• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEMOTERAPI DENGAN PERUBAHAN INDEKS MASSA TUBUH PADA PASIEN KANKER PARU SEBELUM DAN SESUDAH KEMOTERAPI DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN KEMOTERAPI DENGAN PERUBAHAN INDEKS MASSA TUBUH PADA PASIEN KANKER PARU SEBELUM DAN SESUDAH KEMOTERAPI DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN SKRIPSI"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KEMOTERAPI DENGAN PERUBAHAN INDEKS MASSA TUBUH PADA PASIEN KANKER PARU SEBELUM DAN SESUDAH KEMOTERAPI DI RSUP HAJI ADAM MALIK

MEDAN

SKRIPSI

Oleh :

KEZIA SANDRIA LOVELY TAMBUNAN 140100191

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

HUBUNGAN KEMOTERAPI DENGAN PERUBAHAN INDEKS MASSA TUBUH PADA PASIEN KANKER PARU SEBELUM DAN SESUDAH KEMOTERAPI DI RSUP HAJI ADAM MALIK

MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

KEZIA SANDRIA LOVELY TAMBUNAN 140100191

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Hubungan Kemoterapi Dengan Perubahan Indeks Massa Tubuh Pada Pasien Kanker Paru Sebelum dan Sesudah Kemoterapi di RSUP. Haji Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Kezia Sandria Lovely Tambunan Nomor Induk (NIM) : 140100191

Program Studi : Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Komisi Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara.

Pembimbing

(dr. Setia Putra Tarigan, Sp. P-K) NIP. 197303272008011013

Ketua Penguji Anggota Penguji

dr. Adlin Adnan, Sp. THT-KL(K) Sri Lestari, S.P., M.Kes NIP. 196007171987101001 NIP. 197104262005012002

Medan, 18 Januari 2018

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp. S (K) NIP. 196605241992031002

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkat-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini berjudul “Hubungan Kemoterapi dengan Perubahan Indeks Massa Tubuh pada Pasien Kanker Paru Sebelum dan Sesudah Kemoterapi di RSUP. Haji Adam Malik Medan” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K), yang banyak memberikan dukungan secara psikologi selama proses penyusunan skripsi.

2. Dosen Pembimbing, dr. Setia Putra Tarigan, Sp. P (K), yang banyak memberikan arahan, masukan, ilmu, dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sedemikian rupa.

3. Ketua Penguji, dr. Adlin Adnan, Sp. THT-KL dan Anggota Penguji, Sri Lestari, S.P., M.Kes untuk setiap kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi ini.

4. Dosen Pembimbing Akademik, Dr. dr. Blondina Marpaung, Sp.PD-KR yang senantiasa membimbing dan memberikan motivasi selama masa perkuliahan 7 semester.

5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dan ilmu yang diberikan dari mulai awal perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh pihak RSUP Haji Adam Malik yang banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

7. Kedua orang tua, Bidsan Manaor Tambunan, SE dan Adriana Tonggo Siahaan,SE yang selalu mendukung, memberikan semangat, kasih sayang, bantuan dan rasa kebersamaan yang tidak pernah berhenti sampai penulis menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat penulis, Yosephine, Yulia, Windy, Maruli, Astrid, Martha dan sahabat terbaik lainnya yang tak bisa disebut satu per satu yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan motivasi dari awal perkuliahan sampai selesainya skripsi ini.

9. Rekan-rekan senior khususnya Elisabeth Pardede, S.Ked dan Sere Napitupulu, S.Ked yang telah membantu dalam membimbing penulis serta memberikan dukungan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi konten maupun cara penulisannya. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat menyempurnakan skripsi ini.

(5)

Akhir kata penulis berharap skirpsi ini dapat bermanfaat dan mampu memberikan sumbangsih bagi bangsa dan negara terutama dalam bidang pendidikan terkhususnya ilmu kedokteran.

Medan, Januari 2018 Penulis,

Kezia S. L. Tambunan 140100191

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan... i

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi... iv

Daftar Gambar..………... v

Daftar Tabel...………...….………... v

Daftar Singkatan... v

Abstrak ………... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Hipotesis ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…...………... 5

2.1. Anatomi Paru ... 5

2.2. Histologi Paru ... 6

2.3. Kanker Paru... ... 8

2.4. Kemoterapi pada Kanker Paru ... 19

2.5. Hubungan kemoterapi terhadap penurunan berat badan... 22

2.5. Kerangka Teori... 24

2.6. Kerangka Konsep ... 25

BAB III METODE PENELITIAN………... 26

3.1. Rancangan Penelitian... 26

3.2. Lokasi Penelitian ... 26

3.3. Waktu Penelitian... 26

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

3.5. Metode Pengumpulan Data... 28

3.6. Metode Analisis Data ... 29

3.7. Variabel dan Defenisi Operasional ... 30

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN... 31

BAB V KESIMPULAN dan SARAN... 40

5.1. Kesimpulan... 40

5.2. Saran... 40

DAFTAR PUSTAKA... 42

LAMPIRAN... 46

(7)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Anatomi Paru-Paru... 6

2.2. Kerangka Teori... 25

2.3. Kerangka Konsep... 26

DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 2.1. Mortalitas akibat kanker paru... 11

4.1. Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin... 31

4.2. Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Usia... 32

4.3. Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Pekerjaan... 32

4.4. Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Stadium Klinis... 33

4.5. Distribusi Frekuensi Penderita Kanker Paru Berdasarkan Klasifikasi Histopatologi WHO... 34

4.6. Distribusi Frekuensi Tinggi Badan Pasien Kanker Paru... 34

4.7. Distribusi Frekuensi Berat Badan Pasien Kanker Paru sebelum dan sesudah kemoterapi... 35

4.8. Distribusi Frekuensi IMT Pasien Kanker Paru sebelum dan sesudah Kemoterapi... 35

4.9. Perbedaan Berat Badan Pasien Kanker Paru sebelum dan sesudah Kemoterapi... 36

4.10. Perbedaan IMT pada Pasien Kanker Paru sebelum dan sesudah Kemoterapi... 36

DAFTAR SINGKATAN

AJCC : American Joint Committee on Cancer BAC : Bronchioloalveolar Carcinoma BAL : Bronchoaveolar Lavage

CT scan : Computed Tomography scan

IARC : International Agency for Research on Cancer ICD : International Classification of Disease

IMT : Indeks Massa Tubuh

KGB : Kelenjar Getah Bening

(8)

KPKBSK : Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil KPKSK : Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil

NaCl : Natrium Chloride

NSCLC : Non Small Cell Lung Cancer

PA : Posteroanterior

PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronis RSUP : Rumah Sakit Umum Pendidikan SCC : Squamous Cell Carcinoma SCLC : Small Cell Lung Cancer

SIADH : Syndrome of Inappropriate Andiuretic Hormone SPSS : Statistical Package for the Social Sciences TBLB : Transbronchial Lung Biopsy

TBNA : Transbronchial Needle Aspiration

TNM : Tumor/Node/Metastasis

TTB : Transthoraxic Biopsy

TTNA : Transthoracic Needle Aspiration

USG : Ultrasound Sonography

WHO : World Health Organization WPRO : WHO Western Pacific Region

(9)

ABSTRAK

Latar Belakang.Insiden kanker paru semakin meningkat jumlahnya dan merupakan salah satu penyebab kematian utama akibat keganasan. Kemoterapi merupakan pilihan utama.Namun kemoterapi memiliki beberapa efek toksik, seperti anoreksia, mual, muntah, dan lain-lain. Tujuan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kemoterapi terhadap perubahan Indeks Massa Tubuh pada pasien kanker paru sebelum dan sesudah kemoterapi di RSUP Haji Adam Malik Medan. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang dilakukan dengan metode cross-sectional dengan populasi pasien kanker paru yang mendapat kemoterapi di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tanggal 1 Januari 2015-31 Desember 2016. Sebanyak 100 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diambil dari data rekam medis pasien secara consecutive sampling. Hasil. Penelitian ini menunjukkan rata-rata berat badan sebelum kemoterapi 58,5 kg, dan setelah kemoterapi siklus ke-3 56,345 kg, dengan IMT awal 21,9865 dan akhir 21,1745. Hasil uji t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara IMT awal dan IMT setelah siklus ke-3 kemoterapi dengan nilai p value = 0,0001 (p<0.05).

Kesimpulan.Terdapat hubungan kemoterapi terhadap perubahan Indeks Massa Tubuh pasien kanker paru sebelum dan sesudah kemoterapi.

Kata Kunci : Kanker Paru, Kemoterapi, Indeks Massa Tubuh

ABSTRACT

Background.The incidence of lung cancer is increasing in number and is one of the leading causes of death from malignancy. Chemotherapy is the primary choice. However chemotherapy has some toxic effects, such as anorexia, nausea, vomiting, and others. Aim. This study aims to determine the relationship of chemotherapy to changes in body mass index in patients of lung cancer before and after chemotherapy at RSUP Haji Adam Malik Medan. Method. This research is an analytical research conducted by cross-sectional method with population of lung cancer patients who received chemotherapy at RSUP Haji Adam Malik Medan on January 1, 2015 - December 31,2016. A total of 100 subjects who met the criteria of inclusion and exclusion were taken from the patients medical record on consecutive sampling. Results. This study showed an average body weight before chemotherapy 58.5 kg, and after 3rd cycle of chemotherapy 56.345kg, with an initial BMI of 21.9865 and after 3rd cycle of chemotherapy of 21.1745. The result of t-tset analysis indicated that there was a significant difference between BMI baseline and BMI after 3rd cycle of chemotherapy with value p value = 0.0001 (p <0.05). Conclusion. There is a relationship between chemotherapy and changing of body mass index of lung cancer before and after chemotherapy.

Keywords: Lung Cancer, Chemotherapy, Body Mass Index

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) maupun keganasan dari luar paru (sekunder). Dalam pengertian klinik yang dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus = bronchogenic carcinoma). Insidens kanker paru rendah pada usia di bawah 40 tahun, namun meningkat sampai dengan usia 70 tahun. Faktor risiko utama kanker paru adalah merokok. Secara umum, rokok merupakan 80% penyebab kanker paru pada laki-laki, dan 50% pada perempuan. Faktor lain adalah kerentanan genetik, polusi udara, pajanan radon dan pajanan industri (asbestosis, silika, dan lain-lain) (Kementerian Kesehatan RI, 2012).

Insiden kanker paru saat ini semakin meningkat jumlahnya dan menjadi salah satu masalah kesehatan dunia termasuk di Indonesia. Data World Health Organization (WHO) menunjukan bahwa kanker paru merupakan jenis penyakit yang menjadi penyebab kematian utama pada kelompok kematian akibat keganasan yang terjadi bukan hanya pada laki-laki tetapi juga pada perempuan (Siregar et all., 2016).

Kanker paru telah menjadi kanker yang paling sering terjadi dalam beberapa dekade terakhir. Data WHO pada tahun 2012 diperkirakan ada 1,8 juta kasus baru (12,9% dari segala jenis kasus baru kanker), 58% terjadi di negara berkembang.Kanker paru lebih sering terjadi pada laki-laki (1,2 juta, 16,7% dari total) dengan insiden tertinggi di Eropa Timur dan Eropa Tengah (53,5 per 100.000) dan Asia Timur (50,4 per 100.000). Dan insiden terendah berada di Afrika Tengah dan Barat (2,0 dan 1,7 per 100.000). Pada wanita insiden terjadinya kanker paru lebih rendah, disebabkan adanya perbedaan paparan asap rokok yang lebih banyak pada laki-laki. Namun insiden tertinggi terjadi di Amerika Utara (33,8), Eropa Utara (23,7) dan Asia Timur (19,2) dan terendah berada di Afrika Barat dan Tengah (1,1 dan 0,8). Kanker paru penyebab kematian

(11)

akibat kanker terbanyak di dunia (1,59 juta kematian dari 19,4 % kematian akibat kanker (WHO 2012).

Metode diagnosis kanker paru-paru tergantung pada jenis kanker paru- paru (kanker paru-paru sel kecil [SCLC] atau kanker paru-paru bukan sel kecil [NSCLC] ), ukuran dan lokasi dari tumor primer, ada tidaknya metastasis, dan keseluruhan dari status klinis pasien. Pada pasien dengan kanker paru-paru, membedakan antara SCLC dan NSCLC sangat penting karena masing-masing dari kanker ini memiliki cara pengobatan yang berbeda. SCLC dan NSCLC dapat dibedakan dengan pemeriksaan sitologi sputum, sitologi TTNA, washing and brushing bronkoskopi, dan sitologi BAL (Rivera et all., 2013).

Penderita kanker paru yang terdeteksi pada stage dini sangat sedikit, hal ini mengakibatkan terapi tidak dapat lagi diberikan untuk tujuan kuratif. Di sisi lain tampak bahwa pemberian multi-modality terapi pada penderita dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan mereka yang hanya menerima modality tunggal. Namun, pembedahan masih merupakan pengobatan kanker paru yang memberikan hasil yang paling baik, bila dilakukan pada derajat yang operabel, yaitu stage I dan II (intrapulmoner, intratorakal) serta pada jenis histologis yang cocok untuk tindakan tersebut. Di Indonesia hanya 10-25%

penderita menjalani pembedahan dengan angka tahan hidup penderita kanker yang dibedah 1 tahun 56,6%, 2 tahun 16,4% dan 5 tahun 2,4%. Kebanyakan penderita terpaksa tidak diobati, atau diobati secara lokal (radioterapi) dan pada sebagian lain pengobatan sistemik dengan obat-obat sitostatik (kemoterapi). Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru. Tujuan pemberian kemoterapi adalah mengurangi atau menghilangkan gejala yang diakibatkan oleh perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita (Jusuf et all., 2005).

Penelitian tentang perbedaan IMT pada pasien kanker paru sebelum dan sesudah kemoterapi sendiri belum pernah dilaksanakan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Namun dari penelitian Bahl. et all., 2006 terdapat 52,7% yang mengalami anoreksia setelah mendapatkan kemoterapi. Sedangkan menurut penelitian Hardiano et all.,2015 di RSUD Arifin Riau, mayoritas yang menjalani

(12)

kemoterapi berada pada IMT normal. Status gizi pasien yang menderita keganasan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit, efek dari pengobatan, kualitas hidup dan kelangsungannya hidup penderita (Sutandyo 2007).

Berdasarkan latar belakang ini maka dilakukan penelitian untuk mengetahui perubahan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada pasien kanker paru sebelum dan sesudah mendapat kemoterapi.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut “ Adakah hubungan kemoterapi dengan perubahan Indeks Massa Tubuh pada pasien kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2015 – 2016?”

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kemoterapi dengan perubahan Indeks Massa Tubuh pada pasien kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2015 – 2016.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui berat badan pada pasien kanker paru sebelum mendapat kemoterapi.

2. Mengetahui berat badan pada pasien kanker paru sesudah mendapat kemoterapi.

3. Mengetahui perbedaan berat badan pada pasien kanker paru sebelum dan sesudah kemoterapi

4. Mengetahui perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada pasien kanker paru sebelum dan sesudah kemoterapi.

5. Mengetahui karakteristik pasien kanker paru yang menjalani kemoterapi.

1.4. HIPOTESIS

Ada hubungan kemoterapi dengan perubahan status gizi pada pasien kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2015-2016.

(13)

1.5. MANFAAT PENELITIAN 1. Bidang Pendidikan

Memberi informasi tentang ada tidaknya hubungan kemoterapi terhadap perubahan status gizi pada pasien kanker paru.

2. Bidang Penelitian

Menambah wawasan dan pengalaman peneliti serta dapat dijadikan sumber informasi yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi Pihak Rumah Sakit

Memberikan informasi terhadap pihak Rumah Sakit tentang ada tidaknya perbedaan berat badan pada pasien kanker paru yang menjalani kemoterapi sehingga dapat memperhatikan kebutuhan gizinya untuk menghindari komplikasi atau prognosis yang buruk bagi pasien.

4. Bidang Pelayanan Masyarakat

Menambah pengetahuan masyarakat tentang ada tidaknya efek kemoterapi terhadap penurunan berat badan pasien kanker paru.

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSAKA

1.1 ANATOMI PARU-PARU

Paru - paru merupakan sepasang organ berbentuk kerucut yang terletak pada rongga dada. Keduanya dipisahkan oleh jantung dan mediastinum, yang membagi rongga toraks menjadi dua ruangan yang terbagi jelas. Bila salah satu paru mengalami kolaps, yang lainnya masih dapat mengembang (Tortora dan Derrickson, 2009). Sub unit fungsional dari masing-masing paru disebut segmen.

Paru kanan terdiri dari 10 segmen: 3 di lobus kanan atas (apikal, anterior dan medial), 2 di lobus tengah kanan (medial dan lateral), dan 5 di lobus kanan bawah (superior, medial, anterior, lateral, dan belakang). Paru kiri terdiri dari 8 segmen:

4 di lobus kiri atas (apicoposterior, anterior, lingula superior, dan lingula inferior) dan 4 di lobus kiri bawah (superior, anteromedial, lateral, dan posterior) (Simoff et all., 2006).

Paru - paru dilindungi oleh 2 lapisan membran serosa yang dinamakan membran pleura. Lapisan paling luar (pleura parietal) berpaparan langsung dengan rongga toraks, lapisan dalam (pleura viseral) langsung berpaparan dengan dinding paru. Di antara dua lapisan pleura terdapat sebuah rongga kecil yang disebut rongga pleura yang berisi cairan lubrikan. Cairan ini berguna untuk mengurangi gesekan antar membran sehingga paru bisa melakukan fungsinya dengan baik. Cairan ini juga berfungsi untuk melekatkan membran yang satu dengan yang lainnya (Tortora dan Derrickson, 2009).

(15)

Gambar 2.1. Anatomi Paru – Paru.

1.2 HISTOLOGI PARU-PARU 1.2.1 Bronkiolus Intrapulmonal

Trakea bercabang di luar paru-paru dan membentuk bronkus primer atau ekstrapulmonal. Ketika masuk ke paru, bronkus primer bercabang dan membentuk serangkaian bronkus intrapulmonal yang lebih kecil. Dinding bronkus intrapulmonal diidentifikasi oleh adanya lempeng tulang rawan hialin dan dilapisi oleh epitel bronkus bertingkat semu silindris bersilia dengan sel goblet.

Dindingnya terdiri dari lamina propria yang tipis, lapisan tipis oto polos, sub mukosa dengan kelenjar bronkialis, lempeng tulang rawan hialin, dan adventisia.

1.2.2 Bronkiolus Terminalis

Bronkiolus bercabang menjadi bronkiolus terminalis yang lebih kecil, yang berdiameter sekitar 1 mm atau kurang. Bronkiolus terminalis dilapisi oleh epitel selapis silindris. Di bronkiolus terkecil, epitelnya mungkin selapis kuboid.

Bronkiolus terminalis tidak mengandung lempeng tulang rawan, kelenjar bronkialis, dan sel goblet. Bronkiolus terminalis merupakan saluran terkecil untuk menghantarkan udara.

(16)

Lamina propria tipis, selapis otot polos yang berkembang baik, dan masih ada adventisia. Pada bronkiolus terminalis terdapat sel kuboid tanpa silia, yang disebut sel clara. Fungsi sel ini adalah mensekresi surfaktan.

1.2.3 Bronkiolus Respiratorius

Setiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi dua atau lebih bronkiolus respiratorius yang berfungsi sebagai peralihan antara bagian konduksi dan bagian respirasi dari sistem pernapasan.Dindingnya dilapisi oleh epitel selapis kuboid. Di dinding setiap bronkiolus respiratorius terdapat kantung alveolus tunggal. Silia mungkin dijumpai di epitel bagian proksimal bronkiolus respiratorius namun menghilang di bagian distal. Selapis tipis otot polos mengelilingi epitel. Suatu cabang kecil arteri pulmonalis menyertai bronkiolus respiratorius ke dalam paru.

Setiap bronkiolus respiratorius membentuk duktus alveolaris dengan alveoli bermuara ke dalamnya.

1.2.4 Duktus Alveolaris

Bagian terminal setiap bronkiolus respiratorius bercabang menjadi beberapa duktus alveolaris. Dinding duktus alveolaris biasanya dibentuk oleh sederetan alveoli yang saling bersebelahan.

1.2.5 Alveolus

Jumlah alveolus mencapai 300 juta buah. Dengan adanya alveolus, luas permukaan seluruh alveolus diperkirakan mencapai 100 kali lebih luas daripada luas permukaan tubuh. Dinding alveolus mengandung kapiler darah yang memungkinkan terjadinya difusi gas. Alveoli dilapisi selapis sel alveolus gepeng dan sangat tipis (sel pneumosit tipe I alveoli). Sel ini letaknya rapat pada endotel pelapis kapiler dan membentuk sawar udara- darah untuk respirasi. Sel alveolar tipe I merupakan lapisan tipis yang menyebar menutupi lebih dari 90 % daerah permukaan paru. Selain itu, alveoli juga mengandung sel alveolar besar (sel alveolar tipe II). Sel ini menghasilkan produk kaya fosfolipid, yang disebut surfaktan. Surfaktan menutupi permukaan sel alveolar, membasahinya, dan menurunkan tegangan permukaan alveolar. Makrofag alveolar terdapat di dalam jaringan ikat septa interalveolar dan di dalam alveoli. Di dalam septa interalveolar

(17)

juga terdapat banyak kapiler darah, arteri dan vena pulmonalis, duktus limfatik, dan saraf (DiFiore 2010).

1.3 KANKER PARU 1.3.1 Definisi Kanker Paru

Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) maupun keganasan dari luar paru (sekunder). Dalam pengertian klinik yang dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus = bronchogenic carcinoma) (Kementerian Kesehatan RI).

1.3.2 Etiologi Kanker Paru

 Merokok

Rokok diduga sebagai penyebab tersering dari penyakit ini. Terdapat cukup fakta untuk menghubungkan rokok dengan karsinoma bronkogenik. Bahan- bahan karsinogen yang terdapat dalam asap rokok antara lain polonium 210 dan 3,4 benzypyrene. Penggunaan filter rokok dikatakan dapat menurunkan risiko terjadinya karsinoma bronkogenik, namun risiko untuk mendapat karsinoma bronkogenik pada seorang perokok tetap masih lebih tinggi dibandingkan dengan yang bukan perokok (Alsagaff et all., 2010).

 Faktor Genetik

Analisis prediksi risiko kanker paru-paru (Spitz et all., 2007) menunjukkan pengaruh riwayat kanker keluarga terhadap risiko kanker paru-paru pada orang yang tidak pernah merokok, mantan perokok, dan perokok saat ini. Cassidy et all., 2007 juga menyoroti peningkatan risiko kanker paru secara signifikan untuk orang-orang dengan riwayat keluarga kanker paru-paru.

 Ras dan Etnis

Kejadian kanker paru-paru secara substansial lebih tinggi di antara orang kulit hitam daripada orang kulit putih di Amerika Serikat. Haiman et all., 2006 melaporkan dalam Multiethnic Cohort Study bahwa di antara peserta yang merokok kurang dari 30 batang rokok per hari, orang kulit hitam Amerika dan

(18)

penduduk asli Hawai memiliki risiko kanker paru-paru yang jauh lebih besar daripada orang kulit putih.

 Usia

Usia rata-rata sebagian besar populasi di negara maju meningkat, dan kanker lebih sering ditemukan pada orang tua. Meskipun prevalensi merokok paling rendah di antara orang berusia 65 tahun dan lebih tua (9,3%) dibandingkan dengan orang berusia 18 sampai 24 tahun (21,4%), 25 sampai 44 tahun (23,7%) dan 45 sampai 64 tahun (22,6%), lebih banyak 65% pasien dengan kanker paru- paru yang lebih tua dari 65 tahun. Secara khusus, 31,1% pasien dengan kanker paru-paru berusia antara 65 dan 74 tahun, 29% berusia antara 75 dan 84 tahun, dan 8,3% berusia 85 tahun dan lebih tua (Dube et all., 2009).

 Infeksi

Infeksi sebagai faktor penyebab kanker paru telah ditimbulkan namun masih bisa diperdebatkan. Sebagai contoh, virus onkogenik telah diusulkan sebagai penyebab kanker paru-paru. Studi awal tentang adenomatosis paru domba yang disebabkan oleh retivirus domba Jaagsiekte menunjukkan kesamaan patologis pada karsinoma bronkioloalveolar manusia. Namun, tidak ada cukup bukti untuk menghubungkan kedua penyakit ini dan membuktikan keterlibatan virus dalam pengembangan karsinoma bronkioloalveolar manusia (Mornex et all., 2003).

 Asap Rokok Lingkungan

Dari hasil penelitian Vineis et all. 2005, 97 orang menderita kanker paru- paru, 20 orang kanker faring, laring, dan 14 orang meninggal karena penyakit paru obstruktif kronis. Penelitian ini menegaskan bahwa asap tembakau lingkungan merupakan faktor risiko kanker paru-paru dan penyakit pernafasan lainnya.

 Karsinogen kerja

Beberapa zat tempat kerja telah terbukti karsinogen di paru-paru. IARC telah mengidentifikasi arsen, asbes, berilium, kadmium, klorometil eter, kromium, nikel, radon, silika, dan vinil klorida sebagai karsinogen. Pada tahun 2000, diperkirakan bahwa 10% kematian akibat kanker paru-paru di antara pria (88.000

(19)

kematian) dan 5% di antara wanita (14.300 kematian) di seluruh dunia dapat dikaitkan dengan paparan terhadap 8 karsinogen paru-paru kerja, yaitu asbes, arsenik, berilium, kadmium, kromium , nikel, silika, dan diesel. Steeland et all., 2005 memperkirakan bahwa sekitar 6800 sampai 17.000 kanker paru-paru disebabkan oleh paparan bahan kimia di tempat kerja.

1.3.3 Epidemiologi Kanker Paru

Pada tahun 2012 ( Globocan 2012) sekitar 1,6 juta orang meninggal karena kanker paru-paru di seluruh dunia, sebagian besar di negara-negara berkembang (63% pada pria, 57% pada wanita), walaupun angka kematian pada pria hampir 1,4 kali lebih tinggi di negara-negara maju, pada wanita sekitar 1,5 kali lebih tinggi. Ketika daerah tertentu diperhitungkan jumlah kematian akibat kanker paru- paru terbesar tercatat di negara-negara WPRO (WHO Western Pacific region) : 48% pada pria, 45% pada wanita, WHO Europe Region menempati posisi kedua (26% pada pria, 21% pada wanita).

Tabel 2.1. Mortalitas akibat kanker paru tahun 2012.

(20)

1.3.4 Histopatologi Kanker Paru

Empat jenis histopatologi utama karsinoma paru adalah karsinoma epidermoid (25%), karsinoma sel kecil (25%), adenokarsinoma (30%), dan karsinoma sel besar (15%). Sisanya merupakan tipe yang jarang didapat, yakni karsinoid bronkial, mukoepidermoid, dan karsinoma adenoskuamosa (Tabrani 2010).

Baru-baru ini, untuk tujuan terapeutik, karsinoma telah dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan kemungkinan metastase dan respons terhadap terapi yang ada: SCLC (paling sering metastasis, respon awal yang tinggi terhadap kemoterapi) dan karsinoma sel non-kecil (NSCLC) (kurang sering metastasis, kurang responsif).

Karsinoma sel skuamosa sering dimulai dengan area metaplasia skuamosa atau displasia di epitel bronkial, terutama bronkus mayor, yang berlanjut ke karsinoma in situ. Secara makroskopis, tumor memiliki permukaan potongan putih abu-abu yang tidak teratur dan sering gembur, umumnya menunjukkan area nekrosis sentral yang luas, dengan atau tanpa kavitasi. Secara histologis, SCC berkisar dari neoplasma sel skuamosa yang terdiferensiasi dengan baik dengan pembentukan keratin dan jembatan antar sel, untuk membedakan dengan sedikit fitur skuamosa residual minimal. Well-differentiated SCC cenderung menyebar secara lokal di dalam dada, yang secara langsung melibatkan struktur mediastinum yang berdekatan. Karsinoma yang kurang terdiferensiasi cenderung bermetastasis dini dan ke tempat yang jauh (Husain et all., 2005).

Adenokarsinoma lebih terletak pada perifer daripada SCC, dan jenis kanker paru yang paling umum pada wanita dan bukan perokok. Secara teori, Adenokarsinoma berbeda dengan diferensiasi kelenjar atau produksi mucin oleh sel tumor, dan polanya adalah acinar, papiler, bronchioloalveolar dan padat dengan pembentukan mucin (Moran et all.,2005).

Karsinoma bronchioloalveolar (BAC) dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung

(21)

timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat - tempat yang jauh (Kumar et all.,2007).

Pasien dengan adenokarsinoma yang tidak terdiferensiasi memiliki lebih banyak kekambuhan lokal dan metastase kelenjar getah bening dibandingkan pasien dengan tumor yang berdiferensiasi baik atau sedang.

Karsinoma sel besar, menurut definisi, adalah tumor epitel maligna yang kurang terdiferensiasi. Ini terdiri dari lembaran atau sarang sel multinuklear poligonal dan mungkin merupakan SCC dan Adenokarsinoma. Salah satu varian histologis adalah karsinoma neuroendokrin sel besar, dan konfirmasi diferensiasi neuroendokrin diperlukan dengan menggunakan tanda histokimia imun (Kumar et all.,2007).

Karsinoma sel kecil pada paru-paru adalah tumor epitel ganas yang berasal dari sel neuroendokrin epitel bronkial yang menghasilkan hormon polipeptida dan menyebabkan sindrom paraneoplastik. Secara makroskopis, tumor adalah massa perihilar yang lembut dan rapuh, dengan nekrosis luas dan keterlibatan nodal yang sering. Sekitar 5% SCLC hadir sebagai lesi koin perifer. Sel berbentuk bulat, berbentuk lonjong atau berbentuk spindel dengan sitoplasma kurang dan 'cetakan nuklir', dan sering menunjukkan fragmentasi dan 'artefak naksir' dalam biopsi kecil. Imuno-histokimia positif untuk penanda neuroendokrin (Maitra dan Kumar, 2007).

1.3.5 Stadium Kanker Paru

Karsinoma paru (ICD-10 C33-34), penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM dari American Joint Committee on Cancer (AJCC) versi 7 sebagai berikut:

Tumor Primer (T)

Tx : Tumor primer tidak dapat ditentukan dengan hasil radiologi dan bronkoskopi tetapi sitologi sputum atau bilasan bronkus positif (ditemukan sel ganas)

T0 : Tidak tampak lesi atau tumor primer

(22)

Tis : Karsinoma in situ

T1 : Ukuran terbesar tumor primer ≤ 3 cm tanpa lesi invasi intra bronkus yang sampai ke proksimal bronkus lobaris

T1a : Ukuran tumor primer ≤ 2 cm

T1b : Ukuran tumor primer > 2 cm tetapi ≤ 3cm

T2 : Ukuran terbesar tumor primer > 3 cm tetapi ≤ 7 cm, invasi intrabronkus dengan jarak lesi ≥ 2 cm dari distal karina, berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif pada daerah hilus atau invasi ke pleura visera

T2a : Ukuran tumor primer > 3cm tetapi ≤ 5 cm T2b : Ukuran tumor primer > 5cm tetapi ≤ 7 cm

T3 : Ukuran tumor primer > 7 cm atau tumor menginvasi dinding dada termasuk sulkus superior, diafragma, nervus phrenikus, menempel pleura mediastinum, pericardium. Lesi intrabronkus ≤ 2 cm distal karina tanpa keterlibatan karina. Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif di paru. Lebih dari satu nodul dalam satu lobus yang sama dengan tumor primer.

T4 : Ukuran tumor primer sembarang tetapi telah melibatkan atau invasi ke mediastinum, trakea, jantung, pembuluh darah besar, karina, nervus laring, esophagus, vertebral body. Lebih dari satu nodul berbeda lobus pada sisi yang sama dengan tumor (ipsilateral).

Kelenjar Getah Bening (KGB) regional (N)

Nx : Metastasis ke KGB mediastinum sulit dinilai dari gambaran radiologi N0 : Tidak ditemukan metastasis ke KGB

N1 : Metastasis ke KGB peribronkus (#10), hilus (#10),intrapulmonary (#10) ipsilateral

N2 : Metastasis ke KGB mediastinum (#2) ipsilateral dan atau subkarina (#7) N3 : Metastasis ke KGB peribronkial, hilus, intrapulmoner, mediastinum kontralateral dan atau KGB supraklavikula

Metastasis (M)

Mx : Metastasis sulit dinilai dari gambaran radiologi M0 : Tidak ditemukan metastasis

M1 : Terdapat metastasis jauh

(23)

M1a : Metastasis ke paru kontralateral, nodul di pleura, efusi pleura ganas, efusi pericardium M1b Metastasis jauh ke organ lain (otak, tulang, hepar, atau KGB leher, aksila, suprarenal, dll)

Stadium :

 Stadium 0 : (Tis,N0,M0), (T1a, N0, M0)

 Stadium IA : T1b, N0, M0

 Stadium IB : T2a, N0, M0

 Stadium IIA : (T1a, N1, M0), (T1b, N1,M0), (T2a, N1, M0)

 Stadium IIB : (T2b, N1, M0), (T3 >7cm, N0,M0)

 Stadium IIIA : (T1a, N2,M0), (T2a, N2,M0), (T2b,N2,M0), (T3,N1,M0), (T4,N0,M0), (T4,N1,M0)

 Stadium IIIB : (T4, N2,M0), (Sembarang T, N3,M0)

 Stadium IVA : Sembarang T, Sembarang N, M1a (pleura,paru kontralateral)

 Stadium IVB : Sembarang T, Sembarang N, M1b (metastasis jauh)

1.3.6 Gambaran Klinis Kanker Paru

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menunjukkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Gejala- gejala dapat bersifat ( Amin et all., 2006 ) :

a. Lokal (tumor tumbuh setempat) :

- Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis - Hemoptisis

- Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas - Kadang terdapat kavitas seperti abses paru

- Atelektasis b. Invasi lokal :

- Nyeri dada

- Dispnea karena efusi pleura

- Invasi ke perikardium (terjadi tamponade atau aritmia) - Sindrom vena cava superior

- Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)

(24)

- Suara serak karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent

- Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis

c. Gejala Penyakit Metastasis - Pada otak, tulang, hati, adrenal

- Limfadenopati servikal dan supraklavikula

d. Sindrom Paraneoplastik : Terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala : - Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam

- Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi - Hipertrofi osteoartropati

- Neurologik : demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer - Neuromiopati

- Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia) - Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh - Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH) e. Asimtomatik dengan kelainan radiologis

- Sering terdapat pada perokok dengan PPOK yang terdeteksi secara radiologis - Kelainan berupa nodul soliter.

1.3.7 Diagnosis Kanker Paru

Berikut cara mendiagnosis kanker paru menurut PDPI 2011 : 2.3.8.1 Anamnesis

Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru lainnya, terdiri dari keluhan subjektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor–faktor lain yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa :

• Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)

• Batuk darah

• Sesak napas

• Suara serak

• Sakit dada

(25)

• Sulit / sakit menelan

• Benjolan di pangkal leher

• Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat.

Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti :

• Berat badan berkurang

• Nafsu makan hilang

• Demam hilang timbul

• Sindrom paraneoplastik, seperti Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy, trombosis vena perifer dan neuropatia.

2.3.8.2 Pemeriksaan Fisik

Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan memberikan hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor diluar paru. Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar, pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intrakranial dan terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang.

2.3.8.3 Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Radiologi

 Foto toraks

Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner. Sedangkan

(26)

keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja (Irshad, 2013).

 CT-Scan toraks

CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.

 Brain-CT

Mendeteksi metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut.

b. Bronkoskopi

Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya di ikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan bronkus.

c. Biopsi aspirasi jarum

Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi bronkus saja sering memberikan hasil negatif

(27)

d. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)

TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau paratrakeal.

e. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)

Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopik maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.

f. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)

Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan bantuan flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CT scan.

g. Biopsi lain

Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus dilakukan bila teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila diagnosis sitologi/histologi tumor primer di paru belum diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat pembesaran KGB suparaklavikula dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang jenis sel kanker.

h. Torakoskopi medik

Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura viseralis, pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.

i. Sitologi sputum

Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer, penderita batuk kering dan teknik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran sputum dapat ditingkatkan. Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke laboratorium

(28)

Patologi Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alkohol 90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi dalam formalin 4%.

1.3.8 Penatalaksanaan Kanker Paru

Tujuan pengobatan kanker (PDPI 2011) adalah:

(1) Kuratif, menyembuhkan/ memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup pasien.

(2) Paliatif, mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.

(3) Rawat rumah (Hospital care) pada kasus terminal, mengurangi dampak fisik maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.

(4) Suportif, menunjang pengobatan kuratif paliatif dan terminal seperti pemberian nutrisi, transfusi darah dan komponen darah, growth factors obat anti nyeri dan obat anti infeksi.

Penanganan untuk karsinoma bukan sel kecil, berupa pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi. Sedangkan untuk SCLC dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Limited-stage disease yang diobati dengan tujuan kuratif (kombinasi kemoterapi dan radiasi) dan angka keberhasilan terapi sebesar 20%.

2. Extensive-stage disease yang diobati dengan kemoterapi dan angka respon terapi inisial sebesar 60-70% dan angka respon terapi komplit sebesar 20- 30%. Angka median-survival time untuk limited-stage disease adalah 18 bulan dan untuk extensive-stage disease adalah 9 bulan.

1.4 KEMOTERAPI PADA KANKER PARU

Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) dan kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage lanjut. Tujuan pemberian kemoterapi paliatif adalah mengurangi atau menghilangkan gejala yang diakibatkan oleh perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan kualiti hidup

(29)

penderita. Tetapi akhir-akhir ini berbagai penelitian telah memperlihatkan manfaat kemoterapi untuk KPKBSK sebagai upaya memperbaiki prognosis, baik 3 sebagai modaliti tunggal maupun bersama modaliti lain, yaitu radioterapi dan/atau pembedahan.

Indikasi pemberian kemoterapi pada kanker paru ialah:

1. Penderita kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) tanpa atau dengan gejala.

2. Penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang inoperabel (stage IIIB & IV), jika memenuhi syarat dapat dikombinasi dengan radioterapi, secara konkuren, sekuensial atau alternating kemoradioterapi.

3. Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage I, II dan III yang telah dibedah.

4. Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA dan beberapa kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan. Dalam hal ini kemoterapi merupakan bagian terapi multimodaliti.

Penderita yang akan mendapat kemoterapi terlebih dahulu harus menjalani pemeriksaan dan penilaian, sehingga terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Diagnosis histologis telah dipastikan

Pemilihan obat yang digunakan tergantung pada jenis histologis. Oleh karena itu diagnosis histologis perlu ditegakkan. Untuk kepentingan itu dianjurkan menggunakan klasifikasi histologis menurut WHO tahun 1997.

Apabila ahli patologi sulit menentukan jenis yang pasti, maka bagi kepentingan kemoterapi minimal harus dibedakan antara:

• Jenis karsinoma sel kecil

• Jenis karsinoma bukan sel kecil, yaitu karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma dan karsinoma sel besar

2. Tampilan/performance status menurut skala Karnofsky minimal 60 - 70 atau skala WHO 2

(30)

3. Pemeriksaan darah perifer untuk pemberian siklus pertama :

• Leukosit > 4.000/mm3

• Trombosit > 100.000/mm3

• Hemoglobin > 10 g%. Bila perlu, transfusi darah diberikan sebelum pemberian obat. Sedangkan untuk pemberian siklus berikutnya, jika nilai- nilai di atas itu lebih rendah maka beberapa jenis obat masih dapat diberikan dengan penyesuaian dosis.

4. Sebaiknya faal hati dalam batas normal

5. Faal ginjal dalam batas normal, terutama bila akan digunakan obat yang nefrotoksik. Untuk pemberian kemoterapi yang mengandung sisplatin, creatinine clearance harus lebih besar daripada 70 ml/menit. Apabila nilai ini lebih kecil, sedangkan kreatinin normal dan penderita tua sebaiknya digunakan karboplatin.

Lama Pengobatannya yaitu (Jusuf et all., 2005) :

Sekali kemoterapi dimulai, maka perlu diberikan kesempatan yang cukup kepada obat-obat itu untuk bekerja. Karena itu pengobatan perlu diberikan setidak-tidaknya dua kali, sebelum ditentukan lebih lanjut berapa lama keseluruhan pengobatan akan berlangsung. Evaluasi dilakukan setelah 2 – 3 siklus kemoterapi. Pada umumnya kemoterapi dapat diberikan berturut-turut selama 4 – 6 siklus dengan masa tenggang antara satu siklus ke siklus berikutnya 21 – 28 hari ( 3 – 4 minggu) tergantung pada jenis obat yang digunakan. Perlu diperhatikan, apabila dosis maksimal untuk setiap obat telah tercapai pengobatan harus dihentikan.

Demikian pula bila penyakit menjadi progresif atau performance status menjadi amat berkurang dan tidak kembali ke keadaan sebelum kemoterapi.

Efek samping dari kemoterapi :

Keletihan dan kelemahan

Kehilangan selera makan

Mual dan muntah

(31)

Rambut rontok

Ketidakjelasan dalam berpikir, masalah memori (chemo brain) Efek samping lain dari agen kemoterapi meliputi:

Resiko infeksi

Iritasi kulit, kuku pecah-pecah

Ruam

Reaksi alergi

Sakit mulut

Diare

Sembelit

Kecenderungan berdarah dan mudah memar

Retensi cairan

Masalah kandung kemih

Mati rasa di tungkai

Ketidaksuburan

Demam atau menggigil

Anemia

1.5 HUBUNGAN KEMOTERAPI TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PASIEN KANKER PARU

Secara umum toksisiti akibat kemoterapi dikelompokkan pada toksisiti hematologi dan non-hematologi. Masing-masing obat mempunyai efek samping yang berbeda sesuai dengan farmakokinetik dan farmakodinamik obat itu. Efek samping kemoterapi berdampak pada status gizi meliputi anoreksia, mual, muntah, kenyang awal dan mukositis. Kemunduran nutrisi selama kemoterapi jika tidak ditangani dapat menyebabkan gangguan dan penundaan pengobatan.

Kesulitan menelan yang dihasilkan dapat mengganggu asupan nutrisi dan status gizi. Penurunan berat badan dan status gizi yang menurun telah diidentifikasi sebagai variabel prognostik negatif untuk bertahan hidup dan memiliki dampak langsung terhadap efektivitas perawatan kanker. Status gizi buruk juga dikaitkan dengan penurunan kualitas hidup (Jusuf et all., 2009).

(32)

Penurunan berat badan pada pasien yang lebih dari 20 % dapat meningkatkan toksisitas dan mortalitas selama terapi. Penurunan berat badan yang terus menerus akan dapat mengakibatkan malnutrisi pada pasien dimana akan berakibat pada penurunan proses penyembuhan pada pasien, pasien juga mengalami penurunan sistem imun akibat kurangnya asupan gizi yang dapat mengakibatkan pasien rentan untuk terkena infeksi atau penyakit yang lain.

Penurunan berat badan juga mengakibatkan penurunan toleransi terhadap kemoterapi. Hal ini dapat mengakibatkan pasien dapat tidak melanjutkan kemooterapi dan akhirnya membutuhkan waktu perawatan yang lebih lama.

Selain itu penurunan berat badan ini juga berpengaruh pada prognosis pasien ini kedepannya. Dimana seperti pada penelitian sebelumnya ditemukan bahwa pasien dengan penurunan berat badan yang besar memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan pasien dengan penurunan berat badan sedikit (Lu-Jun et all.2013)

(33)

1.6 KERANGKA TEORI

Kerangka teori menggambarkan seluruh tinjauan pustaka dalam bentuk skema sehingga seluruh landasan penelitian dapat tergambar dengan jelas.

Berdasarkan landasan teori di atas maka kerangka teori dari penelitian ini adalah:

Gambar 2.2. Kerangka Teori Penelitian.

- Etiologi - Epidemiologi - Klasifikasi - Histopatologi - Stadium

- Gambaran Klinis - Diagnosis

- Penatalaksanaan Kanker Paru

Terapi dengan Kemoterapi

Keuntungan : Meregresi dan mematikan

sel – sel tumor

Kerugian : anoreksia, mual, muntah,mukositis

Terjadinya penurunan berat badan pada penderita

Mempengaruhi asupan oral penderita

(34)

1.7 KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Variabel bebas Variabel Tergantung

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian.

Indeks Massa Tubuh Pasien Kanker Paru Sebelum dan Setelah

Kemoterapi Penderita Kanker Paru

yang mendapat kemoterapi

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian analitis yaitu melihat perubahan indeks massa tubuh pada pasien kanker paru sebelum dan sesudah kemoterapi. Desain penelitian ini adalah cross sectional, yaitu melakukan observasi terhadap data indeks massa tubuh pasien dalam satu kali pengamatan melalui rekam medis.

3.2 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan.

3.3 WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di bulan Agustus – September 2017.

3.4 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.4.1 Populasi Penelitian

3.4.1.1 Populasi Target

Populasi Target penelitian ini adalah data indeks massa tubuh semua penderita yang didiagnosis kanker paru dan menjalani kemoterapi.

3.4.1.2 Populasi Terjangkau

Merupakan bagian populasi umum yang dapat dijangkau oleh peneliti.

Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah data indeks massa tubuh semua penderita yang didiagnosis kanker paru dan menjalani kemoterapi di RSUP H Adam Malik Medan pada Januari 2015 hingga Desember 2016.

(36)

3.4.2 Sampel Penelitian 3.4.2.1 Teknik Sampling

Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik non- probability sampling yaitu consecutive sampling. Metode consecutive sampling yaitu metode penentuan sampel dengan cara semua subjek yang memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.

Sampel dalam penelitian ini adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Yang merupakan kriteria inklusi, yaitu :

 Pasien yang telah di diagnosis Kanker Paru stadium IIIB – IV

 Menjalani kemoterapi siklus ke – 1 hingga siklus ke - 3

 Memiliki data tinggi badan pasien

 Memiliki data berat badan pasien sebelum dan sesudah menjalani kemoterapi hingga siklus ke-3

Yang merupakan kriteria eksklusi, yaitu :

 Pasien tidak menjalani kemoterapi lagi sebelum siklus ke-3

 Tidak memiliki data berat badan yang lengkap hingga siklus ke – 3

3.4.2.2 Perhitungan Besar Sampel

Besar sampel minimum yang diperlukan dihitung dengan rumus analitis numerik berpasangan :

N =

𝑍 +𝑍 𝑆𝐷

𝑥 −𝑥 Keterangan :

N = besar sampel minimum Zα = deviat baku alfa = 1,96 Zβ = deviat baku beta = 1,28

S = standar deviasi dari selisih nilai antar kelompok 𝑋 − 𝑋 = selisih minimal rerata yang dianggap bermakna

(37)

Berdasarkan rumus di atas, besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :

N

=

𝑍 +𝑍 𝑆𝐷

𝑥 −𝑥

N

= , 6+ , , 6

,6

= 41,9 = 42

Dengan demikian besar sampel minimum yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebesar 42.

3.5 METODE PENGUMPULAN DATA

Jenis data yang dikumpukan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang didapat dari rekam medis pasien kanker paru yang menjalani kemoterapi di RSUP H Adam Malik Medan dari Januari 2015 hingga Desember 2016.

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(1)editing, dilakukan untuk pengecekan dan perbaikan dari data-data yang dikumpulkan.

(2)coding, yaitu mengubah data berbentuk huruf atau kalimat menjadi bentuk bilangan atau angka.

(3)entry, yaitu memasukkan data-data kedalam program atau software komputer.

(4)cleaning, yaitu pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan- kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan dan koreksi.

(5)saving, yaitu data disimpan dalam komputer sebelum dilakukan analisa.

(38)

3.6. METODE ANALISIS DATA

Data yang terkumpul kemudian diolah dan di analisis dengan bantuan program SPSS for windows. Hasil disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, tabel tabulasi silang, serta diagram sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui hubungan kemoterapi dengan penurunan Indeks Massa Tubuh pada pasien kanker paru di RSUP H.Adam Malik pada Januari 2015 hingga Desember 2016.

Analisis Univariat : Untuk menjelaskan dan mendeskripsikan karakteristik dari variabel penelitian.

Analisis Bivariat : Untuk melihat perbedaan antara variabel yang diteliti. Analisis statistik yang digunakan adalah statistik analitik berpasangan, dengan menggunakan uji T berpasangan. Dimana teknik ini digunakan untuk membuktikan perbedaan antara 2 variabel yakni Indeks Massa Tubuh pasien kanker paru sebelum dan sesudah kemoterapi.

3.7. VARIABEL DAN DEFENISI OPERASIONAL Variabel pada penelitian ini antara lain :

1. Pasien yang mendapatkan kemoterapi

a. Definisi operasional : Pasien yang terdiagnosis kanker paru dan mendapatkan pengobatan kemoterapi.

b. Cara ukur : Observasi c. Alat ukur : Rekam medik

d. Hasil ukur : Mendapatkan kemoterapi e. Skala ukur : Nominal

2. Indeks Massa Tubuh Sebelum Kemoterapi

a. Definisi operasional : Berat badan pasien kanker paru sebelum kemoterapi dibagi dengan tinggi badan kuadrat

b. Cara ukur : Observasi

IMT = Berat Badan kg Tinggi Badan m

(39)

c. Alat ukur : Rekam medik

d. Hasil ukur : Berat badan dibagi tinggi badan kuadrat e. Skala ukur : Ratio

3. Indeks Massa Tubuh Sesudah Kemoterapi

a. Definisi operasional : Berat badan pasien kanker paru sesudah kemoterapi dibagi tinggi badan kuadrat

b. Cara ukur : Observasi IMT = Berat Badan kg

Tinggi Badan m c. Alat ukur : Rekam Medik

d. Hasil ukur : Berat badan dibagi tinggi badan kuadrat e. Skala ukur : Ratio

(40)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengambilan data penelitian ini dilakukan pada bulan September 2017 di ruang penyimpanan rekam medis Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik (RSUP HAM) kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan.

Data yang diperoleh berdasarkan rekam medis pasien yang menderita kanker paru pada tahun 2015 - 2016 yang memenuhi kriteria penelitian berjumlah 100 orang. Distribusi frekuensi penderita kanker paru meliputi jenis kelamin, usia, pekerjaan, gejala klinis, stadium, klasifikasi histopatologi, berat badan.

Berikut ini diuraikan karakteristik individu penderita kanker paru :

• Jenis Kelamin

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)

Laki-Laki 77 77

Perempuan 23 23

Total 100 100

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa jumlah penderita kanker paru paling banyak ditemukan pada laki-laki yaitu sebanyak 56 kasus (76.7%) dan pada perempuan sejumlah 17 kasus (23.3%). Hal ini sesuai dari beberapa laporan penelitian serupa yakni Aisah, et all (2013), Pradhan, et all (2014), Rawat, et all (2009) yang menyatakan bahwa laki-laki lebih banyak menderita kanker paru dibanding perempuan. Hal ini dapat berhubungan dengan adanya faktor kebiasaan merokok yang lebih sering pada pria. Pada wanita, faktor resiko terjadinya kanker paru lebih sering diakibatkan karena menjadi perokok pasif dan asap dari kegiatan masak – memasak ( Behera D, et all 2005).

(41)

b. Usia

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Usia Umur Frekuensi Presentase (%)

36 – 45 9 9 46 – 55 23 23 56 – 65 52 52

> 66 16 16 Total 100 100.0

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan penderita kanker paru yang terbanyak adalah kelompok usia 56 - 65 tahun dengan jumlah 52 kasus (52%) dan yang paling sedikit adalah usia 36 - 45 tahun dengan jumlah 9 kasus (9%). Hal ini sesuai dengan penelitan Aisah, et all (2013), Pradhan, et all (2014), Rawat, et all (2009) yang menemukan hasil yang serupa yaitu penderita kanker paru terbanyak berada pada kelompok umur diatas 50 tahun. Berdasarkan distribusi umur, insidens kanker paru semakin meningkat seiring peningkatan umur seseorang.

Peningkatan umur menyebabkan akumulasi zat-zat karsinogenik dalam tubuh dan kerusakan genetik. Selain itu, peningkatan umur menyebabkan penurunan imunitas, penurunan perbaikan DNA, dan menyebabkan hilangnya regulasi sel yang memfasilitasi terjadinya karsinogenesis dalam tubuh.

c. Pekerjaan

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Pekerjaan Jenis Pekerjaan frekuensi Presentase (%)

Dosen 2 2

Guru 4 4

IRT 11 11

Nelayan 3 3

Pedagang 2 2

Pegawai Swasta 2 2

Pensiunan 8 8

(42)

Petani 28 28

PNS 8 8

Supir 5 5

TNI/POLRI 4 4

Wiraswasta 23 23

Total 100 100.0

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa kelompok pekerjaan yang paling banyak menderita kanker paru adalah petani sebanyak 28 kasus (28%), dan yang paling sedikit adalah pegawai swasta, pedagang dan dosen masing – masing sebanyak 2 kasus (2%). Situmeang B (2008) dalam penelitiannya juga menemukan hal yang sama dimana terdapat 49,1% penderita kanker paru berasal adalah petani. Dari sini dapat kita ketahui bahwa paparan bahan kimia merupakan faktor resiko terjadinya kanker paru dan juga karena kurangnya pengetahuan untuk memakai alat pelindung diri.

d. Stadium Klinis

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Stadium Klinis

Stadium Frekuensi Presentase (%)

III B 45 45

IV A 34 34

IV B 21 21

Total 100 100.0

Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pasien kanker paru dari stadium III B – IV B paling banyak adalah stadium klinis III B yakni 45 orang (45%), dan paling sedikit ditemui dalam stadium klinis IV B sebanyak 21 orang (21%).

(43)

e. Klasifikasi Histopatologis WHO

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Penderita Kanker Paru Berdasarkan Klasifikasi Histopatologi WHO

Jenis Sel Frekuensi Presentase (%)

Adenocarcinoma 69 69

Squamous Cell Carcinoma 24 24

Non Small Cell Carcinoma 2 2

Small Cell Carcinoma 3 3

Adenosquamosa 2 2

Total 100 100.0

Dari tabel 4.5 dapat kita ketahui bahwa berdasarkan gambaran klasifikasi histopatologi WHO pada pasien kanker paru, didapati kasus yang paling sering ditemui adalah Adenocarcinoma yaitu sebanyak 69 orang (69%) dan yang paling jarang ditemui adalah Non Small Cell Carcinoma dan Adenosquamosa yaitu sebanyak 2 orang (2%). Hal ini sejalan dengan penelitian Syahruddin, et all (2008) dan Haryati, et all (2013) yang menemukan Adenocarcinoma sebagai jenis sel kanker terbanyak di Indonesia.

f. Tinggi Badan Pasien Kanker Paru yang Menjalani Kemoterapi

Tabel 4.6 Frekuensi Tinggi Badan Pasien Kanker Paru Tinggi Badan Frekuensi Presentase (%)

< 155 cm 13 13.0

155 - 165 cm 56 56.0

> 165 cm 31 31.0

Berdasarkan tabel 4.6 pasien kanker paru yang menjalani kemoterapi, 56%

memiliki tinggi badan 155 – 165 cm, 31% memiliki tinggi badan >165 cm, dan 13% memiliki tinggi badan < 155 cm.

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti ini menggunakan desain fenomenologi yang bertujuan pada pasien kanker payudara di RSUP H Adam Malik medan untuk mengetahui pola hidup pada pasien

K esimpulan : Tidak ada hubungan yang signifikan antara lama hemodialisis dan perubahan indeks massa tubuh pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP

lengket atau susah lepas dari mukosa bukal.. Nor Azee Azwa Binti Kamarudin : Prevalensi Komplikasi Oral Akibat Kemoterapi Pada Pasien Kanker Di RSUP H. USU Repository © 2009. d)

Semoga karya tulis ilmiah yang berjudul ” Gambaran Indeks Massa Tubuh (IMT) pada Pasien Psoriasis Vulgaris di RSUP H.. Adam Malik Medan ” ini dapat memberikan peranan

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran indeks massa tubuh (IMT) pada pasien psoriasis vulgaris di RSUP H.. Adam Malik

Judul Tesis : HUBUNGAN PENINGKATAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN AXIAL LENGTH (AL) DAN ANTERIOR CHAMBER DEPTH (ACD) PADA PASIEN DENGAN KELAINAN REFRAKSI DI RSUP H ADAM

Massa Tubuh memiliki hubungan dengan kelainan refraksi, dimana pasien. dengan Indeks Massa Tubuh tinggi memiliki

Mengetahui karakteristik penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018. Mengetahui kecenderungan kunjungan penderita kanker paru rawat inap di RSUP Haji