PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KALKULUS II
BERDASARKAN TEORI APOS APOS (Aksi, Proses, Objek Dan Skema)
MPK-APOS
HANIFAH
PROGRAM DOKTOR (S3)
PASCA SARJANA
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KALKULUS II BERDASARKAN TEORI APOS APOS (Aksi, Proses, Objek Dan Skema)
MPK-APOS
Oleh : Hanifah *)
Mahasiswa Program Doktor UNP Program Studi : Ilmu Pendidikan
ABSTRAK
Penelitian dengan judul Pengembangan Model Pembelajaran Kalkulus II Berdasarkan Teori APOS (MPK-APOS) merupakan penelitian pengembangan (research and development) yang bertujuan untuk mendapatkan Model Pembelajartan Kalkulus II yang valid, praktis, dan efektif.. Fase-fase pengembangan MPK-APOS adalah menggunakan model yang dikemukakan oleh Plomp. Model umum pemecahan masalah bidang pendidikan yang dikemukakan Plomp terdiri dari fase investigasi awal (prelimenary investigation), fase desain (design), fase realisasi/konstruksi (realization/construction), fase: tes, evaluasi dan revisi (test, evaluation and revision), dan fase implementasi (implementation. Kegiatan yang dilakukan dalam merancang MPK-APOS mengacu kepada komponen-komponen model yang dikemukakan oleh Joyce, Weil, & Showers meliputi: (1) merancang sintak pembelajaran, (2) merancang sistem sosial, (3) merancang prinsip reaksi, (4) merancang sistem pendukung, (5) merancang dampak dari pembelajaran. Hasil dari pengembangan MPK-APOS adalah berupa Model Pembelajaran seperti yang terlihat pada Gambar 2 dengan sintak yang terdiri dari: Orientasi, Praktikum, Diskusi Kelompok, Diskusi Kelas, dan Latihan. Model MPK-APOS akan valid, praktis dan efektif, bila semua komponen-komponen yang terdapat pada MPK-APOS berjalan dengan baik.
Kata kunci: Model Pembelajaran, Teori APOS, Komponen-Komponen Model pembelajaran A. Latar Belakang
Sistem pembelajaran merupakan bagian penting untuk mampu menghasilkan lulusan yang berdaya saing tinggi. Sistem pembelajaran yang baik mampu memberikan pengalaman belajar kepada mahasiswa untuk membuka potensi dirinya dalam menginternalisasikan pengetahuan, keahlian, dan perilaku serta pengalaman belajar sebelumnya. Sistem pembelajaran seperti itu mampu mengembangkan elemen-elemen kompetensi yang diamanatkan oleh Kepmendiknas No. 045/2002. Dengan dikeluarkannya Perpres No. 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), program studi dituntut untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kualifikasi KKNI. Dengan demikian bagi Perguruan Tinggi yang masih bermasalah di dalam sistem pembelajarannya mesti segera melakukan pembenahan atau perbaikan untuk mampu menghasilkan lulusan paling tidak memenuhi kualifikasi yang telah ditetapkan. Demikian pula sistem penjaminan mutu pendidikannya mesti mampu mengendalikan proses pendidikan dengan baik merujuk pada jenjang kualifikasi KKNI. (Sailah, dkk, 2012).
partisipasi demokratis, terutama dalam pendidikan dan praktik berkewarganegaraan, dan (iii) perubahan dari pertumbuhan ekonomik ke perkembangan kemanusiaan. UNESCO (1998) menjelaskan bahwa untuk melaksanakan empat perubahan besar di pendidikan tinggi tersebut, dipakai dua basis landasan, berupa empat pilar pendidikan: (i) learning to know, (ii)
learning to do yang bermakna pada penguasaan kompetensi dari pada penguasaan keterampilan menurut klasifikasi ISCE (International Standard Classification of Education) dan ISCO (International Standard Classification of Occupation), dematerialisasi pekerjaan dan kemampuan berperan untuk menanggapi bangkitnya sektor layanan jasa, dan bekerja di kegiatan ekonomi informal, (iii) learning to live together with others (belajar untuk hidup bersama dengan orang lain), dan (iv) learning to be (belajar untuk berkepribadian/bersikap) serta belajar sepanjang hayat (learning through out life). (Sailah, dkk, 2012)
Kalkulus II atau Kalkulus Integral adalah matakuliah wajib yang ditawarkan di Jurusan Matematika di semua Perguruan Tinggi di Indonesia. Adapun topik bahasan pada mata kuliah ini meliputi: integral sebagai anti turunan, integral tentu, teorema dasar kalkulus, penerapan integral, fungsi transenden, teknik pengintegralan dan integral tak wajar.
Berdasarkan pengalaman mengampu matakuliah Kalkulus II dan berdasarkan hasil diskusi dengan beberapa orang dosen pengampu matakuliah Kalkulus II ketika berkunjung ke: Jurusan Matematika FMIPA UNP, Prodi Tadris Matematika Fak. Tarbiyah IAIN Imam Bonjol, dan Jurusan Matematika FMIPA UNIB. Para dosen mengatakan bahwa pembelajaran Kalkulkus II masih berlangsung secara konvensional yaitu dosen menjelaskan materi Kalkulus II kepada mahasiswa. Mahasiswa memperhatikan dan mencatat penjelasan dosen, kemudian menyelesaikan soal yang ditugaskan oleh dosen.
Dalam menyajikan materi Kalkulus II, umumnya dosen memilih pembelajaran secara konvensional karena lebih hemat waktu baik dalam persiapan maupun dalam penyajian, dan sudah terbiasa. Kendala yang umumnya dihadapi dosen adalah dosen kesulitan membantu mahasiswa yang bermasalah pada penguasaan materi sebelumnya. Dalam hal ini dosen sering terjebak pada padatnya materi yang akan diajarkan sementara waktu yang tersedia terbatas. Ketika mengampu matakuliah Kalkulus I, umumnya permasalahan yang dihadapi mahasiswa adalah tentang: pecahan, pertidaksamaan, pangkat, limit, dan kekontinuan. Andai mahasiswa tidak tuntas menguasai Kalkulus I misalnya tentang limit dan kekontinuan, serta turunan, maka mahasiswa akan kesulitan juga memahami Kalkulus II. Karena , K alkulus D iferensial (Kalkulus I) dan alkulus K I ntegral (Kalkulus II) saling berhubungan melalui teorema dasar K
alkulus. Akibatnya mahasiswa yang memperoleh nilai kecil pada matakuliah Kalkulus I, akan cendrung memperoleh nilai kecil lagi pada matakuliah Kalkulus II. Pendapat serupa dinyatakan oleh Miller (2006) bahwa banyak mahasiswa yang kesulitan dengan pembelajaran Kalkulus. Sebagian dari kesulitan berasal dari tidak tuntasnya pembelajaran sebelumnya, kurangnya keterampilan pemecahan masalah, atau kurangnya kemampuan belajar. Dengan perkataan lain, kesuksesan mahasiswa memahami materi sebelumnya yaitu Kalkulus I, akan memudahkannya memahami matakuliah-matakuliah yang mempergunakan Kalkulus I di dalam pembahasannya.
Sebagai gambaran berikut ini adalah Tabel Nilai Kalkulus di Jurusan Matematika FMIPA UNP, Tabel Nilai Kalkulus di Prodi Tadris Matematika IAIN Imam Bonjol, dan Nilai Kalkulus di Jurusan Matematika FMIPA UNIB .
Sumber: Puskom UNP
Tabel 2. Nilai Kalkulus Mahasiswa Prodi Tadris Matematika IAIN Imam Bonjol Padang
Sumber: Akama Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang Tabel 3. Nilai Kalkulus Mahasiswa Jurusan Matematika FMIPA UNIB
Dalam mengembangkan pengalaman belajar, Iskandar (2009) menyatakan bahwa sejatinya pengalaman belajar mencakup pendekatan pembelajaran konstektual dan kecakapan hidup (life skill). Ketika merancang kegiatan pembelajaran untuk mahasiswa, mulailah berfikir pembelajaran yang bagaimana yang akan direncanakan, dengan mengingat: jika mahasiswa belajar hanya dengan membaca, pengalaman belajar atau daya serap mahasiswa mencapai 10%, dari mendengar daya serap mahasiswa mencapai 20%, dari melihat daya serap mahasiswa mencapai 30%, dari mendengar dan melihat daya serap mahasiswa mencapai 50%, dari mengatakan apa yang dipelajari daya serap mahasiswa mencapai 70 %, dan dari belajar, kemudian melakukan yang dipelajari dan mengkomunikasikan kepada orang lain yang dipelajari, daya serap mahasiswa mencapai 90%.
Senada dengan pernyataan di atas, Silberman (2011) memperkuat kata-kata bijak Konfusius tentang perlunya cara belajar aktif menjadi paham belajar aktif yaitu: (1) yang saya dengar, saya lupa; ( 2) yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat; ( 3) yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami; (4) dari yang saya dengar, lihat, bahas dan terapkan , saya dapatkan pengetahuan dan keterampilan; dan (5) yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.
Model pembelajaran menurut Joyce & Weil (1992) adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarah kepada desain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Joyce & Weil (1992) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para pendidik boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efesien untuk mencapai tujuan pendidikan.
Model pembelajaran secara konvensional dimana dosenlah yang aktif menjelaskan kalau dikaitkan dengan pendapat di atas akan membuat daya serap mahasiswa kecil dan mahasiswapun cepat lupa akan materi tersebut. Untuk itu dipandang perlu untuk merancang model pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa dimana mahasiswa didorong untuk aktif mengkonstruksi sendiri materi yang dibutuhkannya, misalnya dengan mengembangkan model pembelajaran berdasarkan Teori APOS.
Teori APOS adalah suatu teori pembelajaran yang penerapannya dikhususkan untuk mahasiswa perguruan tinggi. Dasar filosofis dari Teori APOS adalah konstruktivisme sosial. Pembelajaran dengan mengunakan teori APOS menekankan pada perolehan pengetahuan melalui aktivitas pendahuluan melalui media komputer, bekerja dalam kelompok (cooperative learning) dan refleksi. Pembelajaran diawali dengan aktivitas di laboratorium komputer.
kembali (de-encapsulated) menjadi proses. Aksi, proses dan objek dapat diorganisasi menjadi suatu skema (schema), yang selanjutnya disingkat menjadi APOS.
Pada pembelajaran berdasarkan teori APOS, mahasiswa dikelompokkan dalam kelompok kecil. Menurut Vygotsky dalam Suryadi (2011), belajar dapat membangkitkan berbagai proses mental tersimpan yang hanya bisa dioperasikan manakala seseorang berinteraksi dengan orang dewasa atau berkolaborasi dengan sesama teman. Melalui interaksi antar mahasiswa, diharapkan terjadi pertukaran pengalaman belajar yang berbeda dimana mahasiswa yang lebih dahulu menguasai materi dapat membantu temannya yang lambat darinya, sehingga aksi mental dapat terus berlanjut sesuai dengan yang diharapkan. Selanjutnya Vygotsky dalam Suryadi (2011) menjelaskan bahwa proses belajar terjadi pada dua tahap: tahap pertama terjadi pada saat berkolaborasi dengan orang lain, dan tahap berikutnya dilakukan secara individual yang di dalamnya terjadi proses internalisasi. Selama proses interaksi terjadi baik antara dosen-mahasiswa maupun antar mahasiswa, kemampuan berikut ini perlu dikembangkan: saling menghargai, menguji kebenaran pernyataan fihak lain, bernegosiasi, dan saling mengadopsi pendapat yang berkembang. Dialog dan diskusi yang baik akan memjadikan mahasiswa memiliki kompetensi.
Merancang kegiatan atau aktivitas pembelajaran berdasarkan teori APOS adalah bertujuan untuk memfasilitasi mahasiswa mencapai tujuan atau kompetensi pembelajaran. Mahasiswa yang belajar dalam kelompok, disamping akan memperoleh penguasaan materi diharapkan juga akan berkembang kemampuan bekerjasama, berkomunikasi dan motivasi belajar mahasiswa yang akan menjadi kompetensi mahasiswa. Dalam hal ini kompetensi dapat dipandang sebagai hasil proses belajar yang dilakukan oleh mahasiswa. Kompetensi tersebut sangat diperlukan mahasiswa untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya, untuk menyelesaikan persoalan sehari-hari maupun untuk bekal terjun ke dunia kerja nanti.
Rumusan Masalah
Bila diperhatikan lebih seksama, maka pembelajaran yang dirancang berdasarkan Teori APOS telah mengikuti pergeseran paradigma dari orientasi pembelajaran yang berpusat pada dosen (teacher centere) beralih berpusat pada mahasiswa (student centered) tentang pengetahuan, belajar dan pembelajaran. Menurut Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (2008) paradigma lama memandang pengetahuan sebagai sesuatu yang sudah jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain/mahasiswa dengan istilah transfer of knowledge. Paradigma baru, pengetahuan adalah sebuah hasil konstruksi atau bentukan dari orang yang belajar. Sehingga belajar adalah sebuah proses mencari dan membentuk/ mengkonstruksi pengetahuan, jadi bersifat aktif, dan spesifik caranya. Sedangkan dengan paradigma lama belajar adalah menerima pengetahuan, pasif, karena pengetahuan yang telah dianggap jadi tadi tinggal dipindahkan ke mahasiswa dari dosen, akibatnya bentuknya berupa penyampaian materi (ceramah). Dosen sebagai pemilik dan pemberi pengetahuan, mahasiswa sebagai penerima pengetahuan, kegiatan ini sering dinamakan pengajaran. Konsekuensi paradigma baru adalah dosen hanya sebagai fasilitator dan motivator dengan menyediakan beberapa strategi belajar yang memungkinkan mahasiswa (bersama dosen) memilih, menemukan dan menyusun pengetahuan serta cara mengembangkan ketrampilannya.
Menurut Brownell dalam Suryadi (2011), matematika dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri atas ide, prinsip, dan proses sehingga keterkaitan antar aspek-aspek tersebut harus dibangun dengan penekanan bukan pada memori atau hapalan melainkan pada aspek penalaran atau intelegensi anak. Berdasarkan teori ini, pengetahuan matematika dibentuk melalui tiga prinsip dasar berikut ini (Suryadi, 2011).
Anak mengkonstruksi pengetahuan matematika baru melalui refleksi terhadap aksi-aksi yang dilakukan baik yang bersifat fisik maupun mental. Mereka melakukan observasi untuk menemukan keterkaitan dan pola, serta membentuk generalisasi dan abstraksi.
Bruner berpandangan bahwa belajar, merefleksikan suatu proses sosial yang di dalamnya anak terlibat dalam dialog dan diskusi baik dengan diri mereka sendiri maupun orang lain termasuk guru sehingga mereka berkembang secara intelektual. Prinsip ini pada dasarnya menyarankan bahwa anak sebaiknya tidak hanya terlibat dalam manipulasi material, pencarian pola, penemuan algoritma, dan menghasilkan solusi yang berbeda, akan tetapi juga dalam mengkomunikasikan hasil observasi mereka, membicarakan adanya keterkaitan, menjelaskan prosedur yang mereka gunakan, serta memberikan argumentasi atas hasil yang mereka peroleh.
Untuk menyongsong kurikulum 2013, maka dipandang perlu untuk mengembangkan Model Pembelajaran Kalkulus II Berdasarkan Teori APOS (APOS).Model MPK-APOS yang akan dihasilkan memenuhi kriteria kevalidan, kepraktisan dan keefektifan
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian pengembangan (research and development), yakni penelitian yang berorientasi pada pengembangan suatu produk yang dideskripsikan dan di evaluasi. Produk yang akan dihasilkan tersebut adalah Model Pembelajaran Kalkulus II Berdasarkan Teori APOS. Dalam mengembangkan model pembelajaran juga dikembangkan perangkat pembelajaran berupa Lembar Kerja berdasarkan teori APOS yang terdiri dari lembar kerja praktikum, lembar kerja manual dan latihan, serta pertanyaan-pertanyaan untuk menggiring mahaiswa untuk memahami materi yang sedang dipelajari. Model pembelajaran dan Lembar Kerja yang akan dikembangkan haruslah valid, praktis dan efektif. Fase-fase pengembangan model pembelajaran Kalkulus II berdasarkan teori APOS adalah menggunakan model yang dikemukakan oleh Plomp (1997) yang terlihat pada Gambar 1.
I m
p l e m
e n t a t I o n s
Preliminary investigation
design
Realization / construction
Test, evaluation and revision
I m p l e m e n t a t i o n s
Keterangan gambar
Kegiatan pengembangan
Alur kegiatan tahap pengembangan
Arah kegiatan timbal balik antara tahapan pengembangan dan implementasi model-model pembelajaran yang sedang berlangsung
Siklus kegiatan pengembangan. Catatan: besar kecil siklus tergantung pada tahap mana kesalahan atau kekurangan info terjadi
Model umum pemecahan masalah bidang pendidikan yang dikemukakan Plomp tersebut di atas terdiri dari fase investigasi awal (prelimenary investigation), fase desain (design), fase realisasi/konstruksi (realization/construction), fase: tes, evaluasi dan revisi (test, evaluation and revision), dan fase implementasi (implementation).
Karena keterbatan ruang yang disediakan, maka pada makalah ini hanya akan menampilkan hasil dari fase desain. Berikut ini adalah Model Pembelajatan Kalkulus II Berdasarkan Teori APOS (MPK-APOS) yang dihasilkan pada pengembangan model pembelajaran ini.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan Model Pembelajaran Kalkulus II Berdasarkan Teori APOS ( MPK-APOS) merupakan penyempurnaan dari Model Penemuan Terbimbing dan pengembangan Model Pembelajaran yang mengacu pada komponen-komponen model yang dikemukakan oleh Joyce dkk. (1992) yang meliputi: (1) Sintak, (2) Sistem Sosial, (3) Prinsip-Prinsip Reaksi, (4) Sistem Pendukung, dan (5) Dampak Instruksional serta Dampak Pengiring. Sintak, yakni suatu urutan kegiatan yang biasa juga disebut fase. Sintak model MPK-APOS terdiri dari 5 fase yaitu fase Orientasi, fase Praktikum, fase Diskusi kelompok, fase Diskusi Kelas, dan fase Latihan (OPD2L). OPD2L ini merupakan pengembangan dari siklus ADL yang terdiri dari 3 fase, yakni fase: (1) Aktivitas, (2) Diskusi, dan (3) Latihan.
Menurut teori konstruktivisme, belajar adalah kegiatan yang aktif di mana mahasiswa membangun sendiri pengetahuannya dan mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari. Berkaitan dengan teori konstruktivisme tersebut, maka salah satu model pembelajaran yang cocok digunakan adalah model penemuan terbimbing.
Model penemuan terbimbing adalah salah satu dari model pembelajaran matematika yang dapat digunakan untuk membimbing mahasiswa dalam meningkatkan motivasi, aktivitas dan pemahaman mahasiswa, Dalam pembelajaran penemuan terbimbing mahasiswa ikut berpartisipasi secara aktif di dalam kegiatan belajarnya sebab ia harus berpikir, bukan sekedar mendengarkan informasi atau menelaah seonggok ilmu pengetahuan yang telah siap dan juga mahasiswa mengalami sendiri proses mendapatkan rumus itu. http://jalius12.wordpress.com/2009/10/06/modelpenemuanterbimbing.
kegiatan laboratorium berlangsung satu kali pertemuan, kegiatan diskusi kelas juga berlangsung dalam satu kali pertemuan, menjadi kendala bagi suatu institusi yang terbatas ruang dan waktunya untuk melaksanakannya. Ditinjau dari pengertian model pembelajaran yaitu kegiatan yang dilakukan pendidik mulai dari awal kegiatan sampai berakhirnya suatu kegiatan dalam suatu pertemuan membuat kegiatan ADL bukanlah termasuk model pembelajaran. Oleh sebab itu dipandang perlu untuk mengembangkan ADL sehingga menjadi model pembelajaran yang pelaksanaannya dilaksanakan dalam satu kali pertemuan. Siklus ADL yang semula terdiri dari 3 fase (Aktivitas, Diskusi, dan Latihan) yang berbeda hari pelaksanaannya, dikombinasikan dengan model penemuan terbimbing, dikembangkan menjadi model pembelajaran yang terdiri dari 5 fase sebagai berikut. (1) Orientasi, (2) Praktikum, (3) Diskusi Kelompok (4) Diskusi Kelas, dan (5) Latihan (OPD2L).
Sistem sosial, adalah peranan dosen dan mahasiswa serta jenis aturan yang diperlukan. Sistem sosial dalam MPK-APOS ini menggambarkan peran dosen dan mahasiswa, hubungan keduanya, serta norma-norma yang dianjurkan selama penerapan MPK-APOS dalam pembelajaran. Karena pelaksanaan MPK-APOS dilaksanakan dengan membentuk mahasiswa berada dalam kelompok-kelompok kecil, serta melakukan praktikum yang dirancang agar mahasiswa mampu mengkonstruksi materi, maka sistem sosial yang paling menonjol adalah peranan teman yang lebih pandai membantu yang lemah dalam suatu kelompok. Dosen lebih banyak bertindak sebagai pembimbing. Interaksi yang akan terjalin antara mahasiswa dengan mahasiswa dan interaksi mahasiswa dengan dosen adalah interaksi multi arah dan akan terlihat dengan jelas pada fase praktikum dan fase diskusi kelas.
Prinsip reaksi, yakni memberi gambaran kepada dosen tentang cara memandang atau merespon pertanyaan-pertanyaan mahasiswa. Berdasarkan pengertian umum prinsip reaksi di atas, pada penelitian ini keterlibatan dosen sebagai pembimbing dan fasilitator dalam MPK-APOS sangatlah penting. Dosen harus mampu membagi waktu dan perhatian kepada mahasiswa dan siap membantu bila mahasiswa dalam kesulitan. Dosen harus tegas bila melihat ada mahasiswa yang bermain-main. Dosen harus mendorong mahasiswa agar mau dan mampu menyelesaikan tugas dan menguasai materi. Dosenpun harus mengarahkan agar yang pintar mau mengajari yang lemah atau yang lemah mau belajar pada yang pintar. Dosen harus mendorong mahasiswa agar berani bertanya atau berani mengeluarkan pendapat.
Sistem pendukung, yakni kondisi yang diperlukan oleh MPK-APOS. Sistem pendukung suatu model pembelajaran adalah semua sarana, bahan/perangkat pembelajaran, dan alat/media pembelajaran yang mendukung pelaksanaan model tersebut. Dalam hal jenis, sistem pendukung MPK-APOS ini pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan sistem pendukung model pembelajaran lainnya, namun dalam hal karakteristik, sistem pendukung MPK-APOS agak berbeda dari model lainnya. Adapun jenis dan ciri sistem pendukung MPK-APOS meliputi: (1) Garis Besar Program Pembelajaran (Silabus); (2) Satuan Acara Pembelajaran (SAP); (3) Komputer dan Program Aplikasi MAPLE; (4) Penuntun MAPLE; (5) Lembar Kerja (LK) yang terdiri dari Lembar Kerja Praktikum (LKP), lembar kerja Manual (LKM), dan Latihan; (6) Buku-Buku Kalkulus II yang standar dipakai di perguruan tinggi. (7) Papan tulis, dan LCD.
Penggunaan MPK-APOS akan mengoptimalkan dampak instruksional dan dampak pengiring. Adapun dampak-dampak instruksional dan dampak-dampak pengiring
Penjelasan di atas menghasilkan MPK-APOS sebagai gambar 2 berikut.
MPK-APOS
SINTAK
1. ORIENTASI 2. PRAKTIKUM3. DISKUSI KELOMPOK 4. DISKUSI KELAS 5. LATIHAN
Sistem sosial
1. Kerjasama 2. scaffolding 3. Interaksi Multi
arah
Prinsip reaksi
1. Pembelajaran terpusat mhs 2. pembimbing 3. Mengutamakan
proses
Sistem pendukung
1. Silabus 2. Sap
3. Lembar kerja (lk) 4. Pengenalan maple 5. Komputer
6. Program aplikasi maple 7. Alat tulis
Dampak
d-instruksional 1. Daya serap lebih
banyak,
2. tidak mudah lupa
3.
d-pengiring
1. Aktif belajar 2. Suka kalkulus II 3. ulet
4. Percaya diri 5. peduli
D. PENUTUP
Kesimpulan
1. Pengembangan Model Pembelajaran Kalkulus II Berdasarkan Teori APOS menggunakan model yang dikemukakan oleh Plomp. Model umum pemecahan masalah bidang pendidikan yang dikemukakan Plomp tersebut di atas terdiri dari fase investigasi awal (prelimenary investigation), fase desain (design), fase realisasi/konstruksi (realization/construction), fase: tes, evaluasi dan revisi (test, evaluation and revision), dan fase implementasi (implementation).
2. Kegiatan yang dilakukan dalam merancang model pembelajaran berdasarkan teori APOS mengacu kepada komponen-komponen model yang dikemukakan oleh Joyce, Weil, & Showers (1992) meliputi: (1) merancang sintaks pembelajaran, (2) merancang sistem sosial, (3) merancang prinsip reaksi, yaitu memberikan gambaran kepada dosen bagaimana memperlakukan mahasiswa sebagai subjek belajar yang memiliki persepsi, imajinasi, perhatian, dan daya nalar serta bagaimana memandang dan merespons setiap perilaku yang ditunjukkan oleh mahasiswa selama pembelajaran, (4) merancang sistem pendukung, yaitu syarat/kondisi yang diperlukan agar model pembelajaran yang sedang dirancang dapat terlaksana, seperti setting kelas, sistem instruksional, perangkat pembelajaran, fasilitas belajar, dan media yang diperlukan dalam pembelajaran, (5) merancang dampak dari pembelajaran.
3. Hasil dari pengembangan MPK-APOS adalah seperti yang terrlihat pada Gambar 2 dengan sintak yang terdiri dari Orientasi, Praktikum, Diskusi Kelompok, Diskusi Kelas, dan Latihan..
Saran
MPK-APOS dikembangkan untuk Pembelajaran Kalkulus II menggunakan program aplikasi MAPLE. Dari uji coba terbatas yang penulis lakukan, kendala utama yang dihadapi adalah waktu yang tidak cukup untuk menyelesaikan praktikum dalam waktu yang terbatas dengan materi hyang padat. Demi kesemputrnaan MPK-APOS disarankan bagi yang berminat untuk mengembangkan MPK-APOS dengan program aplikasi yang lebih interaktif dan menghemat waktu praktikum, sehingga mahasiswa memiliki banyak waktu untuk berdiskusi
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Silabus Mata Kuliah (Semester Juli – Desember 2010). FMIPA-UNP
Arnawa, I Made. 2009. Mengembangkan Kemampuan Mahasiswa dalam memvalidasi
Bukti pada Aljabar Abstrak melalui Pembelajaran Berdasarkan Teori APOS. http://jms.fmipa.itb.ac.id/jms/article/viewFile/238/248
Asiala, M. et al. 1997. The Development of Students Graphical Understanding of the Derivative. http://homepages.ohiodominican.edu/~cottrilj/graph-deriv.pdf
Asiala, M. et al. (1990). A Framework for Reseach and Curriculum Development in Undergraduate Mathematics Education. Reseach in Collegiate Mathematics Education II, CBMS Issue in Mathematics Education,
Beetlestone, Florence. 2011. Creative Learning. Bandung. Nusa Media.
Dubinsky E, Michael A, McDonald. APOS: A Constructivist Theory of Learning in Undergraduate Mathematics Education Research. George State University, USA. http://www.math.kent.edu/ edd/ICMIPaper.pdf
Iskandar. 2009. Psikologi Pendidikan. Sebuah Orientasi Baru. Jakarta. Gunung Persada
(GP) Press.
Johnson, David W., Johnson, Roger T., Holubec, Edythe Johnson. 2010. Colaborative Learning. Strategi Pembelajaran untuk Sukses Bersama. Bandung. Nusa
Media.
Joyce, B., Weil, M., with Shower, B. 1992. Models of Teaching 4th ed. Boston: Allyn
& Bacon
Nurlaelah E, Sumarno U., 2009. Implementasi Model Pembelajaran Apos dan Modifikasi- APOS (M-APOS) pada Matakuliah Struktur`Aljabar. FMIPA – UPI.
Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Sebagai Referensi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta.
Kencana.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta Rajawali Pers.
Sailah, dkk. 2012. Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi (KPT). Jakarta.
Ditjendikti.
Silberman, Melvin L. (2011). Active Learning. 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Edisi Revisi. Bandung. Nusa Media.
Sonsaka, Mastur. 2011. Mengenal Teori Konstrukttisme Vygotsy. http://sonsaka.blog.ugm.ac.id/2011/10/25/mengenal-teori-konstruktisme-vygotsky/
Sudrajat, Akhmad. 2008. Pengertian Pendakatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran. http://www.psb-psma.org/content/blog/pengertian-pendekatan-strategi-metode-telnik-taktik-dan-model-pembelajaran
Surianto. 2009. Teori Pembelajaran Konstruiktivisme.
http://surianto200477.wordpress.com/2009/09/17/teori-pembelajaran-konstruktivisme/
Sudirham, Sudaryatno. 2011. Integral dan persamaan Diferensial http://eecafedotnet.files.wordpress.com/2011/08/macam-integral1.pdf
Suryadi, Didi dan Rosjanuardi, risky serta Itoh, Takashi. (2010). A Model of a Mathematics Research Community in the Context of Indonesian Higher Education.
Suryadi, Didi. (2010). Menciptakan Proses Belajar Aktif: Kajian Dari Sudut Pandang Teori Belajar Dan Teori Didaktik1. Makalah disajikan pada Seminar
Nasional Pendidikan Matematika di UNP. http://didi-suryadi.staf.upi.edu/files/2011/06/MENCIPTAKAN-PROSES-BELAJAR-AKTIF.pdf
http://didi-suryadi.staf.upi.edu/files/2011/06/MENCIPTAKAN-PROSES-BELAJAR-AKTIF.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/195802011984031-DIDI_SURYADI/DIDI-24.pdf
Suryadi, Didi. Tanpa Tahun. Pendidikan Matematika
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/195802011984031-DIDI_SURYADI/DIDI-18.pdf
Suryadi, Didi. (2008). Metapedadidaktik dalam Pembelajaran Matematika: Suatu Strategi Pengembangan Diri menuju Guru Matematika Profesional. Pidato Guru Besar di Universitas Pendidikan Indonesia.
Suryadi, Didi.,dkk (2009). Model Antisipasi dan Situasi Didaktis pada Pembelajaran Matematika Kombinatorik Berbasis Pendekatan Tidak Langsung.
Suryadi, Didi. (2003). Teori Belajar Matematika Dengan Pendidikan Matematika Indonesia. Makalah. UPI
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung Serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi SPs UPI. Bandung.
Tidak diterbitkan
Suryadi, Didi. 2006. Model Bahan Ajar dan Kerangka-Kerja Pedagogis Matematika untuk Menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi. No. 4/XXV/2006 Mimbar Pendidikan 45
http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/JURNAL_MIMBAR_PENDIDIKAN/MIMBAR_NO_ 4_2006/Model_Bahan_Ajar_dan_KerangkaKerja_Pedagogis_Matematika_untuk_Menumbuh kembangkan_Kemampuan_Berpikir_Matematik_Tingkat_Tinggi.pdf
Suryadi, Didi. 2011. Membangun Budaya Baru dalam Berpikir Matematika. Sekolah Pascasarjan Universitas Pendidikan Indonesia;
http://www.scribd.com/doc/93456342/Membangun-Budaya-Baru-Dalam-Berpikir Matematika
Tilaar, H.A.R. (2006). Manajemen Pendidikan Nasional. Kajian Pendidikan Masa Depan. Cetakan ke-8. Bandung.Remaja Rosda Karya.
Tilar, 2012. Kalaidoskop Pendidikan Nasional. Jakarta. Kompas Media Nusantara
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Konsep Landasan,
dan implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta. Kencana.
Widada, Wahyu. 2002. Pendekatan Pembelajaran Matematika. Berbagai Kajian tenhtang Pendekatan Pembelajaran Matematika. Bengkulu. Pendidikan
Matematika FKIP UNIB
Widada, Wahyu, 2003. Struktur Represesntasi Pengetahuan mahasiswa Tentang Permasalahan Grafik Fungsi dan Kekonvergenan Deret Takhingga pada Kalkulus. Disertasi. Surabaya. PPS UNS