• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN AMAN DENGAN ORANGTUA DAN REGULASI EMOSI PADA ANAK-ANAK MASA AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN AMAN DENGAN ORANGTUA DAN REGULASI EMOSI PADA ANAK-ANAK MASA AKHIR"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN AMAN DENGAN ORANGTUA DAN REGULASI EMOSI

PADA ANAK-ANAK MASA AKHIR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Oleh : Vera Wati NIM : 149114120

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2019

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholatmu sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar “

-Al- Baqarah:153-

“Man Jadda, Wajada”

(Barang siapa yang bersungguh-sungguh, pasti akan berhasil)

-PepatahArab-

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Aku persembahkan karya ini untuk bapak yang sudah tenang di surga, mamak, kakak-kakakku yang aku cintai, terimakasih atas segala bentuk dukungan,

doa, dan perhatian yang telah diberikan kepadaku.

Teruntuk saudaraku, para sahabat serta teman-teman seperjuanganku, terimakasih atas segala bentuk dukungan yang telah diberikan.

Teruntuk diri saya sendiri, terimakasih untuk semua bentuk usaha yang telah dilakukan, sehingga tugas akhir ini dapat diselaikan.

(6)
(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN AMAN DENGAN ORANGTUA DAN REGULASI EMOSI PADA ANAK-ANAK MASA AKHIR

Vera Wati ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kelekatan aman dengan orangtua dan regulasi emosi pada anak-anak masa akhir. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kelekatan aman dengan orangtua dan regulasi emosi pada anak-anak masa akhir. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode korelasional. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 200 anak pada masa akhir yang berusia 11 hingga 12 tahun. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah skala kelekatan aman dengan orangtua yang terdiri dari skala kelekatan aman ayah dan skala kelekatan aman ibu serta skala regulasi emosi. Skala kelekatan aman ayah memiliki (IVI-S = 0,91) dan koefisien reliabilitas sebesar (α = 0,878), skala kelekatan aman ibu (IVI-S = 0,94) dan (α = 0,839), kemudian skala regulasi emosi (IVI-S = 0,92) dan (α = 0,788). Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis yaitu Person Product Moment Correlation. Hasil korelasi pada masing-masing kelekatan aman dengan orangtua yaitu kekatan aman dengan ayah r = 0,540 dengan signifikansi 0,00 (p < 0,05), pola kelekatan aman ibu sebesar r = 0,380 dengan signifikansi sebesar 0,00 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bawa ada hubungan yang positif dan signifikan antara kelekatan aman dengan orangtua dan regulasi emosi pada anak-anak masa akhir. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin anak pada masa akhir memiliki kelekatan aman dengan orangtua maka semakin tinggi regulasi emosi yang dimiliki.

Kata kunci ; anak pada masa akhir, kelekatan aman, regulasi emosi,

(8)

viii

CORRELATION BETWEEN SECURE ATTACHMENT TO PARENTS AND EMOTION REGULATION IN LATE CHILDHOOD

Vera Wati ABSTRCT

This study aimed to know the correlation between secure attachment to parents and emotionregulation in childhood. Hypothesis of this research was a positive correlation between secure attachment to parents and emotion regulation in late childhood. This reseach was a quanitative reseach with correlation method. Subject in this research was 200 late childhood aged 11 to 12 years old. Data instrument be used were the scale of secure attacment that consist of father’s secure attachment scale, mother’s secure attachment scale, and emotion regulation scale.

The reliability coefficient of father’s secure attachment scale was (α = 0,878) and (IVI-S = 0,91) , the reliability coefficient of mother’s secure attachment scale was (α = 0,839) and (IVI-S = 0,94), and the reliability coefficient of emotion regulation scale was (α = 0,788) and (IVI-S = 0,92). The tecnique of analysis data being used was Person Product Moment Correlation. The result of data analyzed hypothesis in this research was accepted. Futher, this research also analysis correlation in each secure attachment parents, the result of score correlation father’s secure attchment was r

= 0,540 (p < 0,05), mother’s secure attachment was r = 0,380 (p < 0,05). The result indicated a positive correlation between secure attachment of parents and emotion regulation. It was means that the more late childhood experience secure attachment to parents, the higher level of emotion regulation.

Keywords ; late childhood, secure attachment,emotion regulation.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Meskipun kendala yang dialami tidak sedikit, tetapi penulis bersyukur telah sampai ditahap ini.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

1. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M.Psi, Psi. Selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Monica Eviandaru M., M.Psych., Ph.D. Selaku Kepala Program Studi Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma

3. Ibu Dr. Maria Laksmi Anantasari, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen pembimbing akademik. Terimakasih banyak atas kesabaran ibu dalam membimbing saya dari awal masuk seminar sampai akhir menyelesaian skripsi ini. Semoga ibu sehat selalu dan dilimpahkan berkat oleh Tuhan yang Maha Esa.

4. Bapak/Ibu dosen dan staf karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pengetahuan, wawasan, serta membantu penulis dalam berbagai hal selama duduk dibangku kuliah.

5. Almarhum bapak yang sudah di surga, terimakasih atas dukungan dan semangat yang sudah bapak kasih selama adek mengerjakan skripsi ini,walau bapak belum sempat melihat hasil akhir dari skripsi ini tapi adek

(11)

xi

yakin bapak melihatnya dari surga. Semoga bapak bahagia dan tenang di surga.

6. Mamak, terimakasih telah memberikan dukungan, doa, kasih sayang, perhatian selama ini. Semoga Mamak selalu dilindungi ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala, diberikan kesehatan, rezeki yang berkah, dan kebahagian.

7. Kakak-kakak dan sepupu-sepupu tersayang Mbk Mar, Mbk Winda, Mbk Tina, Mas Ipung, Mbk Septi, Mbk dita, Mbk Mita, Cilik, Mbk ratna.

Terimakasih atas segala bentuk dukungan, semangat, serta doa-doa yang diberikan.

8. Bego Squat : Lona, Hanny, Linda, Fany, Intan, Restu. Jangan liat nama geng ini karena isinya adalah orang-orang yang hebat. Terimakasih atas waktu dan dukungan yang sudah kalian berikan kepadaku. Semoga kita bisa bersama selamanya

9. Genk Bundadari : Intan, Hanny, Asty, Devina, Bella, Jess, Yoan, Fuji, Anas. Terimakasih atas semangat dan sharing selama ini. Semoga kita segera lulus dan bisa membuat bundadari bangga dengan hasil kita nanti.

10. Sobat seperjuangan mengerjakan skripsi : Asty, Hanny, Devina, Intan.

Yang selalu menjadi tempat sharing bagi peneliti, terimakasih telah menemani peneliti ketika menghadapi masalah sulit, dan terimaksih banyak untuk perhatian dan motivasi selama mengerjakan skripsi.

11. Teman – teman kos ceria, terimakasih karena sudah memberikan semangat dan dukungan kepada peneliti.

(12)

xii

12. Untuk Evelin, Dora dan Pungkas. Terimakasih sudah selalu ada untuk mendengarkan keluh-kesah peneliti, dan terimakasih atas masukan dan motivasi yang sudah kalian berikan.

13. Bapak/Ibu selaku kepada sekolah SD Negeri Mustokorejo, SD Negeri Depok 2, SD Negeri Tajem, SD MI-AL Huda Yogyakarta, SD Negeri Perumnas, dan SD Negeri Timbul. Terimakasih telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah yang dipimpin.

14. Seluruh responden dalam penelitian ini, terimakasih atas partisipasinya dalam mengisi skala-skala penelitian ini.

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

DAFTAR GAMBAR ... xxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Regulasi Emosi ... 10

(14)

xiv

1. Definisi regulasi emosi ... 10

2. Aspek regulasi emosi ... 10

3. Faktor-faktor regulasi emosi ... 12

B. Kelekatan Aman ... 15

1. Definisi kelekatan aman ... 15

2. Bentuk –bentuk dari kelekatan aman ... 16

3. Aspek kelekatan aman ... 17

C. Bentuk - bentuk perilaku ayah dan ibu yang menumbuhkan kelekatan aman ... 19

1. Kelekatan aman ayah ... 19

2. Kelekatan aman ibu ... 19

D. Perkembangan Anak Akhir ... 20

1. Perkembangan anak pada masa akhir ... 20

2. Keleketan aman anak pada masa akhir ... 23

3. Hubungan kelekatan aman ayah dan ibu terhadap anak pada masa akhir ... 23

E. Dinamika Hubungan Kelekatan Aman dengan Orangtua dan Regulasi Emosi Anak pada Masa Akhir... 25

F. Skema Penelitian ... 30

G. Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III. METODE PENELITIAN ... 32

A. Jenis Penelitian... 32

B. Variabel Penelitian ... 32

1. Variabel bebas ... 32

2. Variabel terikat ... 32

C. Definisi Oprasional ... 32

1. Kelekatan aman dengan orangtua ... 33

2. Regulasi emosi anak anak pada masa akhir ... 33

(15)

xv

D. Subjek Penelitian... 33

1. Populasi ... 33

2. Subjek penelitian dan teknik pengambilan sampel ... 34

E. Prosedur Penelitian... 34

F. Metode Pengumpulan Data ... 36

1. Skala kelekatan aman ... 37

a. Skala kelekatan aman dengan ayah ... 37

b. Skala kelekatan aman dengan ibu ... 38

2. Skala regulasi emosi ... 38

G. Pengujian Alat Ukur Penelitian ... 38

1. Validitas ... 38

2. Seleksi item ... 39

a. Skala kelekatan aman dengan ayah ... 40

b. Skala kelekatan aman dengan ibu ... 41

c. Skala regulasi emosi ... 42

3. Reliabilitas ... 43

H. Metode Analisis Data ... 44

1. Uji asumsi ... 44

a. Uji normalitas ... 44

b. Uji linearitas ... 45

2. Uji hipotesis ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Pelaksanaan Penelitian ... 46

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 47

C. Deskripsi Data Penelitian ... 49

D. Analisis Data ... 50

1. Uji asumsi ... 51

a. Uji normalitas ... 51

(16)

xvi

b. Uji linearitas ... 51

2. Uji hipotesis ... 52

3. Analisis tambahan ... 53

E. Pembahasan ... 54

F. Keterbatasan ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60

1. Bagi anak-anak pada masa akhir ... 61

2. Bagi orangtua ... 61

3. Bagi peneliti selanjutnya ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN ... 68

(17)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pemberian nilai skor skala likert ... 33

Tabel 2. Blueprint skala kelekatan aman dengan ayah sebelum uji coba .... 33

Tabel 3. Blueprint skala kelekatan aman dengan ibu sebelum uji coba ... 34

Tabel 4. Blueprint skala regulasi emosi sebelum uji coba... 34

Tabel 5. Blueprint skala kelekatan aman dengan ayah setelah uji coba ... 36

Tabel 6. Blueprint skala kelekatan aman dengan ayah setelah uji coba ... 37

Tabel 7. Blueprint skala kelekatan aman dengan ibu setelah uji coba... 37

Tabel 8. Blueprint skala kelekatan aman dengan ibu setelah uji coba... 38

Tabel 9. Blueprint skala regulasi emosi setelah uji coba ... 38

Tabel 10. Blueprint skala regulasi emosi setelah uji coba ... 39

Tabel 11. Deskripsi jenis kelamin subjek ... 43

Tabel 12. Deskripsi usia subjek ... 43

Tabel 13. Deskripsi kelas subjek ... 44

Tabel 14. Deskripsi pekerjaan ayah subjek ... 44

Tabel 15. Deskripsi pekerjaan ibu subjek ... 45

Tabel 16. Hasil mean empirik dan mean teoretik ... 46

Tabel 17. Hasil uji normalitas ... 47

Tabel 18. Hasil uji linearitas ... 47

Tabel 19. Hasil uji korelasi kelekatan aman ayah dan ibu dengan regulasi emosi ... 48

(18)

xix

Tabel 20. Hasil uji korelasi masing-masing skala kelekatan aman ... 49

(19)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Uji Coba Penelitian ... 65

Lampiran 2. Reliabilitas Skala Penelitian ... 81

Lampiran 3. Skala Penelitian ... 88

Lampiran 4. Hasil Uji Mean Empirik dan Mean Teoretik ... 102

Lampiran 5. Hasil Uji Normalitas ... 104

Lampiran 6. Hasil Uji Linearitas ... 106

Lampiran 7. Hasil Uji Hipotesis ... 108

Lampiran 8. Hasil Uji Korelasi Skala Kelekatan Aman Ayah dan Skala Kelekatan Aman Ibu ... 110

Lampiran 9. From Penilaian Validitas Isi Skala Kelekatan aman ayah, Skala Kelekatan Aman Ibu, dan Skala Regulasi Emosi ... 112

Lampiran 10. Hasil Penghitungan IVI-I dan IVI-S Skala Kelekatan Aman Ayah, Skala Kelekatan Aman Ibu, dan Skala Regulasi Emosi ... 140

(20)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konseptual Hubungan Kelekatan Aman dengan Orangtua dan Regulasi Emosi Anak pada Masa Akhir ... 26

(21)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Regulasi emosi merupakan hal yang menarik untuk diteliti dalam kehidupan anak-anak masa akhir, pada masa ini anak mengalami perubahan sosial emosi dan kemampuan kognitif yang semakin konkret (Sanrock, 2012).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, belum banyak yang meneliti regulasi emosi pada masa anak-anak akhir, melainkan pada masa remaja dan anak-anak pertengahan (Adzaniah & Masykur, 2013; Ayu & Agus, 2013 ; Fitriani & Alsa, 2015 ; Padang, 2018 ; Rasman, 2018; Wulandari, 2018).

Perkembangan emosi sendiri memiliki peran penting dalam kehidupan manusia, karena perkembangan emosi dapat memengaruhi penyesuaian diri individu terhadap lingkungan sosialnya (Hurlock, 1978). Emosi terdiri atas berbagai macam bentuk seperti emosi bahagia, marah, sedih, dan takut (Berk, 2012). Kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh emosi yang sedang dirasakan.

Perkembangan emosi berkembang pesat saat anak masuk tahap anak- anak akhir. Anak-anak pada masa akhir yaitu usia 11 hingga 12 tahun, merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa remaja. Pada masa ini, sebagian besar anak-anak akan mengalami perubahan dalam segi sosial emosi (Santrock, 2012). Berdasarkan perkembangan anak usia 11 hingga 12 tahun, anak cenderung lebih sensitif terhadap nasihat yang diberikan oleh orang lain, kemudian anak lebih mudah menyerah terhadap

1

(22)

tekanan yang diberikan oleh teman-temannya (Meggitt, 2013). Masa ini merupakan masa yang sulit bagi anak-anak yang tidak mampu meregulasi emosi dengan baik (Dwyer, 2005).

Perkembangan emosi yang tidak terkontrol akan berdampak buruk pada diri anak. Dampak yang dapat terjadi apabila anak tidak mampu mengontrol emosinya dengan baik, yaitu anak akan murung dan menarik diri dari lingkungan. Anak akan memberontak secara terang-terangan seperti berteriak, memukul, serta reaksi mencaci-maki (Hurlock, 1978). Reaksi emosi tersebut dapat berujung fatal, jika anak tidak mampu keluar dari emosi yang sedang dirasakannya. Reaksi fatal yang dapat terjadi seperti berkelahi, membunuh, dan bunuh diri.

Bank Data Komisi Pelindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat dari tahun 2011 hingga 2016 terdapat 5.419 kasus anak di bawah umur yang membutuhkan perlindungan hukum, kemudian 7.698 kasus anak di bawah umur yang berhadapan dengan hukum. Pada tahun 2017 kasus anak di bawah umur yang berhadapan dengan hukum meningkat mencapai 9.266 kasus (Setyawan, 2017). Berdasarkan hasil pengawasan terhadap kasus pelanggaran hak anak dibidang pendidikan yang dilakukan oleh KPAI tercatat bahwa kasus yang menjadi trend dikalangan anak-anak adalah bullying, kekerasan fisik, dan kekerasan psikis. KPAI mencatat selama 4 bulan pertama tahun 2019 terdapat beberapa kasus yang dilakukan anak-anak seperti pengeroyokan 3 kasus, kekerasan fisik 8 kasus, kekerasan seksual 3 kasus, kekerasan psikis 12 kasus dan kasus anak membully guru sebanyak 4 kasus.

(23)

Mayoritas kasus-kasus tersebut terjadi di jenjang sekolah dasar, yang mencapai 25 kasus atau 67% dari keseluruhan kasus yang ada (Maradewa, 2019). Kasus-kasus tersebut merupakan bentuk perilaku agresif yang disebabkan oleh rendahnya regulasi emosi yang dimiliki anak. Hal ini didukung dengan adanya penelitian yang menyatakan bahwa kurang mampunya individu dalam meregulasi emosi dapat meningkatkan perilaku agresi (Conwey, 2012 ; Roberton et al., 2012 ; Roll et al., 2012). Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan peningkatan regulasi emosi untuk mengurangi perilaku agresif yang dimiliki anak (Syahadat, 2013).

Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa kemampuan meregulasi emosi sangat diperlukan dalam kehidupan anak-anak pada masa akhir.

Regulasi emosi adalah proses yang terjadi di dalam dan luar diri individu untuk memantau, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi yang dirasakan (Thomson, 1991). Individu yang mampu meregulasi emosinya akan menunjukkan emosi yang lebih tenang, individu yang mulai belajar meregulasi emosi maka semakin mudah individu meregulasi emosinya (Hurlock, 1978). Anak yang masuk masa anak-anak akhir dan dilatih cara meregulasi emosi, akan tumbuh dengan kemampuan regulasi emosi yang baik dan mampu berinteraksi di lingkungan anak-anak dan lingkungan remaja nantinya. Beberapa aspek yang menunjukkan individu mampu meregulasi emosi yaitu individu mampu mengontrol emosi (emotional control), peka terhadap emosi yang dirasakan (emotional self-awareness), dan mampu

(24)

merespon emosi dengan baik (situation responsiveness) (MacDermott et al., 2010).

Regualsi emosi secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti usia individu (Brummer & Lusia, 2014;

Silvers et al., 2012), perkembangan kognitif (Utomo, 2015), Temperamen (Chang, dalam Berk 2012). Faktor eksternal seperti Kelekatan (Berk, 2012), lingkungan sosial (Nisfanoor & Kartika, 2004), dan budaya (Ekman dalam Yolanda & Wismanto, 2017; Matsumoto et al., 2008).

Faktor eksternal regulasi emosi yaitu kelekatan. Kelekatan dipilih peneliti untuk diteliti karena berdasarkan penelitian terdahulu meneliti faktor internal dari pada faktor eksternal (Levenson, 1999; Martinez-inigo, 2007;

Tuner, 2012). Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Hofmann et al.

(2016) yang menyatakan bahwa regulasi emosi dapat dipengaruhi oleh orang- orang di sekitar individu, sehingga dalam penelitian ini peneliti akan meneliti faktor eksternal dari regulasi emosi anak yaitu kelekatan aman dengan orang tua.

Kelekatan aman dengan orang tua merupakan faktor yang mempengaruhi regulasi emosi anak. Anak yang memiliki kedekatan yang baik dengan orang tua akan memiliki regulasi emosi yang baik. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian dari Yumpi (2016) yang menemukan bahwa peran orang tua dapat membantu anak untuk meregulasi emosi.

Kelekatan dengan orang tua merupakan hal yang sangat penting, karena orang tua merupakan orang pertama yang paling dekat dengan anak (Upton, 2012).

(25)

Kelekatan yang dibangun antara orang tua dan anak akan menentukan regulasi emosi anak dan pertemanan anak dengan teman sebayanya (Upton, 2012).

Orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ayah dan ibu, karena ayah dan ibu memiliki peran yang sama penting dalam perkembangan emosi anak. Larasati dan Dasiningrum (2017) menyatakan bahwa kelekatan aman dari ibu dapat meningkatkan kemampuan anak dalam meregulasi emosi. Elissa (2011) mengatakan bahwa ibu merupakan figur lekat utama bagi anak, karena ibu merupakan seseorang yang selalu berinteraksi dan memenuhi kebutuhan anak dari kecil hingga tumbuh dewasa. Tidak hanya ibu yang berperan terhadap anak, melainkan ayah juga memiliki peran penting terhadap anak. Adzania dan Masykur (2013) menyatakan bahwa ayah memiliki peran penting dalam mengasuh dan mendidik anak. Anak yang mempersepsikan peran ayah dengan baik akan memiliki kemampuan meregulasi emosi. Hal tersebut menunjukkan bahwa ayah memiliki peran yang sama penting dengan ibu.

Kelekatan merupakan perilaku yang dimiliki manusia,di mana manusia akan memiliki kecenderungan untuk mencari kedekatan dengan orang lain dan mencari kenyamaan dalam hubungan tersebut (Bolwby dalam Cencen, 2015). Berdasarkan pengalaman afeksional atau kedektan yang didapat individu, maka kelekatan dibagi menjadi dua yaitu kelekatan aman dan kelekatan tidak aman (Ainsworth, dalam Helmi 2004). Pendapat tersebut didukung oleh beberapa penelitian yang lain yang menyatakan bahwa

(26)

perbedaan dalam pemberian kelekatan terhadap individu dapat menyebabkan perbedaan dalam memandang diri dan individu lain (Hazan & Shaver, 1987;

Collins & Read, 1990; Fenney & Noller, 1990 dalam Helmi 2004).

Kelekatan aman adalah gambaran individu yang menjadikan orang tua sebagai benteng rasa aman saat individu tersebut ingin menjelajah dunia, kemudian individu akan merasa tidak nyaman saat berada jauh dari orang tua, namun akan senang saat orang tua kembali (Berk, 2012). Individu yang memiliki kelekatan aman dengan orang tuanya dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan anak akan trust (kepercayaan), communication (komunikasi), dan alienation (pengasingan) di mana semakin anak merasa terasingkan maka semakin tidak lekat anak dengan orang tua dan begitu juga sebaliknya (Armsden dan Greenberg, dalam Gullone & Robinson 2005). Anak tumbuh dengan kelekatan aman jika menerima kepercayaan, komunikasi, serta penerimaan yang baik dari orang tua.

Ada beberapa penelitian terdahulu yang melakukan penelitian bertema regulasi emosi sebagai topik utamanya. Berkaitan dengan variabel regulasi emosi, penelitian Inayati dan Savira (2017) mengaitkan penyesuaian diri dan regulasi emosi, Penelitian Yumpi (2016) mengaitkan peran orang tua dalam keluarga dan regulasi emosi anak, penelitian Pratisti (2015) mengaitkan peran emosional ibu, budaya, karakteristik remaja dengan regulasi emosi. Penelitian yang dilakukan oleh Padang (2018) mengaitkan regulasi emosi dengan kompetensi sosial pada masa anak-anak pertengahan, selain itu ada penelitian dari Rasman (2018) yang menghubungkan antara keterlibatan orang tua

(27)

dalam pendidikan dan regulasi emosi anak pada usia 9-11 tahun, serta Penelitian Wulandari (2018) yang mengaitkan kualitas relasi guru-siswa dan regulasi emosi pada anak usia 9-11 tahun. Ada beberapa penelitian yang mengaitkan dengan variabel lain, seperti penelitian yang dilakukan oleh Fitriani dan Alsa (2015) yang menunjukkan adanya hubungan positif relaksasi autogenik dan regulasi emosi pada remaja. Penelitian selanjutnya oleh Ayu dan Agus (2013) yang menunjukkan bahwa kelekatan aman yang diberikan ibu memiliki dampak positif terhadap regulasi emosi remaja.

Adzania dan Masykur (2013) hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi terhadap peran ayah dalam mendidik dan mengasuh anak sangatlah penting dalam meningkatkan regulasi emosi anak remaja.

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan terdahulu, penelitian ini akan meneliti kelekatan aman yang diberikan ayah dan ibu dengan skala yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan persepsi anak terhadap kelekatan aman dengan ayah dan kelekatan aman dengan ibu berbeda (Oates, 2007).

Selain itu, penelitian ini akan meneliti regulasi emosi pada anak-anak masa akhir, karena berdasarkan penelitian terdahulu belum banyak yang meneliti regulasi emosi pada anak-anak masa akhir, melainkan meneliti regulasi emosi pada masa anak-anak masa pertengahan dan remaja (Adzania & Masykur, 2013; Ayu & Agus, 2013; Fitriani & Alsa, 2015; Padang, 2018; Rasman, 2018; Wulandari, 2018).

Metode yang akan digunakan peneliti adalah metode kuantitatif.

Metode kuantitatif merupakan metode penelitian yang mereduksi fenomena

(28)

menjadi objek penelitian, yaitu menjadi sebuah variabel-variabel (Supratiknya, 2015). Responden yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah anak-anak yang masuk masa anak-anak akhir, dengan mempertimbangkan usia anak yang sudah masuk usia 11 hingga 12 tahun.

Hurlock (1978) menyatakan bahwa anak-anak pada masa akhir merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa remaja, sehingga pada masa ini anak-anak banyak mengalami gejolak emosi maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti masa ini.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak positif kepada anak-anak masa akhir, di mana anak-anak yang mendapatkan kelekatan aman dari orang tua diharapkan memiliki kemampuan untuk mengontrol emosi dengan baik, sadar dengan perasaan atau emosi yang sedang dirasakan, dan mampu merespon emosi dengan baik, sehingga secara keseluruhan anak mampu meregulasi emosi dengan baik.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Adakah hubungan kelekatan aman dengan orang tua dan regulasi emosi anak pada masa akhir?”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kelekatan aman dengan orang tua dan regulasi emosi anak pada masa akhir.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

(29)

Penelitian ini nantinya akan bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dibidang Psikologi Perkembangan, yaitu untuk penambahan kepustakaan ilmiah bagi para penelitian lain yang berminat dibidang yang sama yaitu Psikologi Perkembangan masa anak-anak akhir. Khususnya mengenai kelekatan aman dengan orang tua dan regulasi emosi anak pada masa akhir.

2. Manfaat praktis

a. Anak-anak pada masa akhir

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan refleksi anak-anak mengenai pentingnya menumbuhkan kemampuan meregulasi emosi, guna meminimalisasi perilaku negatif anak-anak pada masa akhir.

b. Orang tua

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh orang tua yaitu ayah dan ibu sebagai bahan refleksi mengenai pentingnya kelekatan aman yang diberikan orang tua, untuk mengembangkan kemampuan regulasi emosi anak pada masa akhir.

(30)

10 BAB II

LANDASAN TEORI A. Regulasi Emosi

1. Definisi regulasi emosi

Regulasi emosi adalah kontrol perilaku yang dilakukan seseorang untuk menyesuaikan dan memahami lingkungan sosial (Papalia & Ruth, 2014). Hal tersebut didukung oleh Berk (2012) yang menyatakan bahwa regulasi emosi merupakan strategi penyesuaian emosi, hingga tingkat yang menyenangkan agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Cole, dalam Santrock (2012) juga menyatakan bahwa regulasi emosi merupakan kemampuan yang dimiliki individu untuk mengelolah tuntutan dan konflik yang sedang dihadapi saat berinteraksi dengan orang lain.

Hurlock (1978) berpendapat bahwa regulasi emosi merupakan tindakkan yang menitik beratkan pada penekanan reaksi emosi yang muncul akibat rangsangan yang menimbulkan emosi. Menurut McDevitt dan Jeanne (2004) regulasi emosi merupakan strategi yang dilakukan individu untuk mengontrol respon stres. Pernyataan tersebut didukung oleh Bukatko (2008) yang mengungkapkan bahwa regulasi emosi merupakan kontrol perilaku yang dilakukan individu agar sesuai dengan norma yang berlaku di lingkungan masyarakat. Thomson (1991) berpendapat bahwa regulasi emosi bisa didefinisikan sebagai proses ekstrinsik dan instrinsik untuk memantau, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosi

(31)

Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan di atas, peneliti dapat menarik kesimpulan, bahwa regulasi emosi adalah kemampuan untuk mengontrol emosi dalam memantau, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi agar sesuai dengan tujuan harapan sosial dan norma yang berlaku dimasyarakat. Hal tersebut dapat dicapai dengan mengontrol reaksi emosi, menyesuaikan keadaan emosi, mampu mengelola konflik, serta mampu mengontrol respon saat stres.

2. Aspek regulasi emosi

Aspek regulasi emosi berdasarkan alat ukur yang dikembangkan oleh (MacDermott et al., 2010). Aspek regulasi emosi ini dipilih peneliti karena dapat digunakan sebagai aspek regulasi emosi anak-anak, yaitu:

a. Emotional control

Emotional control merupakan kemampuan individu untuk mengendalikan emosi. Aspek ini mencerminkan pengaruh negatif dari emosi yang tidak dapat dikontrol. Sehingga individu yang mampu meregulasi emosi dengan baik, akan mampu mengendalikan perilaku atas emosi yang sedang dirasakan.

b. Emotional self-awareness

Emotional self-awareness merupakan aspek yang mencerminkan kesadaran emosi individu. Kondisi di mana individu menjadi sadar atau paham akan kemampuanya dalam meregulasi emosi. Aspek ini menilai kepekaan dan fleksibilitas emosi individu terhadap emosi yang sedang dirasakan.

(32)

c. Situation responsiveness

Situation responsiveness adalah aspek yang menilai kemampuan individu dalam bereaksi atau berperilaku sesuai dengan situasi yang dirasakan. Individu diharapkan peka terhadap isyarat sosial dan dapat merespon emosi dengan tepat.

Aspek regulasi emosi menurut MacDermott et al. (2010) terdiri dari kontrol emosi (emotional control), kesadaran emosi (emotional self-awareness), dan respon emosi (situation responsiveness).

Individu dikatakan mampu meregulasi emosi jika mampu mengontrol perilaku dengan baik, kemudian sadar dengan emosi yang sedang dirasakan, serta mampu bereaksi sesuai dengan situasi yang sedang dirasakan.

3. Faktor-faktor yang memengaruhi regulasi emosi Faktor-faktor regulasi emosi meliputi:

a. Faktor internal dari regulasi emosi : 1) Usia

Usia merupakan salah satu faktor dari regulasi emosi, di mana seiring bertambahnya usia individu maka kemampuan meregulasi emosi semakin baik. Hal tersebut didukung oleh beberapa peneliti yang mengungkapkan bahwa usia berpengaruh terhadap regulasi emosi (Silvers et al., 2012; Brummer & Lusia, 2014). Penelitian tersebut menggunan subjek remaja dan dewasa, di mana subjek remaja memiliki kemampuan meregulasi emosi

(33)

yang kurang baik karena terjadi masa pubertas serta perubahan hormon dalam diri remaja. Hal tersebut berbanding terbalik dengan subjek dewasa di mana kemampuan regulasi emosi yang dimiliki semakin baik.

2) Perkembangan kognitif

Perkembangan kognitif individu juga berpengaruh terhadap regulasi emosi, di mana informasi yang diterima dapat memengaruhi persepsi individu dalam berpikir terhadap situasi yang sedang dialami. Hal tersebut dapat memengaruhi respon emosi individu, jika situasi yang sedang dihadapi dipandang positif maka individu akan mengembangakan respon emosi yang positif. Begitu pula sebaliknya, jika individu memandang negatif sutau situasi, maka respon emosi yang ditunjukkan juga negatif (Utomo, 2015)

3) Temperamen

Temperamen yang dimiliki individu akan berpengaruh terhadap pengendalian emosinya. Individu dengan emosi negatif cenderung lebih sulit untuk mencegah dan mengalihkan perhatian meraka dari situasi yang mengganggu. Anak dengan temperamen negatif sangat besar kemungkinan menjadi cemas dan takut, merespon dengan jengkel, bereaksi dengan marah atau agresif saat tertekan, dan kurang mampu bergaul dengan lingkungan sosialnya (Chang, dalam Berk 2012).

(34)

b. Fator eksternal dari regulasi emosi:

1) Kelekatan

Kelekatan yang terjalin antara orang tua dan anak, akan membantu anak untuk meregulasi emosinya (Berk, 2012). Orang tua yang mampu memperlihatkan emosi simpati kepada anak, dapat memengaruhi regulasi emosi anak. Orang tua yang mengalihkan perhatian anak dari aktivitas terlarang dengan memberikan alternatif aktivitas yang dapat diterima, anak-anak yang diberikan masukan seperti itu akan memperoleh strategi pengelolahan emosi yang lebih baik (Laible, dalam Berk 2012).

2) Lingkungan sosial

Regulasi emosi juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial individu seperti keluarga dan sekolah (Nisfanoor & Kartika, 2004).

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dan paling dekat dengan individu, maka dari itu individu akan mendapatkan pengalaman pertama emosi di keluarga. Lingkungan sosial kedua adalah sekolah, di sini individu bertemu dengan guru dan teman sebayanya. Guru dan teman sebaya juga memengaruhi perkembangan emosi anak (Nisfanoor & Kartika, 2004).

3) Budaya

Budaya merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi regulasi emosi individu. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang mengungkapkan bawha suatu nilai budaya suatu

(35)

negara berhubungan dengan tingkat regulasi emosi (Matsumoto et al., 2008). Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak pulau dan budaya, hal tersebut menuntut individu untuk mampu beradaptasi, menerima perbedaan, membangun hubungan yang luas dengan masyarakat sekitar dan dituntut untuk mampu mengatasi masalah yang berasal dari perbedaan budaya (Ekman dalam Yolanda & Wismanto, 2017)

B. Kelekatan aman 1. Definisi kelekatan aman

Berk (2012) menjelaskan kelekatan aman merupakan pandangan individu yang menjadikan orang tua sebagai basis rasa aman saat mengeksplorasi dunia, kemudian individu tidak tertekan saat berpisah dengan orang tua, tetapi akan aktif mencari serta mudah terhibur oleh orang tua saat kembali. Pendapat tersebut didukung oleh Bukatko (2008) yang mengungkapkan kelekatan aman adalah gambaran individu yang cemas jika dipisahkan dengan orang terdekatnya dan akan merasa aman jika orang tersebut kembali. Menurut McDevitt & Jeanne (2004), kelekatan aman adalah kedekatan orang tua dan anak, di mana anak akan menggunakan orang terdekatnya sebagai dasar keamanannya dan sebagai sumber kenyamanan dalam keadaan yang tidak menyenangkan. Bowlby, (1988) menyatakan bahwa kelekatan aman merupakan perasaan nyaman yang dirasakan anak saat dirawat oleh orang tua dengan sensitif, perhatian, dan penuh kasih sayang.

(36)

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa kelekatan aman adalah kualitas kedekatan yang terjalin antara individu dengan orang di sekitarnya seperti orang tua yaitu ayah dan ibu, dari kelekatan aman tersebut individu akan merasa dicintai, diberi perhatian dan diperlakukan dengan penuh kasih sayang, kemudian individu akan merasa gelisah saat berpisah dengan orang yang dianggap lekat seperti otangtua.

2. Bentuk- bentuk dari kelekatan aman

Bentuk-bentuk dari kelekatan aman yang diungkapkan oleh Santrock (2012), yaitu :

a. Kelekatan aman (Secure attachmet)

Ikatan di mana individu menjadikan orang terdekat seperti orang tua sebagai basis rasa aman dalam bersosialisasi dilingkungannya.

Individu yang memiliki kelekatan aman akan merasa bahwa orang tua merupakan pendamping yang sensitif, responsif, penuh cinta, serta selalu ada saat individu membutuhkan bantuan.

b. Kelekatan menghindar (avoidant attachment)

Merupakan kelekan tidak aman di mana individu melakukan tindakan menghindar dari orang yang dianggap lekat seperti orang tua.

Individu akan terlihat kurang berinteraksi dengan orang tua, individu tidak menjalin kontak kembali saat bertemu dengan orang tua, dan individu mungkin akan menghindar saat bertemu dengan orang tua.

(37)

c. Kelekatan resisten (resistant attachment)

Individu yang memiliki kelaktan aman resitant akan merasa tidak yakin bawa orang tua akan selalu ada untuk mereka. Kelekatan aman resisten akan membuat anak tumbuh dengan manja, mencari perhatian, dan cemas saat mengeksplorasi lingkungan. Hal tersebut dikarenakan rasa cemas untuk berpisah dengan orang tua.

d. Kelekatan disorientasi/ disorganisasi (disorganized/disoriented attachment)

Kelekatan disorganisasi akan memiliki karakteristik yang tidak teratur dan disorentasi. Individu yang tumbuh dengan kelekatan aman disorganisasi akan terlihat linglung, bingung, dan takut.

3. Aspek kelekatan

Armsden dan Greenberg (dalam Gullone & Robinson, 2005) menyatakan terdapat tiga aspek kelekatan. Aspek kelekatan aman ini dipilih peneliti karena dapat digunakan sebagai aspek kelekatan aman anak-anak, yaitu:

a. Trust (kepercayaan)

Rasa percaya yang diberikan oleh orang tua dapat membuat anak merasa nyaman saat berada dekat dengan orang tua.

Kepercayaan ini timbul dalam diri anak karena orang tua dapat memenuhi segala kebutuhan anak. Anak juga percaya bahwa orang tua selalu ada saat anak membutuhkan pertolongan, kasih sayang, dan kehangatan dari orang tua.

(38)

b. Communication (komunikasi)

Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak yang ditunjukkan dengan keterbukaan perasaan keduanya, akan terbentuknya kondisi anak yang aman dan dapat menghadapi permasalahan dengan baik. Anak yang mampu bercerita mengenai permasalahan yang sedang dihadapi dengan jujur terdapat orang tua, kemudian orang tua menanggapi anak dengan terbuka seperti mengajak anak bersama-sama mencari solusi yang tepat untuk permasalahan yang sedang dihadapi.

c. Alienation (pengasingan)

Perasaan terasing atau tidaknya individu berkonstribusi dengan kelekatan aman, di mana individu yang mengalami kelekatan aman akan merasa bahwa orang tua tidak akan melakukan pengasingan terhadap dirinya, melainkan selalu menerima anak dalam keadaan apapun sehingga anak merasa disayang dan dihargai. Kelekatan tidak aman akan terjadi saat orang tua melakukan penolakan terhadap anak.

Aspek kelekatan aman menurut Armsden dan Greenberg (dalam Gullone & Robinson, 2005) terdiri dari trust (kepercayan) communication (komunikasi), dan alienation (pengasingan). Aspek trust (kepercayan) dan communication (komunikasi) menggambarkan kebutuhan yang dibutuhkan oleh anak untuk merasakan kelekatan aman dengan figur lekatnya seperti orang tua, sedangkan aspek alienation (pengasingan) menggambarkan kelekatan aman jika anak merasa diterima oleh orang tua dan akan

(39)

memiliki kelekatan yang tidak aman jika anak merasakan pengasingan dari orang tua

C. Bentuk-bentuk perilaku ayah dan ibu yang menumbuhkan kelekatan aman

1. Kelekatan aman ayah

Kelekatan aman dapat tumbuh saat ayah mampu memberikan keceriaan kepada anak seperti melakukan kegiatan bermain bersama anak (Kreuder, 1996). Ayah yang memiliki kepedulian dalam merawat anak seperti bermain bersama dan melakukan hal menarik lainnya, dapat memengaruhi perkembangan sosial dan emosi anak (Phares, dalam Oates 2007). Interaksi yang baik antara ayah dan anak seperti bermain bersama, akan membuat anak merasa nyaman dan ingin terbuka mengenai kehidupannya kepada ayah. Ayah yang tidak melakukan interaksi yang baik dengan anak, akan memengaruhi perilaku anak di sekolah (Phares, dalam Oates 2007. Kelekatan yang diberikan ayah kepada anak akan meningkatkan kelekatan anak kepada ibu (Oates, 2007). Kepedulian ayah dalam merawat anak sangat berpengaruh terhadap kemampuan anak dalam menjalin pertemanan di lingkungan sosial anak (Lieberman, 1999).

2. Kelekatan aman ibu

Kelekatan aman dapat tumbuh saat ibu mampu mengatur kebutuhan sehari-hari anak, mengawasi anak saat bermain, dan berperan sebagai pengajar di rumah seperti mengajari anak pekerjaan rumah dan membantu anak membuat kesenian dan kerajinan tangan (Kreuder, 1996).

(40)

Anak-anak kebanyakan menyukai figur ibu yang merupakan figur lekat pertama, di mana ibu selalu memenuhi kebutuhan primer anak seperti memberi makan dari bayi hingga anak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri (Bowlby, 1988). Ibu yang memberikan kelekatan aman kepada anak akan membuat anak merasa nyaman saat berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan sosialnya.

Kesimpulan bentuk-bentuk perilaku ayah dan ibu yang menumbuhkan kelekatan aman yaitu ayah mampu memberikan keceriaan kepada anak seperti melakukan kegiatan bermain bersama anak, sedangkan ibu memberikan kelekatan aman kepada anak melalui interaksi ibu dan anak dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari anak seperti memberi makan, mengawasi anak saat bermain, dan mengajari anak mengenai kesenian dan kerajinan tangan.

D. Masa anak-anak akhir

1. Perkembangan masa anak-anak akhir

Anak-anak yang masuk fase anak-anak akhir rentang usianya dari usia 11 tahun hingga 12 tahun (Eillen & Marotz, 2010). Anak pada usia 11 tahun sudah masuk dalam masa anak-anak akhir (Papalia, 2010).

a. Perkembangan fisik masa anak-anak akhir

Akhir masa anak-anak adalah masa di mana terjadi kematangan seksual dan perkembangan utama pada masa ini ialah perkembangan fisik (Hurlock, 1978). Perkembangan fisik yang terjadi pada masa anak-anak akhir akan berpengaruh terhadap emosi yang dirasakan,

(41)

hal tersebut dikarenakan perubahan hormon yang terjadi saat anak mulai masuk masa pubertas (Santrock, 2012). Perkembangan fisik anak usia 11 hingga 12 tahun menurut Eillen dan Marotz (2010), yaitu:

1) Tinggi badan dan berat badan sangat berbeda dari satu anak ke anak lain.

2) Pada awal pubertas anak perempuan akan lebih dahulu mengalami pertumbuhan, seperti tinggi dan berat badannya melebihi anak laki-laki pada tahap ini.

b. Perkembangan sosial emosi pada masa anak-anak akhir.

Selama masa anak-anak akhir, kehidupan sosial emosi anak- anak banyak mengalami perubahan. Mereka mengalami pergeseran dalam berelasi dengan orang tua ke teman-teman sebaya (Santrock, 2012). Pada masa anak-anak akhir kemampuan untuk memahami perilaku dan perasaan orang lain sudah sangat baik (Hurlock, 1978).

Anak usia 11 tahun sudah bisa mendeskripsikan perasaan yang bertentangan dalam diri terhadap target yang diinginkan (Harter, dalam Papalia, 2010). Perkembangan sosioemosi anak usia 11 hingga 12 tahun menurut Meggitt (2013):

1) Anak jauh lebih mampu mengungkapkan atau menahan emosi.

2) Pada masa ini, anak mulai mengalami perubahan emosi yang tiba-tiba dan dramatis karena pubertas (terutama bagi

(42)

perempuan yang mengalami masa pubertas lebih cepat dari pada laki-laki)

3) Cenderung menjadi sensitif terhadap nasihat dari orang lain 4) Mudah menyerah terhadap tekanan dari teman-teman sebaya.

c. Perkembangan kognitif pada masa anak-anak akhir

Perkembangan kognitif pada masa anak-anak akhir masuk tahap perkembangan oprasional konkret di mana kemampuan menalar dengan logis meningkat, hal tersebut membuat anak mampu memecahkan suatu masalah dengan penjelasan yang lebih logis (Piaget dalam Santrock, 2012). Perkembangan kognitif anak-anak usia 11 hingga 12 tahun menurut Eillen dan Marotz (2010) :

1) Anak-anak pada tahap ini sudah mampu berfikir abstrak, kemudian memiliki kemampuan memori yang lebih panjang, serta mampu mengingat kembali hal yang sudah lama terjadi dengan lebih baik.

2) Dengan kapasitas memori jangka panjang yang lebih baik.

Maka anak mampu mengurutkan, mengatur, dan mengelompokkan dengan benar. Kebutuhan ini dibutuhkan untuk memecahkan masalah matematis yang rumit.

3) Anak sudah mampu menerima pemikiran, pemecahan masalah, penelitian, dan pengujian terhadap solusi yang memungkinkan didapat.

(43)

Kesimpulan masa anak-anak akhir yaitu memiliki perkembangan fisik yang sudah masuk pada periode kematangan seksual, seperti pertumbuhan pesat diawal pubertas. Kemudian perkembangan sosioemosi, pada masa anak-anak akhir mengalami trasformasi dalam berelasi, mampu memahami perilaku seseorang, mampu mengontrol emosi, dan lebih sensitif. Selanjutnya perkembangan kognitif, pada masa anak-anak akhir yaitu anak mampu berfikir secara abstrak, memiliki kapasitas memori jangka panjang yang lebih baik, dan mampu berfikir secara ilmiah.

2. Kelekatan aman anak pada masa akhir

Anak yang masuk tahap anak-anak akhir cenderung memiliki kelekatan aman kepada orang tua dan teman sebaya, karena kelekatan yang dirasakan anak merupakan hasil internalisasi anak terhadap rasa aman yang dirasakan dari orang tua dan teman-temannya (Ridenour &

Greenberg, 2006). Kelekatan aman anak terhadap orang tua memiliki dampak yang positif terhadap persahabatan anak dengan teman-teman sebayanya (Dwyer, 2005)

3. Hubungan kelekatan aman ayah dan kelekatan aman ibu terhadap anak Anak tumbuh berdasarkan perlakuan ayah dan ibu terhadap anak.

Anak yang mendapatkan perlakuan yang lembut dan penuh kasih sayang dari ayah dan ibu, akan memiliki kelekatan aman dengan orang tua (Ainsworth, dalam Bowlby 1988). Anak yang memiliki kelekatan aman dari ayah dan ibu, akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang tinggi

(44)

(Oates, 2007). Kelekatan aman yang diberikan ayah dan ibu akan memiliki dampak terhadap kemampuan anak dalam meregulasi emosi, semakin anak merasa lekat dengan ayah dan ibu maka semakin baik kemampuan anak dalam meregulasi emosi (Bowlby, 1973)

Anak-anak pada masa akhir memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap orang tua dan teman sebaya. Hal tersebut didukung oleh penelitian dari Azmita, Kamprath, dan Linnet (dalam Upton, 2010) yang mengungkapkan bahwa anak-anak usia 11 hingga 12 tahun memiliki tingkat kepercayaan yang lebih tinggi kepada orang yang dianggap mampu menyimpan rahasia seperti orang tua dan teman sebaya. Anak yang memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap orang tua dan teman sebaya akan tumbuh dengan percaya diri dalam menjadalani hidup (Berk, 2012)

Kemampuan berkomunikasi anak-anak pada masa akhir semakin baik dibandingkan pada masa anak-anak pertengahan (Berk, 2012). Anak- anak pada masa akhir semakin menguasai kosa-kata yang lebih kompleks dan mampu menggunakan kosa kata tersebut dalam suatu cerita dengan penjelasan yang jelas, kemudian anak pada masa akhir memiliki kesenangan untuk berbicara dan berargumen dengan orang-orang (Eillen dan Marotz, 2010). Anak-anak pada masa ini mampu mengungkapkan hal- hal yang mengganggu pikiran dengan menggunakan kata-kata yang mudah untuk dimengerti (Eillen dan Marrotz, 2010). Kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa yang baik meningkatkan analisa anak terhadap suatu

(45)

permasalahan (Berk, 2012). Anak yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik akan memiliki kemampuan kognitif yang baik (Bukatko, 2008).

Anak-anak pada masa akhir yang mengalami keterasingan dari lingkungan sekitar seperti orang tua dan teman sebaya membuat anak tumbuh dengan rasa kecewa dan akan menolak kebaikan hati orang lain, sehingga anak akan hidup dengan menarik diri dari orang dan lingkungan sekitarnya (Berk, 2012). Orang tua yang tidak melakukan pengasingan terhadap anak, membuat anak merasa diterima dan disayang oleh orang tua, sedangkan anak yang mendapatkan penolakan dari orang tua akan memiliki pengalaman tidak dekat dengan orang tua, marah, dan terisolasi (Purnama & Wahyuni, 2017).

Kesimpulan dampak kelekatan aman yang diberikan ayah dan ibu secara bersamaan memiliki pengaruh yang positif terhadap anak seperti anak yang memiliki kepercayaan kepada orang tua akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang tinggi, kemudian orang tua yang memiliki komunikasi yang baik dengan anak akan meningkatkan kemampuan anak dalam berbahasa dan kemampuan menganalisa suatu permasalahan sedangkan anak yang merasakan pengasingan dari orang tua akan tumbuh, dengan rasa marah, kecewa, dan terisolasi dari lingkungan sosialnya.

E. Hubungan kelekatan aman dengan orang tua dan regulasi emosi anak pada masa akhir

Anak-anak pada masa akhir, merupakan masa perpindahan dari masa anak-anak menuju masa remaja. Pada masa ini, kehidupan sosial emosi anak-

(46)

anak banyak mengalami perubahan (Santrock, 2012). Anak yang sedang berada pada periode ini, memiliki masalah dalam mengontrol emosi. Ketidak mampuan anak untuk mengontrol emosi akan berdampak buruk terhadap diri anak dan lingkungannya, dengan demikian peran orang tua dalam membentuk regulasi emosi sangat berpengaruh pada anak masa akhir.

Peran orang tua dapat membantu terbentuknya regulasi emosi pada anak, yaitu dengan memberikan kelekatan aman. Kelekatan aman merupakan kualitas kedekatan antara anak dengan orang terdekatnya seperti orang tua sebagai dasar keamanan dan sumber kenyamanan dalam mengeksplorasi lingkungannya serta menghilangkan perasaan yang tidak menyenangkan (McDevitt & Jeanne, 2004). Keuntungan orang tua yang memberikan kelekatan aman kepada anak yaitu anak akan memiliki kemampuan mengendalikan emosi dengan baik. Anak yang berada dalam keadaan tidak menyenangkan dan menimbulkan emosi akan menjadikan orang tua sebagai basis pertahananya, keadaan anak yang seperti ini memudahkan orang tua dalam memberikan masukan yang positif kepada anak (Dwyer, 2005).

Faktor ekternal yang mendorong terbentuknya regulasi emosi dalam diri anak adalah kelekatan dengan orang tua (Berk, 2012). Anak yang memiliki kelekatan yang baik dengan ayah dan ibu, akan memiliki kemampuan dalam meregulasi emosi dengan baik. Anak yang memiliki kelekatan aman dengan ayah dan ibu dapat terlihat dari beberapa aspek yaitu trust (kepercayan), communication (komunikasi), dan alienation (pengasingan) (Gullone &

Robinson, 2005).

(47)

Aspek trust (kepercayaan) merupakan aspek kelekatan aman yang pertama. Anak yang percaya dengan ayah akan yakin bahwa ayah selalu ada saat anak membutuhkan pertolongan, kemudian anak yang percaya dengan ibu akan yakin bawa ibu akan memenuhi kebutuhan anak dengan baik (Berk, 2012). Kelekatan aman dengan orang tua membuat anak merasa yakin bahwa dirinya tidak sendiri dalam menghadapi masalah, sehingga anak akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang tinggi dalam meregulasi emosi. Anak yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi akan memiliki keyakinan mampu mengontrol emosi dengan baik. Kontrol emosi (emotional control) merupakan gambaran positif dari emosi yang dapat dikontrol, sehingga anak yang mampu meregulasi emosi akan mampu mengontrol perilaku dengan baik (MacDermott et al., 2010). Anak yang mampu mengontrol emosi akan memikirkan ulang emosi yang sedang dirasakan agar perilaku yang ditunjukkan dapat terkontol, sehingga anak mampu meregulasi emosi dengan baik. Anak yang tidak memiliki kepercayaan kepada orang tua akan tumbuh dengan tidak percaya diri, sehingga anak tidak yakin mampu menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi (Berk, 2012). Anak yang tumbuh dengan tidak percaya diri dalam menyelesaikan masalah akan menekan perasaan yang sedang dirasakan dan lama-kelamaan emosi akan menumpuk tanpa terselesaikan, sehingga perilaku menjadi tidak terkontrol yang mengakibatkan regulasi emosi anak menjadi kurang baik.

Aspek communication (komunikasi) merupakan aspek kelekatan aman yang kedua. Anak yang memiliki kelekatan aman dengan ayah dan ibu akan

(48)

memiliki komunikasi yang baik satu sama lain. Anak yang memiliki komunikasi yang baik dengan ayah dan ibu akan menceritakan semua permasalahan dan keseharian anak, sehingga dengan mudah anak terbuka dengan orang tua. Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak menjadikan anak lebih sensitif dan responsif terhadap keadaan emosi yang dirasakan, hal tersebut dapat dilihat dari kualitas komunikasi verbal orang tua dan anak (Purnama & Wahyuni, 2017). Kepekaan anak terhadap rangsangan emosi membuat anak sadar dan tahu apa yang sedang dirasakan (emotional self-awareness). Emotional self-awareness merupakan kondisi di mana individu sadar atau paham dengan emosi yang baru dirasakan atau emosi yang sedang dirasakan (MacDermott et al., 2010). Anak yang memiliki kesadaran terhadap emosi yang sedang dirasakan akan memiliki kemampuan untuk mencegah dan meredam perasaan emosi yang baru dirasakan, sehingga anak mampu meregulasi emosi dengan baik. Sedangkan anak yang kurang sadar dan sensitif terhadap rangsangan emosi akan memiliki kesulitan dalam meregulasi emosi dengan baik. Hal tersebut dikarenakan anak membutuhkan usaha yang lebih untuk mengubah atau meredam emosi yang sedang dirasakan, sehingga regulasi emosi anak menjadi kurang baik.

Aspek alienation (pengasingan) merupakan aspek kelekatan aman yang ketiga. Anak yang tidak merasakan pengasingan dari ayah dan ibu akan merasa diterima, diperhatikan dan dekat dengan orang tua (Purnama &

wahyuni, 2017). Perasaan diterima dan diperhatikan oleh orang tua mempermudah anak dalam merespon emosi sesuai dengan situasi yang

(49)

dirasakan (situation responsiveness), anak yang diterima oleh orang tua akan mereaksi emosi dengan perilaku yang baik (MacDermott et al., 2010). Anak yang merasakan pegasingan dan penolakan dari orang tua akan tumbuh dengan perasaan marah, terisolasi dan tidak dekat dengan orang tua, sehingga anak akan mereaksi emosi dengan perilaku yang tidak baik.

Uraian diatas menunjukkan bahwa kelekatan aman dengan orang tua membuat anak mampu meregulasi emosi. Anak yang memiliki kelekatan aman yang tinggi akan memiliki skor kepercayaan dan komunikasi yang tinggi dan skor alienasi yang rendah. Kelekatan aman dengan orang tua membuat anak tumbuh dengan percaya diri, sensitif, dan merasa diterima oleh orang tua, hal tersebut membuat anak mampu menggunakan strategi regulasi emosi dengan baik. Dengan demikian, masa anak-anak akhir yang memiliki kelekatan aman dengan ayah dan ibu diharapkan mampu meregulasi emosi dengan baik pula.

(50)

F. Skema Penelitian

Gambar 1. Kerangka Konseptual Hubungan Kelekatan Aman dengan Orang tua dan Regulasi Emosi Anak pada Masa Akhir

Kelekatan aman anak pada masa akhir dengan orang tua 1. Trust (kepercayaan),

Anak percaya bahwa orang tua selalu ada untuknya

2. Communication (komunikasi), Orang tua dan anak memiliki komunikasi dua arah yang baik 3. Alienation (pengasingan),

Orang tua tidak melakukan pengasingan terhadap anak

Kelekatan aman tinggi

Regulasi emosi baik Regulasi emosi yang kurang

baik

Kelekatan aman rendah

 Anak yang merasakan kelekatan aman yang tinggi dengan orang tua akan memiliki hasil kepercayaan dan komunikasi yang tinggi, serta alienasi yang rendah.

 Anak yang memiliki kelekatan aman dengan orang tua akan tumbuh dengan percaya diri yang tinggi, lalu sensitif terhadap reaksi emosi, kemudian memiliki kognitif yang baik, dan merasa diterima dan dicintai.

 Anak yang merasakan kelekatan aman yang tinggi dengan orang tua akan memiliki hasil kepercayaan dan komunikasi yang rendah, serta alienasi yang tinggi.

 Anak yang merasa kurang memiliki kelekatan aman dengan orang tua akan tumbuh dengan kurang percaya diri, kurang sensitif terhadap emosi yang sedang

dirasakan, memiliki

kemampuan kognitif yang kurang baik, serta merasa tidak diiterima dan dicintai.

(51)

G. Hipotesis

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat hubungan positif antara kelekatan aman dengan ayah dan regulasi emosi pada anak-anak masa akhir.

2. Terdapat hubungan yang positif antara kelekatan aman dengan ibu dan regulasi emosi pada anak-anak masa akhir.

(52)

32 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif korelasional.

Penelitian kuantitatif korelasi yaitu untuk mengetahui hubungan antar variabel, dengan cara mengumpulkan data yang berbentuk angka dan dianalisis menggunakan teknik statistik guna menguji teori secara objektif dan mengetahui hubungan antar variabel (Supratiknya, 2015). Penelitian ini menggunakan uji korelasional karena dinilai sesuai untuk mengukur variabel dalam penelitian ini. Variabel-variabel penelitian tersebut adalah kelekatan aman dan regulasi emosi.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang kemungkinan, menyebabkan atau memberikan pengaruh dan dampak terhadap variabel terikat secara sebagian maupun keseluruhan (Supratiknya, 2015). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kelekatan aman.

2. Variabel terikat

Variabel terikat adalah variabel yang diartikan sebagai hasil atau akibat dari variabel terikat (Supratiknya, 2015). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah regulasi emosi.

C. Definisi Operasional

(53)

Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kelekatan aman dengan orang tua

Kelekatan aman dengan orang tua merupakan kualitas kedekatan anak dengan orang tua yang membuat anak merasa dicintai, diperhatikan, dan diperlakukan penuh kasih sayang oleh orang tua, yang akan terukur melalui skala kelekatan aman dengan orang tua. Skala disusun oleh peneliti berdasarkan teori Gullone dan Robinson (2005) meliputi aspek kepercayaan, komunikasi, dan alienasi. Anak yang memiliki kelekatan aman akan memiliki kepercayaan dan komunikasi yang tinggi serta alienasi yang rendah dengan orang tua, demikian pula sebaliknya.

2. Regulasi emosi anak pada masa akhir

Regulasi emosi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan anak pada masa akhir dalam mengontrol emosi yang sedang dirasakan agar sesuai dengan situasi dan tuntutan yang sedang dihadapi.

Skala regulasi emosi disusun peneliti berdasarkan teori MacDermott et al. (2010) dimana semakin besar hasil emotional control, emotional self- awareness, dan situation responsiveness maka regulasi yang dimiliki semakin tinggi, begitu juga sebaliknya.

D. Subjek Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek yang ingin diteliti dan berada dalam lingkup penelitian yang telah ditentukan (Prasetyo, 2005). Pada

(54)

penelitian ini, populasi yang digunakan memiliki beberapa karakteristik, yaitu anak-anak yang berada pada masa anak-anak akhir yaitu usia 11 hingga 12 tahun, serta memiliki figur lekat yaitu ayah dan ibu

2. Subjek penelitian dan teknik pengambilan sampel

Subjek dipilih dengan menggunakan teknik non-probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel dari sekelompok populasi yang mana populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel (Azwar, 2018). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling meruapakan metode pengambilan sampel berdasarkan kriteria yang telah dibuat oleh peneliti, sehingga sampel yang diambil dari populasi berdasarkan pertimbangan yang telah ditentukan (Agus & Dyah, 2007). Karakteristik subjek yaitu anak-anak pada masa akhir usia 11 hingga 12 tahun, masih memiliki ayah dan ibu, serta masih tinggal bersama dengan orang tua yaitu ayah dan ibu.

Secara teknis peneliti ingin mengambil sampel usia 11-12 tahun yang masih duduk di kelas 5-6 Sekolah Dasar dengan tujuan agar mempermudah pengambilan data dan mudah diarahkan dalam mengisi skala penelitian ini.

E. Prosedur penelitian

Pada awalnya, peneliti mempersiapkan skala kelekatan aman yang disusun berdasarkan tiga aspek yaitu kepercayaan, komunikasi, dan alienasi.

Peneliti juga mempersiapkan skala regulasi emosi yang disusun berdasarkan tiga aspek regulasi emosi emotional control, emotional self-awareness, dan

(55)

situation responsiveness. Masing-masing item pernyataan memiliki empat alternatif jawaban yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Peneliti memilih menggunakan empat alternatif jawaban tersebut karena ingin memperoleh respon dengan diferensiasi yang lebih tajam (Azwar, 2018). Penggunaan empat alternatif jawaban tanpa pilihan jawaban netral karena ingin menghindari central tendency yaitu kecenderungan subjek memilih jawaban tengah atau netral, kemudian dikhawatirkan data yang di peroleh dari respon nertal menjadi kurang informatif dan kurang bervariasi Nussbeck (dalam Azwar, 2017).

Peneliti melakukan uji validitas dengan menggunakan metode validitas isi berdasarkan penilaian dari orang yang lebih kompeten (professional judgment) yaitu dosen dan penilaian dari peer judgment yaitu 10 mahasiswa- mahasiswi fakultas psikologi pada jenjang semester yang sama dengan peneliti. Validitas isi dilakukan dengan meminta masukan kepada dosen dan mahasiswa untuk mengidentifikasi item agar sesuai dengan dengan indikator perilaku yang ingin diukur pada anak-anak masa akhir. Peneliti juga melakukan uji coba alat ukur (try out) dengan menyebar skala penelitian pada anak-anak usia 11-12 tahun. Skala juga dilengkapi dengan informed concent sebagai pernyataan bahwa subjek bersedia untuk menjadi subjek penelitian.

Peneliti juga menyebarkan skala secara langsung kepada subjek, setelah data didapat peneliti akan melakukan uji reliabilitas dengan menggunakan program SPSS.

(56)

Peneliti selanjutnya akan mengambil data dengan menyebar skala kepada subjek selain subjek yang sudah dipakai dalam uji coba. Peneliti menyebarkan skala penelitian kepada subjek yang sudah memiliki kriteria yang sama dan sesuai dengan kriteria subjek yang sudah ditentukan peneliti, setelah skala terkumpul peneliti langsung melakukan analisis data kemudian membuat pembahasan dan kesimpulan sebagai hasil penelitian.

F. Metode pengumpulan data

Penelitian ini menggunakan metode skala. Skala merupakan bentuk instrumen pengumpulan data yang disusun untuk mengungkap atribut psikologi yang ingin di teliti (Azwar, 2017). Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala regulasi emosi dan skala kelekatan aman yang disusun oleh peneliti dengan mengacu pada tinjauan pustaka yang sudah ada.

Jenis skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert.

Skala ini digunakan untuk mengukur atribut psikologi yang ingin diukur, dengan cara meminta subjek untuk menyatakan kesetujuan-ketidak setujuan dalam empat alternatif jawaban terhadap pernyataan favorable dan unfavorable yang telah diberikan (Supratiknya, 2014). Peneliti menggunakan metode Likert dalam penelitian ini karena metode dipandang sesuai untuk mengungkap respon kesetujuan-ketidak setujuan subjek terhadap pernyataan yang telah dibuat yaitu dengan merespon pernyataan sesuai dengan yang dirasakan dalam empat alternatif jawaban. Respon yang didapat dari metode

(57)

Likert lebih bervariasi sehingga akan diperoleh diferensiasi respon yang lebih tajam (Azwar, 2017)

Tabel 1.

Pemberian Nilai Skor Skala Likert.

Respon Pernyataan Favorable Unfavorable

Sangat setuju 4 1

setuju 3 2

Tidak setuju 2 3

Sangat tidak setuju 1 4

Penelitian ini akan menggunakan dua skala yaitu skala kelekatan aman dengan orang tua dan skala regulasi emosi. Berikut dari masing-masing variabel penelitian:

1. Skala kelekatan aman

Pada skala kelekatan aman peneliti sengaja dibuat terpisah antara skala kelekataan aman dengan ayah dan skala kelekatan aman dengan ibu.

Skala ini disusun berdasarkan tiga aspek kelekatan aman pada landasan teori yang ada. Aspek-apek tersebut yaitu kepercayaan, komunikasi, dan pengasingan.

a. Skala kelekatan aman dengan ayah Tabel 2

Blueprint Skala Kelekatan Aman dengan Ayah Sebelum Uji Coba

Aspek Nomor Item Jumlah

Favorable Unfavorable

A. Kepercayaan 8, 22, 17, 19 2, 13, 10, 4 8 B. Komunikasi 24, 6, 1, 23 12, 20, 15, 9 8 C. Pengasingan 14, 3, 11, 16 21, 18, 5, 7 8

Total 24

(58)

b. Skala kelekatan aman dengan ibu Tabel 3

Blueprint Skala Kelekatan Aman dengan ibu Sebelum Uji Coba

Aspek Nomor Item Jumlah

Favorable Unfavorable

A. Kepercayaan 3, 15, 20, 5 17, 12, 9, 23 8 B. Komunikasi 7,24, 1, 11 14, 18, 16, 22 8 C. Pengasingan 8, 19, 6, 21 13, 4, 2, 10 8

Total 24

2. Skala regulasi emosi

Skala regulasi emosi disusun berdasarkan aspek dari regulasi emosi menurut MacDermott et al. (2010) yaitu emotional control, emotional self-awareness, dan situation responsiveness.

Tabel 4

Blueprint Skala Kelekatan Aman dengan ibu Sebelum Uji Coba

Aspek Nomor Item Jumlah

Favorable Unfavorable

A. Emotion control 13, 1, 17, 23 19, 6, 4, 5 8 B. Emotion self-

awareness

7, 15, 2, 11 20, 24, 8, 18 8 C. Situation

responsiveness

10, 22, 9, 21 12, 16, 3, 14 8

Total 24

G. Pengujian alat ukur penelitian 1. Validitas

Validitas diartikan sebagai kecermatan dan keakuratan suatu alat ukur dalam mengukur atribut psikologi yang ingin diteliti. Jenis validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan proses pengujian dengan meminta bantuan orang yang lebih

Referensi

Dokumen terkait

Hasil kategirisasi menunjukkan tingkat risiko penyalahgunaan NAPZA pada subjek penelitian ini tergolong dalam kategori rendah, tingkat kelekatan orang tua-anak pada

Peneliti ingin melihat apakah kelekatan tidak aman pada masa dewasa memiliki hubungan dengan kepuasan berelasi, secara khusus pada mahasiswi yang menjalani hubungan berpacaran

Dari hasil analisis data didapat r = 0,305, p =0,006, yang artinya ada hubungan yang positif dan sangat signifikan antara kelekatan anak pada ibu dengan resiliensi , artinya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesiapan menghadapi menstruasi pertama ( menarche ) dengan kelekatan aman anak dan ibu dengan pada remaja

Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kelekatan tidak aman ( insecure attachment ) dengan perilaku seksual pranikah

penelitian sebagai berikut: “ada hubungan positif yang signifikan antara kelekatan aman ibu muda yang bekerja pada anaknya dan kinerjanya ”. Semakin tinggi

Berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis yang diajukan diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara kelekatan orangtua dengan

Pertama, hasil utama penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kualitas kelekatan remaja dengan orang tua (Ibu dan Ayah)