PENERAPAN RME UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA SISWA KELAS IV SDN PATI WETAN 02 PATI
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
JURNAL
Disusun untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Rebecca Andita Putri Hapsari
202010015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
1
PENERAPAN RME UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA SISWA KELAS IV SDN PATI WETAN 02 PATI
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Rebecca Andita Putri Hapsari1
Sutriyono2 Erlina Prihatnani3
FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga, Jawa Tengah 50711
1Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIPUKSW, Email: [email protected]
2Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, Email: [email protected]
3Dosen Pendidikan Matematika FKIPUKSW, Email: [email protected]
Abstrak
Pembelajaran matematika yang tidak sesuai tahap Bruner serta rendahnya hasil belajar matematika siswa di SDN Pati Wetan 02 Pati menjadi dasar dilakukannya penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada materi operasi hitung pecahan bagi siswa kelas IV SDN Pati Wetan 02 Pati Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016 dengan menerapkan metode RME. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas dengan subyek siswa kelas IV SDN Pati Wetan 02 Pati. Desain PTK yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kemmis dan Mc Taggart. Penelitian ini dilaksanakan dengan dua siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes dan metode observasi. Kriteria ketuntasan individu adalah 70 adapun kriteria ketuntasan klasikal sebesar 75%. Penerapan metode RME pada siklus I diperoleh ketuntasan klasikal sebesar 54% dengan rata-rata nilai 66,5. Adapun pada pembelajaran siklus II, ketuntasan klasikalnya mengalami kenaikan menjadi 92% dengan rata-rata nilai 93. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa metode RME dapat meningkatkan hasil belajar pada materi operasi hitung pecahan pada siswa kelas IV SDN Pati Wetan 02 Pati. Berdasarkan hasil ini maka disarankan bagi guru yang mendapat permasalahan serupa untuk dapat menerapkan RME dalam pembelajaran.
Kata kunci: realistic mathematic education (rme), hasil belajar matematika, pecahan, ptk
PENDAHULUAN
Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua orang mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan menengah bahkan di beberapa jurusan pada perguruan tinggi. Semua orang perlu
mempelajari matematika karena
matematika adalah sarana untuk memecahkan masalah di kehidupan sehari-hari (Susanto, 2013).
Mulyono (2009) mengungkapkan bahwa matematika yang seharusnya menjadi alat
2
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Bloom dalam Sudjana (2010:22-31) membagi hasil belajar dalam tiga ranah atau aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Pengukuran hasil belajar dalam ranah kognitif dapat diungkap dengan tes tertulis, hasil belajar dalam ranah afektif dapat diungkap melalui skala sikap, sedangkan hasil belajar dalam ranah psikomotorik lebih dapat diungkap dengan tes tindakan (Rakhmat, 2001:69).
Hasil belajar masih menjadi suatu masalah dalam beberapa pembelajaran matematika. Permasalahan ini juga terjadi pada pembelajaran matematika siswa kelas IV di SDN PATI WETAN 02. Hasil belajar matematika untuk materi operasi hitung pecahan masih belum optimal. Hanya 10 siswa (30,7%) yang dinyatakan tuntas dari KKM yang ditetapkan yaitu sebesar 70.
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan (Purwanto, 1990 : 270). Salah satu faktor yang berasal dari luar diri siswa yang juga dapat memberikan pengaruh terhadap hasil belajar adalah model pembelajaran.
Model pembelajaran adalah suatu aktifitas mengorganisasi atau mengatur
lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar (Nasution, 2005). Pemilihan dan penggunaan model pembelajaran yang tidak tepat dapat berdampak pada rendahnya hasil belajar.
Hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2014 menunjukkan bahwa proses pembelajaran cenderung terpusat pada guru, siswa hanya mendengarkan dan mencatat hal-hal penting yang berasal dari penjelasan guru. Guru dalam mengajarkan matematika langsung ke dalam tahap abstrak. Contoh pada pembelajaran materi pecahan, tanpa menjelaskan apa makna dari , guru langsung memberikan kepada siswa soal
tentang pecahan. Siswa memang dapat mengerjakan penjumlahan pecahan dengan menyamakan penyebut, tetapi kenapa harus disamakan penyebut, siswa tidak mengetahuinya. Jadi masih terdapat siswa yang langsung menjumlahkan tanpa proses menyamakan penyebut.
Teori Bruner (Hawa, 2007) menyatakan bahwa dalam belajar matematika hendaknya melalui 3 tahap yaitu enaktif, ikonik dan simbolik. Lebih lanjut Bruner mengungkapkan bahwa pada tahap enaktif, siswa diajarkan dengan memanipulasi objek-objek secara langsung. Sedangkan tahap ikonik, anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek. Adapun tahap simbolik, merupakan tahap dimana anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.
Pelaksanaan proses pembelajaran matematika di SD hendaknya dilaksanakan dengan cara yang tepat sesuai dengan perkembangan siswa untuk mendapatkan pengetahuan. Salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan bahwa pengetahuan harus berawal dari sesuatu yang real dan menekankan pada materi berbasis pengetahuan sehari-hari adalah RME (Realistic Mathematics Education).
RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1971 oleh Institut Freudenthal (Tarigan,2006). RME menekankan bahwa pendidikan matematika harus dikaitkan dengan realita sehari-hari sesuai yang dapat dibayangkan oleh siswa (Sukardi, 2005). Realita artinya hal-hal yang nyata (kongret) yang dapat diamati atau dipahami siswa lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat siswa berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami siswa.
RME adalah pendekatan
3
(2001 : 3) menyebutkan bahwa ide ini berlandaskan asumsi bahwa semua orang memiliki ide dan konsep matematika yang berasal dari pengalaman sebelumnya dalam berinteraksi dengan dunia riil. Matematika realistik adalah pengajaran matematika yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
Marpaung (Budi, 2008)
mengungkapkan beberapa ciri pendidikan matematika realistik antara lain pembelajaran berpusat pada siswa, siswa dilatih untuk aktif berfikir dan berbuat, pembelajaran dimulai dari masalah-masalah yang nyata, siswa diberi kesempatan mengembangkan strategi belajarnya dengan berinteraksi dan bernegosiasi dengan kawan atau gurunya dan guru membantunya, siswa dibimbing pada pembentukan konsep penyelesaian permasalahan, serta guru hanya berperan sebagai fasilitator atau manager kelas.
Menurut Supinah dan Agus (2008), langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pendekatan RME yaitu tahap pertama memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang real bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna. Tahap kedua permasalahan yang diberikan harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut. Tahap ketiga siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan atau permasalahan yang diajukan. Tahap keempat pembelajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang
diberikannya, memahami jawaban
temannya (siswa lain), setuju terhadap
jawaban temannya, menyatakan
ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain, dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran.
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa pembelajaran RME dapat
meningkatkan hasil belajar matematika
siswa SD, diantaranya penelitian Caslam (2007), Nurmalita (2013) dan Nadhiroh (2010). Caslam (2007) telah memberikan data empirik bahwa RME dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SD Negeri Limbangan 03 pada materi Operasi Hitung pada Bilangan Pecahan. Adapun penelitian Nurmalita (2013) dan Nadhiroh (2010) masing-masing berhasil meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN 01 Rendeng dan siswa kelas III SD menjadi dasar dipilihnya RME sebagai upaya tindak lanjut untuk memperbaiki hasil belajar siswa kelas IV di SDN Pati Wetan 02 Pati. Penerapan model ini diharapkan dapat menciptakan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, penelitian ini diberi judul “Penerapan RME untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada siswa kelas IV SDN PATI WETAN 02 PATI”.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model yang mengacu pada teori Kemmis dan Taggart. Model ini terdiri atas empat tahap yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi (Arikunto, 2006 : 93). Tahap perencanaan yaitu rencana tindakan apa
yang akan dilaksanakan untuk
memperbaiki, meningkatkan atau
4
Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SDN PATI WETAN 02 dengan jumlah 27 siswa, terdiri dari 14 laki-laki dan 13 perempuan. Penelitian ini dilaksanakan pada pembelajaran matematika pada Standar Kompetensi “Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah” dengan Kompetensi Dasar “Menjumlahkan
pecahan”.
Sumber: Kemmis dan Taggart
Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi dan tes. Metode observasi digunakan untuk mengamati aktivitas guru dan perilaku siswa selama proses pembelajaran sedangkan metode tes digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa, yang dilakukan pada akhir setiap siklus. Analisis data dalam penelitian ini bersumber dari hasil tes siswa dan hasil pengisian lembar observasi guru.
Indikator keberhasilan belajar matematika siswa kelas IV Pati Wetan 02 Pati terdiri dari dua, yaitu: (a) ketuntasan perorangan, seorang siswa dikatakan tuntas apabila telah mencapai nilai minimal 70 (dalam skala 1-100) dan (b) ketuntasan klasikal, suatu kelas dikatakan tuntas apabila terdapat minimal 75% siswa masuk dalam kategori tuntas. Siklus pada penelitian ini akan berhenti ketika hasil
belajar telah meningkat dan mencapai kriteria ketuntasan klasikal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada pembelajaran matematika siswa kelas IV SDN PATI WETAN 02, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati dalam materi operasi hitung pecahan semester genap tahun pelajaran 2015/2016 melalui pembelajaran RME. Hasil penelitian tindakan kelas dari penerapan RME diuraikan dalam 4 bentuk tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan 2 siklus. Data yang diperoleh antara lain tentang data kondisi awal, data siklus I dan data siklus II. Siklus I dan II dalam penelitian ini masing-masing dilaksanakan 2 kali pertemuan. Berikut ini uraian dari tiap tahap dalam penelitian ini.
Kondisi Awal / Pra siklus
5
mengajarkan matematika langsung ke tahap abstrak, tanpa adanya upaya mewujudkan konsep abstrak kepada konsep yang lebih konkret sehingga lebih mudah diterima siswa.
Berdasarkan hasil observasi tersebut maka siswa diberikan 5 soal uraian yang mencakup indikator menjumlahkan dua pecahan biasa berpenyebut sama dan menjumlahkan dua pecahan biasa berpenyebut berbeda. Tujuan dari pemberian soal untuk mengukur hasil belajar siswa pada materi operasi hitung pecahan.
Pelaksanaan pengambilan data pra siklus ini dilakukan pada hari Senin, 7 Maret 2016. Hasil dari tes tersebut tidak memuaskan. Dari 26 siswa hanya 2 siswa yang dinyatakan tuntas sedangkan 24 siswa lainnya mendapat nilai di bawah KKM. Rata-rata nilainya hanya mencapai 44,2, dengan nilai tertinggi 85 dan nilai terendah 15. Hasil ini jauh dari KKM yang ditetapkan yaitu 70. Hasil tes pra siklus dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Tes Pra Siklus
Berdasarkan data tersebut, maka perlu dilakukan tindakan perbaikan salah satunya dengan cara memperbaiki proses pembelajaran yang sesuai dengan pelajaran terutama materi operasi hitung pecahan. Salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan siswa untuk mendapatkan pengetahuan dari sesuatu yang real pada materi berbasis pengetahuan sehari-hari adalah pendekatan RME. Oleh karena itu, dilakukan tahap siklus I dengan menerapkan pendekatan RME sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa hingga dapat mencapai ketuntasan klasikal.
Hasil Penelitian Siklus I a. Tahap Perencanaan
Hasil observasi sebelumnya didapat data bahwa dalam pembelajaran siswa tidak dilibatkan dalam pengetahuan yang real, siswa hanya diberi soal untuk mengerjakannya. Selain itu, metode ceramah tidak memberikan ruang yang cukup kepada siswa dalam pembelajaran untuk pengetahuan sehari-hari, maka pada tahap ini peneliti menyusun pembelajaran dengan pendekatan RME. Tahap perencanaan yang dilakukan dalam penelitian ini diawali dengan menetapkan kompetensi dasar serta menyusun rencana pelaksanaan untuk siklus I.
Rencana pembelajaran yang disusun berdasarkan karakteristik pendekatan RME. Sebagai bentuk penyajian masalah kontekstual, guru akan menunjukkan beberapa benda dengan panjang berupa bilangan pecahan. Selanjutnya guru akan menanyakan berapa jumlah panjang dari benda-benda tersebut. Berawal dari
permasalahan ini guru akan
merepresentasikan bilangan pecahan melalui media gambar arsir. Hal ini akan dilakukan sebagai bentuk upaya guru untuk menyatakan konsep abstrak penjumlahan pecahan ke dalam media gambar arsir sehingga diharapkan dapat membantu siswa untuk memahami konsep tersebut.
6
soal-soal pemecahan masalah terkait permasalahan kontekstual tentang penjumlahan pecahan dengan penyebut sama yang harus diselesaikan siswa baik secara gambar arsir maupun menggunakan konsep menjumlahkan pembilang. Lembar kerja untuk setiap kelompok berbeda.
Tidak hanya mengerjakan lembar kerja secara berkelompok, guru juga akan memberi kesempatan setiap kelompok untuk mempresentasikan di depan kelas. Hal ini bertujuan untuk lebih memberi kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran.
Tahap penutup, guru akan memberikan 2 permasalahan kontekstual kepada masing siswa untuk diselesaikan di rumah. Hal ini agar siswa dapat mendalami materi.
Selain merancang pembelajaran dengan pendekatan RME, peneliti akan menyusun instrumen-instrumen yang akan dipakai dalam penelitian ini. Instrumen terdiri dari lembar observasi dan tes hasil belajar. Lembar observasi digunakan untuk mengukur sejauh mana peneliti melakukan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) juga untuk mengukur aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Adapun tes akan digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa setelah mengalami proses pembelajaran siklus I.
b. Pelaksanaan Tindakan
Tahap berikutnya setelah tahap perencanaan adalah tahap tindakan. Pada tahap ini guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun pada tahap perencanaan. Penelitian ini dilaksanakan terhadap siswa kelas IV SDN Pati wetan 02 Pati. Ibu Siti Romchin, S.Pd.SD selaku guru kelas IV bertindak sebagai pengajar dalam pelaksanaan siklus I. Siklus I dilakukan dalam 2 pertemuan yang masing-masing terdiri dari 2 jam pelajaran. Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin, 7 Maret 2016 pada jam ke 4-5, sedangkan pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Kamis, 10 Maret 2016 pada jam 2-3. Pelaksanaan
pembelajaran dilakukan dalam tiga tahap yaitu kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir.
Pertemuan pertama pada awal pembelajaran guru menyapa siswa di kelas, mengabsen siswa dengan cara menanyakan apakah terdapat siswa yang tidak hadir. Selanjutnya guru menanyakan kabar siswa.
Langkah pembelajaran selanjutnya adalah penyampaian tujuan pembelajaran, yaitu menyelesaikan permasalahan sehari-hari tentang penjumlahan pecahan biasa dengan penyebut sama. Adapun sebagai apersepsi guru menuliskan bilangan
pecahan kemudian menanyakan
“Berapakah pembilangnya, berapakah penyebutnya dan bagaimana cara menggambar pecahan tersebut pada gambar arsir? ”Siswa menanggapi pertanyaan guru dengan menyebutkan berapa pembilang, penyebut dan gambar arsiran dengan benar. Langkah selanjutnya pada tahap eksplorasi, guru menunjukkan tali dengan ukuran
8 m,
8 m dan 8 m. Seperti apa yang telah
direncanakan, selanjutnya guru
menanyakan berapa panjang ketiga tali tersebut. Siswa hanya dapat menjawab
“dijumlahkan’’. Selanjutnya guru mulai
memberikan penjelasan konsep
penjumlahan pecahan dengan media gambar arsir. Guru menggambar seperti pada Gambar 2.
Guru memindahkan arsiran yang berwarna abu-abu, biru dan merah menjadi satu kedalam 8 kotak yang tidak berwarna
6 8
7
Langkah selanjutnya yang dilakukan guru adalah membagi siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari 6 kelompok, dimana setiap kelompok yaitu 4 siswa. Kemudian guru membagi Lembar Kerja kepada setiap kelompok. Lembar Kerja ini berisi 1 permasalahan kontekstual tentang penjumlahan pecahan dengan penyebut sama. Pada Lembar Kerja ini tertulis bahwa siswa harus menyelesaikan permasalahan tersebut lengkap dengan gambar arsir. Soal dalam Lembar Kerja ini beragam, setiap 2 kelompok mendapat Lembar Kerja dengan soal yang sama. Guru memberi waktu kepada kelompok untuk menyelesaikan selama ± 15 menit. Hasil contoh pekerjaan siswa dapat dilihat pada Gambar 3.
1. Arman dapat menyelesaikan tugasnya dalam waktu jam,
sedangkan Ryan jam. Berapa jumlah waktu Arman dan Ryan?
Jawab:
1.
+
=
Gambar 3. Salah satu hasil pekerjaan siswa
Setelah waktu habis, guru memilih secara acak kelompok yang akan presentasi. Saat itu soal kelompok 1 = kelompok 4, kelompok 2 = kelompok 5 dan kelompok 3 = kelompok 6 yang terpilih maju pertama adalah kelompok 1 dan guru melihat
kelompok 4 (yang juga mendapatkan soal yang sama) untuk mengecek kebenaran yang disimpulkan temannya. Hal yang sama dilakukan ketika kelompok 2 dan kelompok 3 terpilih untuk maju dan kelompok 5 dan kelompok 6 yang harus mengecek.
Tahap penutup, guru memberikan tugas rumah yang terdiri dari 2 soal realistik tentang penjumlahan pecahan dengan
penyebut sama. Guru juga
menginformasikan pembelajaran yang akan datang yaitu ulangan penjumlahan pecahan dengan penyebut sama.
Pertemuan kedua seperti pada pertemuan pertama pada pertemuan kedua, dalam pendahuluan guru juga menyapa siswa dikelas, mengabsen siswa dengan cara menanyakan apakah terdapat siswa yang tidak hadir. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu membahas tugas rumah tentang penjumlahan pecahan dengan penyebut sama.
Tahap selanjutnya yaitu guru membimbing siswa untuk membahas tugas rumah. Selanjutnya guru menanyakan konsep pecahan yang telah mereka pelajari, ketika masih ada siswa yang merasa kebingunganmaka guru kembali melakukan penjelasan singkat mengenai konsep pecahan. Guru membagikan lembar soal yang sama kepada setiap siswa dan setiap siswa diminta untuk mengerjakan soal ulangan secara individu selama 20 menit. Saat mengerjakan soal siswa tampak serius dan jujur dalam mengerjakannya.
Guru menutup pembelajaran dengan menyampaikan kepada siswa pada pertemuan berikutnya akan dibahas tentang penjumlahan pecahan dengan penyebut berbeda.
c. Observasi
8
aktivitas guru dan lembar aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Rekapitulasi hasil pengamatan aktivitas guru untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran realistic mathematics education dapat dilihat pada Tabel 2. Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa untuk kegiatan awal, kegiatan kelompok dan pelaksanaan RME masih pada kategori baik.
Tabel 2. Aktifitas guru
Hasil observasi guru Kriteria penilaian:
Aktivitas guru < 40% (Kurang) Aktivitas guru 40% - 60% (Cukup) Aktivitas guru 60% - 80% (Baik) Aktivitas guru > 80% (Sangat Baik).
Pada kegiatan awal guru telah mengingatkan kembali tentang bentuk pecahan sebelum pembelajaran RME dimulai. Adapun kegiatan kelompok guru kurang memperhatikan siswa yang tidak bekerja sama dalam kelompoknya. Guru menyampaikan pembelajaran dengan menggunakan soal cerita dalam latihan soal dengan baik.
Rekapitulasi hasil belajar siswa dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan data tiap siswa ditampilkan dalam bentuk diagram batang pada Gambar 1.
Tabel 3. Hasil Tes Siklus I
Berdasarkan nilai yang diperoleh siswa dari siklus I, ditemukan peningkatan hasil belajar dari pretest sebelumnya yaitu 14 siswa atau 54% tuntas dan 12 siswa atau 46% belum tuntas dari total 26 siswa. Hasil belajar pada siklus I belum mengalami ketuntasan klasikal, nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 37,5 dengan nilai rata-rata yang diperoleh adalah 66,5 dari nilai KKM 70.
Nilai Siklus I
Gambar 1. Grafik hasil tes siklus I
d. Refleksi
Berdasarkan penelitian siklus I, dapat diketahui bahwa ketuntasan hasil belajar siswa sudah mendekati KKM yaitu 70. Nilai rata-rata yang didapat pada siklus I adalah 66,5, siswa yang tuntas hanya 14 siswa dari 26 siswa dan siswa yang tidak tuntas 12 siswa, sehingga persentase siswa yang tuntas adalah 54%.
Berdasarkan hasil observasi, terlihat selama proses pembelajaran RME berlangsung, guru melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Untuk pembelajaran selanjutnya guru akan lebih memperhatikan siswa sehingga tidak ada siswa yang bermain sendiri dan berbicara dengan teman yang lain dalam pembelajaran RME.
Langkah yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu menyarankan kepada guru untuk memperhatikan siswa dan menegur
0
No. Indikator Persentase Ket.
9
siswa yang kurang memperhatikan pembelajaran. Pada saat latihan soal menggunakan soal cerita beberapa siswa mengerjakan dengan serius karena berkaitan dengan pengetahuan sehari-hari. Dengan demikian, pada siklus selanjutnya guru akan menjelaskan tentang penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda dan memberi sebuah soal cerita dalam mengerjakan soal siswamengerjakan secara individu.
Hasil Penelitian Siklus II a. Tahap Perencanaan
Berdasarkan refleksi dan hasil analisis yang telah dilakukan pada siklus I, penelitimenyusun perencanaan untuk pembelajaran pada silus II. Pada siklus I pelaksanaan pembelajaran RME, guru kurang jelas dalam menjelaskan konsep penjumlahan dengan alat bantu gambar arsir dan guru kurang memperhatikan siswa yang tidak bekerja dalam kelompoknya. Oleh karena itu, guru akan melakukan pembelajaran dengan mengatur kecepatan sesuai dengan kemampuan siswa dalam menerima pembelajaran. Selain itu, guru akan lebih memantau jalannya diskusi. Seperti hal pada siklus I, pada siklus II juga akan menggunakan lembar kerja untuk membantu proses pembelajaran. Namun demikian guru akan mengurangi dominasi saat pengerjaan lembar kerja tersebut. Pada tahap ini guru akan memberikan lembar kerja agar siswa dapat lebih aktif dalam pembelajaran RME.
Tahap perencanaan pada siklus II ini tidak beda dengan siklus sebelumnya yaitu peneliti juga menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dengan metode RME. Sebelum pembelajaran dimulai dengan tujuan untuk mengingatkan kembali materi sebelumnya siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Tahap pembelajaran untuk pertemuan pertama berdasarkan penerapan RME. Sebagai bentuk penyajian masalah kontekstual, guru akan menjumlahkan beberapa benda dengan panjang berupa bilangan pecahan
dengan penyebut berbeda. Selanjutnya guru akan menanyakan berapa jumlah panjang dari benda-benda tersebut. Berawal dari permasalahan ini guru akan mengajarkan penjumlahan pecahan dengan berpenyebut berbeda melalui media gambar arsir.
Penjumlahan bilangan pecahan dengan penyebut berbedadalam media gambar arsir menjadi sesuatu yang konkret sehingga akan lebih mudah diterima siswa. Setelah penggunaan gambar arsir guru bersama siswa akan memecahkan penjumlahan pecahan dengan penyebut berbeda yaitu menggunakan konsep menyamakan penyebut [ + = + ] guru tidak hanya akan melakukan kegiatan pembelajaran secara klasikal, guru juga akan mendesaian pembelajaran secara berkelompok. Hal ini dimaksudkan agar siswa memiliki kesempatan yang lebih luas untuk memahami penjumlahan pecahan dengan penyebut yang dengan cara berdiskusi dengan teman. Oleh karena itu, guru akan mempersiapkan lembar kerja untuk masing-masing kelompok. Lembar kerja ini berisi tentang soal-soal pemecahan masalah terkait permasalahan kontekstual tentang penjumlahan pecahan dengan penyebut berbeda yang harus diselesaikan siswa baik secara gambar arsir maupun menggunakan konsep menyamakan penyebut. Lembar kerja untuk setiap kelompok berbeda, tidak hanya mengerjakan lembar kerja secara berkelompok, guru juga akan memberi kesempatan setiap kelompok untuk mempresentasikan di depan kelas.
10
b. Pelaksanaan Tindakan
Setelah mengembangkan perencanaan maka pengajar melaksanakan tindakan perbaikan di kelas sesuai tahap perencanaan yang telah dibuat. Penelitian siklus II dilaksanakan dalam 2 pertemuan yang masing-masing terdiri dari 2 jam pelajaran. Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Jumat, 11 Maret 2016, sedangkan pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Sabtu, 12 Maret 2016 di kelas IV SDN PATI WETAN 02 PATI.
Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti yaitu menyelesaikan permasalahan sehari-hari tentang penjumlahan pecahan biasa dengan penyebut berbeda. Adapun sebagai apersepsi guru mengingatkan kembali konsep menjumlahkan pecahan yang berpenyebut sama untuk memperkuat pembelajaran pecahan yang berpenyebut berbeda.
Guru mengeksplor pengetahuan yang dimiliki siswa dengan membimbing siswa untuk menjawab pertanyaan dalam sebuah soal cerita pecahan yang berpenyebut berbeda.
Langkah selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari 6 kelompok, dimana setiap kelompok yaitu 4 siswa, selanjutnya guru membagikan lembar soal yang terdiri dari 1 soal kontekstual (setiap 2 kelompok mendapat soal sama) setiap kelompok diminta kerjasama selama ± 15 menit untuk menyelesaikan soal tersebut. Setiap kelompok dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dan benar, terdapat peningkatan dalam mengerjakan dengan berkelompok setiap siswa mampu berdiskusi sesuai dengan kelompoknya. Selanjutnya guru meminta 3 kelompok (mewakili kelompok dengan soal berbeda) untuk presentasi di depan kelas.
Tahap penutup, guru memberikan tugas rumah yang terdiri dari 2 soal realistik tentang penjumlahan pecahan dengan
penyebut berbeda. Guru juga
menginformasikan pembelajaran yang akan datang yaitu ulangan penjumlahan pecahan
dengan penyebut berbeda. Di akhir pertemuan, guru menutup pembelajaran dengan menyampaikan kepada siswa materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya, yaitu ulangan untuk penjumlahan pecahan dengan penyebut berbeda.
Seperti pada pertemuan pertama, pada pertemuan kedua dalam pendahuluan guru juga menyapa siswa di kelas, mengabsen siswa dengan cara menanyakan apakah terdapat siswa yang tidak hadir. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu membahas tugas rumah, ulangan dan membahas ulangan tentang penjumlahan pecahan dengan penyebut berbeda.
Tahap selanjutnya yaitu guru membimbing siswa untuk membahas tugas rumah. Selanjutnya guru menanyakan konsep pecahan yang telah mereka pelajari, jika masih ada siswa yang merasa
kebingungan maka guru kembali
melakukan penjelasan singkat mengenai konsep pecahan. Guru membagikan lembar soal yang sama kepada setiap siswa dan setiap siswa diminta untuk mengerjakan soal ulangan secara individu selama 20 menit, lalu guru membahas dan mengoreksi
soal ulangan, kemudian guru menanyakan “ Pada hari ini, apa yang kita pelajari?”.
‘Siswa menjawab dengan bersama dengan
benar’. Guru memberi kesempatan siswa
untuk bertanya mengenai yang belum jelas. Langkah pembelajaran selanjutnya yaitu penutup. Guru menanyakan ‘‘Apa
yang siswa pelajari hari ini?’’. Tujuan
11
c. Observasi
Observasi dilakukan dengan kegiatan pembelajaran, dalam penelitian ini tahap observasi dilakukan untuk memperoleh data bagaimana kegiatan belajar mengajar dalam pembelajaran realistic mathematics education. Data pengamatan berupa lembar aktivitas guru dan lembar aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Hasil pengamatan aktivitas guru dan aktivitas siswa siklus II untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran realistic mathematics education dapat dilihat pada Tabel 4.Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa untuk kegiatan awal, kegiatan kelompok dan pelaksanaan RME masih pada kategori baik.
Tabel 4. Aktifitas guru
No. Indikator Persentase Ket.
1. KegiatanAwal 77% Baik
Aktivitas guru < 40% (Kurang) Aktivitas guru 40% - 60% (Cukup) Aktivitas guru 60% - 80% (Baik) Aktivitas guru > 80% (Sangat Baik)
Pada kegiatan awal guru telah melaksanakan kategori dengan baik. Dilihat dari nilai yang didapat pada tiap aspek aktifitas guru selama proses pembelajaran terlihat adanya peningkatan pada siklus II namun masih kurang dalam membangun pengertian dan semangat tentang kelompok. Tetapi guru dapat menguasai pengetahuan sehari-hari dalam pembelajaran yang berbentuk realistic mathematics education dimulai. Dalam proses pembelajaran realistic mathematics educationdan menunjukkan kemampuannya secara maksimal dan kekurangan pada siklus I
telah diperbaiki dengan memperhatikan refleksi pada siklus I.
Adapun rekapitulasi hasil belajar siswa dapat dilihat pada Tabel 5 Adapun data tiap siswa ditampilkan dalam bentuk diagram batang pada Gambar2
Tabel 5. Hasil Tes Siklus II No. Kriteria Rentang
Berdasarkan nilai yang diperoleh siswa dari siklus II, ditemukan peningkatan hasil belajar yaitu 24 siswa atau 92% tuntas dan 2 siswa atau 8% belum tuntas dari total 26 siswa. Hasil belajar pada siklus II mengalami peningkatan nilai tertinggi drastis menjadi 100 dan nilai terendah 65 dari nilai KKM 70 dengan nilai rata-rata yang diperoleh adalah 93 jadi dapat diketahui dari hasil tiap siswa banyak mengalami ketuntasan karena nilai yang diperoleh siswa telah mengalami ketuntasan sesuai dengan KKM yang telah ditetapkan.
Nilai Siklus II
Gambar 2. Grafik hasil tes siklus II
12
Dari proses pembelajaran pada siklus II ini sudah semakin membaik, dimana siswa semakin terbiasa dengan pendekatan RME, walaupun masih terdapat beberapa siswa yang kurang aktif dalam diskusi kelompok. Dari uraian diatas, dapat dikatakan bahwa pada siklus II terdapat peningkatan sehingga mencapai kategori nilai baik.
Dari data di atas menunjukkan nilai rata-rata kelas pada siklus II sebesar 93 lebih besar dari siklus I yang hanya 66,5 dan persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 92% lebih besar dari siklus I hanya 54%, hal ini dapat diketahui dari hasil nilai tiap siswa mengalami ketuntasan sesuai dengan KKM yang telah ditentukan yaitu 70. Berdasarkan hasil tersebut, maka penelitian yang dilakukan pada siklus II mengalami keberhasilan. Peneliti tidak perlu lagi melakukan penelitian ke siklus berikutnya.
Perbandingan Hasil Belajar Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II
Hasil belajar siswa pada pra siklus masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai pretest yang belum mencapai KKM sebanyak 24 siswa dari 26 siswa. Penyebab rendahnya nilai siswa dikarenakan siswa kurang aktif dalam belajar. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan atau perbaikan dengan menerapkan metode pembelajaran RME dimana pembelajaran ini mampu meningkatkan hasil belajar matematika karena pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri.
Proses pembelajaran yang
berlangsung pada siklus I dan siklus II menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada setiap siklus. Hal ini dikarenakan siswa sudah terlibat
langsung dalam pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas pada setiap siklus menunjukkan bahwa pembelajaran RME telah berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. Perbandingan hasil belajar
pra siklus, siklus I dan siklus II dapat dilihat pada tabel 7 dan gambar 3.
Tabel 7. Perbandingan Siklus
Gambar 3. Grafik Perbandingan nilai siklus
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan RME dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi operasi hitung pecahan di kelas IV Semester 2 Tahun Ajaran 2015/2016 di SDN PATI WETAN 02 PATI. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan persentase ketuntasan klasikal dari pra siklus 8%, pada siklus I sebesar 54% dan pada siklus II sebesar 92%. Selain itu terdapat kenaikan rata-rata nilai kelas dari pra siklus 44,2, siklus I 66,5 dan pada siklus II 93.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
No. Kriteria Nilai
Jumlah Siswa Presentase
Pra I II Pra I II
1. T ≥ 70 1 14 24 8% 54% 92%
2. TT < 70 25 12 2 92% 46% 8%
13
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Marpaung, Y. 2001. Pendekatan Realistik
dan Sani dalam
Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma
Mc. Taggart, R dan Kemmis, S. 1990. The Action Research Planner.
Melbourne. Deakin
University.
Nasution, S. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Ngalim Purwanto. (1990). Psikologi Pendidikan. . Bandung : Remaja Rosdakarya
Rakhmat, Djalaludin. 2001. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakary
Sudjana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Suharta, I Gusti Putu. 2001. Pembelajaran Pecahan dalam matematika realistik. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta
Sukardi. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara
Supinah dan Agus. 2008.
Langkah-langkah Pendekatan
Matematika Realistik. http://www.Papantulisku.co m/2011/12/konsepsi-dan-
langkah-langkahpendekatan.html
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Tarigan, Daitin. 2006. Pembelajaran Matematika Realistik.
Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional
Direktorat Jendral