Case Report Mata
GRANULOMA OS
Disusun oleh:
Bella Amelia Sefilla Ahmad (1102012043)
Pembimbing: dr. Diantinia, Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD SOREANG 2016
BAB I
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. I
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Cingcin Permata Indah GA No.53, RT 08 RW 11, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung
Pekerjaan : Pegawai Swasta Tgl. Pemeriksaan : 19 Juli 2016
No. RM : 560825
II ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 19 Juli 2016
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan pada kelopak mata atas kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Mata RSUD Soreang pada tanggal 19 Juli 2016 dengan keluhan adanya benjolan pada kelopak atas mata kiri sejak ± 1 bulan yang lalu. Awalnya benjolan berukuran kecil, namun perlahan benjolan dirasa semakin membesar. Saat ini benjolan sebesar biji kacang hijau. Benjolan menyebabkan rasa mengganjal pada mata kiri pasien, namun benjolan tidak terasa nyeri, gatal, maupun panas. Benjolan tidak mengeluarkan nanah. Tidak ada mata merah sebelumnya. Tidak terdapat bintik putih seperti ketombe maupun luka kering sepanjang pinggir kelopak mata. Keluhan pandangan buram, pengelihatan ganda disangkal. Pasien sering terpapar debu karena mengendarai motor, pasien selalu memakai helm yang melindungi mata. Pasien tidak mengalami demam.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma pada mata : disangkal Riwayat operasi mata sebelumnya : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat menggunakan kaca mata : disangkal Riwayat dengan keluhan serupa : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan serupa di keluarga disangkal.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah mengobati keluhan matanya. .
III PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum: Baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital: Tekanan darah : 110/70 mmHg Nadi : 80 x/ menit Pernapasan : 20 x/ menit Suhu : Afebris PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI KETERANGAN OD OS
KEDUDUKAN BOLA MATA Ortotropia
- Deviasi Tidak ada Tidak ada
- Gerakan Bola mata
SUPERSILIA
- Warna Hitam, distribusi normal Hitam, distribusi normal
- Edema Tidak ada Ada (superior)
Berukuran 0.5x0.5x0.3 cm Konsistensi lunak,
permukaan rata.
- Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
- Ekteropion Tidak ada Tidak ada
- Entropion Tidak ada Tidak ada
- App Lakrimal Sumbatan (-) Sumbatan (-)
KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR - Konjungtiva tarsalis - Hiperemis Tenang Tidak ada Tenang Ada
- Edema Tidak ada Ada
KONJUNGTIVA TARSALIS INFERIOR - Konjungtiva tarsalis
- Hiperemis
Tenang
Tidak ada Tidak adaTenang
- Edema Tidak ada Tidak ada
KONJUNGTIVA BULBI
- Sekret Tidak ada Tidak ada
- Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada
- Injeksi episklera Tidak ada Tidak ada
- Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada
SKLERA
- Warna Putih Putih
- Ikterik Tidak ada Tidak ada
KORNEA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Permukaan Rata Rata
- Infiltrat Tidak ada Tidak ada
- Keratik presipitat Tidak ada Tidak ada
- Sikatrik Tidak ada Tidak ada
- Ulkus Tidak ada Tidak ada
- Perforasi Tidak ada Tidak ada
- Edema Tidak ada Tidak ada
BILIK MATA DEPAN
- Kedalaman Sedang Sedang
- Kejernihan Jernih Jernih
IRIS
- Warna Hitam kecoklatan Hitam kecoklatan
- Sinekia Tidak ada Tidak ada
PUPIL
- Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor - Ukuran 3mm 3mm - Refleks cahaya langsung + + - Refleks cahaya tidak langsung + + LENSA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Letak Sentral Sentral
STATUS LOKALIS
Visus
VOD = 6/6 non-koreksi VOS = 6/6 non-koreksi
Resume
Telah diperiksa pasien laki-laki usia 38 tahun dengan benjolan pada kelopak mata atas kiri. Benjolan dirasakan sejak ± 1 bulan yang lalu dan perlahan dirasakan membesar. Benjolan menyebabkan rasa mengganjal pada mata kiri pasien, tanpa disertai rasa nyeri, gatal, maupun rasa terbakar. Pada pemeriksaan didapatkan terdapat udem pada kelopak mata atas kiri bagian luar maupun dalam dan berwarna kemerahan. Benjolan berukuran ± 0.5 x 0.5 x 0.3 cm dengan konsistensi lunak dan permukaan rata. VOD: 6/6 koreksi dan VOS: 6/6 non-koreksi.
Diagnosis Kerja Kalazion OS
Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa:
- Edukasi penyakit kalazion.
- Kadang-kadang kalazion sembuh atau hilang dengan sendirinya akibat diabsorbsi (diserap) setelah beberapa bulan atau beberapa tahun.
- Pada pasien ini, terapi yang dilakukan adalah ekskokleasi kalazion. Prosedur ekskokleasi kalazion:
- Mata yang sakit ditetes dengan anesthesia topikal pantokain.
- Dilakukan anestesi infiltratif (dengan lidocain) disuntikkan di bawah kulit di depat kalazion.
- Kalazion dijepit dan kemudian klem dibalik sehingga konjungtiva tarsal dan kalazion terlihat.
- Dilakukan insisi tegak lurus margo palpebra. - Isi kalazion dikuret sampai bersih.
- Klem kalazion dilepas.
2. Medikamentosa:
- Pemberian salep mata kloramfenikol 1%, dioleskan 3xsehari pada OS pasca ekskokleasi kalazion.
Prognosis
OD OS
Quo ad vitam ad bonam ad bonam Quo ad Functionam ad bonam ad bonam Quo ad Sanactionam ad bonam dubia ad bonam
PEMBAHASAN
1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah benar?
Pada pasien ini saya tegakkan diagnosa kerja kalazion OS berdasarkan:
a) Pada anamnesa didapatkan, pasien mengeluhkan adanya benjolan pada kelopak atas mata kiri. Benjolan dirasakan membesar namun perlahan. Benjolan menyebabkan rasa mengganjal pada mata kiri pasien, tanpa disertai rasa nyeri, gatal, maupun rasa terbakar.
b) Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan terdapat udem pada kelopak mata atas kiri bagian luar maupun dalam dan berwarna kemerahan. Benjolan berukuran ±0.5x0.5x0.3cm dengan konsistensi lunak dan permukaan rata. Visus mata kanan (VOD) 6/6 koreksi dan visus mata kiri (VOS) 6/6 non-koreksi.
2. Apakah terapi pada pasien ini sudah tepat?
Terapi yang diberikan kepada pasien ini sudah tepat, karena pengobatan terbaik kalazion sampai saat ini adalah dengan melakukan ekskokleasi pada kalazion. Dengan dilakukannya insisi dan kuretase kalazion sampai bersih akan mengurangi angka rekurensi terjadinya kalazion dikemudian hari.
3. Bagaimana prognosis pada pasien ini? - Quo ad vitam : ad bonam
Karena kalazion tidak mengancam jiwa penderita.
- Quo ad functionam : ad bonam
Karena kalazion tidak menyebabkan gangguan pada fungsi mata sebagai indera pengelihatan.
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Kalazion memiliki kecenderungan kambuh pada individu-individu tertentu. Kalazion seringkali dihubung-hubungkan dengan disfungsi kelenjar sebasea dan obstruksi di kulit (seperti komedo, wajah berminyak), meskipun belum ada penelitian pasti yang menyatakan hal tersebut. Dengan begitu pada pasien ini, kalazion bisa saja kambuh kembali jika pasien tidak menjaga kebersihan kulit wajah, mata, dan sekitarnya walaupun sudah dilakukan kuretase kalazion sampai bersih.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Anatomi Palpebra Potongan Sagital
Palpebra superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang dapat menutup dan melindungi bola mata bagian anterior. Berkedip melindungi kornea dan konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada alis mata; palpebra inferior menyatu dengan pipi.
Palpebra terdiri atas lima bidang jaringan utama. Dari superfisial ke dalam terdapat lapis kulit, lapis otot rangka (m.orbikularis okuli), jaringan areolar, jaringan fibrosa (tarsus), dan lapis membran mukosa (konjungtiva pelpebrae).
1. Kulit
Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian lain tubuh karena tipis, longgar, dan elastis, dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak subkutan.
2. Muskulus Orbikularis okuli
Fungsi otot ini adalah untuk munutup palpebra. Serat ototnya mengelilingi fissura palpebra secara konsentris dan meluas sedikit melewati tepian orbita. Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang terdapat di dalam palpebra dikenal sebagai bagian pratarsal; bagian diatas septum orbitae adalah bagian praseptal. Segmen luar palpebra disebut bagian orbita. Orbikularis okuli dipersarafi oleh nervus facialis. 3. Jaringan Areolar
Terdapat di bawah muskulus orbikularis okuli, berhubungan degan lapis subaponeurotik dari kulit kepala.
4. Tarsus
Struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapis jaringan fibrosa padat yang disebut tarsus superior dan inferior. Tarsus terdiri atas jaringan penyokong kelopak mata dengan kelenjar Meibom (40 buah di kelopak atas dan 20 buah di kelopak bawah).
5. Konjungtiva Palpebrae
Gambar 2. Konjungtiva Palpebra
Bagian posterior palpebrae dilapisi selapis membran mukosa, konjungtiva palpebra, yang melekat erat pada tarsus. Tepian palpebra dipisahkan oleh garis kelabu (batas mukokutan) menjadi tepian anterior dan posterior. Tepian anterior terdiri dari bulu mata, glandula Zeiss dan Moll. Glandula Zeiss adalah modifikasi kelenjar sebasea kecil yang bermuara dalam folikel rambut pada dasar bulu mata. Glandula Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu baris dekat bulu mata. Tepian posterior berkontak dengan bola mata, dan sepanjang tepian ini terdapat muara-muara kecil dari kelenjar sebasesa yang telah dimodifikasi (glandula Meibom atau tarsal).
Merupakan kelenjar sebaseus yang besar. Tidak berkontak langsung dengan folikel rambut. Terletak pada lempeng tarsal kelopak mata atas-bawah (jumlah di kelopak atas > kelopak bawah).
Fungsi: menghasilkan sekret minyak/oily yang mencegah perlekatan antara kedua kelopak mata dan berfungsi untuk membentuk lapisan tear film yang mencegah air mata untuk berevaporasi.
Kelenjar Zeiss
Glandula Zeiss adalah modifikasi kelenjar sebasea kecil yang bermuara dalam folikel rambut pada dasar bulu mata.
Kelenjar Moll
• Glandula Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu baris dekat bulu mata.
• Glandula moll dan zeiss mensekresi lipid yang ditambahkan ke lapisan superfisial dari tear film, mencegah evaporasi.
Gambar 3. Glandula Meibom
Punktum lakrimalis terletak pada ujung medial dari tepian posterior palpebra. Punktum ini berfungsi menghantarkan air mata ke bawah melalui kanalikulus terkait ke sakus lakrimalis.
Fisura palpebrae adalah ruang elips di antara kedua palpebra yang dibuka. Fisura ini berakhir di kanthus medialis dan lateralis. Kanthus lateralis kira-kira 0,5 cm dari tepian lateral orbita dan membentuk sudut tajam.
Septum orbitale adalah fascia di belakang bagian muskularis orbikularis yang terletak di antara tepian orbita dan tarsus dan berfungsi sebagai sawar antara palpebra orbita. Septum orbitale superius menyatu dengan tendo dari levator palpebra superior dan tarsus superior; septum orbitale inferius menyatu dengan tarsus inferior.
Retraktor palpebrae berfungsi membuka palpebra. Di palpebra superior, bagian otot rangka adalah levator palpebra superioris, yang berasal dari apeks orbita dan berjalan ke depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis dan bagian yang lebih dalam yang mengandung serat-serat otot polos dari muskulus Muller (tarsalis superior). Di palpebra inferior, retraktor utama adalah muskulus rektus inferior, yang menjulurkan jaringan fibrosa untuk membungkus meuskulus obliqus inferior dan berinsersio ke dalam batas bawah tarsus inferior dan orbikularis okuli. Otot polos dari retraktor palpebrae disarafi oleh nervus simpatis. Levator dan muskulus rektus inferior dipasok oleh nervus okulomotoris.
Pembuluh darah yang memperdarahi palpebrae adalah a. Palpebra. Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal nervus V, sedang kelopak mata bawah oleh cabang kedua nervus V.
2. Kalazion
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kelenjar Meibom yang tersumbat. Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar Meibom dengan infeksi ringan yang mengakibatkan peradangan kronis kelenjar tersebut.
2.2. Etiologi
Kalazion dapat muncul secara spontan akibat sumbatan pada orifisium kelenjar atau karena adanya hordeolum. Kalazion seringkali dihubung-hubungkan dengan disfungsi kelenjar sebasea dan obstruksi di kulit (seperti komedo, wajah berminyak). Higiene yang buruk pada palpebra dan faktor stress juga sering dikaitkan dengan terjadinya kalazion.
Faktor Resiko:
Belum diketahui dengan pasti faktor resiko apa yang menyebabkan terjadinya kalazion.
Hygiene palpebra yang buruk mungkin dapat dihubungkan dengan kalazion meskipun
perannya masih perlu dibuktikan.
Stress juga sering dihubungkan dengan kalazion namun stress belum dibuktikan sebagai penyebab dan mekanisme stress dalam menyebabkan kalazion belum diketahui.
Faktor makanan seperti susu, coklat, seafood dan telur mungkin berperan. 2.3. Patofisiologi
Produk-produk hasil pemecahan lipid (lemak), mungkin dari enzim-enzim bakteri yang berupa asam lemak bebas, mengakibatkan tertahannya sekresi kelenjar sebasea (obstruksi), kemungkinan karena enzim dari bakteri merangsang terbentuknya respon inflamasi. Massa yang terbentuk dari jaringan granulasi dan sel-sel radang ini membentuk kalazion. Proses granulomatous ini yang membedakan antara kalazion dengan hordeolum interna dan eksternum dimana pada hordeolum terjadi reaksi radang akut dengan leukosit PMN dan nekrosis disertai pembentukan pus. Namun demikian, hordeolum dapat menyebabkan terbentuknya kalazion, dan sebaliknya.
Gambar 4. Obstruksi Kelenjar Sebasea 2.4. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan nodul tunggal yang tidak lunak yang terdapat di dalam palpebra, berbeda dari hordeolum yang terdapat lebih superfisial. Pada pembalikan kelopak mata mungkin dapat ditemukan pembesaran kelenjar Meibom dan penebalan kronis pada kelenjar yang berkaitan.
Gambar 5. Kalazion
Pada awalnya, kalazion tampak dan terasa seperti hordeolum, kelopak mata membengkak, nyeri dan mengalami iritasi. Beberapa hari kemudian gejala tersebut menghilang dan meninggalkan pembengkakan bundar tanpa rasa nyeri pada kelopak mata dan tumbuh secara perlahan. Di bawah kelopak mata terbentuk daerah kemerahan atau abu-abu. Pasien biasanya datang dengan riwayat singkat adanya keluhan pada palpebra baru-baru ini, diikuti dengan peradangan akut (misalnya merah, pembengkakan, perlunakan). Seringkali terdapat riwayat keluhan yang sama pada waktu yang lampau, karena kalazion memiliki kecenderungan kambuh pada
individu-individu tertentu. Kalazion lebih sering timbul pada palpebra superior, di mana jumlah kelenjar Meibom terdapat lebih banyak daripada palpebra inferior. Penebalan dari saluran kelenjar Meibom juga dapat menimbulkan disfungsi dari kelenjar Meibom. Kondisi ini tampak dengan penekanan pada kelopak mata yang akan menyebabkan keluarnya cairan putih seperti pasta gigi, yang seharusnya hanya sejumlah kecil cairan jernih berminyak.
Kalazion dihubungkan dengan disfungsi kelenjar sebasea dan obstruksi di kulit (seperti komedo, wajah berminyak). Juga mungkin terdapat akne rosasea berupa kemerahan pada wajah (facial erythema), teleangiektasis dan spider nevi pada pipi, hidung, dan kulit palpebra. Diantaranya :
a) benjolan pada kelopak mata, tidak hiperemis dan tidak ada nyeri tekan.
b) pseudoptosis
c) kelenjar preaurikel tidak membesar.
Kebanyakan kalzion mengarah ke permukaan konjungtiva, yang mungkin sedikit memerah atau meninggi. Jika cukup besar, sebuah kalazion dapat menekan bola mata dan menimbulkan astigmatisme.
2.5. Diagnosis Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan keluhan pasien berupa adanya benjolan pada kelopak mata atas maupun bawah (lebih sering mengenai kelopak mata atas) yang diriwayatkan mengalami pembesaran dari waktu ke waktu namun perlahan. Benjolan tidak disertai dengan nyeri tekan, tidak gatal, dan tidak hiperemi (pada sebagian kasus didapatkan hiperemi minimal). Adanya keluhan mengganjal pada mata. Mungkin dapat ditemukan adanya riwayat infeksi pada kelopak mata yg nyeri sebelum terbentuk kalazion, tapi ini tidak selalu terjadi.
Pemeriksaan Oftalmologis
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tes penglihatan masing-masing mata dan inspeksi muka, palpebra, dan mata itu sendiri.
Pada palpebra yang terkena didapatkan benjolan dengan konsistensi lunak, berwarna kemerahan (dapat tidak berwarna kemerahan), tanpa disertai rasa nyeri.
Umumnya ditemukan nodul tunggal (jarang multiple). Biasanya pada pemeriksaan visus dengan kalazion murni, didapatkan visus mata normal, walaupun dapat terjadi kelaianan refraksi astigmatisme akibat perubahan bentuk bola mata yang tertekan kalazion.
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium jarang diminta.
- Pemeriksaan histopatologis: menunjukkan proliferasi endotel asinus dan respons radang granulomatosa yang melibatkan sel-sel kelenjar jenis Langerhans.
- Biopsi diindikasikan pada kalazion berulang karena tampilan karsinoma kelenjar meibom dapat mirip tampilan kalazion.
Bila terjadi kalazion berulang beberapa kali terutama yang terjadi di tempat yang sama meskipun telah dilakukan drainase dengan baik sebelumnya, harus dipertimbangkan adanya suatu keganasan dan sebaiknya dilakukan pemeriksaan histopatologik karena adanya kemungkinan benjolan tersebut merupakan suatu keganasan misalnya karsinoma sel basal, karsinoma kelenjar sebasea, atau adenokarsinoma.
Karsinoma sel basal adalah keganasan pada palpebra yang paling sering dijumpai. 90% keganasan dari karsinoma pada palpebra merupakan karsinoma sel basal. Karsinoma sel basal mempunyai presileksi pada palpebra inferior dan kantus medialis.
Karsinoma kelenjar sebasea merupakan bisa menunjukkan gambaran klinis berspektrum luas biasanya berbentuk nodul yang kecil, keras seperti kalazion. Sering kelihatan seperti kalazion yang tidak khas atau berulang, menunjukkan konsistensi yang kenyal. Karsinoma Kelenjar sebasea adalah keganasan kedua terbanyak pada palpebra.
- Kultur bakteri biasanya negatif, tapi Staphylococcus aureus, Staphylococcus
albus, atau organisme komensal kulit lainnya bisa ditemukan. Propionibacterium acnes mungkin ada di dalam isi kelenjar.
- Pencitraan fotografik infra merah dari kelenjar Meibom dapat menunjukkan dilatasi abnormal yang tampak pada permukaan tarsal palpebra yang dieversi.
2.6. Diagnosis Banding Hordeolum
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Hordeolum yang biasanya merupakan infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea kelopak biasanya sembuh sendiri dan dapat diberi hanya kompres hangat. Terdapat dua bentuk hordeolum yaitu:
Hordeolum internum
merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus memberikan penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal biasanya berukuran lebih besar dibanding hordeolum eksternum
Gambar 6. Hordeolum Internum
Hordeolum eksternum
merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll
memberikan penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak nanah dapat keluar dari pangkal rambut
Gambar 7. Hordeolum externum
Hordeolum/stye/bintitan terjadi karena adanya infeksi bakteri pada satu atau lebih kelenjar kelopak mata, ditandai dengan terbentuknya abscess focal. Apabila banyak kelenjar kelopak mata yang terinfeksi pada waktu yang sama maka disebut hordeolosis. Jika mengenai kelenjar zeis dan moll maka disebut external hordeolum dan jika mengenai kelenjar meiboiman disebut internal hordeolum. Hordeolum merupakan suatu abses di dalam kelenjar tersebut. Penyebab utamanya adalah bakteri
kemerahan pada kelopak mata, nyeri bila ditekan, hangat, bengkak. Hordelum biasanya akan hilang dengan sendirinya dalam waktu 1-2 minggu.
Adanya pseudoptosis atau ptosis terjadi akibat bertambah beratnya kelopak sehingga sukar diangkat. Pada pasien dengan hordeolum kelenjar preautikel biasanya turut membesar. Sering hordeolum ini membentuk abses dan pecah dengan sendirinya. Untuk mempercepatkan peradangan kelenjar dapat diberikan kompres hangat, 3 kali sehari selama 10 menit sampai nanah keluar. Pengangkat bulu mata dapat memberikan jalan untuk drainase nanah. Diberikan antibiotik lokal terutama bila berbakat untuk rekuren atau terjadinya pembesaran kelenjar preaurikel. Antibiotik sistemik yang diberikan eritromisin 250 mg atau 125-250 mg dikloksasilin 4 kali sehari, dapat juga diberi tetrasiklin. Bila terdapat infeksi stafilokokus di bagian tubuh lain maka sebaiknya diobati juga bersama-sama. Pada nanah dari kantung nanah yang tidak dapat keluar dilakukan insisi. Pada hordeolum internum dan hordeolum eksternum kadang-kadang perlu dilakukan insisi pada daerah abses dengan fluaktuasi terbesar.
Blefaritis
Blefaritis adalah peradangan kronis pada kelopak dan tepi kelopak mata. Blefaritis sering dikaitkan dengan sejumlah penyakit kulit sistemik, seperti: rosasea dan dermatitis seborheik. Keadaan ini juga erat kaitannya dengan beberapa penyakit mata seperti: dry eye, khalazion, trikhiasis, konjungtivitis dan keratitis.
Secara anatomis blefaritis dapat dikelompokkan menjadi blefaritis anterior dan blefaritis posterior. Blefaritis anterior merujuk pada peradangan yang terutama terpusat di sekitar bulu mata dan folikel rambutnya. Sedangkan blefaritis posterior kebanyakan melibatkan peradangan pada orifisium kelenjar Meibom.
Gambar 9. Perbandingan Mata Normal dan Blefaritis
Karsinoma
Karsinoma sel basal adalah keganasan yang berasal dari sel nonkeratosis yang berasal dari lapisan basal epidermis. Karsinoma sel basal merupakan bentuk tumor ganas tersering. Karsinoma sel basal merupakan keganasan palpebra terbanyak yaitu 90% dari keganasan palpebra. Paling sering mengenai pinggir bawah palpebra (50-60%) dan dekat kantus medial (25-30%), serta jarang mengenai palpebra superior (15%) dan kantus medial (5%). Karsinoma sel basal lebih sering mengenai orang berkulit putih/ terang, danlebih sering mengenai laki-laki daripada perempuan (3:2). Berkembang lambat tidak sakit bisa membentuk nodul yang berkembang menjadi uleratif. Jarang metastase.
Radiasi sinar ultraviolet (UV) merupakan faktor utama penyebab karsinoma sel basal. Merokok juga meningkatkan resiko terjadinya karsinoma sel basal. Faktor genetik juga memegang peranan seperti defek pada replikasi DNA repair yang diturnkan pada xeroderma pigmentosa.
Gambar 10. Adenocarsinoma
Pasien sering datang dengan keluhan ulkus yang tidak sembuh-sembuh dan mudah berdarah dengan trauma ringan dan sering tidak nyeri. Diagnosis dini keganasan di kulit merupakan hal yang sangat penting, maka hendaknya kecurigaan akan adanya
keganasan sudah timbul bila dari anamnesis ditemukan rasa gatal/nyeri, perubahan warna (gelap,pucat dan terang), ukurannya membesar, pelebarannya tidak merata ke samping, permukaan tidak rata, trauma, perdarahan (walaupun kerana trauma ringan), ulserasi/infeksi yang sukar sembuh).
2.7. Tatalaksana Terapi non-medikamentosa
Pengobatan pada kalazion adalah dengan memberikan kompres hangat. mengurangkan gejala dilakukan ekskokleasi isi abses dari dalamnya atau dilakukan ekstirpasi kalazion tersebut.
Gambar 11. Insisi dan Kuretase Kalazion Ekskokleasi Kalazion
Prosedur ekskokleasi kalazion:
- Mata yang sakit ditetes dengan anesthesia topikal pantokain.
- Dilakukan anestesi infiltratif (dengan lidocain) disuntikkan di bawah kulit di depat kalazion.
- Kalazion dijepit dan kemudian klem dibalik sehingga konjungtiva tarsal dan kalazion terlihat.
- Dilakukan insisi tegak lurus margo palpebra. - Isi kalazion dikuret sampai bersih.
- Klem kalazion dilepas. - Diberi salep mata.
Kalazion yang besar, atau yang dibiarkan berlangsung lama, serta kalazion yang mengalami fibrosisi luas mungkin membutuhkan eksisi yang lebih besar, termasuk pengangkatan sebagian lempeng tarsal. Kalazion multipel harus disayat dengan hati-hati agar tidak terjadi
deformitas luas pada palpebra, sehingga memungkinkan lempeng tarsal sembuh tanpa meninggalkan celah.
Suntikan kortikosteroid lokal intralesi (0,5-2 mL triamsinolon asetonid 5 mg/mL) dapat diberikan dan diulang dalam 2-7 hari.
Medikamentosa
Terapi dengan pengobatan jarang diperlukan, kecuali pada rosasea, mungkin dapat diberikan tertrasiklin dosis rendah selama enam bulan. Dosisnya adalah Doksisiklin tablet 1-2 x 100 mg selama 5-7 hari. Penggunaan antibiotik selama 6 bulan mungkin dapat menimbulkan perubahan biokimiawi, yaitu pembentukan asam lemak rantai pendek yang dibandingkan dengan produksi asam lemak rantai panjang lebih jarang menimbulkan sumbatan pada mulut kelenjar. Steroid topikal dapat sangat membantu untuk mengurangi peradangan dan mengurangi edema, membantu proses drainase. 2.8. Prognosis
Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik. Seringkali timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada lokasi yang sama akibat drainase yang kurang baik. Kalazion yang tidak memperoleh perawatan dapat mengering dengan sendirinya, namun sering terjadi peradangan akut.
2.9. Komplikasi
Drainase marginal kalazion dapat menyebabkan terbentuknya tonjolan, trikiasis, dan hilangnya bulu mata. Pada penderita kalazion dapat terjadi astigmatisma jika massa palpebra mencapai bagian kornea. Kalazion yang didrainase secara tidak sempurna dapat megakibatkan timbulnya massa besar terdiri dari jaringan granuloma yang jatuh ke konjungtiva atau kulit. Kalazion rekuren atau berulang, terutama yang terjadi di tempat yang sama meskipun telah dilakukan drainase dengan baik sebelumnya, harus dipertimbangkan adanya suatu keganasan berupa karsinoma sel sebasea. Biopsi langsung
dengan potongan beku perlu dilakukan. Insisi yang kurang baik dapat menyebabkan terbentuknya tonjolan. Sedangkan insisi yang terlalu dalam dapat menyebabkan timbulnya fistula dan jaringan parut. Suntikan kortikosteroid intralesi dapat menimbulkan hilangnya pigmentasi pada kulit. Pada pasien tertentu, pemberian kortikosteroid dapat menimbulkan peningkatan tekanan intra okular
DAFTAR PUSTAKA
Chalazion. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002001/, 20 Juli 2016.
Danial G. Vaughan, Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta; Penerbit Widya Medika: 2003.
Lang G. Ophthalmology – A Short Textbook. Thieme. Stuttgart · New York. 2000.
American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science Course, External Disease and Cornea, Section 8, 2006-2007.
Mitchell, Kumar, Abbas, Faousto. Buku Saku Patologis Penyakit Robbins & Cotran. Edisi ke-7. Jakarta; Penerbit ECG: 2009
Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta; Balai Penerbit FKUI: 2010