• Tidak ada hasil yang ditemukan

T IPA 1103987 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T IPA 1103987 Chapter1"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan standar kompetensi lulusan kelompok mata pelajaran sains,

tujuan pendidikan pada satuan pendidikan SMA adalah untuk mengembangkan

logika, kemampuan berpikir dan analisis siswa (BSNP, 2006 : 7). Kimia sebagai

satu bagian dari rumpun mata pelajaran sains hendaknya dapat menjadi salah satu

mata pelajaran yang mendukung pencapaian tujuan kelompok mata pelajaran

tersebut.

Salah satu kemampuan yang harus dikembangkan dalam pembelajaran

kimia adalah keterampilan berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis siswa

merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang penting untuk dimiliki siswa

karena kemampuan berpikir kritis dapat membekali siswa dalam menghadapi

persoalan di masa depan bukan hanya dalam pembelajaran di kelas. Keterampilan

berpikir kritis merupakan salah satu ciri dari sikap ilmiah yang merupakan salah

satu tujuan pendidikan ilmu kimia di SMA. Pembinaan berpikir kritis di semua

tingkat pendidikan dirasakan sangat penting, sehingga bagaimana mengajar siswa

untuk berpikir kritis merupakan masalah penting dalam pendidikan ( Paul, 1995;

Astleitner, 2002; Facione, 2007; dalam Qing, Nia dan Honga, 2010:1).

Mengembangkan berpikir kritis siswa telah dianggap salah satu dari tujuan primer

pendidikan mengingat pengembangan berpikir kritis adalah salah satu elemen

utama dari literasi sains.

Pembelajaran kimia, seperti disiplin ilmu lainnya baik

ilmu pengetahuan dan seni berusaha untuk memfasilitasi pengembangan berpikir

kritis siswa melalui pendekatan instruksional yang sesuai (Qing, Nia dan Honga,

2010:1). Selain itu kimia yang merupakan bagian dari pembelajaran sains

mengembangkan rasa ingin tahu melalui penemuan berdasarkan pengalaman

(2)

untuk memanfaatkan fakta, membangun konsep, prinsip, teori sebagai dasar untuk

berpikir kreatif, kritis, analitis dan divergen (BSNP, 2007:12).

Pembelajaran sains diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk

mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta pengembangan lebih lanjut dalam

menerapkanya di dalam kehidupan sehari-hari (Indrawati, 2010:2). Ilmu kimia

yang merupakan bagian dari mata pelajaran sains pada hakekatnya dipandang

sebagai proses dan produk (Trianto, 2010:137). Oleh karena itu, pembelajaran

kimia tidak boleh mengesampingkan proses ditemukannya konsep. Kimia sebagai

proses meliputi keterampilan-keterampilan dan sikap-sikap yang dimiliki oleh

para ilmuwan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan.

Keterampilan-keterampilan inilah yang disebut Keterampilan Proses Sains (KPS).

Oleh karena itu kurikulum sains yang dikembangkan saat ini oleh sekolah

menekankan pada pendekatan keterampilan proses dimana pembelajaran yang

dikembangkan berpusat pada siswa bukan pada guru.

Salah satu permasalahan dalam dunia pendidikan adalah masalah lemahnya

proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran seharusnya siswa didorong

untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Kenyataan yang terjadi bahwa

dalam proses pembelajaran di kelas, siswa hanya diarahkan kepada kemampuan

untuk menghafal informasi (Suyanti, 2010:41). Pelajaran yang disajikan guru

kurang menantang siswa untuk berpikir, akibatnya siswa tidak menyenangi

pelajaran. Semestinya, proses pembelajaran lebih diperhatikan dan hasil tes

merupakan dampak dari proses pembelajaran. Secara internasional, mutu

pendidikan di Indonesia masih rendah, hal ini ditunjukkan dari kemampuan siswa

menjawab soal-soal hafalan tetapi tidak dapat menjawab soal-soal yang

memerlukan nalar atau keterampilan proses (Daryanto, 2012:38)

Untuk mengatasi masalah tersebut, guru harus mampu meningkatkan

kualitas proses pembelajaran yang berisi kegiatan-kegiatan yang menantang siswa

untuk berpikir kritis dan mengembangkan KPS dalam memecahkan masalah.

Kegiatan yang mendorong siswa untuk bekerja sama dan berkomunikasi juga

(3)

Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang harus

dimiliki siswa karena melalui kemampuan berpikir kritis, siswa akan mudah untuk

mengolah informasi yang ditemukannya dan digunakan untuk memecahkan

permasalahan. Begitu juga dengan KPS perlu dikembangkan pada siswa di tingkat

sekolah menengah karena menekankan pada pembentukan keterampilan untuk

memperoleh pengetahuan, dan mengkomunikasikan perolehannya.

Menurut Dahar (Trianto, 2010:148) keterampilan proses yang diajarkan

dalam pendidikan sains memberi penekanan pada keterampilan berpikir yang

dapat berkembang pada siswa. Dengan keterampilan-keterampilan ini, siswa dapat

mempelajari sains sebanyak mereka dapat mempelajarinya dan ingin

mengetahuinya. Pembelajaran tersebut melibatkan siswa secara aktif dalam

kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-idenya.

Dengan memperhatikan permasalahan di atas salah satu model alternatif

yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran adalah dengan menerapkan

model pembelajaran POE. Model pembelajaran POE memungkinkan siswa untuk

aktif dalam proses pembelajaran, memberi kesempatan kepada siswa untuk

mengkonstruksi pengetahuannya, melakukan pengamatan terhadap fenomena

yang terjadi, mengkomunikasikan pemikirannya dan menuliskan hasil diskusinya.

Dampak dari kegiatan ini akan menimbulkan partisipasi siswa dalam

pembelajaran menjadi besar, kesempatan untuk mengeluarkan sebanyak-banyak

informasi yang mereka ketahui dan pada akhirnya mengkonstruksi dan

mengkombinasikan pengetahuan awal mereka dengan pengetahuan yang baru

mereka dapatkan. Model pembelajaran POE dapat mengungkapkan pengetahuan

awal siswa dan menawarkan lebih banyak kesempatan untuk berbagi dan

berdiskusi tentang interpretasi mereka sendiri (White & Gunston 1992, dalam

Wu-Tsai 2005:113).

Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan keefektifan penerapan

model POE diantaranya: Hernawati (2010:76) menemukan bahwa penguasaan

konsep asam basa dan keterampilan berpikir kritis siswa dapat ditingkatkan

melalui penerapan model POE berbasis demonstrasi, penelitian ini juga

(4)

berpikir kritis siswa untuk konsep asam basa. Begitu juga dengan hasil penelitian

Ozdemir, Bag dan Bilen (2011:169) menunjukkan bahwa pendekatan

laboratorium berdasarkan strategi POE secara signifikan meningkatkan

pemahaman konseptual calon guru sains pada konsep asam basa. Liew dan

Treagust (2004:1) menemukan bahwa POE efektif dalam mendiagnosis

pemahaman ilmu pengetahuan siswa. POE juga dapat digunakan oleh guru untuk

merancang kegiatan pembelajaran dengan strategi yang dimulai dari sudut

pandang siswa bukan dari guru. Cetingul (2011:112) juga menemukan bahwa

KPS siswa bisa menjadi prediktor kuat terhadap prestasi siswa dalam memahami

konsep asam dan basa.

Pembelajaran POE sangat baik digunakan dengan kegiatan yang

memungkinkan pengamatan langsung, untuk itu metode yang cocok digunakan

dalam pembelajaran POE adalah demonstrasi atau praktikum. Koloid merupakan

salah satu materi kimia yang memiliki karakteristik dapat diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari sehingga materi ini sesuai jika diaplikasikan dengan model

pembelajaran POE.

Materi koloid merupakan materi sederhana dan tidak sulit untuk dipelajari

siswa. Tetapi pada kenyataannya siswa terkadang mengalami kesulitan

memahami materi koloid dengan baik. Hal ini berhubungan dengan banyaknya

konsep dan contoh-contoh pada materi koloid yang dipelajari siswa hanya sekedar

hafalan bukan dipelajari secara bermakna. Selain itu model pembelajaran yang

diterapkan masih menekankan pada penyampaian informasi oleh guru, siswa

hanya diajarkan menghafal konsep, prinsip, hukum dan rumus-rumus,

pemahaman yang dimiliki siswa tidak sebagai hasil pengalaman tapi transfer

pengetahuan dari guru ke siswa Pembelajaran lebih bersifat teacher-centered

(Trianto, 2010:154). Untuk itu dengan penggunaan model pembelajaran POE,

diharapkan dapat memotivasi siswa untuk mempelajari koloid secara lebih

bermakna bukan sekedar hafalan.

Sejauh ini, belum ada penelitian tentang keterampilan berpikir kritis dan

KPS melalui model POE pada materi koloid. Berdasarkan hal tersebut penulis

(5)

materi koloid untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan KPS siswa

SMA.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, diidentifikasi masalah

penelitian sebagai berikut :

1. Pelajaran yang disajikan kurang menantang siswa untuk berpikir

2. Pembelajaran yang diterapkan kurang melibatkan siswa secara aktif

3. Pembelajaran kurang memberikan kesempatan pada siswa mengemukakan

ide-idenya.

4. Materi koloid dipelajari hanya sekedar hafalan bukan dipelajari secara

bermakna.

5. Model pembelajaran yang diterapkan masih menekankan pada penyampaian

informasi oleh guru sehingga pemahaman yang dimiliki siswa tidak sebagai

hasil pengalaman tetapi transfer pengetahuan dari guru ke siswa

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah penelitian di atas, maka rumusan masalah

penelitian ini adalah : Apakah penerapan model pembelajaran POE pada materi

koloid dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan KPS siswa?

Untuk lebih mengarahkan penelitian, rumusan masalah umum di atas

dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah implementasi model pembelajaran POE dengan metode praktikum

dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa?

2. Apakah implementasi model pembelajaran POE dengan metode praktikum

dapat meningkatkan KPS siswa ?

3. Apakah kelebihan dan kelemaahan model pembelajaran POE yang

dikembangkan dalam upaya untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis

dan KPS siswa?

(6)

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah

memperoleh gambaran keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains

siswa melalui implementasi model pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain)

pada materi koloid.

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dalam upaya

peningkatan kualitas pembelajaran, yaitu :

1. Bagi siswa, diharapkan dapat membantu meningkatkan keterampilan berpikir

kritis dan KPS dalam mempelajari mata pelajaran kimia khususnya materi

koloid.

2. Bagi guru kimia, diharapkan hasil penelitian ini menjadi pedoman

pembelajaran dalam menggunakan model POE untuk meningkatkan

keterampilan berpikir kritis dan KPS siswa pada materi koloid.

F. Penjelasan Istilah

Berikut ini dikemukakan beberapa defenisi yang berkaitan dengan

istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Model pembelajaran POE adalah model pembelajaran dengan urutan proses

membangun pengetahuan terlebih dahulu dengan memprediksi hasil dari

eksperimen yang akan dilakukan, kemudian mengamati dengan melakukan

eksperimen dan terakhir menjelaskan hasil eksperimen (Kearney et al, dalam

Wu-Tsai, 2005:113)

2. Keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan bernalar dan berpikir reflektif

yang difokuskan pada keputusan untuk menentukan apa yang diyakini atau apa

yang harus dilakukan (Ennis dalam Costa, 1985:54). Indikator yang

dikembangkan dalam penelitian ini antara lain menganalisis argumen,

membuat kesimpulan dan membuat definisi.

3. Keterampilan Proses Sains (KPS) merupakan keterampilan intelektual, manual

(7)

konsep/gagasan/pengetahuan dan meyakinkan/menyempurnakan pemahaman

yang sudah terbentuk. Keterampilan tersebut meliputi aspek-aspek kemampuan

mengamati, mengklasifikasi, menafsirkan, meramalkan, mengajukan

pertanyaan, berhipotesis, merencanakan percobaan, menerapkan konsep dan

berkomunikasi (Rustaman, 2005:78). KPS yang dikembangkan dalam

penelitian ini antara lain merencanakan percobaan, mengelompokkan,

menafsirkan dan menerapkan konsep.

4. Materi Koloid adalah salah satu kajian kimia yang mencakup pengertian

sistem koloid, penggolongan koloid, sifat-sifat koloid, kestabilan koloid serta

penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Materi ini diberikan pada siswa

kelas XI semester genap sesuai KTSP 2006 pada Standar Kompetensi

Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan

sehari-hari.

G.Struktur Organisasi Tesis

Tesis ini disusun menjadi beberapa bab, yaitu: Bab I pendahuluan terdiri

dari latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian dan penjelasan istilah. Bab II tinjaun pustaka meliputi

pembelajaran model POE, keterampilan berpikir kritis, KPS, deskripsi konsep

koloid, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir. Bab III metodologi

penelitian meliputi lokasi dan subyek penelitian, alur penelitian, instrumen

penelitian, teknik pengolahan dan analisis data. Bab IV dijabarkan tentang hasil

Referensi

Dokumen terkait

Terkait kelebihan yang dimiliki membaca kritis dalam merangsang kemampuan berpikir siswa, dan beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa membaca kritis

Penerapan Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) Pada Materi Koloid Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Siswa..

Penerapan Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) Pada Materi Koloid Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Siswa1.

Penerapan Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) Pada Materi Koloid Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Siswa

Penerapan Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) Pada Materi Koloid Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Siswa..

Penerapan Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) Pada Materi Koloid Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Siswa2.

Data Hasil Pretes, Postes dan N-Gain Tiap Indikator Keterampilan Berpikir

Penerapan Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) Pada Materi Koloid Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Siswa.