• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 ANALISIS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI SIKLUS KONVERSI PT. MULIA KNITTING FACTORY (STUDI KASUS PERENCANAAN PRODUKSI ) YANG BERJALAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 3 ANALISIS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI SIKLUS KONVERSI PT. MULIA KNITTING FACTORY (STUDI KASUS PERENCANAAN PRODUKSI ) YANG BERJALAN"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

ANALISIS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI SIKLUS KONVERSI PT. MULIA KNITTING FACTORY

(STUDI KASUS PERENCANAAN PRODUKSI ) YANG BERJALAN

3.1. Gambaran Umum

3.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan

Sejarah awal berdirinya PT. Mulia Knitting Factory adalah merupakan perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas yang didirikan dengan akte notaris Mr. Rd. Soedja No. 230, tanggal 30 Juli 1955 dan ditetapkan melalui Menteri Kehakiman No.3A5/118/22 pada tanggal 28 Desember 1955. Kemudian diberitakan dalam Berita Negara No.27 Tahun 1956, yang berkali-kali diubah, ditambah dan terakhir dengan Akte Notaris Henk Limanov No 16 Tanggal 11 Januari 1984.

PT Mulia Knitting Factory pada awalnya didirikan pada tanggal 30 September 1955, perusahaan ini didirikan Bapak Phan Wan Shit dan Raden Udjer. Lokasi awal berdirinya perusahaan ini hingga tahun 1981, berlokasi di Jalan Aipda K.K. Tubun No.6 Jakarta Barat. Sejalan dengan waktu dan perkembangan perusahaan, kemudian pada tahun 1982 lokasi perusahaan dan plant pabrik dan juga kantor berpindah lokasi ke Jalan Daan Mogot KM 16, Jakarta Barat dengan luas ± 8300m² hingga saat ini dengan perluasan bangunan terus menerus.

PT Mulia Knitting Factory merupakan sebuah perusahaan keluarga yang bergerak didalam bidang insdustri tekstil perajutan di Indonesia dan merupakan yang

(2)

tetapi sejalan dengan perkembangannya, perusahaan dalam proses produksinya menjangkau tingkat terintegrasi mulai dari proses perajutan (knitting), pemutihan (bleaching), pencelupan dan penyempurnaan (finishing) hingga finishing di pakaian jadi (garment).

Tahun 1967 bisnis perusahaan dijabat oleh putranya, yaitu Bapak Max Mulyadi Supangkat dengan istrinya Ibu Surya Sutedja, lalu kemudian pada tahun 1979 dijabat hingga saat ini putra sulungnya, Bapak Henry S Supangkat yang melanjutkan dengan mengembangkan bisnis perusahaan. Saat ini Bapak Henry S Supangkat menjabat sebagai direktur utama (CEO) PT Mulia Knitting Factory, dimana Bapak Henry S Supangkat merupakan generasi ketiga yang mengelola bisnis keluarga ini. Digenerasi keempat, saat ini perusahaan dikelola oleh kedua anaknya Hanan Supangkat yang membenahi sistem distribusi dan operasi perusahaan dan Yvonne Supangkat yang membantu bidang keuangan finansial dan juga merancang infrastruktur teknologi informasi perusahaan

Pada tahun 1979, perusahaan mendapat bantuan modal untuk mengadakan perluasan dalam bidang produksi dan pemasarannya. Bantuan ini tidak lepas daripada bantuan pemerintah yang berupa bantuan kredit dari Bank Negara Indonesia 1946 (BNI’46). Dan dalam tahun itu pulalah, dengan peningkatan mutu produk yang dapat bersaing sejajar dengan produk garmen dari Hongkong, Taiwan dan Korea, perusahaan mencoba untuk memasuki pasar luar negeri yaitu Swedia, Perancis, Jerman dan juga Rumania dengan mencoba menerapkan ISO 9001 dibagian garmen ekspor sebagai langkah awal untuk menembus pasar dunia. Alhasil usaha-usaha yang telah dilakukan

(3)

perkembangan masa depan yang lebih cerah bagi pengembangan PT Mulia Knitting Factory.

Pada tahun 1977-1998, PT Mulia Knitting Factory mengalami kesulitan membangun pasar dalam negeri (lokal) sebagai akibat dari merosotnya nilai mata uang rupiah. Yang akhirnya pada saat itu PT Mulai Knitting Factory mulai mencoba untuk mengalihkan perhatian ke pasar ekspor, seperti Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat. Maka mulainya diekspor produk celana dalam pria dan produk garmen jadi ke Amerika Serikat seperti Jessy Benny, Boss, Tommy Hilfiger, Polo Ralph Lauren, Osh Kosh, Brue 33, Lee dan Calvin Klein. Pasar ekspor ini didapatkan melalui buying house di Hongkong dan Taiwan.

Pada awal mulanya perusahaan hanya memperkerjakan 183 orang karyawan tetapi kini sudah tercatat 1200 orang karyawan tetap dan subkontrak yang bekerja baik itu di plant pabrik maupun kantor, sehingga tampak, PT. Mulia Knitting Factory dengan padatnya modal namun juga padat karya yang secara otomatis menjadi asset nasional dan juga membuka lapangan kerja luas bagi masyarakat sekitar dan Indonesia.

3.1.2 Perkembangan Perusahaan

Pada awal mula berdirinya, fokus awal perusahaan adalah bergerak dalam usaha pemintalan kapas hingga menjadi benang (spinning) dan juga merajut benang menjadi kain grey (knitting). Tetapi dengan sejalan perkembangan jaman dan dorongan untuk mengembangkan usaha, maka perusahaan mulai melebarkan ruang lingkup produksinya dengan membagi perusahaan menjadi tiga divisi dimana terdiri dari perajutan (knitting),

(4)

pencelupan (dyeing), dan garmen. Kemudian perusahaan semakin berkembang dengan melakukan ekspansi bisnis dengan membangun proses manufaktur tekstil terpadu. Dalam masa ekspansif ini, bisnis Mulia Knitting Factory berkembang pesat dan dapat dikatakan PT Mulia Knitting Factory merupakan salah satu produsen pakaian dalam pria terbesar di tanah air dengan menguasai pasar sekitar 35 %.

PT Mulia Knitting Factory mempunyai suatu misi yaitu untuk menyediakan produk-produk dengan kualitas terbaik kepada pelangggannya. PT Mulia Knitting Factory mempunyai beberapa pasar untuk memasarkan produknya yaitu pasar domestik (untuk produksi pakaian dalam khususnya merek “Rider” dan “Swan”), pesanan pemerintah dan pasar ekspor ke Amerika dan Kanada (Osh Kosh, Lee, Antigua, Tommy Hilfiger, Phillip Van Heusen, Boss, Polo Kids dan lainnya), Eropa (Celio) dan Asia (Decade).

3.1.3 Misi Perusahaan

“Menyediakan produk berkualitas kepada konsumen” 3.1.4. Distributor Utama PT Mulia Knitting Factory

Dibawah ini merupakan distributor-distributor area utama dari PT Mulia Knitting disertai dengan wilayah-wilayah yang dibawahinya.

‐ PT Trans Nusantara Sejati Kalimantan Barat, Jabotabek

(5)

‐ PT Mulia Harapan Sentosa

Jawa Timur, Bali, Lombok, Kalimantan kecuali Kalimantan Barat, Papua, Sulawesi

‐ PT Mulia Prima Sentosa

Sumatera Utara (Padang, Pekanbaru, Batam), Aceh ‐ PT Mulia Megah Sentosa

Sumatera Selatan (Bengkulu, Palembang, Lampung) ‐ PT Inti Jaya

Jawa Tengah

3.1.5. Struktur Organisasi

PT Mulia Knitting Factory merupakan Perseroan Terbatas, karena kepemilikan sahamnya hanya diperuntukan bagi orang-orang dekat (keluarga) pendiri perusahaan saja dan tertutup bagi pengusaha luar maupun sekitarnya. Kedudukan tertinggi perusahaan berada ditangan dewan komisaris dan perusahaan di bagi menjadi lima fungsional atau departemen yang masing-masing dipimpin oleh seorang manajer.

(6)

DEWAN KOMISARIS DIREKSI SEKRETARIS PERUSAHAAN HUMAS MANAJER PERSONALIA MANAJER KEUANGAN MANAJER PEMASARAN MANAJER PRODUKSI BAGIAN PERSONALIA BAGIAN UMUM BAGIAN PEMBUKUAN BAGIAN PEMBENDAHARAAN BAGIAN KALKULASI ANGGARAN BAGIAN PEMBELIAN BAGIAN PENJUALAN BAGIAN GUDANG DAN TRANSPORTASI PPIC BAGIAN KNITTING BAGIAN BDF BAGIAN GARMENT BAGIAN PEMERIKSAAN DAN PERBAIKAN MANAJER HRD

Gambar 3.1 Struktur Organisasi PT Mulia Knitting Factory Sumber : PT Mulia Knitting Factory

(7)

Berikut adalah tugas dan wewenang masing-masing bagian dalam struktur organisasi yaitu sebagai berikut :

1. Dewan Komisaris

Merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dijabat oleh Dewan Komisaris akan memiliki kekuasaan untuk mengangkat dan memberhentikan direksi serta mengawasi direksi dalam mengelola perusahaan

2. Direksi (Direktur Utama)

Merupakan bagian yang melakukan perumusan kebijakan-kebijakan dan rencana-rencana usaha (strategis) yang akan diambil perusahaan. Selain itu direksi juga berwenang untuk menjalankan roda perusahaan, memutuskan persoalan penting dan mengawasi bagian-bagian dalam perusahaan. Dalam menjalankan seluruh tugasnya sehari-hari, Direktur Utama dibantu oleh seorang sekretaris, yang bertugas untuk membantu dalam mengawasi bagian-bagian yang berada dibawah tanggung jawabnya.

Tugas dan tanggung jawab serta wewenang seorang direksi adalah • Menjalankan roda perusahaan

• Memutuskan persoalan penting

• Mengawasi masing-masing bagian dalam perusahaan

3. Humas (Hubungan Masyarakat)

(8)

swasta ataupun pemerintah. Bagian ini juga menjalin hubungan baik dnegan perusahaan-perusahaan lain baik lokal maupun internasional

4. Manajer Personalia dan Umum

Merupakan orang yang bertanggung jawab atas bagian personalia dan umum. Membawahi kepala bagian personalia dan kepala bagian umum. Bertugas melakukan pengaturan dan pengawasan tugas para karyawan dan memberikan laporan baik bulanan ataupun tahunan yang diminta oleh direksi.

5. Manajer Pemasaran

Merupakan orang yang bertanggung jawab atas bagian pemasaran. Membawahi kepala bagian gudang dan transportasi, kepala bagian penjualan dan kepala bagian pembelian. Bertugas menyusun strategi pemasaran dan mengkoordinir seluruh program kegiatan penjualan dan pembelian, serta memberikan laporan bulanan ataupun tahunan yang diminta oleh direksi

6. Manajer Keuangan

Merupakan orang yang bertanggung jawab atas bagian keuangan. Membawahi kepala bagian kalkulasi anggaran, kepala bagian bendahara, dan kepala bagian pembukuan. Bertanggung jawab atas pengawasan serta analisa keadaan keuangan perusahaan dan memberikan laporan baik bulanan ataupun tahunan yang diminta oleh direksi berkaitan dengan bagiannya.

(9)

7. Manajer Produksi dan Teknik

Merupakan orang yang bertanggung jawab atas bagian produksi dan teknik. Membawahi kepala bagian perencanaan produksi, kepala bagian perajutan, kepala bagian Bleaching, Dyeing dan Finishing, kepala bagian garmen, kepala bagian pemeriksaan dan perbaikan. Bertugas melakukan pengawasan terhadap proses produksi secara keseluruhan mulai dari perajutan sampai pada packaging produk dan memastikan proses produksi telah berjalan sesuai dengan rencana produksi serta memberikan laporan yang diminta oleh direksi berkaitan dengan bagiannya.

8. Kepala Bagian Personalia

Suatu bagian yang membantu tugas direksi dalam menangani masalah personalia (tenaga kerja). Bagian ini berwenang untuk mengatur pelaksanaan masalah tata usaha atau kepegawaian dan pembayaran gaji atau upah, mencari tenaga kerja baru apabila dibutuhkan, dan bertanggungjawab atas penerimaan dan penempatan pegawai. Mencakup administrasi karyawan (pengurusan cuti, dan lainnya), pembinaan karyawan baru dan rekrutmen karyawan.

9. Kepala Bagian Umum

Merupakan suatu bagian yang membantu tugas direksi dalam menangani masalah umum. Bagian ini berwenang untuk mengatur administrasi dan pekerjaan umum seperti masalah keamanan, kebersihan, sopir, poliklinik dan perawatan bangunan

(10)

10. Kepala bagian Pembelian

Merupakan suatu bagian yang membantu tugas direksi dalam menangani pembelian bahan baku untuk produksi. Bertanggung jawab atas pembelian dan pengadaan bahan-bahan baku, bahan pembantu dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan produksi maupun nonproduksi serta berkewajiban membuat laporan pembelian bulanan untuk dilaporkan kepada direksi.

11. Kepala bagian penjualan

Merupakan suatu bagian yang membantu tugas direksi dalam menangani masalah pemasaran produk. Bertanggung jawab atas penjualan atau pemasaran dari hasil produksi serta pembuatan laporan penjualan untuk dilaporkan kepada direksi.

12. Kepala Bagian Gudang dan Transportasi

Merupakan suatu bagian yang membantu manajer dalam menangani masalah pemasaran produk jadi. Bertanggung jawab atas penerimaan, penyimpanan barang digudang sampai pada pengiriman barang jadi kepada pelanggan.

13. Kepala Bagian Kalkulasi Anggaran

Merupakan suatu bagian yang membantu manajer dalam menangani masalah keuangan perusahaan. Bertanggung jawab untuk menyusun kalkulasi harga pokok produksi dan menyusun anggaran pembelian barang untuk keperluan produksi dan lainnya.

(11)

14. Kepala Bagian Bendahara

Merupakan suatu bagian yang membantu manajer dalam menangani masalah keuangan perusahaan. Bertanggung jawab untuk menyediakan dana untuk semua anggaran dan bertanggung jawab atas pembayaran hutang kepada kreditur dan penerimaan pembayaran piutang maupun sumber kas lainnya.

15. Kepala Bagian Pembukuan (Accounting)

Merupakan suatu bagian yang membantu manajer dalam menangani masalah keuangan perusahaan. Bertanggung jawab untuk melakukan pembukuan arus kas masuk dan keluar (laporan keuangan) perusahaan

16. Kepala bagian perencanaan produksi (PPIC)

Merupakan suatu bagian yang membantu manajer dalam menangani masalah teknis proses produksi dalam perusahaan. Bertanggung jawab untuk melakukan perencanaan tahapan-tahapan produksi suatu produk

17. Kepala Bagian Perajutan

Merupakan suatu bagian yang membantu manajer dalam menangani masalah teknis proses produksi dalam perusahaan. Bertanggung jawab produksi hasil rajutan (knitting) benang menjadi sebuah kain hasil rajutan yang siap untuk tahapan produksi selanjutnya.

(12)

18. Kepala Bagian BDF

Merupakan suatu bagian yang membantu manajer dalam menangani masalah teknis proses produksi dalam perusahan. Bertanggung jawab akan tahap penyelesaian akan suatu produk kain yang meliputi proses bleaching (pembersihan kain hasil rajutan dari kotoran seperti lilin), dyeing (pewarnaan kain hasil rajutan sesuai pesanan), dan finishing (proses untuk membuat kain hingga siap diolah termasuk stenter atau pembelahan kain hasil rajutan)

19. Kepala Bagian Garmen

Merupakan suatu bagian yang membantu manajer dalam menangani masalah teknis proses produksi dalam perusahaan. Bertanggung jawab untuk memproduksi kain hasil rajutan hingga menjadi produk jadi seperti celana dalam, kaus oblong dan kaus singlet.

20. Kepala Bagian Pemeriksaan dan Perawatan

Merupakan suatu bagian yang membantu manajer dalam menangani masalah teknis proses produksi dalam perusahaan. Bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan dan perbaikan dari mesin-mesin produksi yang digunakan.

(13)

3.2. Proses Produksi dan Prosedur yang Sedang Berjalan

3.2.1 Proses Produksi

PT Mulia Knitting Factory merupakan sebuah perusahaan garmen yang sekaligus merangkap sebagai perusahaan tekstil. Perusahaan ini mengelola benang menjadi kain jadi yang dapat langsung di jual ke buyer ataupun juga mengelolanya lagi menjadi produk jadi berupa pakaian dalam dan baju. Jenis kain yang dihasilkan berupa single knit, interlock, lacoster, Rib 1x1, rib 2 x1, rib 2x2, rib 5x2

Jenis-jenis pakaian dalam yang dihasilkan berupa singlet pria dan celana dalam pria dengan berbagai macam ukuran, model dan warna. Merek yang digunakan oleh perusahaan untuk memasarkan produksinya adalah Rider dan Swan. Sedangkan baju yang dihasilkan sebagian besar untuk permintaan pelanggan luar negeri (untuk kebutuhan ekspor)

3.2.1.1. Bagian Garmen

Bagian garmen merupakan bagian lantai produksi yang melakukan kegiatan produksi akhir dari kain menjadi pakaian. Produk yang dihasilkan berupa baju, baju dalam, dan celana dalam. Target pasar penjualan produk ini berasal dari segala usia, mulai dari anak-anak sampai dewasa. Pada bagian garmen terdapat 2 subbagian yaitu :

1. Garmen Lokal

Pada subbagian garmen lokal melakukan kegiatan yang khusus memproduksi pakaian yang didistribusikan hanya untuk melayani permintaan dalam negeri.

(14)

maupun celana dalam. Barang-barang hasil produksi tersebut dijual dengan nama produk “RIDER”.

Untuk produksi pakaian dalam “RIDER” sendiri, sampai saat ini telah terdapat 67 jenis pakaian dalam yang diperuntukkan bagi mereka yang berumur 5-8 tahun, 20-35 tahun dan 35 tahun ke atas. Sebagian dari produk-produk tersebut sudah menggunakan anti bacteria yakni suatu terobosan terbaru yang ditambahkan pada pakaian saat pencucian kain yang membuat produk tersebut tahan terhadap pertumbuhan jamur selama pemakaian, melindungi dari polusi udara dan iritasi kulit

Beberapa produk yang dihasilkan untuk pasar lokal

a. R 123 B (singlet Rider) b. R 125 B (celana dalam Rider) c. R 224 B (kaos dalam Rider)

d. R 232 B (kaos dalam Rider) e. S 123 B (singlet Swan)

f. S 125 B (celana dalam Swan) b. Garmen ekspor

Merupakan bagian yang proses produksinya menghasilkan baju atau kaos untuk memenuhi permintaan dari pasar luar negeri (ekspor) dan hanya sebagian kecil

(15)

Proses produksi pada garmen lokal dan garmen ekspor pada umumnya adalah sama. Proses produksi dilakukan mulai dari pemotongan kain, penjahitan dan terakhir adalah packing, secara umum diuraikan sebagai berikut :

a. Cutting

Pada bagian cutting terdapat beberapa proses yang dilakukan pada kain sebelum di lakukan penjahitan. Pertama- tama, kain akan digelar untuk dilakukan penggambaran pola. Tujuan penggelaran kain dengan maksud untuk merapikan kain dan menyusun kain dalam bentuk tumpukan sehingga memudahkan dalam pemotongan. Pergelaran kain dilakukan di meja panjang yang telah tersedia dan menggelarkan kira-kira sebanyak 6 roll kain. Setelah itu dilakukan pengukuran terhadap kain agar dengan panjang kain tersebut dapat dibagi lagi. Setelah kain digelar, maka dilakukan penggambaran pola berdasarkan bentuk pola yang disediakan. Setelah itu, kain akan dipotong-potong per pola, yang selanjutnya dikirim ke work station pemotongan. Pada work station pemotongan, pemotongan kain dilakukan menggunakan mesin potong ataupun mesin potong manual (menggunakan tangan), operator yang menjalankan mesin tersebut harus menggunakan pengamanan pada tangan berupa sarung besi. Setelah dilakukan pemotongan, kain hasil pemotongan akan diikat per satu kartu premi

b. Sewing

(16)

mesin dan dapat digunakan untuk penjahitan semua produk pakaian dengan urutan proses yang berbeda pada masing-masing produk. Masing-masing mesin di operasikan oleh satu orang operator. Oleh karena itu, pada bagian sewing memerlukan banyak operator untuk masing-masing mesin. Barang jadi hasil penjahitan akan dilakukan pengecekan di bagian quality control dan diikat per satuan premi sebelum dikirim ke bagian packing.

c. Packing

Pada bagian packing, barang jadi akan disetrika sebelum dilipat dan dikemas. Mesin setrika digunakan untuk menyetrika singlet dalam ukuran kecil. Selain itu untuk ukuran besar digunakan setrika tangan. Setrika tersebut menggunakan uap, dengan tujuan untuk merapikan dan menghilangkan debu dan kotoran serta mematikan kuman pada pakaian. Setelah itu pakaian dilipat dan dimasukkan ke dalam kemasan yang telah ditempel dengan barcode dan size. Kemasan yang digunakan berupa kemasan plastik dan kardus. Produk dengan kemasan plastik akan dipacking per satuan kardus per lusin. Sedangkan untuk produk dengan kemasan kardus akan dipacking per satuan plastik per lusin. Dan selanjutnya dimasukkan ke dalam kardus besar dan setelah itu siap untuk didistribusikan. Pada bagian ini juga terdapat quality control untuk menginspeksi sebelum dilakukan packing.

(17)

Untuk mendukung proses produksi di bagian garmen digunakan mesin-mesin sebagai berikut : • Mesin cutting • Mesin merk • Mesin obras • Mesin som • Mesin bis • Mesin bartek • Mesin haso • Mesin cuci • Setrika 3.2.1.2. Quality Control

Pengendalian kualitas merupakan suatu sistem verifikasi dan penjagaan/perawatan dari suatu tingkatan/derajat kualitas produk/proses yang dikehendaki dengan cara perencanaan yang seksama, pemakaian peralatan yang sesuai, inspeksi yang terus menerus, serta tindakan korektif jika diperlukan. PT Mulia Knittting Factory merupakan salah satu perusahaan yang melakukan quality control pada setiap proses produksinya mulai dari perajutan di bagian knitting sampai pada packing di bagian garmen. Pada bagian garmen, quality control dilakukan pada subbagian. Pada

(18)

subbagian cutting, quality control dilakukan pada saat kain digelar di meja panjang. Penggelaran kain dilakukan sambil mencari defect pada potongan kain yang dijahit. Apabila ditemukannya defect maka akan dipisahkan untuk dilakukan proses perbaikan. Selain itu juga akan dilakukan proses pengecekan size dari produk, dalam ukuran S,M, dan L. Setelah proses sewing, selanjutnya dilakukan proses quality control pada bagian sewing akan dilakukan pengecekan seperti memotong kelebihan benang/kain, mengecek ulang ukuran dan pengecekan noda. Selanjutnya untuk finishing, akan dilakukan pengecekan secara total, dan apabila tidak ada defect, produk siap dipacking. Defect yang terjadi pada garmen ada yang dapat di rework dan ada yang tidak, tergantung pada jenis defect yang terjadi. Jenis defect secara garis besar dikategorikan sebagai berikut:

• Defect akibat bolong, produk cacat tidak dapat do rework, namun dapat dijual sebagai produk BS dengan harga yang lebih murah

• Defect akibat kotor atau bernoda, produk cacat dapat dibersihkan dengan menggunakan mesin pada bagian tersendiri di dalam lantai produksi di garmen.

• Defect akibat salah jahit, produk cacat dapat dirework. Produk cacat tersebut akan dibongkar jahitannya dan akan dijahit kembali.

(19)

3.2.2. Prosedur yang Sedang Berjalan

3.2.2.1. Prosedur Memulai Produksi

Berdasarkan data penjualan tiga tahun terakhir dari bagian marketing akan di sesuaikan kembali oleh PPIC dan ditambahkan dengan perkiraan promosi yang akan di lakukan tahun depan, PPIC membuat grand planning yang kemudian akan di cek dan di setujui oleh COO. Grand Planning yang telah disetujui akan diberikan kepada bagian garmen. Bagian garmen akan membuat production planning berdasarkan grand planning yang telah diberikan PPIC. Production Planning berisi detail jumlah produk yang akan di produksi per ukurannya.

Setelah membuat production planning, bagian garmen akan menginformasikan kebutuhan bahan selama sebulan kepada PPIC untuk menentukan kapasitas mesin di bagian knitting dan berapa jumlah benang yang dibutuhkan. Jika kebutuhan kain di bagian knitting tidak mencukupi, maka bagian garmen akan mengeluarkan Order Sheet sebagai permohonan pembuatan kain ke bagian knitting. Setelah selesai dirajut, bagian knitting akan mengirimkan bahan ke bagian Bleaching dan Finishing beserta surat jalan. Bagian garmen akan mengeluarkan Order Sheet ke bagian Bleaching dan Finishing untuk meminta pengerjaan pencelupan sesuai dengan nomor Order Sheet yang telah dikerjakan oleh bagian knitting.

Kain yang telah selesai dicelup dan finishing langsung diantar ke bagian garmen beserta surat jalan. Di bagian garmen, kain yang telah di antar akan di cek terlebih dahulu sebelum di gelar di mesin gelar. Bila terdapat defect, maka akan diberi tanda

(20)

Kain yang sudah digambar pola segera dipotong per kotak sebelum di potong sesuai bentuk pola singlet. Selesai di potong, kain dan kartu premi di kirim ke bagian sewing. Selesai di jahit, barang akan dikirim ke bagian finishing dengan kartu premi. Pada bagian finishing, barang akan dicek kembali. Jika ada defect yang berhubungan dengan jahitan dan dapat dirework maka akan di kembalikan ke bagian sewing. Defect akibat noda akan di cuci sedangkan defect yang tidak dapat dirework akan dipisahkan san dijual dengan harga yang lebih murah.

Bagian finishing akan meminta aksesoris ke bagian gudang apabila stok aksesoris dibagian finishing mencapai limit. Bagian finishing akan mengirimkan orang untuk mengambil aksesoris di gudang aksesoris. Bagian gudang akan mengeluarkan aksesoris dan surat jalan. Setelah selesai di packing, barang di kirim ke gudang barang jadi beserta surat jalan.

Setiap kepala bagian akan melaporkan hasil produksi dan pemakaian bahan kepada bagian garmen lokal. Dari laporan-laporan tersebut akan dibuatkan laporan hasil produksi dan pemakaian bahan secara keseluruhan kemudian diserahkan pada bagian akuntansi untuk perhitungan biaya produksi.

3.2.2.2. Prosedur Pengadaan Bahan

Bagian gudang aksesoris setiap minggunya akan memberikan laporan stok aksesoris ke bagian garmen. Bagian garmen akan mengecek stok apakah stok yang ada cukup untuk produksi saat itu. Bila tidak mencukupi, maka bagian garmen akan membuat permohonan pembelian kepada bagian purchasing. Dari permohonan

(21)

pembelian tersebut akan dibuat purchase order rangkap empat. yang kemudian diberikan ke bagian garmen untuk di cek dan ditandatangani. Purchase order yang sudah ditandatangani oleh bagian garmen akan diserahkan ke direksi untuk di setujui. Persetujuan yang diperlukan tergantung jumlah purchasing yang dilakukan. Setelah di setujui direksi, bagian purchasing akan mengirimkan purchase order ke supplier melalui fax.

Barang yang datang dari supplier akan dicek oleh gudang bersama dengan purchase order yang diberikan oleh purchasing. Barang yang masuk kemudian dicatat dalam laporan penerimaan barang dan diberikan kepada bagian purchasing dan accounting.

3.2.2.3. Prosedur Perhitungan Biaya Produksi

Laporan biaya produksi akan dibuat oleh bagian accounting berdasarkan laporan produksi dan pemakaian bahan bagian garmen lokal, laporan pemakaian bahan dan laporan biaya tenaga kerja bulanan yang diperoleh dari bagian bendahara.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada flowchart diagram dan rich picture prosedur penjualan kredit, retur barang dan penagihan yang berjalan berikut ini

(22)

PPIC 2 Grand Planning 1 1 Mulai Membuat Grand Planning 2 Grand Planning 1 N Memberikan Grand Planning ke COO untuk disetujui       Gambar 3.2. Flowchart Diagram PPIC  

     

(23)

Bagian Garmen

   

(24)

   

   

(25)

Mengecek Stok Aksesoris dengan Plan Production Stok Mencukupi? Membuat Permohonan Pembelian selesai 2 Permohonan 1 Pembelian 8 9 Laporan Stok Aksesoris Per Minggu YA TIDAK N   Gambar 3.3 Flowchart Bagian Garmen

           

(26)

Bagian Knitting 2 OS 2 Melakukan Produksi Membuat Surat Jalan 2 Surat Jalan 1 Bersama Barang Gudang Buffer N  

Gambar 3.4 Flowchart Bagian Knitting  

(27)

Bagian Bleaching dan Finishing 3 OS 3 Mengambil barang digudang buffer Melakukan Proses Produksi Membuat Surat Jalan 2 Surat Jalan 1 4 N   Gambar 3.5 Flowchart Bagian Bleaching dan Finishing  

(28)

Gudang Aksesoris Daftar aksesoris Menyiapkan barang Membuat Nota Pengeluaran Barang 4 3 2 Nota Pengeluaran 1 Barang 6 Bersama barang kurir Garment 7 Membuat Laporan Stok Aksesoris Mingguan 8 Nota Pengeluaran 2 Barang Laporan stok aksesoris mingguan Mencatat stok 7            

(29)

Gudang Aksesoris

  Gambar 3.6 Flowchart Bagian Gudang Aksesoris

         

(30)

Bagian Purchasing

  Gambar 3.7 Flowchart Bagian Purchasing

(31)

Bagian Payroll

  Gambar 3.8 Flowchart Bagian Payroll

                     

(32)

Bagian Accounting 5 11 Laporan Produksi Laporan Pemakaian Bahan Biaya Tenaga Kerja Laporan Harga Pokok Produksi Melaporkan kepada COO dan CFO Selesai   Gambar 3.9 Flowchart Bagian Accounting

(33)

    Gambar 3.10 Rich Picture Proses Bisnis Berjalan-Overview

(34)

  Gambar 3.11 Rich Picture Proses Produksi Singlet Rider R123B

(35)

$$

  Gambar 3.12 Rich Picture Prosedur Pengadaan Bahan

(36)

  Gambar 3.13 Rich Picture Prosedur Pelaporan Biaya Produksi

(37)

3.2.3. Fungsi-Fungsi Terkait

Fungsi-fungsi yang terkait dengan sistem perhitungan harga pokok produksi adalah sebagai berikut :

1. Bagian Garmen, merupakan fungsi yang mengawali terjadinya produksi suatu barang, bagian produksi bertugas menentukan berapa banyak bahan-bahan yang diperlukan untuk suatu produk dan menentukan berapa banyak unit produksi yang akan diproduksi dalam periode tertentu .

2. COO, merupakan fungsi yang mengotorisasi grand planning serta mengecek laporan biaya produksi suatu produk

3. Bagian purchasing merupakan fungsi yang memberikan informasi harga-harga bahan yang akan digunakan dalam perhitungan harga-harga pokok produksi. 4. Bagian Payroll, merupakan fungsi yang memberikan laporan biaya tenaga

kerja yang digunakan untuk perhitungan harga pokok produksi

5. Bagian Finance, merupakan fungsi yang melakukan pembayaran-pembayaran biaya nonproduksi yang digunakan untuk menghitung biaya overhead pabrik pada perhitungan harga pokok produksi.

6. Bagian Accounting, merupakan fungsi yang melakukan perhitungan harga pokok produksi dan mencatat jurnal-jurnal dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaan

(38)

3.2.4. Formulir dan Laporan Pada Sistem yang Berjalan

1. Grand Planning

Grand planning dikeluarkan oleh PPIC berdasarkan data penjualan tiga tahun terakhir dan perkiraan promosi tahun mendatang. Grand Planning terdiri dari rencana produksi perbulan dalam setahun, hari kerja, jenis produk dan total produksi dalam setahun.

2. Plan Production

Setelah menerima Grand Planning dari PPIC, bagian garmen akan membuat Production planning. Total produksi pada grand planning akan dipecah menjadi total produksi untuk setiap ukuran setiap jenis produk. Production planning juga digunakan untuk mengecek kecukupan stok aksesoris untuk produksi yang telah ditentukan

3. Order Sheet

Order Sheet merupakan surat permohonan pengerjaan bahan yang dikeluarkan oleh bagian garmen. Order sheet akan dibuat 3 rangkap dan didistribusikan kepada bagian knitting dan Bleaching Finishing. Oleh bagian knitting digunakan untuk menghitung benang yang diperlukan. Bagian Bleaching Finishing menggunakan Order Sheet untuk menentukan jumlah obat pewarna dan meminta barang dari knitting untuk dikerjakan.

(39)

4. Permintaan Pembelian

Formulir yang digunakan bagian Garmen ketika stok bahan di gudang tidak mencukupi untuk produksi yang direncanakan.

5. Purchase Order

Formulir yang dikeluarkan oleh bagian Purchasing ketika menerima permintaan pembelian dari bagian Garmen. Formulir ini akan dikirim ke supplier untuk pemesanan bahan dan di distribusikan ke gudang untuk mengecek penerimaan bahan dari supplier, bagian finance untuk pembayaran dan bagian accounting untuk mencatat pembayaran kepada supplier

6. Nota Penerimaan Bahan

Formulir ini digunakan oleh bagian gudang untuk mencatat setiap pengiriman bahan dari supplier setelah bahan dicek dengan purchase order

7. Nota Pengeluaran Bahan

Formulir ini dikeluarkan oleh bagian gudang setiap ada pengambilan dari bagian garmen. Formulir ini diberikan kepada karyawan garmen yang datang mengambil bahan dan kepada bagian garmen untuk mengecek bahan yang diterima.

(40)

8. Laporan Pemakaian Bahan

Laporan pemakaian bahan mencatat jenis dan jumlah bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi satu jenis produk. Perhitungan dan pencatatan pemakaian bahan dilakukan setiap hari.

9. Laporan Biaya Tenaga Kerja

Data absensi yang diperoleh personalia kemudian dicek dengan laporan dari setiap kepala bagian. Daftar kehadiran tersebut akan menjadi dasar perhitungan gaji tenaga kerja oleh bagian bendahara. Setiap bulannya bagian bendahara akan menyusun laporan biaya tenaga kerja dan didistribusikan ke bagian akuntansi.

3.3 Perhitungan Harga Pokok Produksi

3.3.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi Menurut Perusahaan

PT Mulia Knitting Factory memiliki divisi tekstil dan garmen. Divisi garmen sendiri terbagi menjadi dua yaitu garmen lokal dan garmen ekspor. Divisi garmen lokal memproduksi enam jenis produk yang dipasarkan ke seluruh daerah di Indonesia. Penulis mengambil produk singlet Rider R123B karena produk ini adalah produk yang memiliki tingkat produksi paling tinggi di perusahaan dan memiliki pangsa pasar terbesar diantara produk-produk lainnya.

(41)

Berikut ini adalah laporan harga pokok produksi PT Mulia Knitting Factory Ltd yang penulis peroleh dari perusahaan tersebut :

Tabel 3.1. Tabel Perhitungan Harga Pokok Produksi Per Lusin Singlet Rider R123B Menurut Perusahaan

Keterangan Jumlah

Pemakaian

Biaya Per Lusin (Rp)

Total Per Lusin (Rp)

Bahan baku 0.9 kg 62.010 55.809

Aksesoris 4.528

Upah 4.182

Biaya Overhead Pabrik :

Listrik 907 Solar/Gas 1.262 Pemeliharaan 237 Limbah 24 Gaji dan Kesejahteraan 284 Penyusutan 947 Biaya Lain-Lain 47

Total Overhead Pabrik 3.708

Total Biaya 68.227

Biaya Kantor

(6% dari total) 4.094

Harga Pokok Produksi 72.321

 

Sumber : PT Mulia Knitting Factory

Penulis mendapatkan data harga pokok produksi dimana setiap komponen biaya sudah dialokasikan untuk setiap lusin. PT Mulia Knitting Factory memproduksi beberapa jenis produk pakaian dalam pria, dan dalam penelitian ini penulis mengambil produk singlet Rider R123B karena memiliki pangsa pasar terbesar dan jumlah produksi tertinggi diantara produk lainnya.

Perhitungan biaya bahan baku pada PT Mulia Knitting langsung menggunakan standar penggunaan bahan untuk produksi satu lusin singlet. Pada perhitungan biaya

(42)

tenaga kerja, PT Mulia Knitting Factory menjumlahkan gaji tenaga kerja dengan tunjangan hari raya dan dialokasikan langsung per satu lusin produk. PT Mulia Knitting tidak menggunakan tarif overhead dimuka. Alokasi biaya overhead pabrik PT Mulia Knitting Factory berdasarkan total biaya overhead dibagi dengan persentase jumlah produksi singlet Rider dengan produk yang lain. PT Mulia Knitting Factory juga membebankan biaya operasi kantor dalam perhitungan harga pokok produksi sebesar 6%. Biaya- biaya tersebut antara lain : overhead kantor, listrik kantor, PBB, asuransi, staf bulanan, PAM, telepon dan alat tulis kantor.

3.3.2 Analisis Temuan Survey

Perhitungan harga pokok produksi pada PT Mulia Knitting tidak menggunakan metode process costing walaupun proses produksi dilakukan secara terus menerus. Perusahaan tidak melakukan perhitungan unit ekuivalen dan berasumsi barang dalam proses serta persediaan sama dengan nol karena merupakan bagian dari perencanaan produksi, memasuki masa libur natal dan tahun baru sehingga tenaga kerja diliburkan oleh pihak perusahaan, dan perusahaan memasuki masa tutup buku. Dengan kondisi-kondisi tersebut, PT Mulia Knitting tidak melakukan produksi sehingga tidak ada persediaan awal dan persediaan akhir. Persediaan pada PT Mulia Knitting Factory adalah kain sehingga persediaan bukan persediaan yang mudah rusak atau usang. Dengan tidak adanya persediaan awal dan persediaan akhir menyebabkan tidak adanya unit ekuivalen. Berdasarkan data harga pokok produksi yang diperoleh, penulis tidak dapat mengetahui secara tepat pengalokasian biaya yang dilakukan oleh PT Mulia

(43)

dimuka. Menurut penulis, divisi garmen lokal terdiri dari tiga departemen produksi yaitu departemen pemotongan, departemen jahit dan departemen pengepakan serta departemen pendukung seperti polybag, pemeliharaan dan administrasi produksi.

Pada PT Mulia Knitting Factory penulis menemukan beberapa pengklasifikasian dan perhitungan biaya yang kurang tepat seperti :

1. Pembebanan biaya aksesoris tidak diklasifikasikan sebagai biaya overhead pabrik

2. Biaya kantor dimasukkan dalam perhitungan harga pokok produksi yang seharusnya biaya operasi dan nonmanufaktur

Dalam mengklasifikasikan biaya dan menghitung biaya produksi, harus berdasarkan pusat biaya dan harus memiliki kriteria yang jelas sehingga informasi biaya yang dihasilkan adalah informasi akurat. Apabila klasifikasi biaya dan perhitungan biaya produksi tidak dilaksanakan dengan tepat dan benar maka akan mengakibatkan hasil produksi menjadi kurang akurat. Selain itu dengan tidak memperhitungkan adanya departemen pendukung, perusahaan terdapat kemungkinan memperlakukan jasa ini seakan-akan gratis. Dengan adanya pengalokasian biaya yang tepat terutama yang berhubungan dengan departemen pendukung, perusahaan juga dapat menilai kinerja departemen pendukung.

Disarankan oleh penulis, PT Mulia Knitting Factory perlu melakukan penelusuran atas klasifikasi dan perhitungan biaya produksi. Kemudian dilakukan

(44)

dilaksanakan perusahaan tersebut, dengan melihat apakah klasifikasi tersebut telah dilaksanakan dengan benar berdasarkan pusat biaya dan apakah cara perhitungan telah dilaksanakan dengan tepat dan benar.

3.3.3 Evaluasi Atas Klasifikasi Biaya Produksi

Klasifikasi dan perhitungan harga pokok produksi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengikhtisaran data biaya. Timbulnya informasi biaya kurang akurat biasanya disebabkan oleh klasifikasi biaya yang tidak tepat dan tidak berdasarkan pusat biaya. Metode perhitungan biaya produksi yang dilaksanakan oleh perusahaan juga dapat mengakibatkan perhitungan biaya menjadi tidak akurat, jika perusahaan salah dalam menerapkan metode perhitungan tersebut.

PT Mulia Knitting Factory mengklasifikasikan biaya produksi menjadi beberapa unsur yaitu :

1. Biaya Bahan Baku

Pada perhitungan harga pokok produksi PT Mulia Knitting, bahan baku yang dihitung adalah kain rib 2 x1. Perusahaan menggunakan jumlah bahan baku yang sudah ditetapkan awal untuk memproduksi satu lusin singlet yaitu 0.9 kg. Kemudian mengalikan berat bahan dengan biaya bahan per kg.

(45)

Menurut penulis, bahan baku untuk singlet Rider R123B terbagi menjadi : a. Bahan baku langsung

Bahan baku langsung yang terdapat pada proses produksi singlet Rider R123B adalah kain rib 2 x 1 dan kain bis. Kain rib 2 x 1 adalah bahan baku yang terdapat pada departemen pemotongan. Sedangkan kain bis digunakan pada departemen jahit untuk menyambung bagian lengan singlet.

b. Bahan baku penolong

Pada departemen jahit, bahan baku penolong berupa merek dan benang. Benang yang digunakan ada beberapa jenis yaitu benang putih, benang nilon dan benang sutra.

2. Aksesoris

PT Mulia Knitting Factory mengakui aksesoris sebagai biaya yang terpisah dari bahan baku maupun biaya overhead pabrik. Menurut penulis, aksesoris termasuk dalam biaya overhead karena merupakan bahan penolong yang digunakan dalam departemen jahit dan pengepakan. Aksesoris yang dimaksud adalah benang, merek, layer, polybag, lakban Rider, bawahan, dan tutupan. 3. Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja pada PT Mulia Knitting Factory adalah biaya tenaga kerja langsung beserta tunjangan hari raya. PT Mulia Knitting Factory menggunakan

(46)

tarif Upah Minimal Regional sesuai dengan ketentuan pemerintah yaitu Rp 1.170.000.

Menurut penulis pengklasifikasian biaya tenaga kerja PT Mulia Knitting Factory sudah tepat karena biaya yang dibayar oleh perusahaan adalah gaji tenaga kerja yang terlibat langsung dengan produksi.

4. Biaya Overhead Pabrik

PT Mulia Knitting Factory tidak menghitung tarif overhead dimuka. Perusahaan menghitung biaya overhead pabrik dengan cara menjumlahkan biaya overhead pabrik yang diakui kemudian mengalikan persentase produksi singlet terhadap produksi produk lainnya. Tidak adanya tarif overhead dimuka dapat mengakibatkan ketidakakuratan dalam alokasi biaya overhead pabrik. Hal tersebut menjadi lebih sulit karena perusahaan tidak mendapatkan informasi biaya yang tepat.

(47)

Tabel 3.2 Biaya Produksi Per Lusin Singlet Rider R123B Sebelum dan Sesudah Direklasifikasi

Keterangan Jumlah Biaya Menurut Perusahaan (Rp/Per Lusin) Reklasifikasi Menurut Penulis (Rp/Per Lusin) Selisih (Rp) Bahan Baku 55.809 55.809 0 Aksesoris 4.528 0 (dipindahkan ke biaya overhead pabrik) 4.528 Upah 4.182 4.182 0 Overhead Pabrik : Aksesoris Listrik Solar/Gas Pemeliharaan Limbah

Gaji dan Kesejahteraan Penyusutan

Biaya Lain-Lain

Total Biaya Overhead Pabrik

0 907 1.262 237 24 284 947 47 3.708 4.528 907 0 237 0 284 947 47 6.950 4.528 0 1.262 0 24 0 0 0 3.242 Biaya Kantor 4.094 0 (tidak termasuk dalam biaya produksi) 4.094

Total Biaya Produksi/Lusin Rp 72.321 Rp 66.941 Rp 5.380 Diolah oleh : Penulis

Dari data di atas terdapat biaya dari divisi tekstil yaitu biaya solar/gas sebesar Rp 1.262 per lusin dan biaya limbah sebesar Rp 24 per lusin. Menurut penulis biaya-biaya tersebut seharusnya tidak termasuk biaya produksi singlet atau tidak menjadi biaya produksi di divisi garmen. Biaya kantor seharusnya menjadi biaya produksi tetapi biaya operasi. Dengan demikian selisih ini dapat menekan harga lebih rendah.

(48)

3.3.4 Evaluasi Perhitungan Harga Pokok Produksi

Proses produksi pada divisi garmen lokal PT Mulia Knitting Factory adalah process costing namun pencatatan dan perhitungan harga pokok produksinya tidak menurut metode process costing. Perusahaan tidak mencatat data barang dalam proses dan persediaan sehingga tidak terdapat perhitungan unit ekuivalen. Metode penentuan harga pokok produksi yang diterapkan oleh PT Mulia Knitting Factory adalah metode penentuan harga pokok produksi penuh (full costing), karena dalam menghitung harga pokok produksi, perusahaan harus memasukkan semua unsur biaya produksi yang terdiri dari bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.

Untuk lebih memperjelas perbedaan biaya produksi menurut perusahaan dan menurut analisis penulis mengenai reklasifikasi biaya dapat dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Reklasifikasi Biaya Produksi Per Lusin Singlet Rider R123B

Keterangan Perusahaan Reklasifikasi (menurut penulis)

Bahan baku Biaya Bahan Baku

Langsung

Aksesoris Biaya Bahan Biaya Overhead Pabrik

Upah Tenaga Kerja Langsung

Listrik Biaya Overhead Pabrik

Solar/Gas Biaya Overhead Pabrik Tidak termasuk biaya produksi singlet

Pemeliharaan Biaya Overhead Pabrik

Limbah Biaya Overhead Pabrik Tidak termasuk biaya produksi singlet

Gaji dan Kesejahteraan Biaya Overhead Pabrik Penyusutan Biaya Overhead Pabrik

Biaya Lain-Lain Biaya Overhead Pabrik

Biaya Kantor Biaya Kantor Biaya Operasi

(49)

Berikut ini adalah perhitungan harga pokok produksi setelah dianalisa oleh penulis dengan laporan harga pokok produksi singlet Rider R123B yang telah ditampilkan sebelumnya :

Tabel 3.4 Laporan Harga Pokok Produksi Singlet Rider R123B Menurut Penulis

Keterangan Jumlah Pemakaian Per Lusin Biaya Per Lusin (Rp)

Total Per Lusin (Rp)

Bahan Baku 0.9 kg 62.010 55.809

Upah 4.182

Biaya Overhead Pabrik :

Aksesoris 4.528

Listrik 907

Pemeliharaan 237

Gaji dan Kesejahteraan 284

Penyusutan 947

Biaya Lain-Lain 47

Total Biaya Overhead Pabrik 6.950

Harga Pokok Produksi 66.941

Diolah oleh : Penulis

Dari data di atas, pembebanan biaya bahan baku dan tenaga kerja menurut penulis sudah tepat, sedangkan pada biaya overhead terdapat pembebanan yang kurang tepat. Hal ini dapat penulis jelaskan sebagai berikut :

a. Biaya Listrik

Biaya listrik sebesar Rp 907 per lusin dibebankan ke biaya overhead pabrik. Biaya ini adalah biaya yang digunakan untuk keperluan pabrik.

Menurut penulis, pengklasifikasian biaya ini sudah tepat karena biaya listrik yang terjadi untuk menunjang proses produksi dan bukan merupakan

(50)

b. Biaya Solar/Gas

Perusahaan membebankan biaya solar/gas sebesar Rp 1262 per lusin ke biaya overhead pabrik. Biaya solar/gas ini dikeluarkan oleh pabrik untuk divisi tekstil.

Menurut penulis, pengklasifikasian biaya ini tidak tepat karena solar/gas digunakan pada proses produksi yang lain, bukan pada proses produksi pada divisi garmen. Biaya ini harus dipindahkan dari divisi garmen lokal ke divisi tekstil. Berikut jurnal untuk perpindahan biaya :

Divisi Tekstil Rp 1.262

Divisi Garmen Lokal Rp 1.262

c. Biaya Pemeliharaan

Biaya pemeliharaan sebesar Rp 237 per lusin dibebankan pada biaya overhead pabrik. Biaya ini adalah biaya pemeliharaan mesin dan pabrik.

Menurut penulis, pengklasifikasian biaya ini sudah tepat karena pemeliharaan yang dilakukan untuk keperluan pabrik.

d. Biaya Limbah

Biaya limbah sebesar Rp 24 per lusin dibebankan pada biaya overhead pabrik. Limbah yang dimaksud disini adalah penanganan air limbah produksi tekstil.

(51)

Menurut penulis, pengklasifikasian biaya ini tidak tepat karena produksi singlet tidak berkaitan dengan air limbah produksi tekstil. Biaya ini harus dipindahkan dari divisi garmen lokal ke divisi tekstil. Berikut jurnal perpindahan biaya :

Divisi Tekstil Rp 24

Divisi Garmen Lokal Rp 24

e. Biaya Gaji dan Kesejahteraan

Perusahaan membebankan biaya gaji dan kesejahteraan sebesar Rp 284 per lusin pada biaya overhead pabrik. Biaya ini berkaitan dengan tenaga kerja tidak langsung seperti mandor dan staf bulanan sertajaminan sosial tenaga kerja pada PT Mulia Knitting Factory.

Menurut penulis, pengklasifikasian biaya ini sudah tepat karena jaminan sosial tenaga kerja juga berkaitan dengan tenaga kerja di pabrik.

f. Biaya Penyusutan

Perusahaan membebankan biaya penyusutan sebesar Rp 947 per lusin ke biaya overhead. Biaya penyusutan yang dimaksud disini adalah penyusutan mesin yang digunakan dalam proses produksi.

Menurut penulis, pengklasifikasian biaya ini sudah tepat karena biaya penyusutan mesin yang terjadi untuk menunjang proses produksi

(52)

g. Biaya Lain-lain

Perusahaan membebankan biaya lain-lain sebesar Rp 47 per lusin pada biaya overhead pabrik. Biaya lain-lain yang dimaksud adalah pengeluaran yang dilakukan oleh pabrik dalam jumlah kecil.

Menurut penulis klasifikasi biaya ini sudah tepat karena merupakan pengeluaran yang berkaitan dengan proses produksi.

h. Biaya Kantor

Perusahaan membebankan biaya kantor sebesar 6 % dari total biaya produksi ke dalam biaya produk. Biaya kantor tersebut antara lain overhead kantor, listrik kantor, Pajak Bumi dan Bangunan, asuransi, air, gaji staf bulanan, telepon dan alat tulis kantor.

Menurut penulis, pengklasifikasian biaya ini tidak tepat karena biaya ini termasuk biaya operasi bukan biaya produksi.

Dari perhitungan harga pokok produksi dan penjelasan diatas dapat dilihat adanya perbedaan perhitungan harga pokok produksi sebelum dan sesudah reklasifikasi menurut perusahaan dan penulis. Dibawah ini adalah tabel yang menunjukkan adanya perbedaan antara harga pokok produksi sebelum dan sesudah reklasifikasi.

(53)

Tabel 3.5 Perhitungan Harga Pokok Produksi Per Lusin Singlet Rider R123B Sebelum dan Sesudah Reklasifikasi

Keterangan Perusahaan (Rp) Reklasifikasi (Menurut Penulis) (Rp) Selisih Bahan Baku 55.809 55.809 Aksesoris 4.528 0 4.528 Upah 4.182 4.182 Biaya Overhead Pabrik 3.708 6.950 3.242 Total 68.227 66.941 1.286 Biaya Non Manufaktur (6% dari total) 4.094 0 4.094 Harga Pokok Produksi Per Lusin

Rp 72.321 Rp 66.941 Rp 5.380

Diolah oleh : Penulis

Dari data biaya produksi diatas menunjukkan bahwa pengklasifikasian biaya produksi yang kurang tepat mengakibatkan perhitungan harga pokok produksi menjadi tidak akurat. Hal ini dapat dilihat dari total biaya produksi yang dihitung perusahaan adalah sebesar Rp 72.321 per lusin. Setelah dilakukan reklasifikasi, total biaya produksi menjadi Rp 66.941 per lusin dengan selisih sebesar Rp 5.380. Selisih ini terjadi karena perusahaan tidak membebankan aksesoris ke overhead dan membebankan biaya solar/gas pada biaya overhead pabrik. Perusahaan juga membebankan biaya operasi pada biaya produksi. Harga pokok produksi juga mempengaruhi harga jual, semakin tinggi harga pokok produksi maka semakin tinggi juga harga jual.

(54)

3.4 Harga Jual

3.4.1 Penetapan Harga Jual

Penetapan harga jual PT Mulia Knitting Factory ditetapkan pada awal produksi. Berdasarkan estimasi harga pokok produksi tahun sebelumnya dengan menggunakan pendekatan metode absorting costing. Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis dari pihak perusahaan, mark up adalah sebesar 22 % dan belum termasuk 10 % pajak pertambahan nilai. Penentuan jumlah persentase ini karena produk singlet Rider R123B ini adalah untuk dapat menutupi biaya operasi dan mendapatkan laba bagi perusahaan. Disamping itu produk ini adalah barang yang bersifat tahan lama dan diminati para pelanggan khususnya kaum lelaki, dengan jumlah penduduk Republik Indonesia yang semakin meningkat.

Perhitungan penetapan harga jual dihitung dari harga pokok produksi menurut penulis ditambah biaya operasi.

Bahan baku Rp 55.809

Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 4.182 Biaya Overhead Pabrik Rp 6.950 + Harga Pokok Produksi per lusin Rp 66.941

Biaya Operasi 4.094 +

Total biaya Rp 71.035 per lusin

Berdasarkan informasi perusahaan mark up sebesar 22% dari biaya produksi, maka harga jual singlet Rider R123B adalah (22 % x Rp 71.035) + Rp 71.035 = Rp

(55)

86.663 ditambah pajak 10 % menjadi Rp 95.350 per lusin. Jika dihitung per unit maka harga jualnya adalah Rp 95.350/12 = Rp 7.950 per buah.

Jumlah besaran uang diterima perusahaan relatif kecil tetapi di PT Mulia Knitting Factory dalam setahunnya dapat memproduksi sebesar 431.000 lusin atau 5.172.000 buah dengan nilai sebesar Rp 30.616.085.000

3.4.2 Evaluasi Penetapan Harga Jual

Salah satu fungsi dari penetapan harga pokok produksi adalah sebagai dasar penilaian atas penetapan harga jual. Penilaian atas penetapan ini berguna bagi manajemen dalam pengambilan keputusan rutin maupun keputusan strategik.

Salah satu ukuran yang digunakan dalam menilai penetapan harga jual adalah dengan melihat presentase margin perusahaan. Hal ini bertujuan sebagai dasar analisa dan pertimbangan bagi pihak manajemen.

Perusahaan menentukan harga jual produk sebesar Rp 97.000 per lusin. Menurut penulis, harga tersebut terlalu tinggi karena setelah dilakukan reklasifikasi terjadi penurunan biaya produksi. Penulis menyarankan agar harga jual tersebut diturunkan sebesar 4% untuk berjaga-jaga dengan kondisi ekonomi yang tidak menentu, mengantisipasi kenaikan ataupun penurunan harga bahan dan dapat bersaing dalam industri sejenis dengan merk-merk seperti Hings, GT Man, Swan, Crocodile dan lainnya. Perhitungan kenaikan harga jual tersebut adalah seperti dibawah ini :

(56)

Tabel 3.6 Reklasifikasi Harga Jual Produk Singlet Rider R123B

Harga Jual Per

Lusin Menurut Perusahaan Dengan Mark Up 22 % (Rp)

Harga Jual Per Lusin Menurut Penulis Dengan Penurunan 4 % (Rp) Selisih (Rp)

Harga Jual Per Lusin Rp 97.000 Rp 92.200 Rp 4.800

Unit 431.000 lusin 431.000 lusin

Penjualan Rp 41.807.000.000 Rp 39.738.200.000 Rp 2.068.800.000 Diolah oleh : Penulis

Dari tabel di atas terlihat penulis melakukan penurunan harga jual sebesar Rp 4.800 atau sebesar 4%. Hal ini disarankan oleh penulis karena perusahaan membebankan biaya produksi lebih tinggi dari seharusnya. Biaya produksi yang terlalu tinggi disebabkan oleh pembebanan biaya overhead yang terlalu tinggi dari seharusnya. Biaya overhead yang terlalu tinggi disebabkan biaya yang seharusnya tidak dibebankan ke overhead pabrik tetapi oleh perusahaan dibebankan ke overhead pabrik, seperti biaya solar/gas, biaya limbah dan biaya operasi.

3.5 Perhitungan dan Analisis Titik Impas

Keberhasilan atau kegagalan perusahaan untuk mencapai target penjualan akan berpengaruh secara langsung terhadap kemampuan perusahaan didalam mencapai tujuan akhir perusahaan yaitu memperoleh laba optimal, bahkan kegagalan mencapai target penjualan dapat mengakibatkan kerugian perusahaan. Oleh karena itu, perlu sekali bagi perusahaan untuk mengetahui jumlah penjualan minimal yang harus dicapai agar perusahaan agar tidak mengalami kerugian.

(57)

Biaya overhead pabrik dapat diklasifikasikan menurut tingkah laku biaya yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Penulis sudah mengklasifikasikan informasi biaya produksi dari kunjungan survey. Berikut adalah pengklasifikasian biaya tetap dan biaya variabel pabrik yang dapat dilihat pada tabel 3.7 :

Tabel 3.7 Pengklasifikasian Sifat Biaya Pada Laporan Harga Pokok Produksi Per Lusin Singlet Rider R123B

Keterangan Total Per Lusin (Rp) Sifat Biaya Bahan Baku

Upah

Biaya Overhead Pabrik : Aksesoris

Biaya Listrik Tetap Biaya Listrik Variabel Pemeliharaan

Gaji dan Kesejahteraan Penyusutan Biaya Lain-Lain 55.809 4.182 4.528 2 905 237 284 947 47 Biaya Variabel Biaya Variabel Biaya Variabel Biaya Tetap Biaya Variabel Biaya Tetap Biaya Tetap Biaya Tetap Biaya Tetap Diolah oleh : Penulis

Tabel 3.8 Perhitungan Biaya Variabel Per Lusin Singlet Rider R123B Keterangan Total Per Lusin

(Rp)

Total Per Lusin (Rp) Bahan Baku

Upah

Biaya Overhead Pabrik Variabel : Aksesoris

Biaya Listrik Variabel

Total Biaya Overhead Pabrik Variabel

55.809 4.182 4.528 905 55.809 4.182 5.433

Total Biaya Variabel Per Lusin 65.424

Diolah oleh : Penulis

Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis dari PT Mulia Knitting Factory, biaya tetap dalam setahun untuk memproduksi singlet Rider R123B sebesar Rp 2.841.316.944 dan biaya variabel per lusin adalah Rp 65.424.

(58)

Berikut adalah perhitungan titik impas singlet Rider R123B harga jual menurut perusahaan:

1. Total Produksi Dalam Setahun 431.000 lusin

2. Total Biaya Tetap Rp 2.841.316.944 3. Biaya Variabel per unit Rp 65.424

4. Harga Produk/Lusin Rp 97.000 Titik Impas dalam unit = Total Biaya Tetap

(Harga Jual – Biaya Variabel Per unit)

= 2.841.316.944

(97.000 – 65.424)

= 2.841.316.944

31.576

= 89.984 lusin (pembulatan oleh penulis) Titik impas dalam Rupiah = Total Biaya Tetap

1 – Biaya Variabel Per Unit Harga Per unit

= 2.841.316.944

1 – 65.424/97.000

= 2.841.316.944

1 – 0,67

(59)

Berikut adalah perhitungan titik impas singlet Rider R123B dengan harga jual menurut penulis:

1. Total Produksi Dalam Setahun 431.000 lusin

2. Total Biaya Tetap Rp 2.841.316.944 3. Biaya Variabel per unit Rp 65.424

4. Harga Produk/Lusin Rp 92.200 Titik Impas dalam unit = Total Biaya Tetap

(Harga Jual – Biaya Variabel Per unit)

= 2.841.316.944

(92.200 – 65.424)

= 2.841.316.944

26.776

= 106.115 lusin (pembulatan oleh penulis) Titik impas dalam Rupiah = Total Biaya Tetap

1 – Biaya Variabel Per Unit Harga Per unit

= 2.841.316.944

1 – 65.424/92.200

= 2.841.316.944

1 – 0,71

(60)

Berikut adalah perhitungan laba menurut perusahaan : Laba = Pendapatan – Total Biaya

Laba = (Total Produksi dalam setahun x harga jual menurut perusahaan) – {Biaya tetap + (Biaya variabel/per lusin x total produksi)}

Laba = (431.000 x 97.000) – {2.841.316.944 + (65.424 x 431.000)} Laba = 41.807.000.000 – {2.841.316.944 + 28.197.744.000}

Laba = 41.807.000.000 – 31.039.060.944

Laba menurut perusahaan = Rp 10.767.939.056

Berikut adalah perhitungan laba menurut penulis : Laba = Pendapatan – Total Biaya

Laba = (Total Produksi dalam setahun x harga jual menurut penulis) – {Biaya tetap + (Biaya variabel/per lusin x total produksi)}

Laba = (431.000 x 92.200) – {2.841.316.944 + (65.424 x 431.000)}

Laba = 39.738.200.000 – {2.841.316.944 + 28.197.744.000} Laba = 39.738.200.000 – 31.039.060.944

(61)

Pendapatan/Biaya (dalam Rupiah) TR1

BEP Menurut Penulis TR2 *A *B

BEP Menurut Perusahaan TC

9.797.644.634 8.728.393.196 VC 2.841.316.944 FC Q (dalam lusin) 89.984 106.115

Gambar 3.14 Grafik Break Even Point

Keterangan :

*A = Profit Area Menurut Penulis

(62)

Dengan penurunan harga jual sebesar 4 %, perusahaan tetap memperoleh laba sebesar Rp 8.699.139.056. Menurut penulis, pencapaian laba dengan nominal Rp 8.699.139.056 sangat baik karena pada masa perekonomian sekarang, tidak mudah untuk bisa mencapai titik impas apalagi memperoleh laba Penurunan harga akan mendorong daya beli masyarakat terhadap Singlet Rider R123B semakin tinggi dan semakin bersaing dengan produk sejenis karena dengan harga yang lebih murah akan menarik minat konsumen untuk membeli produk Singlet Rider R123B daripada produk sejenis dengan harga yang lebih murah.

3.6. Analisis Lingkungan Internal -Eksternal 3.6.1 Analisis Lingkungan Internal

Dalam melakukan evaluasi faktor internal, data diperoleh dari hasil wawancara dengan direktur PT. Mulia Knitting Factory dan studi pustaka dari berbagai literatur serta melalui perkuliahan yang telah diikuti. Oleh karena adanya keterbatasan akses terhadap data-data internal perusahaan yang bersifat rahasia, maka data yang disajikan bersifat deskriptif yang dianggap mampu menggambarkan secara umum dan terbatas dari kondisi internal perusahaan. Dilakukan pengkategorian faktor-faktor internal perusahaan menjadi kekuatan dan kelemahan secara fungsional. Analisis faktor internal dapat dilihat pada tabel 3.9 dan tabel 3.10

Tabel 3.9 Faktor-Faktor Kekuatan (Strength) PT. Mulia Knitting Factory No. Faktor Kekuatan Perusahaan

1. Merk produk yang sudah di kenal masyarakat 2. Bisnis yang terintegrasi dari hulu-hilir

3. Memiliki produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar

(63)

a. Evaluasi Kekuatan (Strength)

Adapun faktor-faktor internal yang teridentifikasi sebagai kekuatan perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Merk produk yang dikenal oleh masyarakat

Salah satu kekuatan dari PT Mulia Knitting Factory adalah merk produk yang dikenal oleh masyarakat luas dari berbagai kalangan. Hal ini disebabkan oleh kiprah PT Mulia Knitting yang sudah lebih dari tiga puluh tahun. Dengan adanya iklan yang dibintangi artis Tora Sudiro, merk Rider menjadi top of mind dengan slogannya ”Seger bener” dan mendapat perhatian dari masyarakat Indonesia.

2. Bisnis yang terintegrasi dari hulu – hilir

Pada awalnya PT Mulia Knitting bergerak dibidang tekstil dan merambah ke bidang garmen sehingga bisa semakin bersaing. Untuk menghemat biaya produksi, perusahaan memproduksi bahan baku sendiri hingga kemasan plastik yang digunakan. Dengan bisnis terintegrasi seperti ini, perusahaan bisa mandiri tanpa harus mengandalkan para supplier untuk bahan baku utamanya.

3. Memiliki produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar.

Produk-produk yang diproduksi oleh PT Mulia Knitting adalah produk pakaian dalam dimana semua orang pasti membutuhkannya. Jenis produk yang diproduksi juga bermacam-macam untuk memberikan banyak pilihan

(64)

pada pasar sehingga masyarakat dapat menyesuaikan kebutuhan dengan seleranya.

4. Jangkauan distribusi yang luas

Perombakan jalur distribusi dilakukan PT Mulia Knitting Factory untuk menambah kekuatan produk. Lini distribusi di Surabaya untuk menangani Indonesia Timur, Medan dan Palembang untuk Indonesia Barat, sedangkan jakarta fokus untuk wilayah jakarta, Jawa Barat dan sekitarnya. Kemudian ada rencana untuk membuka cabang distribusi baru untuk daerah Bali. PT Mulia Knitting Factory telah merangkul semua pangsa pasar dari Indonesia Barat hingga Indonesia Timur.

Tabel 3.10 Faktor-Faktor Kelemahan (Weakness) PT. Mulia Knitting Factory No. Faktor Kelemahan Perusahaan

1. Kurangnya kesadaran karyawan akan kualitas

2. Data produksi yang belum terintegrasi dan belum akurat dalam work in process

3. Pengendalian internal yang tidak sesuai dengan prosedur 4. Tingkat produksi belum mencukupi permintaan pasar

b. Evaluasi Kelemahan (Weakness)

Adapun faktor-faktor internal yang teridentifikasi sebagai kelemahan perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Kurangnya kesadaran karyawan akan kualitas

Kualitas merupakan hal yang penting karena akan berkaitan dengan kepuasan pelanggan. Kurangnya kesadaran akan kualitas terjadi pada proses produksi dimana menyebabkan adanya rework atau scrap. Masih terdapat pemikiran

(65)

ketidakpedulian mengenai kualitas selama mereka sudah mengerjakan pekerjaan yang ada. Kesadaran akan kualitas inilah yang ingin ditingkatkan oleh PT Mulia Knitting Factory agar bisa terus bersaing dengan merk lainnya.

2. Data produksi yang belum terintegrasi dan belum akurat dalam work in process

Belum adanya sistem yang terintegrasi menyebabkan pengendalian produksi yang masih dirasakan kurang memenuhi kebutuhan informasi yang dibutuhkan manajemen. Tidak adanya data work in process dapat mengurangi keakuratan data produksi dan informasi biaya produksi padahal data work in process diperlukan dalam pengendalian produksi nantinya. 3. Pengendalian internal yang tidak sesuai dengan prosedur

Sifat kekeluargaan yang terdapat dalam PT Mulia Knitting salah satu penyebab adanya pengendalian internal yang tidak sesuai dengan prosedur. Selain itu belum adanya standar operation procedure dibagian produksi menyebabkan beberapa proses bisnis yang terjadi lemah dalam pengendalian internal dan dapat menimbulkan penyalahgunaan.

4. Tingkat produksi yang belum memenuhi permintaan pasar

Saat ini jumlah produksi yang tinggi dirasakan belum bisa memenuhi permintaan pasar yang tinggi. PT Mulia Knitting Factory. Dengan tingkat produksi yang telah berjalan, pihak perusahaan mengatakan masih ada

(66)

pangsa pasar yang belum terpenuhi kebutuhannya akan produk dari PT Mulia Knitting.

3.6.2 Analisis Lingkungan Eksternal

Dalam melakukan evaluasi faktor eksternal perusahaan, data-data diperoleh dari hasil wawancara dengan direktur PT. Mulia Knitting Factory, diperoleh informasi yang memberikan gambaran umum tentang subsidi kemajuan teknologi serta kecenderungan globalisasi ekonomi, politik, dan inovasi antar kompetitor. Faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi faktor yang mampu memberikan peluang bagi perusahaan dan faktor yang mampu menjadi ancaman bagi perusahaan pula. Dilakukan pengkategorian faktor-faktor lingkungan diluar perusahaan yang berpotensi menjadi peluang ataupun ancaman. Analisis faktor eksternal dapat dilihat pada tabel 3.11 dan tabel 3.12

Tabel 3.11 Faktor-Faktor Peluang (Opportunity) PT. Mulia Knitting Factory No. Faktor Peluang Perusahaan

1. Subsidi 10 % dari pemerintah untuk restrukturisasi mesin 2. Perkembangan teknologi

3. Luasnya pangsa pasar yang belum terjangkau 4. Gaya hidup anak muda yang beralih dari singlet

a. Evaluasi Peluang (Opportunity)

Adapun faktor-faktor eksternal yang teridentifikasi sebagai peluang bagi perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Subsidi 10 % dari pemerintah untuk restrukturisasi mesin

Menyadari industri tekstil merupakan andalan Indonesia, pemerintah akan memperkuat industri tekstil dengan meneruskan program restrukturisasi

(67)

memberikan fasilitas berupa keringanan subsidi bunga sebesar 10 persen untuk penggantian mesin. Pergantian mesin lama ke mesin baru diharapkan agar industri tekstil di Indonesia dapat bersaing dengan industry tekstil Cina dan India. Program pemerintah ini sangat mendukung PT Mulia Kntting Factory yang rutin melakukan pergantian mesin setiap lima tahun. Langkah ini dilakukan agar dapat mempertahankan kualitas produk.

2. Perkembangan Teknologi

Dengan semakin berkembangnya teknologi di Indonesia saat ini, perusahaan dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan kinerja perusahaan baik dalam hal produksi maupun dalam organisasi. Selain itu juga dapat membantu perusahaan meningkatkan daya saingnya dalam menghadapi perusahaan pesaingnya. Peningkatan di bidang teknologi harus diikuti dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang ada di perusahaan. Karena hanya dengan begitu pulalah, baru akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

3. Luasnya pangsa pasar yang belum terjangkau.

Saat ini, perusahaan masih memiliki pasar yang belum terjangkau ditandai dengan masih ada daerah – daerah yang belum dipasarkan produk perusahaan, sehingga ini merupakan peluang besar untuk perusahaan dalam mencari pangsa pasar yang lebih luas dalam upaya meningkatkan omset penjualan.

(68)

4. Gaya hidup anak muda yang beralih dari singlet

Dengan mulai beralihnya kebutuhan masyarakat akan singlet ke jenis produk pengganti akan memberikan peluang baru bagi perusahaan untuk mengembangkan produk baru yang sesuai dengan minat pasar saat ini. PT Mulia Knitting Factory dapat menguasai pasar lebih luas dengan memanfaatkan peluang ini serta meningkatkan penjualannya.

Tabel 3.12 Faktor-Faktor Ancaman (Threats) PT. Mulia Knitting Factory

No. Faktor Ancaman Perusahaan

1. Pesaing lama yang lebih unggul

2. Bahan baku yang masih tergantung pada impor 3. Persaingan industry yang ketat

4. Masyarakat yang memilih harga murah daripada kualitas

b. Evaluasi Ancaman (Threats)

Adapun faktor-faktor eksternal yang teridentifikasi sebagai ancaman bagi perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Pesaing lama yang lebih unggul.

Salah satu sumber ancaman bagi perusahaan adalah pesaing lama yang lebih unggul. Pesaing lama yang memiliki harga bersaing dan menjadi salah satu merk yang top of mind. Terdapat pesaing yang sudah berstatus Tbk dan memiliki nilai persediaan yang cukup tinggi ketika industry garmen di terjang dengan langkanya bahan baku.

(69)

2. Bahan baku yang masih tergantung pada impor

Bahan baku langka adalah hal yang sangat dihindari perusahaan manapun karena akan menghambat proses bisnis perusahaan dan berdampak negatif jika tidak segera diatasi. Pihak perusahaan mengakui masih tergantungnya perusahaan pada supplier impor. Hal ini akan mengganggu proses bisnis jika terjadi kelangkaan hingga meningkatnya harga bahan baku yang tentunya akan berdampak pada biaya produksi.

3. Persaingan industri yang ketat

Banyaknya kompetitor mempengaruhi harga produk yang ada di pasaran. Kompetitor tidak segan memberikan harga yang lebih rendah daripada harga yang ditawarkan oleh PT Mulia Knitting Factory. Hal ini berlaku tidak hanya pada pesaing baru tetapi juga pesaing lama. Pesaing lama juga memasarkan produk dengan harga bersaing.

4. Masyarakat yang lebih mementingkan harga daripada kualitas

Masalah yang sangat disayangkan adalah pasar di Indonesia yang lebih memilih harga ketimbang kualitas meskipun kualitas barang tersebut berada di bawah standar. Hal ini menjadi ancaman yang cukup kuat bagi PT. Mulia Knitting Factory

(70)

3.6.3 Ekstraksi Faktor Internal dan Eksternal

Dari faktor internal dan eksternal yang sudah disusun, perusahaan lalu mengekstraksi faktor internal dan eksternal seperti pada tabel 3.13 dan tabel 3.14.

Tabel 3.13 Ekstraksi Faktor Internal PT.Mulia Knitting Factory Faktor Internal Perusahaan S1 Merk produk yang sudah di kenal masyarakat S2 Bisnis yang terintegrasi dari hulu-hilir

S3 Memiliki produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar S4 Jangkauan distribusi yang luas

W1 Kurangnya kesadaran karyawan akan kualitas

W2 Data produksi yang belum terintegrasi dan belum akurat dalam WIP W3 Pengendalian internal yang tidak sesuai dengan prosedur

W4 Tingkat produksi belum mencukupi permintaan pasar

Tabel 3.14 Ekstraksi Faktor Eksternal PT. Mulia Knitting Factory Faktor Eksternal Perusahaan O1 Subsidi 10 % dari pemerintah untuk restrukturisasi mesin O2 Perkembangan teknologi

O3 Peluang pasar untuk masyarakat pedesaan O4 Gaya hidup anak muda yang beralih dari singlet T1 Pesaing lama yang lebih unggul

T2 Bahan baku yang masih tergantung pada impor T3 Persaingan industry yang ketat

T4 Masyarakat yang memilih harga murah daripada kualitas

3.6.4 Pembobotan Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan

Setelah melakukan ekstraksi terhadap faktor internal dan eksternal yang ada pada perusahaan, berikutnya dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan kuisioner pembobotan faktor internal dan eksternal untuk menentukan bobot terhadap hasil yang telah dilakukan sebelumnya. Bobot tersebut akan digunakan untuk membandingkan faktor mana yang lebih berpengaruh terhadap perusahaan dengan metode perbandingan

Gambar

Gambar 3.1 Struktur Organisasi PT Mulia Knitting Factory   Sumber : PT Mulia Knitting Factory
Gambar 3.4 Flowchart Bagian Knitting   
Tabel 3.1. Tabel Perhitungan Harga Pokok Produksi Per Lusin Singlet Rider R123B  Menurut Perusahaan
Tabel 3.2 Biaya Produksi Per Lusin Singlet Rider R123B Sebelum dan Sesudah  Direklasifikasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1) Maksud diberikannya santunan kematian bagi warga miskin Kota Banjarmasin adalah sebagai wujud kepedulian Pemerintah Kota Banjarmasin untuk membantu meringankan beban

(1) Tugas Pengawas Pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 adalah melaksanakan pengawasan dan evaluasi atas penyelenggaraan teknis urusan pemerintahan di luar

Syukur alhamdulillah penulis memanjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat hidayatnya serta memberikan kekuatan, ketabahan, kemudahan, dan

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian dari akreditasi adalah suatu proses evaluasi dan penilaian mutu institusi atau program studi yang dilakukan oleh

Ia juga mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, menganggap para pengikutnya sebagai alat semata-mata dan tidak boleh membantah perintah, tidak mau menerima

Perbandingan gula dengan sorbitol memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kekuatan selai lembaran yang dihasilkan seperti pada Tabel 2..

Tujuan yang hendak dicapai melalui kegiatan PPM dalam bentuk pelatihan usaha souvenir khas wisata Merapi adalah 1) para remaja putri mampu membuat aksesoris dan merchandiser

Robert Alexander Jaffray adalah seorang misionari the Christian and Missionary Alliance (CMA) dari Kanada yang melayani di bagian selatan Tiongkok selama 32 tahun.  Setelah