangsari, wawancara pribadi, Pekalongan,

18 Juli 2015.

13

H. Bisri, Tokoh masyarakat Desa Karangsari, wawancara pribadi, Pekalongan, 19 Juli 2015.

14 H. Bisri, Tokoh masyarakat Desa Karangsari, wawancara pribadi, Pekalongan,

(10)

“Menurut saya pendidikan adalah suatu hal yang penting karena pendidikan merupakan kebutuhan bagi anak, selain kebutuhan-kebutuhan yang lain. Orang tua seharusnya memberikan pendidikan yang tinggi kepada anaknya, meskipun harus dibayar dengan harga yang mahal”. 15

Responden selanjunya adalah Kholil selaku masyarakat Desa Karangsari. Beliau mengatakan:

“Pendidikan menurut saya adalah hal yang penting apalagi pendidikan bagi anak. Orang tua harus bisa mengupayakan dan mengusahakan agar anaknya mendapatkan pendidikan yang tinggi dan baik. Pendidikan yang diberikan kepada anak akan mempengaruhi pola pikir dan tingkah lakunya kelak di masa mendatang. Untuk itu harus dipikirkan betul-betul tentang pendidikan bagi anak”. 16

Solikhah selaku warga Desa Karangsari. Beliau mengatakan: “Menurut saya pendidikan bagi anak penting, tetapi lebih penting lagi untuk bekerja membantu ekonomi orang tua. Maklumlah mayoritas mata pencaharian warga Desa Karangsari adalah wiraswasta dan buruh tani, sehingga tingkat ekonominya kurang. Untuk itu banyak orang tua yang menyuruh anaknya untuk bekerja atau merantau daripada untuk belajar tinggi-tinggi”. 17

Itulah beberapa respon masyarakat Desa Karangsari Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan terhadap pendidikan wajib belajar sembilan tahun yang didapatkan peneliti berdasarkan wawancara. Selanjutnya akan peneliti analisis pada bab IV.

15

H. Syafi’i, Tokoh masyarakat Desa Karangsari, wawancara pribadi, Pekalongan, 20 Juli 2015.

16 Kholil, masyarakat Desa Karangsari, wawancara pribadi, Pekalongan, 21 Juli 2015. 17 Solikhah, masyarakat Desa Karangsari, wawancara pribadi, Pekalongan, 21 Juli 2015.

(11)

C. Faktor yang mempengaruhi respon masyarakat Desa Karangsari Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan terhadap pendidikan wajib belajar sembilan tahun.

Setiap orang atau keluarga memiliki sejarah sendiri-sendiri dan latar belakang yang sering kali sangat jauh berbeda. Perbedaan ini sangat memungkinkan terjadinya responden yang berbeda terhadap pendidikan wajib belajar sembilan tahun. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi respon masyarakat Desa Karangsari Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan terhadap pendidikan wajib belajar sembilan tahun, antara lain:

1. Faktor sosial ekonomi orang tua

Sebagaimana dikatakan oleh Slamet Raswono selaku Kepala Desa Karangsari mengatakan:

“Masyarakat Desa Kararangsari sudah mengerti arti pentingnya pendidikan bagi putra-putri mereka, hal ini dapat dilihat dari semangat orang tua untuk bekerja mencari nafkah guna menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang SMA atau bahkan ke perguruan tinggi. Namun kenyataannya terkendala oleh mata pencaharian masyarakat Karangsari yang mayoritas adalah wiraswasta sehingga mereka banyak yang lulusan SD atau SMP saja setelah itu merantau ke Jakarta atau kota-kota besar lainnya untuk mencari kehidupan yang lebih baik”. 18

Senada yang dikatakan dengan Khotimul Makmun selaku Sekretaris Desa Karangsari mengatakan:

“Masyarakat Karangsari rata-rata adalah lulusan sekolah dasar saja namun putra-putri mereka sekarang rata-rata sudah lulusan SMA bahkan ada yang masih sekolah di perguruan tinggi, maka dapat

18 Slamet Raswono, Kepala Desa Karangsari, wawancara pribadi, Pekalongan,

(12)

dikatakan bahwa semakin bertambahnya tahun masyarakat Karangsari sudah memiliki kesadaran untuk bersekolah sehingga kebanyakan dari orang tua menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang yang tinggi, namun terkendala oleh pendapatan mereka jadi banyak orang tua yang hanya mampu hingga SD atau SMP saja”. 19

Berdasarkan wawancara di atas, dapat diketahui bahwa kehidupan ekonomi masyarakat Desa Karangsari dapat dikatakan memiliki pendapatan yang pas-pasan, mungkin hanya cukup untuk makan sehari-hari dan menyekolahkan anak mereka hingga jenjang Sekolah Menengah Atas. Untuk itu mereka lebih banyak menghabiskan waktu mereka untuk bekerja mencari nafkah atau merantau ke Jakarta dan kota-kota besar lainnya daripada untuk bersekolah.

2. Faktor lingkungan

Supiyah selaku tokoh masyarakat Desa Karangsari mengatakan: “Perkembangan kesadaran pendidikan pada masyarakat Desa Karangsari pada hari ini mengalami peningkatan, namun karena masyarakat Desa Karangsari sudah sibuk dengan pekerjaannya yang pada akhirnya masyarakat lebih memperhatikan pekerjaan dari pada pendidikan. Tidak sedikit dari orang tua yang berprofesi sebagai wiraswasta luput dan tidak memperhatikan pendidikan bagi anak-anak mereka, padahal pendidikan merupakan salah satu pendidikan yang penting untuk diberikan kepada anak-anak selain harta dan kasih sayang “.20

Ta’awud selaku Kaur Kesra Desa Karangsari mengatakan:

“Orang tua di desa sini tidak terlalu memikirkan masalah pendidikan, mas, yang penting sudah sekolah SD atau SMP saja sudah cukup. Orang desa sini kebanyakan bekerja sebagai

19 Khotimul Makmun, Sekretaris Desa Karangsari, wawancara pribadi, Pekalongan,

16 Juli 2015.

(13)

wiraswasta, buruh tani, merantau, tukang batu dan semacamnya. Jumlah orang yang memiliki pendidikan hingga sarjana di desa ini bisa dihitung dengan jari, tidak banyak. Hal ini karena masyarakat di desa ini lebih memilih bekerja daripada memikirkan masalah pendidikan dan lebih sudah untuk merantau atau bekerja di kota-kota besar seperti Jakarta”. 21

Senada yang dikatakan dengan Wardjo selaku masyarakat Desa Karangsari mengatakan:

“Masyarakat Desa Karangsari lebih sudah untuk bekerja atau merantau di kota-kota besar setelah lulus sekolah, mas. Biasanya mereka pergi ke Jakarta jika ada saudara atau teman yang membawanya, paling-paling masyarakat Desa Karangsari hanya lulus SD atau SMP saja setelah itu langsung bekerja, jarang ada yang bersekolah tinggi-tinggi”. 22

Berdasarkan wawancara di atas, didapatkan informasi bahwa kondisi lingkungan masyarakat Desa Karangsari adalah sebuah desa dimana masyarakatnya tidak terlalu memikirkan pendidikan, mereka hanya berpikir tentang bekerja untuk meningkatkan taraf hidup ekonomi keluarga mereka. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat lebih cenderung mementingkan bekerja daripada pendidikan.

3. Rendaknya motivasi orang tua dan anak untuk bersekolah Anas selaku masyarakat Desa Karangsari mengatakan:

“Kulo pernah tekon karo putro kulo ingkang pun lulus SMP, leh kowe milih tak pondoke opo milih kerja mbantu bapak dadi kuli?, putro kulo njawab: aku milih kerjo mbantu bapak wae dadi kuli, aku seneng intuk duwet, tur aku bisa mbantu ekonomi keluarga ben ora susah maneh”.

21 Ta’awud, Kaur Kesra Desa Karangsari, wawancara pribadi, Pekalongan,

17 Juli 2015.

(14)

Artinya:

“Saya pernah tanya kepada anak saya yang sudah lulus SMP, Nak, kamu memilih saya sekolahkan di pondok pesantren atau memilih kerja membantu bapak jadi buruh?, anak saya menjawab: saya lebih memilih kerja membantu bapak jadi buruh, saya senang dapat uang dan saya bisa membantu ekonomi keluarga agar tidak susah lagi”. 23

Berdasarkan wawancara di atas, didapatkan informasi bahwa anak di Desa Karangsari banyak yang memilih bekerja membantu orang tua daripada untuk belajar atau menuntut pendidikan. Mereka beralasan bahwa bekerja lebih menyenangkan daripada harus belajar, karena bekerja bisa mendapatkan uang yang bisa digunakan untuk membantu ekonomi keluarga. Selain itu banyak teman-teman mereka yang hanya lulusan masih lulusan sekolah dasar (SD) atau lulusan sekolah menengah pertama (SMP) yang sudah bekerja dan mendapatkan uang, sehingga timbul rasa iri untuk meniru teman-teman mereka yang sudah bekerja dan mendapat uang sendiri sehingga orang tua tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak bisa melarang keinginan anak tersebut.

4. Faktor jumlah anak

Kartoyo selaku masyarakat Desa Karangsari mengatakan:

“Kulo gadah lare sekawan msa, roto-roto tamat SD sedoyo, niku mawon kulo keteteran kanggene nguripi, lare kulo jarang ten ndalem mas dadine kulo jarang ndidik, wes lah paling tak jarke mawon, nopo malih merhateke tentang pendidikan, lare kulo senenge kerjo daripada sekolah mas. Luwih seneng intuk duwet dewe ketimbang njalok karo wongtuae maklum wongtuone wong ora duwe dadidne anak-anakku do golek pangan dewe-dewe”.

(15)

Artinya:

“Saya punya anak empat bu, rata-rata tamat SD, itu saja saya sudah keberatan untuk menghidupinya mas, anak saya jarang di rumah jadi saya jarang mendidik, jadi saya biarkan saja, apa lagi untuk memperhatikan pendidikan, anak saya senangnya bekerja daripada sekolah mas. Lebih senang dapat uang sendiri daripada meminta kepada orang tua, maklum orang tuanya tidak mampu jadi anak-anak saya mencari makan sendiri-sendiri”. 24

Hal senada diungkapkan oleh Saeful Huda selaku anak di Desa Karangsari:

“Wong tuaku anake akeh mas, tur mboh bu ra tau ngurusi aku cok’e sibuk karo kerjaane dadi buruh tani terus ibu juga sibuk ngurusi adekku sing cilik aku ra tau di urusi sarapan yo tuku dewe, sekolah yo ra tau di gugah pokoke sekarepe aku ape bali yo keno, ora bali yo ra masalah, arep sekolah karepku, ora sekolah yo karepku”.

Artinya:

“Orang tua saya itu anaknya banyak mas, lagi pula tidak pernah peduli sama saya mungkin sibuk dengan kerjaaan dadi buruh, ibuku sibuk ngurusi adikku yang masih kecil, saya nggak pernah diperhatikan sarapan beli sendiri, mau sekolah tidak dibangunin pokoknya terserah saya mau pulang kerumah nggak apa-apa mau nggak pulang juga nggak masalah, mau sekolah terserah saya, tidak sekolah ya terserah saya”. 25

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa masyarakat Desa Karangsari memiliki banyak anak, sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja orang tua harus bekerja keras membanting tulang. Hal ini menjadikan masyarakat Desa Karangsari kurang memperharikan pendidikan terhadap anaknya. Mereka lebih cenderung menelantarkan atau membiarkan anak mereka dan sibuk dengan kegiatan mencari nafkah.

24 Kartoyo, masyarakat Desa Karangsari, wawancara pribadi, Pekalongan, 24 Juli 2015. 25 Saeful Huda, masyarakat Desa Karangsari, wawancara pribadi, Pekalongan, 24 Juli

Referensi

Dokumen terkait

Jawab : selama ini Kelompok Belajar ya sangat berperan bagi masyarakat, terutama orang tua yang anaknya sudah tidak bersekolah seperti saya. Kita disini menyambut dengan sangat

anaknya pada sekolah-sekolah dalam naungan JSIT di Kota Surakarta. Sebab-sebab sebagian orang tua berorientasi menyekolahkan anaknya

1) Orang tua yang mengizinkan anaknya berorganisasi. Peran orang tua disini sangat penting sebagai faktor pendukung, karena dengan izin orang tua tidak ada rasa

Ada ungkapan bahwa kapan Madrasah Aliyah di minati oleh masyarakat yaitu masyarakat Namlea jika orang tua menyekolahkan anaknya yang merupakan salah satu indikator,

Pendidikan masyarakat/orang tua yang sangat rendah dapat juga mempengaruhi kurangnya minat mereka untuk melanjutkan pendidikan anak-anaknya, karena para orang tua

Hal ini dapat dilihat dari besarnya minat dan apresiasi dari masyarakat sekitar sekolah dalam menyekolahkan anaknya sehingga bisa dikatakan jumlah siswa yang

Setiap orang tua mempunyai keinginan untuk membina anak-anaknya agar menjadi anak yang baik, begitu halnya dengan orang tua yang ada di desa Tanjunganom, mereka juga

Berdasarkan wawancara di atas, maka dapat diketahui bahwa faktor pendidikan pada anak juga mempengaruhi pola asuh orang tua dalam menanamkan etika pergaulan anak di