KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hiday
rahmat serta hidayah-Nya ah-Nya sehingga penyussehingga penyusunan Makalah ini dapat diselesaunan Makalah ini dapat diselesaikan.ikan. Makalah ini kami susun sebagai tugas dari mata kuliah
Makalah ini kami susun sebagai tugas dari mata kuliah “Askep Gadar“Askep Gadar Endokrindigestif
Endokrindigestif ”.”.
Terima kasih kami sampaikan kepada dosen mata kuliah Askep Gadar Terima kasih kami sampaikan kepada dosen mata kuliah Askep Gadar Endokrindigestif yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya Endokrindigestif yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya tugas makalah ini.
tugas makalah ini.
Demikianlah tugas ini kami susun semoga bermanfaat dan dapat memenuhi Demikianlah tugas ini kami susun semoga bermanfaat dan dapat memenuhi tugas mata kuliah Askep Gadar Endokrindigestif. Tidak lupa pula kami tugas mata kuliah Askep Gadar Endokrindigestif. Tidak lupa pula kami mengharap kritik dan saran untuk memperbaiki makalah kami ini, di karenakan mengharap kritik dan saran untuk memperbaiki makalah kami ini, di karenakan banyak kekura
banyak kekurangan dalam menngan dalam mengerjakan makalgerjakan makalah ini.ah ini.
Samarinda, 17 Agustus 2018 Samarinda, 17 Agustus 2018
Kelompok 2 Kelompok 2
DAFTAR ISI DAFTAR ISI Kata Pengantar Kata Pengantar ... ... ii Daftar Isi Daftar Isi ... ... iiii BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.
A. Latar Latar Belakang ...Belakang ... 1... 1 B.
B. Rumusan Rumusan Masalah ...Masalah ... 1... 1 C. C. Tujuan Tujuan ... 2... 2 D. D. Manfaat Manfaat ... ... 22 BAB II PEMBAHASAN BAB II PEMBAHASAN A.
A. Definisi Addison Disease Definisi Addison Disease ... 3... 3 B.
B. Etiologi Addison Disease ...Etiologi Addison Disease ... ... 33 C.
C. Tanda Tanda Dan Dan Gejala ...Gejala ... ... 33 D.
D. PatofisiologPatofisiologi i Addison Addison Disease Disease ... ... 44 E.
E. Pathway Pathway ... ... 66 F.
F. PemeriksaaPemeriksaan Penunjang n Penunjang ... 8... 8 G.
G. PenatalaksaPenatalaksanaan naan Medis Medis ... ... 88 H.
H. Terapi Terapi InsufisieInsufisiensi nsi AdrenokortikaAdrenokortikal ... l ... 88 I.
I. Komplikasi Komplikasi ... 11... 11 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ADDISON DISEASE
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ADDISON DISEASE A.
B.
B. Riwayat Riwayat Penyakit Penyakit ... 12... 12 C.
C. Pengkajian Pengkajian Primer ...Primer ... 13.. 13 D.
D. Pengkajian Pengkajian Sekunder...Sekunder... 14... 14 E.
E. Analisa Analisa Data ...Data ... 16... 16 F.
F. Diagnosa Diagnosa KeperawatKeperawatan an ... ... 1717 G.
G. Rencana Rencana Keperawatan...Keperawatan... 18... 18 H.
H. ImplemenImplementasi tasi ... ... 2424 I. I. Evaluasi Evaluasi ... ... 1616 BAB IV PENUTUP BAB IV PENUTUP A. A. Kesimpulan Kesimpulan ... 28... 28 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran darah. Hormone berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh. Salah satu organ utama dari sistem endokrin adalah kelenjar adrenal.
Kelenjar adrenal merupakan bagian dari suatu sistem yang rumit yang menghasilkan hormon yang saling berkaitan. Hipotalamus menghasilkan CRH (corticotropin-releasing hormone), yang merangsang kelenjar hipofisa utnuk melepaskan kortikotropin, yang mengatur pembentukan kortikosteroid oleh kelenjar adrenal. Fungsi kelenjar adrenal bisa berhenti jika hipofisa maupun hipotalamus gagal membentuk hormon yang dibutuhkan dalam jumlah yang sesuai. Kekurangan atau kelebihan setiap hormon kelenjar adrenal bisa menyebabkan penyakit yang serius. Salah satu penyakit yang ditimbulkan adalah penyakit
Addison.
Penyakit Addison jarang dijumpai, di Amerika Serikat tercatat 0,4 per 100.000 populasi, sedang Di rumah sakit terdapat 1 dari 6.000 penderita yang dirawat. Dari Bagian Statistik Rumah Sakit Dr.Soetomo pada tahun 1983, Frekuensi pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut Thom, laki-laki-laki-laki 56%, dan wanita 44%. Penyakit Addison dapat dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak terdapat pada umur 20 – 50 tahun.
Penyakit Addison merupakan masalah kesehatan masyarakat karena penyakit ini merupakan penyakit yang relatif langka dan masih perlu dipelajari untuk pemahaman yang lebih baik dalam mendeteksi dan menanggulangin ya secara dini.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep kegawatan pada Addison Disease yang meliputi:
1. Konsep Dasar Addison Disease 2. Kegawatdaruratan Addison Disease 3. Tanda Dan Gejala
4. Patofisiologi Addison Disease 5. Pathway
6. Pemeriksaan Penunjang 7. Penatalaksanaan Medis
8. Terapi Insufisiensi Adrenokortikal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Addison Disease
Penyakit Addison adalah kelainan yang disebabkan oleh
ketidakmampuan kelenjar adrenalis (korteks adrenalis) memproduksi hormon glukokortikoid (kortisol), pada beberapa kasus didapatkan ketidakmampuan memproduksi hormon mineralokortikoid (aldosteron) yang cukup bagi tubuh.
Oleh karenanya penyakit Addison ini disebut juga dengan chronic adrenal insufficiency atau hypocortisolism. Kortisol diproduksi oleh kelenjar adrenalis yang dikontrol oleh hipotalamus dan kelenjar hipofise di otak. Hipotalamus memberikan signal kepada kelenjar hipofise untuk memproduksi hormon adrenokortikotropin (ACTH) yang menstimulasi kelenjar adrenalis memproduksi insufficiency (hypocortisolism) atau Addison's disease. Apabila hipotalamus atau kelenjar hipofise tidak mampu bekerja dengan baik dalam memproduksi cukup ACTH maka keadaan ini disebut sebagai secondary adrenocortical insufficiency.
B. Etiologi Addison Disease 1. Insufisiensi Adrenal Primer
Keadaan ini disebabkan oleh gangguan di kelenjar adrenal itu sendiri seperti imunologi dan tuberkulosis.
a. Imunologi
Disebabkan oleh kerusakan perlahan dari korteks adrenal, lapisan luar dari kelenjar adrenal oleh sistim imun tubuh sendiri. kelainan autoimun dengan membuat antibodi yang menyerang jaringan atau organ tubuh secara perlahan. System imun ini bagian dari PGA (polyglandular autoimun)
b. Tuberkulosis
2. Isufisiensi Adrenal Sekunder
C. Tanda dan Gejala
Gejala dari penyakit addison tidak spesifik. Gejala yang muncul biasanya berhubungan dengan kelelahan, kelemahan, anoreksia, nausea, nyeri abdomen,
gastroenteritis, diare dan labilitas mood. Pada orang dewasa dengan penyakit addison dapat dijumpai penurunan berat badan 1 – 15 kg. Kelemahan badan ini
disebabkan karena gangguan keseimbangan air dan elektrolit serta gangguan metabolisme karbohidrat dan protein sehingga didapat kelemahan sampai paralisis oto bergaris. Di samping itu, akibat metabolisme protein, terutama pada sel-sel otot menyebabkan otot-otot bergaris atropi, bicaranya lemah. Gejala kelemahan otot ini berkurang setelah pemberian cairan, garam serta kortikosteroid.
Nicholson dan Spaeth melaporkan pada beberapa penderita Addison dapat terjadi paralisis flasid yang bersifat periodik akibat hiperkalemia dimana mekanismenya belum diketahui, walaupun hal ini jarang didapatkan (Liotta EA et all 2010). Hiperpigmentasi pada kulit dianggap sebagai ciri khas penyakit Addison dan dijumpai dalam 95% pasien dengan insufisiensi adrenal kronis primer. Namun, hiperpigmentasi bukanlah tanda universal ketidakcukupan adrenal. Tampilan kulit normal tidak menyingkirkan diagnosis penyakit addison.
Kulit mungkin tampak normal, atau vitiligo mungkin hadir. Peningkatan pigmentasi menonjol di daerah kulit seperti lipatan kulit. Hiperpigmentasi ini juga menonjol pada puting, aksila, perineum. Wanita mungkin kehilangan androgen yang menstimulus pertumbuhan rambut, seperti rambut pubis dan aksila, karena androgen diproduksi di korteks adrenal. Pria tidak memiliki kehilangan rambut karena androgen pada laki-laki diproduksi terutama di testis (Liotta EA et all 2010).
D. Patofisiologi Addison Disease
Insufisiensi adrenal dapat bermanifestasi sebagai defek pada sumbu hipothalamus- hipofisis-adrenal. Insufisiensi adrenal primer merupakan akibat dari destruksi korteks adrenal. Zone glomerulosa, lapisan terluar kelenjar adrenal menghasilkan aldosteron. Kortisol diproduksi di zona fasikulata dan
zona retikularis, bagian tengah dan dalam kelenjar adrenal.
Dehidroepiandrosteron diproduksi di zona retikularis.
Karena mineralokortikoid d an glukokortikoid menstimulasi reabsorbsi natrium dan ekskresi kalium, defisiensinya akan menyebabkan
peningkatan ekskresi natrium dan penurunan ekskresi kalium, terutama pada urin, selain itu juga pada keringat, saliva, dan saluran gastrointestinal. Terjadi konsentrasi natrium yang rendah dan ka li um y an g ti n gg i da la m s er u m.
Ketidakmampuan untuk mengkonsentrasikan urin disertai gangguan keseimbangan elektrolit menyebabkan dehidrasi berat, hipertonisitas plasma, asidosis, penurunan volume sirkulasi, hipotensi, akhirnya kolaps sirkulasi. Bila insufisiensi adrenal disebabkan produksi ACTH yang tidak adekuat , maka kadar elektrolit biasanya normal atau sedikit ber ku ra ng .
Defisiensi glukokortikoid menimbulkan hipotensi dan menyebabkan sensitivitas insulin berat, gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Tanpa adanya kortisol, kekurangan karbohidrat dibentuk dari protein akibatnya terjadi hipoglikemia dan penurunan glikogen hati. Terjadi kelemahan karena gangguan fungsi neuromuskuler.
Ketahanan terhadap infeksi, trauma dan stress lainnya juga berkurang. Kelemahan otot jantung dan dehidrasi menurunkan output jantung, kemudian terjadi kegagalan sirkulasi. Penurunan kortisol darah menyebabkan peningkatan produksi ACTH hipofisis dan peningkatan β-lipotropin darah, yang memiliki
aktivasi stimulasi melanosit bersama dengan ACTH, menyebabkan
hiperpigmentasi kulit dan membran mukosa khas pada penyakit Addison Gambaran klinis ditemukan setelah 90% korteks adrenal mengalami kerusakan oleh peran autoimun, infeksi, neoplastik, traumatik, iatrogenik, vaskuler dan metabolik.
Dengan destruksi korteks adrenal, inhibisi umpan balik hipothalamus dan kelenjar hipofisis anterior terganggu sehingga kortikotropin disekresikan terus menerus. Kortikotropin dan melanocyte- stimulating hormone (MSH) merupakan komponen hormon progenitor yang sama. Ketika kortikotropin hilang dari prohormon, MSH dilepaskan m e n y e b a b k a n hiperpigmentasi khas kecoklatan seperti peru nggu . Hiperp igm ent asi um umn ya ditemukan pada insufisiensi adrenal primer yang berhubungan dengan peningkatan kadar kortikotropin dan MSH.
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar sodium, potasium, kortisol, ACTH dan antibodi yang berhubungan dengan autoimun pada penyakit Addison. Tes stimulasi ACTH, CRH, tes hipoglikemia yang diinduksi insulin serta tes pencitraan CT Scan dan MRI sangat membantu dalam menegakkan diagnosis.
G. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan cepat diarahkan untuk melawan syok.
1. Pulihkan sirkulasi darah, berikan cairan, pantau tanda-tanda vital, dan baringkan pasien dalam posisi rekumben (setengah duduk) dengan tungkai
ditinggikan.
2. Berikan hidrokortison IV, disertai dengan dekstrosa 5% dalam salin normal. 3. Kaji stress/keadaan sakit yang menimbulkan serangan akut.
4. Antibiotik dapat saja diresepkan untuk mengatasi infeksi.
5. Masukan oral mungkin dilakukan segera setelah dapat ditoleransi.
6. Jika kelenjar adrenal tidak dapat pulih kembali fungsinya, maka perlu dilakukan terapi penggantian preparat kortikosteroid dan mineralokortikoid sepanjang kehidupan.
7. Masukan diit akan memerlukan tambahan dengan garam selama waktu kehilangan cairan gastrointestinal melalui muntah dan diare.
H. Terapi insufisiensi adrenokortikal
Tujuan terapi insufisiensi adrenocortical adalah untuk memproduksi level glukokortikoid dan mineral kortikoid yang sama pada mereka dengan fungsi adrenal-pituitary-hipotalamus yang normal.
1. Acute Addisonian Crisis
Terapi untuk acute adiisonian crisis harus dipertimbangkan diagnose segera sebagai suspect, terapi termasuk pemberian glukokortikoid , perbaikan dehidrasi, hipovolemia dan gangguan elektrolit, sebagai tolak
ukur pendukung. Dan terapi penyakit yang tampak atau yang telah ada. Terapi krisis adrenal akut:
a. Beri hidrokortison sodium phosphate ata sodium succinate 100 mg intravena setiap 6 jam selama 24 jam.
b. Ketika pasien stabil, kurangi dosis menjadi 50 mg setiap 6 jam.
c. Kurangi dosis untuk terapi maintenance setelah 4 atau 5 hari dan tambahkan terapi mineralokortikoid jika diperlukan.
d. Pertahankan atau tingkatkan dosis menjadi 200-400 mg/d jika komplikasi timbul atau tidak berkurang.
e. Koreksi kekurangan volume, dehidrasi dan hipoglikemia dengan garam atau glukosa intravena.
f. Evaluasi dan koreksi infeksi dan factor pencetus lain. 2. Cortisol (hidrokortison)
Kortisol parenteral dalam bentuk cair ( hidrokortison hemisuksinat atau posfat) merupakan glukokortikoid yang paling banyak digunakan. Ketika pemberian dalam dosis supra fisiologis, hidrokortison memiliki potensi menahan kecukupan sodium sehingga terapi penambahan mineralkortikoid tidak diperlukan pada pasien dengan insufisiensi adrenocortical primer.
Kortisol dalam dosis 100 mg intravena diberikan setiap 6 jam untuk 24 jam pertama. Respon untuk terapi biasanya cepat, dengan perbaikan terjadi dalam 12 jam atau kurang. Jika perbaikan terjadi dan pasien stabil, 50 mg setiap 6 jam diberikan pada hari kedua,dan pada kebanyakan pasien dosis dapat diturunkan bertahap hingga 10 mg pada penggunaan 3xsehari selama 4 – 5 hari (terapi maintenance).
a. Pada pasien yang sakit parah, terutama pada mereka dengan tambahan komplikasi utama (seperti sepsis), dosis kortisol yang lebih tinggi (100 mg intravena setiap 6-8 jam) dipertahankan hingga pasien stabil
b. Pada penyakit Addison primer, penggantian mineralocorticoid dalam bentuk fludrocortisones, ditambahakan ketika dosis kortisol total telah
c. Pada insufisiensi adrenocortical sekunder dengan krisis akut, kebutuhan utama adalah penggatian glukokortikoid dan dibantu dengan pemberian cortisol. Jika kemungkinan cairan keluar berlebihan dan retensi sodium pada pasien tersebut perlu dipertimbangkan, dosis parenteral ekuivalen
dari steroid buatan seperti prednisolone atau dexamethason dapat diberikan sebagai pengganti.
d. Kortison asetat intramuscular di kontraindikasikan pada acute adrenal failure dengan alas an: (1)absorbsi lambat; (2)membutuhkan menjadi kortisol pada hati; (3)level plasma yang adekuat pada kortisol tidak dapat diperoleh; dan (4)adanya tekanan yang tidak adekuat pada plasma ACTH, yang mengindikasikan ketidakcukupan aktivitas glukokortikoid. 3. Cairan Intravena
Glukosa dan salin intravena diberikan untuk mengkoreksi kekurangan volume, hipotensi, dan hipoglikemi. Kekurangan volume dapat memperparah Addison disease, dan hipotensi serta syok dapat tidak berespon pada vasopressor kecuali jika glukokortikoid telah diberikan.
Hiperkalemia dan asidosis biasanya dikoreksi dengan kortisol dan penggantian volume, tetapi sesekali pasien memerlukan terapi spesifik
untuk kelainan-kelainan ini. 4. Terapi Maintenance
Pasien dengan Addison disease membutuhkan terapi glukokortikoid dan mineralocorticoid seumur hidup. Kortisol (hidrokortison) merupakan preparat glukokortikoid pulihat pertama. Laju produksi basal kortisol
sekitar 8-12 mg/m2/d. dosis maintenance hidrokortison biasanya 15-30 mg setiap hari pada dewasa. Dosis oral biasanya dibagi menjadi 10-20 mg saat bangun dipagi hari dan 5-10 mg kemudian siang hari. Kortisol dengan dosis
2 kali perhari memberikan respon kepuasan pada banyak pasien, tetapi, beberapa pasien mungkin hanay memerlukan dosis tunggal pagi hari, dan yang lainnya memerlukan dosis 3 kali perhari untuk perawatan dan level energy normal. imsomnia adalah efek samping pemberian glukokortikoid
dan biasanya dapat dicegah melalui pemberian dosis terakhir pada jam 4:00 – 5:00 pagi hari.
Fludrocortison (9α flluorokortisol) digunakan untuk terapi mineralocorticoid; dosis biasa 0,05-0,2 mg/d melalui oral pada pagi hari. Karena waktu paruh obat ini , pembagian dosis tidak diperlukan . sekitar 10% pasien Addison dapat di kelola dengan kortisol dan intake diet sodium yang adekuat dan tidak memerlukan fludrokortison.
Insufisiensi adrenokortikal sekunder ditangani dengan penjelasan dosis kortisol dibawah bentuk primer. Fludrokortison jarang dibutuhkan. Perbaikan fungsi normal axis adrenal-pituitari-hipotalamus mengikuti tekanan oleh glukokortikoid eksogen yang dapat menghabiskan waktu berminggu hingga bertahun-tahun. Regimen untuk terapi maintenance
insufisiensi adrenal primer :
a. Hidrokortison, 15 - 20 mg pada pagi , dan 10 mg oral pada jam 4-5 sore.
b. Fludrokortisone, 0,05 - 0,1 mg melalui oral pada pagi hari
c. Clinical follow up : berat badan, tekanan darah, dan elektrolit dengan berkurangnya gambara klinis.
d. Edukasi pasien untuk kartu dan gelang identitas. e. Peningkatan dosis hidrokortison selama “stress”
I. Komplikasi Addison Disease
1. Syok akibat infeksi akut atau hiponatremia 2. Dehidrasi 3. Hiperkalemia 4. Hipotensi 5. Kardiak arrest 6. Diabetes mellitus 7. CA paru 8. Kolaps sirkulasi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ADDISON DISEASE
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DATA KLIEN
A. DATA UMUM
1. Nama inisial klien : Ny. S
2. Umur : 30 Th
3. Alamat : Jl. Anggur Rt 17 No. 50
4. Agama : Islam
5. Tanggal masuk RS/RB : 14 Agustus 2018.
6. Nomor Rekam Medis :
7. Diagnosa Medis : Addison Disease
B. RIWAYAT PENYAKIT 1. Keluhan Utama
Klien mengeluh mual muntah 2. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien merasakan lemas, kurangnya nafsu makan dan mual sejak 3 hari yang lalu. klien muntah 4 kali sejak pagi tadi dan BAB cair 7 kali . Keluarga klien mengatakan BB klien 6 bulan yang lalu 55 kg dan mengalami penurunan berat badan sebanyak 10 kg yaitu 45 kg. Terdapat hiperpigmentasi pada kulit lipatan siku, mukosa bibir dan kering, konjungtiva anemis, TD : 80/50 mmHg.
3. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Keluarga mengatakan klien pernah menderita tuberkulosis 1 tahun yang lalu dan kambuh kembali sejak 3 bulan yang lalu dan sekarang sedang menjalani pengobatan TB.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Kakak dari Ny. A pernah mengalami TB 2 tahun yang lalu dan Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit Addison sebelumnya.
C. PENGKAJIAN PRIMER: 1. Airway (jalan nafas)
Jalan nafas bebas tidak ada sumbatan jalan nafas 2. Breathing
a. Inspeksi (bentuk dada/simetris, pola nafas, bantuan nafas, dll)
Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu nafas(dipsneu), pola nafas takipnea, terdapat pergerakan cuping
hidung
b. Palpasi (total fremitus, dll) Sama antara kanan dan kiri c. Perkusi (pembesaran paru, dll)
Resonan
d. Auskultasi (suara nafas)
Frekuensi nafas 28x/menit, irama nafas teratur, bunyi nafas ronchi basah
3. Circulation a. Vital sign:
1) Tekanan darah : 80/50 mmHg
2) Nadi : 110x/menit, Irama reguler, teraba lemah
3) Suhu : 40 derajat celcius
4) Respirasi : 28x/menit
5) Capilarry refill : > 2 detik
6) Akral : Dingin sianotik
4. Disability
a. GCS
c. Gangguan motorik : tidak ada
d. Gangguan sensorik : tidak ada
5. Eksposure
Tidak ada trauma atau jejas diarea lain. Tidak ada perdarahan, hiperpigmentasi pada kulit dan mukosa mulut
D. PENGKAJIAN SEKUNDER 1. Anamnesis (AMPLE)
Alergi : keluarga mengatakan bahwa klien tidak memiliki alergi terhadap obat ataupun makanan
Medikasi : mengkonsumsi obat-obatan tuberculosis
Post Ilness : klien menderita Tb 1 tahun lalu dan kambuh sejak 3 bulan yanng lalu sedang menjalani masa pengobatan.
Last Meal : terakhir makan tadi pagi 3 sendok makan
Event : klien mual dan muntah serta tidak mau makan
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Lemah
b. Tanda-Tanda Vital 1) Suhu: 40 ºC
2) Nadi : Takikardi 110x/menit 3) TD : 90/60 mmHg
4) RR : Takipnea 30 x/menit, SpO2: 90, bibir sianotik
c. Kepala dan Wajah
Wajah pucat, tulang kepala normal, terdapat nyeri kepala karena hipotensi
d. Mata
Simestris, konjungtiva anemis, tidak terdapat lesi dan benjolan, selera putih
e. Telinga
f. Hidung
Tidak ada lesi, bentuknya simetris, tidak ada gangguan penciuman
g. Mulut
Mukosa mulut kering dan hiperpigmentasi, lidah kotor, tidak ada lesi pada gusi
h. Leher
I : tidak ada massa, tidak ada pembesaran vena jugularis P :tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada nyeri tekan
i. Dada / Thorak
1) Pemeriksaan paru :
I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu nafas(dipsneu), terdapat pergerakan cuping hidung P : Terdapat pergesekan dada tinggi
P : Resonan
A : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi 2) Pemeriksaan Jantung :
I : Ictus Cordis tidak tampak
P : Ictus Cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra P : Redup
A : Suara jantung melemah
j. Abdomen
I : Bentuk simetris
A : Bising usus meningkat
P : Nyeri tekan karena ada kram abdomen P : Timpani
k. Genatalia dan Sekitar Anus Tidak terdapat masalah l. Ekstremitas
Pasien tampak lemah, terdapat nyeri, penurunan tonus otot, penurunan rentang gerak, kelemahan otot, atrofi otot
I : kulit kering, telapak tangan dan kaki pucat P : tidak ada nyeri tekan, turgor kering
n. Status dan neurologis
Gemetar, kesemutan, disorientasi waktu, letargi, kelelahan mental, cemas, peka rangsangan
3. Pemeriksaan Penunjang
Indikator Pada pasien Normal Keterangan
Kalium 5,8 meq/L 3,1-4,3 meq/L Meningkat
Natrium 121 meq/L 135 meq/L Menurun
Gula Darah 62 mg/dl 70-115 mg/dl Menurun
Ureum 48 mg/dl 8-26 mg/dl Meningkat
E. Analisa Data
DATA FOKUS (DS DAN dan DO) ETIOLOGI MASALAH
DS:
-Keluarga mengatakan klien mual dan muntah sebanyak 4 kali
-BAB cair sebanyak 7 kali sejak pagi tadi
DO:
- akral dingin sianotik -konjungtiva anemis
-TD: 80/50 mmHg, CRT: > 2 detik -N: 110x/menit teraba lemah
T: 40 derajat celsius
DS:
Keluarga klien mengatakan bahwa klien mengeluh kesulitan bernafas dan nafas terasa berat
DO:
-Klien terlihat sulit bernafas -Terdapat otot bantu pernafasan, -Terdapat pernafasan cuping hidung RR: takipnea 30x/menit akral sianotik SpO2: 90% N: takikardi 110x/menit Insufisiensi adrenal Defisiensi aldosteron Hiponatremia, hipotensi dan diare Risiko syok hipovolemik Defisiensi kortisol Aldosteron
Hormon renin dan angiostensin
Penurunan TD
Anemia, Hb
Suplay O2 ke paru
Kegagalan petukaran gas CO2 dan O2
Risiko Syok
Hipovolemik
Gangguan pertukaran gas
Hiperkapnea SpO2
Gangguan Pertukaran Gas
F. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi 2. Risiko syok hipovolemik
21
G. Rencana Keperawatan No. Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Tindakan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Gangguan pertukaran
gas b.d
ketidakseimbangan ventilasi perfusi
NOC :
Respiratory Status : Gas exchange
Respiratory Status : ventilation
Vital Sign Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ………..pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:
Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
1 2 3 4 5
2. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
1 2 3 4 5
NIC :
Manajemen Asam Basa
1.1 Pertahankan kepatenan jalan nafas
1.2 Pertahankan kebersihan jalan nafas (misalnya melakukan suction, mempertahankan alat bantu nafas, fisioterapi dada dan batuk serta bernafas dalam) dengan tepat
1.3 Monitor pola pernafasan 1.4 Jaga kepatenan jalan nafas
1.5 Dapatkan order spesimen untuk analisa laboratorium keseimbangan asam basa (misalnya, ABG, urin dan level serum) dengan tepat
1.6 Monitor kemungkinan terjadinya kelebihan asam karbonat dan asidosis respiratorik
22
3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
1 2 3 4 5
4. Tanda tanda vital dalam rentang normal 1 2 3 4 5
Kriteria penilaian NOC : 1. Deviasi Berat
2. Deviasi Yang Cukup Besar 3. Deviasi Sedang
4. Deviasi Ringan 5. Tidak Ada Deviasi
(misalnya obstruksi jalan nafas, depresi ventilasi, depresi SSP, penyakit2 neurologis) 1.7 Pertimbangkan (kondisi) patologis yang
membutuhkan intervensi segera dengan yang hanya membutuhkan rawatan penunjang 1.8 Monitor tanda dan gejala kelebihan asam
karbonat dan asidosis respiratorik (misalnya tremor dengan durasi memanjang pada tangan, konfusi, ketidaksadaran menuju koma, sakit kepala, respon verbal melambat, mual, muntah, takikardi, ekstremitas teraba hangat dan berkeringat, level pH kurang dati 7,35, level PaCO2 lebih besar dari 45 mmhg,
hipokloremia terkait dan kemungkinan kelebihan HCO2.
1.9 Tingkatkan ventilasi dan kepatenan jalan nafas pada kondisi asidosis respiratorik dan peningkatan level PaCO2 dengan tepat.
23
1.11Berikan oksigen bertekanan rendah dan monitor keracunan CO2 pada kasus
hiperkapnea keonis (misalnya : COPD) 1.12Lakukan tehnik-tehnil penekanan ventilasi
non infasif yang positof (misalnya tekanan ventilasi yang positif terhadap nasal secara berkelanjutan, ventilasi kedua nasal) pada kasus hiperkapnea berhubungan dengan sindrom hipoventilasi obesitas atau penyakit muskuloskeletal).
1.13Monitor indikasi asidosis respiratorik kronik (misalnya barrel chest, clubbing fiber, bentuk bibir mengerucut k etika bernafas/pursed lips breathing dan penggunaan otot-otot
aksesoris) dengan tepat.
1.14Monitor faktor-faktor penentu sirkulasi oksigen ke jaringan (misalnya, PAO2, SaO2,
hemoglonim, curah jantung) untuk mempertimbangkan oksigenasi yang adekuat
24
1.15Posisikan paisen pada perfusi ventilasi yang optimal (misalnya paru dibawah/gond lung down, tengkurap, posisi semifowler dengan tepat
1.16Monitor kerja pernafasan
1.17Sediakan dukungan ventilasi mekanik yang sesuai
1.18Monitor status neurologis
2. Risiko syok
hipovolemik
NOC:
Syok prevention
Syok management
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1-60 menit pasien menunjukkan tidak ada resiko syok, dibuktikan dengan Kriteria Hasil : 1. Nadi dalam batas normal
1 2 3 4 5
NIC
Manajemen Syok
2.1 Posisikan klien untuk mendapatkan perfusi yang optimal
2.2 Buat dan pertahankan kepatenan jalan napas, sesuai kebutuhan
2.3 Monitor tekanan oksimetri, sesuai kebutuhan 2.4 Berikan oksigen dan/atau ventilasi mekanik,
sesuai kebutuhan
25
2. Irama jantung dalam batas normal 1 2 3 4 5
3. Frekuensi nafas dalam batas normal 1 2 3 4 5
4. Irama pernapasan dalam batas normal 1 2 3 4 5
5. Natrium serum dalam batas normal 1 2 3 4 5
6. Kalium serum dalam batas normal 1 2 3 4 5
7. Klorida serum dalam batas normal 1 2 3 4 5
8. Kalsium serum dalam batas normal 1 2 3 4 5
9. Magnesium serum dalam batas normal 1 2 3 4 5
10. PH darah serum dalam batas normal 1 2 3 4 5
oksigenasi jaringan
2.6 Monitor determinan dari pengiriman oksigenke jaringan (misalnya PaO2,SaO3, nilai hemoglobin, CO), jika tersedia 2.7 Monitor nilai-nilai laboratorium (misalnya,
darah lengkap dengan diferensiasi, profil pembekuandarash, AGD, nilai laktat, kultur
dan kimia darah)
2.8 Pasang dan pertahankan akses di vena besar 2.9 Berikan cairan IV sementara melakukan
monitor tekanan tekanan hemodinamik dan urin output, sesuai kebutuhan
2.10Berikan cairan IV kristaloid dan koloid, sesuai kebutuhan
2.11Berikan vasopresor, sesuai kebutuhan 2.12Berikan agen anti aritmia, sesuai kebutuhan 2.13Mulai segera pemberian agen antimikroba
dan monitor ketat efektifitasnya, sesuai kebutuhan
26
Hidrasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x 60 menit diharapkan tanda hidrasi dapat berkurang dengan kriteria hasil
1. Mata cekung tidak ditemukan 1 2 3 4 5
2. Demam tidak ditemukan 1 2 3 4 5
3. Tekanan darah dalam batas normal 1 2 3 4 5
4. Hematokrit dalam batas normal 1 2 3 4 5
Kriteria penilaian NOC : 1. Sangat Terganggu 2. Banyak Terganggu 3. Cukup Terganggu 4. Sedikit Terganggu 5. Tidak Terganggu
2.14Berikan agen antiinflamasi dan/atau bronkodilator, sesuai kebutuhan
2.15Monitor fungsi ginjal (misalnya, niali urea, kreatinin dan bersihan kreatinin)
2.16Berikan vasopressin dosis rendah, sesuai kebutuhan
H. Implementasi
No. Dx Tindakan Keperawatan Evaluasi TTD
1. 1.1 Menjaga jalan nafas agar tidak
terjadi lidah jatuh dan sumbatan jalan nafas lain
1.2 Memposisikan paisen pada posisi semifowler dengan tepat
1.3 Melihat dan mengamati pola
pernafasan dan frekuensi
pernafasan pasien
1.4 Memberikan terapi O2 RM 5-10 lpm
1.5 Mengambil spesimen untuk analisa laboratorium keseimbangan asam basa (ABG, urin dan level serum)
dengan tepat
1.6 Melihat dan mengamati adanya obstruksi jalan nafas, depresi
ventilasi, depresi SSP, dan
penyakit2 neurologis
1.7 Melihat dan mengamati adanya tremor, konfusi, ketidaksadaran menuju koma, sakit kepala, respon verbal melambat, mual, muntah, takikardi, ekstremitas teraba hangat dan berkeringat
1.8 Melihat dan mengamati adanya
1.1 Tidak ada sumbatan jalan nafas
1.2 Pasein terlihat nyaman
dengan posisi
semifowler
1.3 Pola nafas takipnea , frekuensi nafas = 30x/m
1.4 Sesak berkurang
1.5 Tidak ada obstruksi jalan nafas, ada depresi pernafasan.
1.6 Tidak ada tremor, ada sakit kepala, ada mual
dan muntah, nadi
takikardi = 110x/m , pasien berkeringat
1.7 Tidak ada barrel chest,
tidak ada clubbing
fiber, ada pursed lips
berathing dan
penggunaan otot - otot pernafasan
barrel chest, clubbing fiber, bentuk
bibir mengerucut ketika
bernafas/pursed lips breathing dan penggunaan otot-otot aksesoris 1.9 Melihat dan mengamati PAO2,
SaO2, hemoglonim, curah jantung
untuk mempertimbangkan
oksigenasi yang adekuat
1.8 Nilai PAO2 = ,
SaO2= ,
2. 2.1 Mengatur posisi pasien dorsal
rekumben
2.2 Membuat dan pertahankan
kepatenan jalan napas, sesuai kebutuhan
2.3 Memberikan O2 RM 5 - 10 Lpm 2.4 Mengambil gas darah arteri serta
melihat dan mengamati oksigenasi jaringan
2.5 Melihat dan mengamati nilai-nilai
laboratorium, darah lengkap
pembekuan darah AGD, kultur dan kimia darah
2.6 Memasang infus di vena besar satu line
2.7 Memasang DC
2.8 Memberikan cairan IV RL sesuai kebutuhan
2.9 Memberikan epine frin 1 : 1000 dg 0,01 ml/kgBB sampai mencapai 0,3
2.1 Pasien terihat nyaman
2.2 Tidak ada hambatan jalan nafas
2.3 Sesak berkurang
2.4 Telah dilakukan pengambilan sampel
GDA
2.5 Hasil pemeriksaan lab
2.6 Telah dilakukan pemasangan infus 2.7 Telah dipasang DC 2.8 Diberikan RL 20 tpm
mg/KgBB yang di encerkan dengan 20 cc Nacl 0,9 % 2.11Memberikan hydrokortison IV 7-10 mg/KgBB 2.10Telah diberikan aminofilin melalui IV 2.11Telah diberikan hydrokortison melalui IV I. Evaluasi
No. No. DK Subjektif/Objektif/Analisa/Peremcanaan Paraf
1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi S : -O :
Klien terlihat nyaman
Posisi Klien Semi Fowler
Pola nafas takipnea dan frekuensi nafas = 30x/m
Klien terpasang oksigen
A : Masalah Gangguan pertukaran gas teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi 1.3 Monitor pola pernafasan
1.6 Monitor kemungkinan terjadinya kelebihan asam karbonat dan asidosis respiratorik
1.13 Monitor indikasi asidosis respiratorik kronik 1.16 Monitor kerja pernafasan
2. Risiko syok
hipovolemik
S : -O:
Klien terpasang DC
Klien telah diberikan epine frin melalui SC
Klien telah diberikan aminofilin melalui IV
Klien telah diberikan hydrokortison melalui IV
Klien telah dilakukan pengambilan sampel GDA
A: Masalah Risiko syok hipovolemik teratasi P: Lanjutkan intervensi
2.3 Monitor tekanan oksimetri, sesuai kebutuhan 2.6 Monitor determinan dari pengiriman oksigen ke jaringan
2.7 Monitor nilai-nilai laboratorium 2.15 Monitor fungsi ginjal
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat insufisiensi korteks adrenal berupa defisiensi kortisol,aldosteron, dan androgen. Penyakit ini jarang ditemukan dan lebih sering ditemukan pada wanita dari pada pria. Indikasi diagnostic dari penyakit ini diantaranya; (1) menurunnya kortisol serum (2) meningkatnya ACTH (3) hiponatrenia, hiperkalsemia dan asidosis metabolic (4) tingginya rennin serum, dan (5) rendahnya aldosteron serum. Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan terapi kortisol, yang apabila penatalaksaan dan pemberian dosis sudah disesuaikan dengan benar, maka status metabolic pasien kembali normal dan ia mampu menjalani hidup secara normal.