• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Karakterisasi dan Skrining Fitokimia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca ABB) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Karakterisasi dan Skrining Fitokimia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca ABB) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Pisang bisa disebut sebagai tanaman serba guna. Bagian bawah tanaman,

yaitu bonggol pisang, dapat dijadikan sebagai sumber bibit untuk perbanyakan

tanaman pisang. Batang pisang merupakan batang semu yang bisa dijadikan

pakan ternak. Daun pisang bisa dijadikan sebagai pembungkus makanan. Bunga

pisang yang disebut jantung pisang dapat diolah menjadi sayur yang enak. Kulit

buah pisang dijadikan sebagai pakan ternak. Bagian buah pisang yang paling

banyak dimanfaatkan sebagai buah yang langsung dimakan atau ada yang diolah

menjadi pisang rebus, kolak pisang, kripik pisang, pisang goreng, dan lain-lain

(Kaleka, 2013).

2.1.1 Klasifikasi tanaman pisang

Hasil identifikasi pisang kepok dari Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi

LIPI Bogor Herbarium Bogoriense sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Suku : Musaceae

Genus : Musa

Jenis : Musa x paradisiaca ABB

(2)

Tanaman pisang merupakan tanaman herba tahunan yang mempunyaisistem

perakaran dan batang di bawah tanah. Pohon pisang berakar rimpang

yangberpangkal pada umbi batang. Batang yang berdiri tegak di atas tanah

danterbentuk dari pelepah daun yang saling menelungkup dan disebut batang

semu.Tinggi batang semu berkisar antara 3,5 – 7,5 meter (Satuhu dan Supriyadi

2000).

Daun pisang letaknya tersebar. Helaian daun berbentuk lanset memanjang

dan mudah sekali robek oleh hembusan angin yang keras karena tidak

mempunyaitulang-tulang pinggir yang menguatkan lembaran daun. Bunga

berkelamin satu,berumah satu dan tersusun dalam tandan. Daun pelindung

berukuran panjang 10 –25 cm, berwarna merah tua, berlilin, dan mudah rontok.

Bunga tersusun dalamdua baris yang melintang. Bakal buah berbentuk persegi,

sedangkan bunga jantantidak ada. Setelah bunga keluar, bunga membentuk sisir

pertama, kedua danseterusnya (Satuhu dan Supriyadi, 2000).

2.1.3 Syarat tumbuh

Syarat tumbuh tanaman pisang berhubungan dengan tanah sebagai media

tumbuh, unsur hara, cahaya matahari, dan air. Tanaman pisang memiliki sistem

perakaran yang dangkal. Agar pertumbuhannya optimal, dibutuhkan lapisan tanah

atas yang subur, gembur, dan banyak mengandung bahan organik. Penambahan

pupuk kandang akan memperbaiki stuktur tanah dan menyuplai unsur hara N, P, S

dan memperbaiki kemampuan tanah untuk menahan atau menyimpan air (Kaleka,

2013).

Faktor yang mempengaruhi syarat tumbuh adalah iklim. Tanaman pisang

tumbuh baik di daerah tropis. Tipe iklim yang sesuai adalah iklim basah sampai

(3)

yang baik untuk pertumbuhan tanaman pisang berkisar antara 18-35°C (Kaleka,

2013).

2.1.4 Klasifikasi

Berdasarkan manfaatnya bagi kepentingan manusia, pohon pisang

dibedakan menjadi pisang serat, pisang hias, dan pisang buah. Pada pisang serat

yang dimanfaatkan serat batangnya untuk pembuatan tekstil. Pisang hias ditanam

sebagai hiasan, misalnya pisang kipas. Sedangkan pisang buah ditanam dengan

tujuan untuk dimanfaatkan buahnya dan juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai

macam makanan olahan seperti kripik, sale pisang, pisang goreng, kolak pisang,

dan lainnya (Sunyoto, 2011).

Pisang yang tujuannya untuk dimanfaatkan buahnya, dapat dibedakan yaitu

buah yang dapat dimakan langsung setelah matang, misalnya pisang mas, pisang

raja, pisang ambon, pisang barangan. Buah pisang yang dapat dimakan setelah

diolah terlebih dahulu dengan cara direbus atau digoreng, misalnya pisang tanduk,

pisang kepok, pisang raja. (Kaleka, 2013).

Berdasarkan jenisnya, tanaman pisang yang selama ini dikenal

olehmasyarakat dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu Musa acuminatae, Musa balbisiana dan hasil persilangan alami maupun buatanantara

Musa acuminata dan Musa balbisiana. Musa acuminatamemiliki ciri umum tidak ada biji dalam buahnya. Musa acuminata disandikan AA, sedangkan untuk triploiddisandikan AAA. Contoh kultivar pisang yangtermasuk dalam kelompok

(4)

di masyarakat diantaranyaadalah pisang Klutuk Awu dan pisang Kluthuk Wulung

(Sumardi dan Wulandari, 2010).

Persilangan alami maupun buatan dari Musa acuminata dengan Musa balbisiana yang disebut Musa paradisiaca. Contohnya adalah Musa x paradisiaca

cv Kepok (ABB genom), Musa paradisiaca cvRaja nangka (AAB genom) and

Musa paradisiaca cv Kluthuksusu (ABB genom). (Sumardi dan Wulandari, 2010).

2.1.5 Kandungan gizi

Buah pisang merupakan bahan pangan yang penting bagi manusia. Pisang

memiliki nilai gizi tinggi terutama vitamin, pati, serta gula dan merupakan sumber

vitamin, mineral, dan energi bagi masyarakat dengan harga relatif murah

(Kaleka, 2013). Pada Tabel 2.1 dibawah ini diuraikan komposis kandungan gizi

buah pisang kepok per 100 g.

Tabel 2.1 Komposisi kimia pisang kepok per 100 g bahan

Komposis kimia Jumlah

Air (g) 70

Sumber: Satuhu dan Supriyadi (2000).

(5)

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa

bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati,

simplisia hewani, dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah

simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan

(Ditjen POM, 2000).

2.2.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian

semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa

diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi standar yang telah ditetapkan

(Ditjen POM, 1995).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat aktif dengan menggunakan pelarut

yang sesuai. Menurut Ditjen POM (2000) metode ekstraksi dengan menggunakan

pelarut dapat dibagi kedalam dua cara, yaitu:

a. Cara dingin, yaitu:

1. Maserasi, adalah proses pengekstraksian simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip

metode pencapaian konsentrasi pada kesetimbangan. Maserasi kinetic

berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi

berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan

penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

2. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

(6)

ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi

antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus

menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali

bahan.

b. Cara panas

1. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses

pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses

ekstraksi sempurna.

2. Sokletasi, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3 Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara

umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

4 Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangans air mendidih, temperatur terukur

90°C) selama 15 menit.

5 Dekok, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30

menit.

2.3 Uraian Saluran Pencernaan Manusia

Sistem gastrointestinal merupakan pintu gerbang masuknya zat makanan,

vitamin, mineral, dan cairan ke dalam tubuh. Protein, lemak, dan karbohidrat

(7)

usus halus. Hasil pencernaan vitamin, mineral, dan air menembus mukosa dan

masuk ke dalam limfe atau darah (penyerapan). Pencernaan zat makanan

melibatkan kerja sejumlah besar enzim pencernaan yang dibantu oleh asam

klorida yang disekresi oleh lambung dan empedu yang disekresi oleh hepar

(Ganong, 2008).

Saluran cerna berfungsi untuk menyerap zat makanan, zat-zat penting,

garam dan air serta mengekskresi bagian makanan yang tak diserap dan sebagian

hasil akhir metabolisme. Dengan proses pencernaan yaitu proses penguraian

dengan bantuan enzim, diubah protein, karbohidrat dan lemak, menjadi bentuk

yang dapat diserap (Mutschler, 1991).

Makanan dicerna menjadi bubur (chimus) di dalam lambung yang kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim

pencernaan. Setelah zat-zat gizi diabsorpsi oleh villi ke dalam darah, sisa chimus

yang terdiri dari 90% air dan sisa makanan yang sukar dicernakan, diteruskan ke

usus besar (kolon). Bakteri-bakteri yang biasanya selalu berada disini (flora)

mencernakan lagi sisa-sisa (serat-serat) tersebut, sehingga sebagian besar dari

padanya dapat diserap pula selama perjalanan melalui usus besar. Airnya juga

diserap kembali, sehingga lambat laun isi usus menjadi lebih padat dan

dikeluarkan dari tubuh sebagai tinja (Tan dan Kirana, 2007).

2.3.1 Lambung

Makanan dicerna dalam lambung, tercampur dengan asam, mukus, dan

pepsin, kemudian dikeluarkan ke dalam duodenum dengan kecepatan yang stabil

dan terkendali. Mukosa lambung banyak mengandung kelenjar. Di daerah pilorus

(8)

fundus, kelenjar juga mengandung sel parietal yang mensekresikan asam klorida

dan sel peptik yang mensekresikan pepsinogen. Sekret-sekret ini bercampur

dengan mukus (Ganong, 2008).

Apabila makanan masuk ke lambung, fundus dan bagian atas korpus akan

melemas dan mengakomodasi makanan dengan sedikit peningkatan tekanan.

Peristaltik kemudian dimulai di bawah korpus yang mencampur dan

menghaluskan makanan serta memungkinkan makanan dalam bentuk setengah

cair mengalir sedikit demi sedikit melalui pirolus dan memasuki duodenum

(Ganong, 2008).

2.3.2 Usus halus

Di usus halus, isi usus tercampur dengan sekresi sel-sel mukosa, getah

pankreas, dan empedu. Pencernaan yang dimulai dari mulut dan lambung,

diselesaikan di lumen dan sel-sel mukosa usus tempat produk pencernaan diserap,

bersamaan dengan sebagian besar vitamin dan cairan. Dalam usus halus terdapat

sekitar 9 liter air setiap hari yang terdiri dari 2 liter dari makanan dan 7 liter dari

sekresi saluran cerna, tetapi hanya 1-2 liter yang sampai ke kolon. Sel mukosa di

usus halus yang disebut dengan enterosit, memiliki sejumlah besar mikrovili yang

menutupi permukaan apikalnya. Di dalam mikrovili ini banyak terdapat enzim

(Ganong, 2008).

Usus halus terdiri atas duodenum, jejenum, dan ileum. Bagian pertama

duodenum terkadang disebut duodenal cup atau bulb. Daerah ini menerima isi lambung yang bersifat asam yang mengalir melalui pilorus. Berdasarkan

kesepakatan, 40% bagian atas usus halus sebelah distal duodenum disebut

jejenum dan 60% sisanya disebut ileum walaupun tidak terdapat batasan anatomi

(9)

di kolon. Usus halus berukuran lebih pendek pada keadaan hidup dibandingkan

pada keadaan mati karena setelah kematian, otot di sebagian besar saluran cerna

melemas sehingga jarak yang diukur saat otopsi menjadi lebih panjang. Jarak dari

pilorus ke katup ileosekum pada manusia hidup dikatakan sepanjang 285 cm

(Ganong, 2008).

2.3.2.1Motilitas usus

Usus halus mencerna dan menyerap kimus dari lambung melalui

serangkaian kontraksi otot polos, yaitu peristaltik dan segmentasi. Pada peristaltik,

kontraksi ini merupakan respon refleks yang timbul bila dinding saluran cerna

teregang oleh isi lumen (kimus) dan terjadi di semua bagian saluran cerna mulai

dari esophagus sampai rektum. Kontraksi ini mendorong kimus ke arah usus

besar. Aktivitas peristaltik dapat meningkat atau menurun melalui input autonom

(Ganong, 2008).

Kontraksi segmentasi merupakan kontraksi berbentuk cincin yang muncul

dalam interval yang relatif teratur di sepanjang usus lalu menghilang dan

digantikan oleh serangkaian kontraksi cincin lain di segmen-segmen di antara

kontraksi-kontraksi sebelumnya. Kontraksi ini mendorong kimus maju mundur

dan meningkatkan pajanannya pada permukaan mukosa. Kontraksi segmentasi

dipicu oleh peningkatan lokal influx Ca2+ disertai gelombang peningkatan

konsentrasi Ca2+

Pada kontraksi segmentasi, memperlambat waktu transit di usus halus

sehingga waktu transit sebenarnya lebih lama pada keadaan kenyang daripada

keadaan puasa. Hal ini memungkinkan kimus berkontak lebih lama dengan

(10)

(peristaltic rush), tidak terjadi pada orang normal tetapi timbul pada usus yang mengalami obstruksi (Ganong, 2008).

2.3.3 Kolon

Fungsi utama kolon adalah penyerapan air, natrium, dan mineral lainnya

sehingga membuat tinja menjadi semi padat. Diameter kolon lebih besar daripada

diameter usus halus dan panjangnya sekitar 100 cm pada orang dewasa hidup dan

sekitar 150 cm pada saat otopsi. Bagian ileum yang terdapat katup ileosekum

menonjol sedikit ke dalam sekum sehingga peningkatan tekanan kolon akan

menutupnya sedangkan peningkatan tekanan ileum akan menyebabkan katup

ileosekum terbuka. Jadi, katup ini mencegah refluks isi kolon ke dalam ileum.

Katup ini tertutup dalam keadaan normal. Setiap kali gelombang peristaltik

mencapainya, katup ini terbuka sebentar dan memungkinkan sebagian kimus

ileum masuk ke dalam sekum (Ganong, 2008).

Kolon mengandung bakteri dalam jumlah besar. Bakteri yang terdapat di

kolon meliputi Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Bacteriodes fragilis. Sejumlah besar bakteri keluar melalui tinja (Ganong, 2008).E.coli adalah anggota flora normal usus. E.coli berperan penting dalam sintesis vitamin K, konversi pigmen-pigmen empedu, asam-asam empedu dan penyerapan zat-zat makanan.

Bakteri ini menguraikan zat organik dalam makanan menjadi zatanorganik, yaitu

CO2, H2

E.coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaanmeningkat atau berada di luar usus. E.coli menghasilkan enterotoksin yangmenyebabkan beberapa kasus diare. E.coli berasosiasi dengan enteropatogenikmenghasilkan enterotoksin pada sel epitel. Toksin yang dihasilkan

oleh E.coli merangsang sekresi Na

O, energi, dan mineral(Ganiswara, 1995).

+

(11)

Penyakit yang disebabkan oleh E.coli yaitu infeksi saluran kemih, diare, sepsis, dan meningitis (Jawetz et al., 1995).

2.4 Uraian Diare

Diare (berasal dari bahasa Yunani dan Latin: dia, artinya melewati dan

rheein yang berarti mengalir atau berlari) merupakan masalah umum untuk orang yang menderita pengeluaran feses yang terlalu cepat dan terlalu encer (Rang, et

al., 2007). Diare secara umum didefinisikan sebagai bentuk tinja abnormal (cair)

yang disertai dengan peningkatan frekuensi buang air besar yakni lebih dari tiga

kali per hari (Guerrant, et al., 2001).

Kandungan cairan merupakan penentu utama volume dan konsistensi

feses.Kandungan air umumnya 70% sampai 85% dari berat feses total.

Kandungan cairan feses menggambarkan keseimbangan antara sekresi air dan

elektrolit dan absorpsi di sepanjang saluran gastrointestinal.Diare merupakan

kondisi ketidak seimbangan absorpsi dan sekresi air dan elektrolit (Sukandar, dkk,

2008).Selama masa diare, terjadi peningkatan motilitas saluran cerna yang disertai

peningkatansekresi dan penurunan absorpsi cairan, yang mengakibatkan

kehilangan elektrolit (khususnya Na+

Pada diare infeksi, umumnya infeksi terdapat pada usus besar dan ujung

distal ileum. Dimanapun infeksi terjadi, menyebabkan mukosateriritasi dan

kecepatan sekresinya bertambah. Selain itu pergerakan dinding usus biasanya

meningkat. (Guyton, 1990). Diare yang disebabkan oleh kolera,toksinnya

langsung merangsang sekresi elektrolit dan cairan berlebihan pada ileum distalis

dan kolon. Jika sejumlah besar Na

) dan air (Rang, et al., 2007).

+

, K+, dan air keluar dari kolon dan usus halus

(12)

kardiovaskular, hipovalemia, dan akhirnya syok. Oleh karena itu, dasar

pengobatan yang penting adalah mengganti cairan elektrolit secepat

kehilangannya. (Guyton, 1990).

Terdapat 4 mekanisme patofisiologi yang mengganggu keseimbangan air

dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinya diare, yaitu:

1. Perubahan transport ion aktif yang disebabkan oleh penurunan absorpsi

natrium atau peningkatan sekresi klorida

2. Perubahan motilitas usus

3. Peningkatan osmolaritas luminal

4. Peningkatan tekanan hidrostatik jaringan(Sukandar, dkk., 2008)

2.4.1 Jenis-jenis diare

Berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan beberapa jenis diare sebagai

berikut:

a. Diare akibat virus yang disebabkan antara lain oleh rotavirus dan

adenovirus. Virus melekat pada sel mukosa usus dan menjadi rusak sehingga kapasitas absorpsi menurun dan sekresi air dan elektrolit

memegang peranan. Diare yang terjadi dapat bertahan terus sampai

beberapa hari setelah virus lenyap dengan sendirinya, biasanya dalam 3-6

hari.

b. Diare bakterial invasif (bersifat menyerbu). Kuman pada keadaan tertentu

menjadi invasif ke dalam mukosa, dimana terjadi perbanyakan diri sambil

membentuk toksin. Enterotoksin ini dapat diserap ke dalam darah dan

menimbulkan gejala hebat, seperti demam tinggi, nyeri kepala dan

kejang-kejang. Selain itu mukosa usus yang telah dirusak mengakibatkan mencret

(13)

E. coli spec, Shigella, Salmonella dan Campylobacter. Diare ini bersifat “self-limiting”, artinya akan sembuh dengan sendirinya dalam k.l. 5 hari tanpa pengobatan, setelah sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa

baru.

c. Diare parasit, akibat protozoa seperti Entamoeba hystolica dan Giardia lamblia, yang membentuk enterotoksin juga. Diare akibat parasit biasanya bercirikan mencret cairan yang intermiten bertahan labih lama dari satu

minggu. Gejala lainnya dapat berupa nyeri perut, demam, anoreksia, nausea,

muntah-muntah dan rasa letih.

d. Akibat penyakit, misalnya colitis ulcerosa, p. Crohn, Irritable Bowel Syndrom (IBS), kanker kolon, dan infeksi HIV. Juga akibat gangguan-gangguan seperti alergi terhadap makanan/minuman, protein susu sapi, serta

intoleransi untuk laktosa karena defisiensi enzim laktase.

e. Akibat obat, yaitu digoksin, kinidin, garam-Mg, litium, sorbitol, β-bloker,

ACE inhibitors, reserpin, sitostatik, dan antibiotik berspektrum luas. Semua

obat ini dapat menimbulkan diare “baik” tanpa kejang perut dan perdarahan.

Adakalanya juga akibat penyalahgunaan laksansia dan penyinaran dengan

sinar X (radioterapi).

f. Akibat keracunan makanan. Keracunan makanan didefinisikan sebagai

penyakit yang bersifat infeksi atau toksis dan diperkirakan atau disebabkan

oleh mengkonsumsi makanan tercemar. Penyebab utamanya adalah tidak

memadainya kebersihan pada waktu pengolahan, penyimpanan dan

distribusi dari makanan/minuman dengan akibat pencemaran meluas (Tan

(14)

Berdasarkan mekanisme patofisiologinya, pengelompokan diare secara

klinis, yaitu:

a. Secretory diarrhea, terjadi ketika zat meningkatkan sekresi atau mengurangi penyerapan air dalam jumlah besardan elektrolit. Zat yang menyebabkan

kelebihan sekresi termasukpeptida intestinal vasoaktif (VIP) merangsang

sekresi getah usus, tidak terserapnyalemak makanan, pencahar, hormon

(seperti secretin),racun bakteri, dan garam empedu yang berlebihan. Banyak

dariagen tersebut merangsang intraseluler adenosin monofosfat siklik

danmenghambat Na+/K+

b. Osmotic diarrhea, disebabkan oleh absorpsi zat-zat yang mempertahankan cairan intestinal (Sukandar, dkk., 2008).

-ATPase, yang menyebabkan peningkatan sekresi.

Selain itu, banyakmediator tersebut menghambat penyerapan ion secara

bersamaan. Puasa tidak mengubah volume tinja dalampasien (Spruill dan

Wade, 2005).

c. Exudative diarrhea, disebabkan oleh penyakit infeksi saluran pencernaan yang mengeluarkan mukus, protein atau darah ke dalam saluran

pencernaan(Sukandar, dkk., 2008).

d. Motilitas usus dapat berubah dengan mengurangi waktu kontak di usus

halus, pengosongan usus besar yang prematur dan pertumbuhan bakteri

yang berlebihan (Sukandar, dkk., 2008).

Berdasarkan waktu terjadinya, pengelompokan diare antara lain:

a. Diare akut

Diare ini berlangsung selama kurang dari dua minggu. Penyebabnya adalah

(15)

reaksi obat seperti magnesium yang terdapat pada antasida, antibiotik,

misoprostol, H2 reseptor bloker, dan proton pum inhibitor (Navaneethan

dan Giannella, 2011)

b. Diare persisten

.

Diare ini berlangsung selama dua sampai empat minggu. Diare persisten

merupakan kelanjutan dari diare akut, yang umumnya disebabkan karena

infeksi bakteri, virus, atau parasit (Navaneethan dan Giannella, 2011).

c. Diare kronik

Diare ini berlangsung selama lebih dari empat minggu. Penyebabnya adalah

irritable bowel syndrome (IBS), inflammatory bowel disease (IBD), kanker kolon, malabsorpsi lemak atau karbohidrat. karena penyakit kanker kolon

dan rektum atau penyakit yang berhubungan dengan gastrointestinal

(Navaneethan dan Giannella, 2011).

2.4.2 Obat antidiare

Penggolongan obat yang sering kali digunakan pada diare adalah:

1. Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yakni membrantas bakteri penyebab

diare seperti antibiotika, sulfonamida, dan senyawa kinolon (Tan dan

Kirana, 2007).

2. Obtipansia untuk terapi simtomatis yang dapat menghentikan diare. Ada

beberapa cara antara lain:

a. Obat antimotilitas

Dua obat yang dipakai secara luas untuk mengendalikan diare adalah

difenoksilat dan loperamid. Keduanya merupakan analog meperidin dan

memiliki efek seperti opioid pada usus, mengaktifkan reseptor opioid

(16)

asetilkolin dan menurunkan peristaltik. Efek samping termasuk rasa

mengantuk, kejang perut dan pusing. Karena obat ini dapat menyebakan

megakolon yang toksik, maka tidak digunakan pada anak-anak atau pasien

dengan kolitis berat (Mycek, 2001). Loperamid adalah opioid yang paling

tepat untuk efek lokal pada usus karena tidak mudah menembus ke dalam

otak. Oleh karena itu loperamid hanya mempunyai sedikit efek sentral dan

tidak mungkin menyebabkan ketergantungan (Neal, 2006). Waktu paruhnya

adalah 7-14 jam. Loperamid tidak diserap dengan baik melaui pemberian

oral dan penetrasinya ke dalam otak tidak baik. Sifat ini menunjang

selektivitas kerja loperamid. Sebagian obat diekskresikan bersama tinja.

Loperamid tersedia dalam bentuk tablet 2 mg dan sirup 1 mg/5 ml dan

digunakan dengan dosis 4-8 mg per hari (Dewoto, 2007).

b. Obat antikolinergik

Penggunaan agen antikolinergik untuk pengobatan diare didasarkan pada

kemampuannya untuk mengurangi motilitas saluran usus. Dosis efektif yang

digunakan untuk obat ini, setara dengan 0,6 sampai 1,0 mg atropin, terkait

dengan tingginya insiden efek samping. Agen antikolinergik memiliki

margin sempit dari segi keamanan, terutama pada anak-anak. Donnagel

merupakan produk antidiare yang banyak digunakan, yang mengandung

campuran alkaloid belladonna dan adsorben kaolin dan pektin

c. Obat adsorben

(Gerald,

1981).

Obat-obat adsorben seperti kaolin, pektin, norit yang diaktifkan (karbon

aktif) dan atapulgit, digunakan secara luas untuk mengendalikan diare.

(17)

mikroorganisme, atau dengan melapisi atau melindungi mukosa intestinal.

Obat-obat ini kurang efektif dibandingkan dengan obat-obat antimotilitas

dan dapat mengganggu absorpsi obat lain (Mycek, 2001).

d. Adstringensia

Obat yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin) dan

tannalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium (Tan dan Kirana, 2007).

3. Spasmolitika

Merupakan zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering

kali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin (Tan dan

Kirana, 2007).

4. Suplemen Zinc (Zn)

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc

dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi

epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang

mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian

diare.Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan

tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi

volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan

berikutnya (Black, et al., 2003).

(18)

Oleum ricini atau castor oil atau minyak jarak, berasal dari Ricinus comunis, suatu trigliserida ricinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Di dalam usus halus

minyak lemak terhidrolisis oleh enzim lipase menjadi gliserin dan asam risinoleat.

Asam risinoleat ini lah yang merupakan bahan aktif sebagai pencahar. Minyak

jarak juga sebagai emolien. Sebagai pencahar, obat ini tidak banyak digunakan

lagi karena banyak obat yang lebih aman. Minyak jarak menyebabkan kolik,

dehidrasi yang disertai gangguan elektrolit. Obat ini merupakan bahan

penginduksi diare secara eksperimental pada hewan percobaan (Tan dan Kirana,

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi kimia pisang kepok per 100 g bahan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar gula tertinggi pada varietas Kawali dengan penggunaan pupuk kandang ayam yaitu sebesar 12,13 o brix, sedangkan kadar gula

Iklan televisi McDonald’s versi Chicken Snack Wrap diteliti menggunakan analisis semiotik karena peneliti ingin menafsirkan simbol-simbol komunikasi yang terdapat

Setiap jenis siaran tersebut di rancang untuk mampu memberikan manfaat bangi penontonnya, baik berupa layanan informasi maupun kepuasan psikis tambahan informasi dan kepuasan

Dasar : Etika tersebut dapat dikatakan tidak baik karena tidak sesuai dengan nilai yang ada dalam Pancasila sila kedua yaitu ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’.. Perusahaan

Setelah mendapat keterangan serta mengetahui manfaat dan tujuan penelitian yang berjudul “ Hubungan usia penyapihan dengan status gizi pada Anak usia 6-24 bulan di Posyandu

Kombinasi yang paling baik ditemukan pada perlakuan perendaman dengan tingkat kematangan kuning pada alur dan punggung buah (A2B1) pada proses perkecambahan dan pertumbuhan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa stres psikologis pada pasien skizofrenia yang dirawat inap di RSJ Grhasia DIY paling banyak

dirongga paru, penurunan ekspansi paru, yang kedua Resiko hipotermi berhubungan dengan jaringan subkotis tipis, yang ketiga Ketidakefektifan nutrisi : kurang dari