• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STUDI PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II STUDI PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

STUDI PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A. ASPEK LEGALITAS TRANSPORTASI LAUT

Peraturan terkait bidang transportasi laut untuk memperlancar kegiatan penyelenggaraan transportasi laut adalah sebagai berikut.

1. UU Pelayaran No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

Aturan yang ada di dalam UU Np 17 Tahun 2008 tentang pelayaran meliputi aturan mengenai mengenai kegiatan penyelenggaran transportasi laut secara rinci mencakup hal-hal sebagai berikut.

a. Angkutan di perairan

Uraian mengenai angkutan di perairan dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Angkutan laut dalam negeri (pengoperasian dan perijinan); 2) Angkutan laut Luar Negeri (keagenan umum, dan

perwakilan perusahaan angkutan laut asing); 3) Angkutan laut khusus (perijinan);

4) Angkutan laut pelayaran rakyat; 5) Angkutan sungai dan danau; 6) Angkutan penyeberangan;

7) Angkutan di perairan untuk daerah tertinggal ataupun wilayah terpencil;

8) Tata cara dan prosedur perizinan angkutan di perairan;

9) Tata cara dan persyaratan perizinan usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan berupa:

a) bongkar muat barang; b) jasa pengurusan transportasi; c) angkutan perairan pelabuhan;

(2)

d) penyewaan peralatan angkutan laut/peralatan jasa terkait dengan angkutan laut;

e) tally mandiri; f) depo peti kemas;

g) pengelolaan kapal (ship management);

h) perantara jual beli ataupun sewa kapal (ship broker); i) keagenan awak kapal (ship manning agency);

j) perawatan dan perbaikan kapal (ship repairing and maintenance).

10) Jenis, struktur, dan golongan tarif angkutan dan usaha jasa terkait;

11) Wajib angkut;

12) Tanggungjawab pengangkut;

13) Tata cara pengangkutan barang khusus dan barang berbahaya; 14) Pemberdayaan industri angkutan perairan dan perkuatan

industri perkapalan nasional; 15) Angkutan multimoda.

b. Kepelabuhanan

Uraian mengenai kepelabuhanan dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Pelabuhan Laut:

a) Pelabuhan utama; b) Pelabuhan pengumpul; c) Pelabuhan pengumpan.

2) Pedoman dan tata cara penetapan Rencana Induk Pelabuhan serta DLKR dan DLKP;

3) Penyelenggaraan Pelabuhan (Badan Penyelenggara Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan);

(3)

5) Perizinan pembangunan dan pengoperasian pelabuhan; 6) Terminal khusus dan perubahan status terminal khusus; 7) Pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi

perdagangan luar negeri.

c. Keselamatan dan Kemanaan Pelayaran

Uraian mengenai keselamatan dan keamanan pelayaran dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Keselamatan dan keamanan angkutan pelayaran; 2) Keselamatan dan keamanan pelabuhan;

3) Perlindungan lingkungan maritim;

d. Kelaiklautan kapal

Uraian mengenai kelaiklautan kapal dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Keselamatan kapal;

2) Pencegahan dan pencemaran dari kapal. 3) Pengawakan kapal;

4) Garis muat kapal dan pemuatan;

5) Kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang; 6) Status hukum kapal;

7) Manaemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal;

8) Manajemen kemanaan kapal.

e. Kenavigasian

Uraian mengenai kenavigasian dapat dijelaskan sebagai berikut. 1) Sarana bantu navigasi pelayaran;

2) Telekomunikasi pelayaran; 3) Hidrografi dan meteorologi;

(4)

4) Alur dan perlintasan; 5) Pengerukan dan reklamasi 6) Pemanduan;

7) Kerangka kapal;

8) Salvage dan pekerjaan bawah air.

f. Syahbandar

Uraian mengenai kesyahbandaran dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Fungsi,tugas dan kewenangan Syahbandar; 2) Koordinasi kegiatan pemerintahan di pelabuhan; 3) Pemeriksaan ;

4) Persetujuan kegiatan kapal di pelabuhan 5) Pemeriksaan kapal;

6) Surat Persetujuan Berlayar;

7) Pemeriksaan pendahuluan kecelakaan kapal; 8) Penahanan kapal;

9) Sijil awak kapal;

g. Perlindungan Lingkungan Maritim

Uraian mengenai perlindungan lingkungan maritim dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Penyelenggara perlindungan lingkungan maritim;

2) Pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari pengoperasian kapal;

3) Pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari kegiatan kepelabuhanan;

4) Pembuangan limbah di perairan (dumping); 5) Penutuhan kapal.

(5)

h. Kecelakaan Kapal serta Pencarian dan Pertolongan

Uraian mengenai kecelakaan kapal serta pencarian dan pertolongan dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Bahaya terhadap kapal; 2) Kecelakaan kapal; 3) Mahkamah pelayaran; 4) Investigasi kecelakaan kapal; 5) Pencarian dan pertolongan.

i. Sumber daya manusia

Terkait dengan penyelenggaraandan pengembangan sumber daya manusia di bidang pelayaran yang dilaksanakan dengan tujuan tersedianya sumber daya manusia yang profesional, kompeten, disiplin, dan bertanggungjawab serta memenuhi standar nasional dan internasional.

j. Sistem informasi pelayaran

Sistem informasi pelayaran mencakup pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penyajian serta penyebaran datadan informasi pelyaran untuk

1) Mendukung operasional pelayaran;

2) Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat atau publik; 3) Mendukung perumusan kebijakan di bidang pelayaran

k. Penjagaan Laut dan Pantai

Uraian mengenai penjagaan laut dan pantai terdiri dari Fungsi penjagaan laut dan pantai, Tugas dan wewenang penjagaan laut dan pantai serta Prasarana penjagaan laut dan pantai

(6)

l. Penyidikan

Terkait mengenai penyidikan adalah terkait dengan wewenang penyidik pegawai negeri sipil.

2. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan

Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah. Dalam Peraturan Pemerintah No61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan diatur mengenai hal-hal berikut:

a. Tatanan Kepelabuhanan Nasional yang memuat peran,jenis, dan hierarki pelabuhan, rencana induk pelabuhan nasional,lokasi pelabuhan.

b. Rencana Induk Pelabuhan, Daerah Lingkungan Kerja, dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan yang memuat Rencana Induk Pelabuhan, Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan.

c. Penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan memuat kegiatan pemerintahan di pelabuhan, kegiatan pengusahaan di pelabuhan. d. Pembangunan Dan Pengoperasian Pelabuhan memuat izin

pembanguanan pelabuhan, pelaksanaan pembanguan pelabuhan, pengembangan pelabuhan,pengoperasian pelabuhan.

e. Terminal Khusus dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri memuat penetapan dan izin pengoperasian Terminal Khusus dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri.

(7)

g. Pelabuhan dan Terminal Khusus yang Terbuka untuk Perdagangan Luar Negeri memuat penetapan, persyaratan Pelabuhan dan Terminal Khsuus yang Terbuka untuk Perdagangan Luar Negeri.

h. Sistem Informasi Pelabuhan mencakup pengumpulan, pengelolaan, penganalisaan, penyimpanan, penyajian, serta penyebaran data pelabuhan.

3. Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 Tentang Kenavigasian Kenavigasian adalah kegiatan yang meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan sarana bantu navigasi pelayaran, telekomunikasi pelayaran, hidrografi, alur dan perlintasan, pemanduan, penanganan kerangka kapal, salvage, dan pekerjaan bawah air, untuk kepentingan keselamatan pelayaran kapal. Sarana bantu navigasi pelayaran adalah sarana yang dibangun atau terbentuk secara alami yang berada di luar kapal yang berfungsi membantu navigator dalam menentukan posisi dan/atau haluan kapal serta memberitahukan bahaya dan/atau rintangan pelayaran untuk kepentingan keselamatan berlayar. Telekomunikasi pelayaran adalah setiap pemancaran, pengiriman, atau penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara, dan informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya dalam dinas bergerak pelayaran yang merupakan bagian dari keselamatan pelayaran. PP No. 5 Tahun 2010 Tentang Kenavigasian memuat:

a. Alur dan perlintasan;

b. Sarana bantu navigasi pelayaran meliputi jenis dan fungsi, persyaratan da standar sarana bantu navigasi pelayaran, penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran, zona keamanan dan keselamatan sarana bantu navigasi pelayaran, kerusakan dan hambatan, biaya pemanfaatan sarana bantu navigasi pelayaran;

(8)

c. Fasilitas alur pelayaran sungai dan danau;

d. Telekomunikasi pelayaran meliputi sarana, jenis, dan fungsi, persyaratan dan standar peralatan telekomunikasi pelayaran,penyelenggaraan telekomunikasi pelayaran, zona keamanan dan keselamatan telekomunikasi pelayaran, kerusakan dan hambatan, biaya pemanfaatan telekomunikasi pelayaran, pelayanan komunikasi marabahaya, komunikasi segera dan keselmaatan serta siarantanda waktu standar.

e. Pelayanan Metereologi meliputi pelayanan jasa informasi cuaca. f. Bangunan atau instalasi di perairan meliputi persyaratan

bangunana atau instalasi di perairan.

g. Pengerukan dan reklamasi meliputi persyaratan teknis pekerjaan pengerukan dan reklamasi.

h. Pemanduan meliputi penetapan peraian wajib pandu, persyaratan petugas pandu.

i. Kerangka kapal meliputi

j. Salvage dan pekerjaan bawah air meliputi kegiatan bawah air,persyaratan izin usaha untuk badan usaha untuk kegiatan salvage dan pekerjaan bawah air.

k. Sistem informasi kenavigasian meliputi meliputi kegiatan sistem informasi kenavigasian

l. Petugas sarana bantu navigasi pelayaran dan telekomunikasi pelayaran, meliputi petugas sarana bantu navigasi pelayaran dan telekomunikasi pelayaran

4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan Di Perairan

Angkutan di perairan meliputi angkutan laut, angkutan sungai dan danau, angkutan penyeberangan. Angkutan laut adlaah kegiatan

(9)

angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut. Angkutan Laut Dalam Negeri adalah kegiatan angkutan laut yang dilaksanakan oleh perusahaan angkutan laut nasional. Angkutan Laut Luar Negeri adalah kegiatan angkutan laut dari pelabuhan atau terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri ke pelabuhan luar negeri atau dar pelabuhan luar negeri ke pelabuhan atau terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut.

Angkutan Sungai dan Danau Untuk Kepentingan Sendiri adalah kegiatan angkutan sungai dan danau yang dilakukan untuk melayani kepentingan sendiri dalam menunjang usaha pokoknya. Angkutan Penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya.

Beberapa hal yang terkait dengan angkutan perairan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan Di Perairan adalah sebagai berikut:

a. Angkutan laut meliputi Angkutan Laut Dalam Negeri, kegiatan trayek angkutan laut dalam negeri,kegiatan pengoperasian lapal pada jaringan trayek, kegiatan keagenan kapal angkutan laut dalam negeri, angkutan laut luar negeri, kegiatan trayek angkutan laut luar negeri, kegiatan angkutan laut lintas batas,kegaiatan keagenan umum kapal angkutan laut asing, perwakilan perusahaan angkutan laut asing,angkutan laut khusus, angkutan laut prlayaran rakyat,

b. Angkutan sungai dan danau meliputi Angkutan sungai dan danau di dalam negeri, Angkutan sungai dan danau antara Negara Republik Indonesia dan Negara Tetangga, Kegiatan Angkutan sungai dan danau untuk Kepentingan Sendiri.

(10)

c. Angkutan Penyeberangan meliputi kegiatan angkutan penyeberangan di dalam negeri, kegiatan penyeberangan antara Negara Republik Indonesia dan Negara Tetangga, penempatan kapal

d. Angkutan di perairan untuk daerah masih tertinggal dan atau wilayah terpencil meliputi pelayaran perintis, penugasan,trayek Angkutan di perairan untuk daerah masih tertinggal dan atau wilayah terpencil.

e. Kegiatan jasa terkait dengan angkutan perairan meliptui kegiatan usaha bongkar muat barang, kegaiatn usaha jasa pengurusan transportasi, kegiatan angkutan usaha perairan pelabuhan, kegiatan usaha penyewaan peralatanangkutan laut atau peraltan jasa terkait dengan angkutan laut, kegaiatn usaha depo peti kemas, kegiatan usaha pengeloaan kapal, kegaiatn uusaa perantara jual eli dan atu sewa kapal, kegaitan usaha keagenan kapal, kegaiatan usaha perawatan dan perabikan kapal. f. Perizinan meliputi izin usaha angkutan di perairan, izin usaha angkutan laut, izin usaha angkutan laut pelayaran rakyat, izin usaha angkutan sungai dan danau, izin usaha angkutan penyeberangan, izin usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan, izin usaha bongkar muat barang,izin usaha jasa pnegurusan transportasi, izin usaha angkutan perairan pelabuhan, izin usaha penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan laut,izin usaha tally mandiri,izin usaha depo peti kemas,izin usaha pengelolaan kapal, izin usaha perantara/jual beli kapal dan atau sewa kapal, izin usaha keagenan awak kapal, izin usaha keagenan kapal, izin usaha perawatan dan perbaikan kapal, izin operasi angkutan di perairan, izin operasi angkutan laut khusus, izin operasi angkutan sungai dan danau untuk kepentingan sendiri.

(11)

g. Penarifan meliputi tarif angkutan penumpang dan tarif angkutan barang, tarif ushaa jasa terkait dengan angkutan di peraiaran. h. Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengangkut meliputi wajib

angkut, tanggung jawab pengankut,

i. Pengangkut barang khusus dan barang berbahaya meliputi kriteria barang khusus dan abrang berbahaya.

j. Pemberdayaan industri angkutan perairan nasional meliputi upaya pemberdayaan industri pelayaran yang dilakukan oleh peemrintah

5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan Di Perairan

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan diubah sebagai berikut:

a. Ketentuan Pasal 5 ayat (2) diubah dan ayat (3) dan ayat (4) dihapus serta penjelasan Pasal 5 dihapus sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5

(1) Kegiatan angkutan laut dalam negeri dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia serta diawaki oleh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia.

(2) Kegiatan angkutan laut dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang antar pelabuhan laut di wilayah perairan Indonesia.

(3) Dihapus. (4) Dihapus.

(12)

b. Diantara BAB XIII dan BAB XIV disisipkan 1 (satu) bab yakni BAB XIIIA sehingga berbunyi:

BAB XIIIA

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 206a

(1) Kapal asing dapat melakukan kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri di wilayah perairan Indonesia sepanjang kapal berbendera Indonesia belum tersedia atau belum cukup tersedia. (2) Kapal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

memiliki izin dari Menteri.

(3) Kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:

(a) survey minyak dan gas bumi; (b) pengeboran;

(c) konstruksi lepas pantai;

(d) penunjang operasi lepas pantai; (e) pengerukan; dan

(f) salvage dan pekerjaan bawah air.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

6. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2010 Tentang Perlindungan Lingkungan Maritim

(13)

mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang bersumber dari kegiatan yang terkait dengan pelayaran. Beberapa hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Lingkungan adalah sebabagi berikut:

a. Pencegahan dan penanggulan pencemaran dari pengoperasian kapal diantaranya adalah persyaratan pembuangan limbah ke perairan, peralatan pencegahan dan bahan penanggulangan pencemaran di kapal, pengesahan peralatan dan bahan pencegahan dan penanggulangan pencemaran, pola penanggulangan keadaan darurat pencemaran di kapal.

b. Pencegahan pencemaran lingkungan yang bersumber dari barang dan bahan berbahaya yang ada di kapal, meliptui manajemen air balas kapal, standar daya tahan pelindung anti karat,pencucian tangki kapal.

c. Pencegahan pencemaran dari kegiatan di pelabuhan d. Penanggulangan pencemaran di perairan dan pelabuhan.

e. Penanggulangan pencemaran yang bersumber dari kapal,unit kegiatan lain di perairan, dan kegiatan di pelabuhan.

f. Tanggung jawab pemilik atau operator kapal g. Lokasi pembuangan limbah di perairan

h. Sistem informasi perlindungan lingkungan maritim.

7. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan Dalam peraturan ini diatur beberapa hal diantaranya sebagai berikut: a. Pengadaan, pembangunan, dan pengerjaan kapal.

b. Kelaiklautan kapal c. Pengukuran kapal

(14)

e. Keselamatan kapal

f. Pencegahan pencemaran dari kapal

g. Manajemen keselamatan pengoperasian kapal dan pencegahan pencemaran dari kapal.

8. Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

Dalam peraturan ini diatur mengenai pembagaian urusan pemerintah. Urusan pemerintahan terdiri atas atas urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah danu rusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah meliputi: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan adalah semua urusan pemerintahan di luar urusan yang menjadi kewenangan pemerintah, termasuk diantaranya adalah sektor perhubungan.

Urusan pemerintahan terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pelayanan dasar. Urusan wajib termasuk didalamnya adalah perhubungan. Penyelenggaraan urusan wajib oleh pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota dilaksanakan dengan mengikuti norma, standar, pedoman, dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah. Menteri/kepala lembaga pemerintah non departemen menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan. Di dalam menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria harus memperhatikan keserasian hubungan Pemerintah dengan pemerintahan daerah dan antar pemerintahan daerah sebagai satu kesatuan sistem dalam kerangka NegaraKesatuan Republik Indonesia. Penetapan norma, standar,

(15)

prosedur, dan kriteria melibatkan pemangku kepentingan terkait dan berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.

Beberapa pembagian kewenangan pada sektor perhubungan khususnya perhubungan laut yang sudah diserahkan kepada pemerintah daerah provinsi diantaranya adalah

a. Kapal berukuran tonase kotor sama dengan atau lebih dari 7 (GT ≥7) yang berlayar hanya di perairan daratan (sungai dan danau. Pemberian izin pembangunan dan pengadaan kapal sampai dengan GT 300 ditugas-pembantuankan kepada provinsi. b. Pelaksanaan pengukuran kapal sampai dengan GT 300

ditugas-pembantuankan kepada provinsi Pelaksanaan pengawasan keselamatan kapal Pelaksanaan pemeriksaan radio/elektronika kapal. Pelaksanaan pengukuran kapal. Penerbitan pas perairan daratan.Pencatatan kapal dalam buku register pas perairan daratan.Pelaksanaan pemeriksaan konstruksi.Pelaksanaan pemeriksaan permesinan kapal. Penerbitan sertifikat keselamatan kapal. Pelaksanaan pemeriksaan perlengkapan kapal.Penerbitan dokumen pengawakan kapal.

c. Kapal berukuran tonase kotor kurang dari 7 (GT <7) yang berlayar hanya di perairan daratan (sungai dan danau): Pemberian izin pembangunan dan pengadaan kapal.

d. Kapal berukuran tonase kotor lebih dari atau sama dengan GT 7 (GT ≥ 7) yang berlayar di laut:Kapal berukuran tonase kotor kurang dari GT 7 (GT < 7) yang berlayar di laut: Pemberian izin pembangunan dan pengadaan kapal.

e. Pengelolaan pelabuhan regional lama.

f. Rekomendasi penetapan rencana induk pelabuhan laut internasional hub, internasional dan nasional.

g. Penetapan rencana induk pelabuhan laut regional. h. Rekomendasi penetapan lokasi pelabuhan umum.

(16)

i. Rekomendasi penetapan lokasi pelabuhan khusus.

j. Penetapan keputusan pelaksanaan pembangunan pelabuhan laut regional.

k. Penetapan pelaksanaan pembangunan pelabuhan khusus regional.

l. Penetapan keputusan pelaksanaan pengoperasian pelabuhan laut regional.

m. Penetapan izin pengoperasian pelabuhan khusus regional. n. Rekomendasi penetapan DLKr/DLKp pelabuhan laut

internasional hub.

o. Rekomendasi penetapan DLKr/DLKp pelabuhan laut internasional.

p. Rekomendasi penetapan DLKr/DLKp pelabuhan laut nasional. q. Penetapan DLKr/DLKp pelabuhan laut regional.

r. Izin kegiatan pengerukan di dalam DLKr/DLKp pelabuhan laut regional.

s. Izin reklamasi di dalam DLKr/DLKp pelabuhan laut regional. t. Pertimbangan teknis terhadap penambahan dan/atau

pengembangan fasilitas pokok pelabuhan laut regional.

u. Penetapan pelayanan operasional 24 (dua puluh empat) jam pelabuhan laut regional.

v. Izin kegiatan pengerukan di wilayah perairan pelabuhan khusus regional.

w. Izin kegiatan reklamasi di wilayah perairan pelabuhan khusus regional.

x. Penetapan pelayanan operasional 24 (dua puluh empat) jam pelabuhan khusus regional.

(17)

y. Penetapan DUKS di pelabuhan regional.

z. Rekomendasi penetapan pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri.

aa. Izin usaha perusahaan angkutan laut bagi perusahaan yang berdomisili dan beroperasi pada lintas pelabuhan antar kabupaten/kota dalam wilayah provinsi setempat.

bb. Izin usaha pelayaran rakyat bagi perusahaan yang berdomisili dan beroperasi pada lintas pelabuhan antar kabupaten/kota cc. dalam wilayah provinsi setempat, pelabuhan antar/provinsi dan

internasional (lintas batas).

dd. Pemberitahuan pembukaan kantor cabang perusahaan angkutan laut nasional yang lingkup kegiatannya melayani lintas pelabuhan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi.

ee. Pemberitahuan pembukaan kantor cabang perusahaan pelayaran rakyat yang lingkup kegiatannya melayani lintas pelabuhan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi, lintas pelabuhan antar provinsi serta lintas pelabuhan internasional (lintas batas). ff. Pelaporan pengoperasian kapal secara tidak tetap dan tidak

teratur (tramper) bagi perusahaan angkutan laut yang berdomisili dan beroperasi pada lintas pelabuhan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi.

gg. Pelaporan penempatan kapal dalam trayek tetap dan teratur (liner) dan pengoperasian kapal secara tidak tetap dan tidak teratur (tramper) bagi perusahaan pelayaran rakyat yang berdomisili dan beroperasi pada lintas pelabuhan antar kabupaten/kota dalam wilayah provinsi setempat, pelabuhan antar provinsi dan internasional (lintas batas).

hh. Izin usaha tally di pelabuhan.

(18)

jj. Izin usaha ekspedisi/Freight Forwarder. kk. Izin usaha angkutan perairan pelabuhan.

ll. Izin usaha penyewaan peralatan angkutan laut/ peralatan penunjang angkutan laut.

mm. Izin usaha depo peti kemas.

Beberapa pembagian kewenangan pada sektor perhubungan khususnya perhubungan laut yang sudah diserahkan kepada pemerintah daerah kabuaten/kota diantaranya adalah:

a. Pemberian surat izin berlayar untuk Kapal berukuran tonase kotor sama dengan atau lebih dari 7 (GT ≥7) yang berlayar hanya di perairan daratan (sungai dan danau):

b. Untuk Kapal berukuran tonase kotor kurang dari 7 (GT <7) yang berlayar hanya di perairan daratan (sungai dan danau): Pelaksanaan pengawasan keselamatan kapal. Pelaksanaan pengukuran kapal.Penerbitan pas perairan daratan.Pencatatan kapal dalam buku register pas perairan daratan. Pelaksanaan pemeriksaan konstruksi kapal.Pelaksanaan pemeriksaan permesinan kapal. Pelaksanaan pemeriksaan perlengkapan kapal. Penerbitan sertifikat keselamatan kapal. Penerbitan dokumen pengawakan kapal.Pemberian surat izin berlayar. c. Kapal berukuran tonase kotor lebih dari atau sama dengan GT 7

(GT ≥ 7) yang berlayar di laut:

d. Kapal berukuran tonase kotor kurang dari GT 7 (GT < 7) yg berlayar di laut:Pelaksanaan pengawasan keselamatan kapal. Pelaksanaan pengukuran kapal. Penerbitan pas kecil Pencatatan kapal dalam buku register pas kecil. Pelaksanaan pemeriksaan konstruksi kapal. Pelaksanaan pemeriksaan permesinan kapal. Penerbitan sertifikat keselamatan kapal. Pelaksanaan pemeriksaan perlengkapan kapal. Penerbitan dokumen pengawakan kapal.

(19)

e. Penetapan penggunaan tanah lokasi pelabuhan laut. f. Pengelolaan pelabuhan lokal lama.

g. Pengelolaan pelabuhan baru yang dibangun oleh kabupaten/kota.

h. Rekomendasi penetapan rencana induk pelabuhan laut internasional hub, internasional dan nasional.

i. Penetapan rencana induk pelabuhan lokal. j. Rekomendasi penetapan lokasi pelabuhan umum. k. Rekomendasi penetapan lokasi pelabuhan khusus.

l. Penetapan keputusan pelaksanaan pembangunan pelabuhan laut lokal.

m. Penetapan pelaksanaan pembangunan pelabuhan khusus lokal. n. Penetapan keputusan pelaksanaan pengoperasian pelabuhan laut

lokal.

o. Penetapan izin pengoperasian pelabuhan khusus lokal. (B-3) p. Rekomendasi penetapan DLKr/DLKp pelabuhan laut

internasional hub.

q. Rekomendasi penetapan DLKr/DLKp pelabuhan laut internasional.

r. Rekomendasi penetapan DLKr/DLKp pelabuhan laut nasional. s. Rekomendasi penetapan DLKr/DLKp pelabuhan laut regional.

(B-6)

t. Penetapan DLKr/DLKp pelabuhan laut lokal.

u. Pertimbangan teknis terhadap penambahan dan/atau pengembangan fasilitas pokok pelabuhan laut lokal.

v. Izin kegiatan pengerukan di wilayah perairan pelabuhan khusus lokal.

(20)

w. Izin kegiatan reklamasi di wilayah perairan pelabuhan khusus lokal.

x. Penetapan DUKS di pelabuhan lokal.

y. Pelaksanaan rancang bangun fasilitas pelabuhan bagi pelabuhan dengan pelayaran lokal (kabupaten/kota).

z. Izin kegiatan pengerukan di dalam DLKr/DLKp pelabuhan laut lokal.

aa. Izin kegiatan reklamasi di dalam DLKr/DLKp pelabuhan laut lokal. (B-8)

bb. Penetapan pelayanan operasional 24 (dua puluh empat) jam pelabuhan laut lokal.

cc. Penetapan pelayanan operasional 24 (dua puluh empat) jam pelabuhan khusus lokal.

dd. Rekomendasi penetapan pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri.

ee. Penetapan besaran tarif jasa kepelabuhanan pada pelabuhan lokal yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota. ff. Izin usaha perusahaan angkutan laut bagi perusahaan yang

berdomisili dan beroperasi pada lintas pelabuhan dalam kabupaten/kota setempat.

gg. Izin usaha pelayaran rakyat bagi perusahaan yang berdomisili dan beroperasi pada lintas pelabuhan dalam wilayah kabupaten/kota setempat.

hh. Pemberitahuan pembukaan kantor cabang perusahaan angkutan laut nasional yang lingkup kegiatannya melayani lintas pelabuhan dalam satu kabupaten/kota.

ii. Pemberitahuan pembukaan kantor cabang perusahaan pelayaran rakyat yang lingkup kegiatannya melayani lintas pelabuhan

(21)

jj. Pelaporan pengoperasian kapal secara tidak tetap dan tidak teratur (tramper) bagi perusahaan angkutan laut yang berdomisili dan beroperasi pada lintas pelabuhan dalam wilayah kabupaten/kota setempat.

kk. Pelaporan penempatan kapal dalam trayek tetap dan teratur (liner) dan pengoperasian kapal secara tidak tetap dan tidak teratur (tramper) bagi perusahaan pelayaran rakyat yang berdomisili dan beroperasi pada lintas pelabuhan dalam wilayah kabupaten/kota setempat.

ll. Izin usaha tally di pelabuhan.

mm. Izin usaha bongkar muat barang dari dan ke kapal. nn. Izin usaha ekspedisi/Freight Forwarder.

oo. Penetapan lokasi pemasangan dan pemeliharaan alat pengawasan dan alat pengamanan (rambu-rambu), danau dan sungai lintas kabupaten/kota.

pp. Pemberian rekomendasi dalam penerbitan izin usaha dan kegiatan salvage serta persetujuan Pekerjaan Bawah Air (PBA) dan pengawasan kegiatannya dalam kabupaten/kota.

nn. Pemberian rekomendasi penetapan lokasi bandar udara umum. oo. Pemantauan terhadap pelaksanaan keputusan penetapan lokasi

bandar udara umum dan melaporkan ke pemerintah, pada bandar udara yang belum terdapat kantor adbandara.

pp. Penetapan/izin pembangunan bandar udara umum yang melayani pesawat udara < 30 tempat duduk.

9. Peraturan Menteri Perhubungan No 68 Tahun 2011 Tentang Alur Pelayaran

Beberapa hal yang diatur dalam Peraturan ini adalah sebagai berikut: a. Alur pelayaran di laut.

(22)

b. Penyelenggaraan alur pelayaran di laut. c. Sistem rute.

d. Tata cara berlalulintas di alur pelayran di laut. e. Daerah labuh kapal.

f. Bangunana atau instalasi di perairan. g. Alur laut kepualauan Indonesia

h. Sistem Informasi alur pelayaran di laut.

10. Peraturan Menteri Perhubungan No 53 Tahun 2011 Tentang Alur Pemanduan

Beberapa hal yang diatur dalam Peraturan ini adalah sebagai berikut: a. Perairan pandu.

b. Tata cara dan persyaratan penetapan perairan pandu c. Petugas Pandu

d. Penyelenggaraan pemanduan.

e. Prosedur pemberian pelayanan jasa pemanduan. f. Biaya Pemanduan.

g. Pengawas Pemanduan

11. Peraturan Menteri Perhubungan No 52 Tahun 2011 Tentang Pengerukan dan Reklamasi

Beberapa hal yang diatur dalam Peraturan ini adalah sebagai berikut: a. Pengerukan.

b. Reklamasi.

c. Usaha pengerukan dan reklamasi.

12. KM No. 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance)

(23)

Dalam KM ini didefinisikan bahwa Surat PerSetujuan Berlayar (Port Clearance) adalah dokumen negara yang dikeluarkan oleh Syahbandar kepada setiap kapal yang akan berlayar meninggalkan pelabuhan setelah kapal memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal dan kewajiban lainnya dimana dijelaskan pula dalam pasal 2 bahwa setiap kapal yang berlayar wajib memiliki surat persetujuan berlayar yang dikeluarkan oleh syahbandar setelah kapal memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal dan kewajiban lainnya.

Dalam bab 2 pasal 3 dijelaskan bahwa untuk memperoleh untuk memperoleh surat persetujuan berlayar(port clearance), pemilik atau operator kapal mengajukan permohonan secara tertulis kepada Syahbandar dengan menggunakan format sebagaimana contoh pada SK ini, dengan melampirkan :

a. surat pernyataan kesiapan kapal berangkat dari Nakhoda (Master Sailing Declaration).

b. dokumen muatan serta bukti-bukti pemenuhan kewajiban kapal lainnya (bukti pembayaran jasa kepelabuhanan, jasa kenavigasian, penerimaan uang perkapalan, persetujuan (clearance) Bea dan Cukai, (clearance) Imigrasi, (clearance) Karantina kesehatan; dan (clearance) Karantina hewan dan tumbuhan).

Setelah pengajuan permohonan tersebut, pejabat pemeriksa kelaiklautan kapal melakukan pemeriksaan kelaiklautan kapal meliputi pemeriksaan administratif dan fisik di atas kapal yang secara lengkap tertuang pada bab 3.

Syahbandar mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance) berdasarkan hasil kesimpulan atau resume pemenuhan persyaratan administratif dan teknis kelaiklautan kapal. Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance) berlaku 24 (dua puluh empat) jam dari waktu tolak yang ditetapkan dan hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) kali pelayaran.

(24)

13. Peraturan Menteri Perhubungan No 48 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pemberian Izin Penggunaan Kapal Asing Untuk Kegiatan Lain yang Tidak Termasuk Kegiatan Mengangkut Penumpang Dan/Atau Barang Dalam Kegiatan Angkutan Laut Dalam Negeri

Beberapa hal yang diatur dalam Peraturan ini adalah sebagai berikut: a. Kapal asing dapat melakukan kegiatan lain yang tidak termasuk

kegiatan mengangkut penumpang dan atau barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri di wilayah perairan Indonesia sepanjang kapal berbendera Indonesia belum tersedia atau belum cukup tersedia.

Kapal asing wajib memiliki izin dari Menteri.

b. Kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan/ atau barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:

1) survey minyak dan gas bumi; 2) pengeboran;

3) konstruksi lepas pantai;

4) penunjang operasi lepas pantai; 5) pengerukan; dan

6) salvage dan pekerjaan bawah air.

c. Kapal asing untuk kegiatan survey minyak dan gas bumi meliputi:

1) survey seismik.; 2) survey geofisika; dan 3) survey geoteknik.

(25)

d. Kapal asing untuk kegiatan pengeboran meliputi: 1) jack up rig;

2) semi submersible rig; 3) deep water drill ship; 4) tender assist rig; dan 5) swamp barge rig.

e. Kapal asing untuk kegiatan konstruksi lepas pantai meliputi: 1) derrick/crane, pipe/ cable/ Subsea Umbilical Riser

Flexible (SURF) laying barge/ vessel; dan 2) Diving Support Vessel (DSV).

f. Kapal asing untuk kegiatan penunjang operasi lepas pantai meliputi:

1) anchor handling tug supply vessel Iebih besar dari 5000 BHPdengan Dynamic Position (DP2/DP3);

2) platform supply vessels; dan 3) Diving Support Vessel (DSV).

g. Kapal asing untuk kegiatan pengerukan sebagaimana meliputi: 1) drag-head suction hopper dredger; dan

2) trailing suction hopper dredger.

h. Kapal asing untuk kegiatan salvage dan pekerjaan bawah air meliputi:

1) heavy floating crane; 2) heavy crane barge; dan 3) survey salvage.

i. Kapal asing untuk me1akukan kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang dalam

(26)

kegiatan angkutan laut dalam negeri pengoperasiannya dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional. Izin penggunaan kapal asing diberikan oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan:

1) Rencana kerja yang dilengkapi dengan jadwal dan wilayah kerja kegiatan yang ditandai dengan koordinat geografis. 2) memiliki charter party antara perusahaan angkutan laut

nasional dengan pemilik kapal asing dan kontrak kerja dan/l atau Letter of Intent {LOl}dari pemberi kerja.

3) copy Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL).

4) copy Sertifikat Tanda Kebangsaan/Pendaftaran Kapal. 5) copy Sertifikat Keseiamatan dan Keamanan Kapal. 6) copy Sertifikat Pencegahan Pencemaran Kapal. 7) copy Sertifikat Klasifikasi Kapal.

8) copy Daftar ISijilAwakKapal; dan 9) copy Sertifikat Manajemen Keselamatan.

j. Izin penggunaan kapal asing dapat diberikan oleh Menteri setelah dilakukan minimum 1 (satu) kali upaya pengadaan kapal berbendera Indonesia dan temyata tidak tersedia kapal sejenis yang berbendera Indonesia yang dibuktikan dengan pengumuman lelang.

k. Izin penggunaan kapal asing diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang setelah dilakukan evaluasi.

l. Untuk memperoleh izin penggunaan kapal asing, pemohon mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan dilengkapi dokumen pemenuhan persyaratan

(27)

dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sebelum kapal dioperasikan dengan menggunakan format sebagaimana contoh 1 dalam Lampiran I dari Peraturan Menteri ini.

m. Berdasarkan permohonan izin, Direktur Jenderal melakukan penelitian persyaratan permohonan izin penggunaan kapal asing dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan belum terpenuhi, Direktur Jenderal mengembalikan permohonan secara tertulis kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan.Permohonan yang dikembalikan dapat diajukan kembali kepada Direktur Jenderal setelah permohonan dilengkapi. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan terpenuhi Direktur Jenderal menyampaikan hasil penelitian kepada Menteri. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Direktur Jenderal, Menteri dalam jangka waktu paling lama7 (tujuh) hari menerbitkan izin penggunaan kapal asing dengan format Keputusan Menteri sebagaimana tersebutcontoh 2 dalam Lampiran I yang merupakan bagian dari Peraturan Menteri ini.

n. Kapal asing dapat melakukan kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang danl atau barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri di wilayah perairan Indonesia, dalam jangka waktu sebagaimana dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

o. Dalam rangka menerapkan asas cabotage secara konsekuen, Direktur Jenderal melakukan evaluasi untuk mengetahui kapal berbendera Indonesia belum tersedia atau belum cukup tersedia Evaluasi dilakukan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan dengan mengikutsertakan instansi terkait dan asosiasi penyedia jasa serta asosiasi pengguna jasa.

(28)

14. Peraturan Menteri Pehubungan KM No 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan

Dalam Peraturan Menteri Pehubungan No 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan disebutkan mengenai tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang dapat dijadikan acuan dalam penyususnan norma, standar, pedoman, dan kriteria di bidang pelayaran. Adapaun isi dari Peraturan Menteri Pehubungan No 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan diantaranya sebagai berikut:

a. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi di bidang perhubungan laut (pasal 227). b. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menyelenggarakan fungsi

(pasal 228):

1) Penyiapan perumusan kebijakan Departemen Perhubungan di bidang lalu lintas dan angkutan laut, pelabuhan dan pengerukan, perkapalan dan kepelautan, kenavigasian serta penjagaan dan penyelamatan;

2) Pelaksanaan kebijakan di bidang lalu lintas dan angkutan laut, pelabuhan dan pengerukan, perkapalan dan kepelautan, kenavigasian serta penjagaan dan penyelamatan;

3) Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang perhubungan laut;

4) Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi;

5) Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

c. Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut menyelenggarakan fungsi (pasal 250):

(29)

1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang tarif angkutan laut, angkutan laut dalam negeri dan luar negeri, angkutan laut khusus, usaha angkutan laut dan penunjang angkutan laut, pengembangan sistem dan informasi angkutan laut; 2) Penyiapan perumusan norma, kriteria, pedoman dan

prosedur di bidang tarif angkutan laut, angkutan laut dalam negeri dan luar negeri, angkutan laut khusus, usaha angkutan laut dan penunjang angkutan laut, pengembangan sistem dan informasi angkutan laut; 3) Pemberian bimbingan teknis di bidang tarif angkutan laut,

angkutan laut dalam negeri dan luar negeri, angkutan laut khusus, usaha angkutan laut dan penunjang angkutan laut, pengembangan sistem dan informasi angkutan laut; 4) Penyiapan pemberian perizinan penyelenggaraan usaha

pelayaran antar propinsi dan atau internasional dan izin operasi angkutan laut khusus serta penetapan syarat bendera kapal asing yang beroperasi di perairan indonesia dan persyaratan agen umum dan perwakilan perusahaan pelayaran asing;

5) Pelaksanaan evaluasi penyelenggaraan di bidang tarif angkutan laut, angkutan laut dalam negeri dan luar negeri, angkutan laut khusus, usaha angkutan laut dan penunjang angkutan laut, pengembangan sistem dan informasi angkutan laut;

6) Pelaksanaan umsan tata usaha, kepegawaian dan rumah tangga direktorat.

d. Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan menyelenggarakan fungsi (pasal 274):

1) Penyiapan pemmusan kebijakan di bidang pengembangan pelabuhan dan perancangan fasilitas pelabuhan,

(30)

pengemkan dan reklamasi, pemanduan dan penundaan kapal, bimbingan pelayanan jasa dan operasional pelabuhan;

2) Penyiapan pemmusan norma, kriteria, pedoman dan prosedur di bidang pengembangan pelabuhan dan perancangan fasilitas pelabuhan, pengerukan dan reklamasi, pemanduan dan penundaan kapal, bimbingan pelayanan jasa dan operasional pelabuhan; 3) Pemberian bimbingan teknis di bidang pengembangan pelabuhan dan perancangan fasilitas pelabuhan, pengemkan dan reklamasi, pemanduan dan penundaan kapal, pelayanan jasa dan operasional pelabuhan;

4) Penyiapan pemberian perizinan dan standardisasi penyelenggaraan pengembangan pelabuhan, perancangan fasilitas pelabuhan pengerukan dan reklamasi, pemanduan dan penundaan kapal, pelayanan jasa dan operasional pelabuhan;

5) Pelaksanaan evaluasi penyelenggaraan kegiatan di bidang pengembangan pelabuhan, perancangan fasilitas pelabuhan, pengemkan dan reklamasi, pemanduan dan penundaan kapal, pelayanan jasa dan operasional pelabuhan ;

6) Pelaksanaan umsan tata usaha, kepegawaian dan mmah tangga direktorat.

e. Direktorat Perkapalan dan Kepelautan menyelenggarakan fungsi (pasal 298):

1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang rancang bangun dan kelaikan kapal, pengukuran, pendaftaran dan kebangsaan kapal,nautis, teknis, dan radio kapal, pencemaran dan manajemen keselamatan kapal,

(31)

pembersihan tangki kapal (tank cleaning), perbaikan dan pemeliharaan (floating and running repair) kapal, penetapan standar pengujian dan sertifikasi kepelautan; 2) Penyiapan perumusan norma, kriteria, pedoman dan

prosedur dibidang rancang bangun dan kelaikan kapal, pengukuran,pendaftaran dan kebangsaan kapal, nautis, teknis, dan radio kapal, pencemaran dan manajemen keselamatan kapal,pembersihan tangki kapal (tank cleaning), perbaikan dan pemeliharaan (floating and running repair) kapal, penetapanstandar pengujian dan sertifikasi kepelautan;

3) Pemberian bimbingan teknis di bidang rancang bangun dan kelaikan kapal, pengukuran, pendaftaran dan kebangsaan kapal,nautis, teknis, dan radio kapal, pencemaran dan manajemen keselamatan kapal, pembersihan tangki kapal (tank cleaning),perbaikan dan pemeliharaan (floating and running repair) kapal,penetapan standar pengujian dan sertifikasi kepelautan;

4) Penyiapan pemberian sertifikasi, surat ukur kapal dan surat tanda kebangsaan kapal dalam penyelenggaraan kelaiklautan kapal, kepelautan, pengukuran dan pendaftaran kapal serta manajemen keselamatan kapal ( ISM-code );

5) Pelaksanaan evaluasi penyelenggaraan kegiatan di bidang rancang bangun dan sertifikasi kapal, standar pengujian dan sertifikasi kepelautan, pengawakan kapal dan dokumen pelaut, keselamatan kapal dan manajemen keselamatan kapal, pengukuran dan sural ukur kapal,

(32)

pendaftaran dan tanda kebangsaan kapal, jaminan ganti rugi pencemaran laut oleh minyak dari kapal;

6) Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian dan rumah tangga direktorat.

f. Direktorat Kenavigasian menyelenggarakan fungsi (pasal 322): 1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang perambuan,

telekomunikasi pelayaran, pengamatan laut, kapal negara dan pangkalan kenavigasian, sarana dan prasarana kenavigasian;

2) Penyiapan perumusan norma, kriteria, pedoman dan prosedur dibidang perambuan, telekomunikasi pelayaran, kapal negara dan pangkalan kenavigasian, sarana dan prasarana kenavigasian;

3) Pemberian bimbingan teknis di bidang perambuan, telekomunikasi pelayaran, pengamatan laut, kapal negara dan pangkalan kenavigasian, sarana dan prasarana kenavigasian;

4) Penyiapan pemberian perizinan dan pelayanan dalam penyelenggaraan perambuan dan telekomunikasi pelayaran;

5) Pelaksanaan evaluasi penyelenggaraan kegiatan di bidang perambuan, telekomunikasi pelayaran, pengamatan laut, kapal negara, pangkalan kenavigasian, sarana dan prasarana kenavigasian;

6) Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian dan rumah tangga direktorat.

g. Direktorat Penjagaan dan Penyelamatan menyelenggarakan fungsi (pasal 345):

(33)

1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengamanan, patroli, penanggulangan musibah dan pencemaran, tertib perairan dan pelabuhan, salvage dan pekerjaan bawah air, kesiapan sarana penjagaan dan penyelamatan;

2) Penyiapan perumusan pedoman, norma, kriteria dan prosedur di bidang pengamanan, patroli, penanggulangan musibah dan pencemaran, tertib perairan dan pelabuhan, salvage dan pekerjaan bawah air serta kesiapan sarana penjagaan dan penyelamatan;

3) Pemberian bimbingan teknis di bidang pengamanan, patroli,penanggulangan musibah dan pencemaran, tertib perairan dan pelabuhan, salvage dan pekerjaan bawah air serta kesiapan sarana penjagaan dan penyelamatan; 4) Penyiapan pemberian perizinan pelayanan di bidang tertib

perairan dan pelabuhan, penanggulangan musibah dan pencemaran serta salvage dan pekerjaan bawah air serta penyelaman;

5) Pelaksanaan evaluasi penyelenggaraan kegiatan di bidang tertib perairan dan pelabuhan, penanggulangan musibah dan pencemaran serta salvage dan pekerjaan bawah air; 6) Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian dan rumah

tangga direktorat.

15. Peraturan Menteri Perhubungan No KM 63 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Pelabuhan.

Dalam Peraturan Menteri Perhubungan No KM 63 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Pelabuhan disebutkan mengenai tugas-tugas dari Otoritas Pelabuhan, diantaranya adalah:

(34)

a. Untuk bidang perencanaan dan pembangunan tugasnya adalah: 1) Penyiapan bahan penyusunan rencana kerja penyediaan

lahan daratan dan perairan pelabuhan.

2) Penyediaan dan pemeliharaan penahan gelombang. 3) Pengerukan kolam pelabuhan dan alur pelayaran. 4) Reklamasi.

5) Jaringan jalan.

6) Sarana bantu navigasi pelayaran.

7) Rencana induk pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan.

8) Penetapan standar kinerja operasional pelayanan jasa kepelabuhanan.

9) Rencana pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pelayanan jasa kepelabuhanan yang diperlukan oleh pengguna jasa yang belum disediakan oleh Badan Usaha Pelabuhan.

10) Penyiapan bahan penyusunan program penyediaan dan pemeliharaan penahan gelombang.

11) Rencana desain konstruksi fasilitas pokok pelabuhan dan fasilitas penunjang kepelabuhanan.

12) program pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pelayanan jasa kepelabuhanan yang diperlukan oleh pengguna jasa yang belum disediakan oleh Badan Usaha Pelabuhan.

13) Penyipan bahan analisa dan evaluasi pembangunan penahan gelombang, pengerukan kolam pelabuhan, dan alur pelayaran, reklamasi, jaringan jalan, sarana bantu

(35)

navigasi pelayaran dan sarana dan prasarana pelayanan jasa kepelabuhanan yang diperlukan oleh pengguna jasa yang belum di sediakan oleh badan usaha pelabuhan. 14) Penyusunan dan pengusulan tariff untuk ditetapkan oleh

Menteri atas penggunaan daratan dan/atau perairan, fasilitas pelabuhan.

15) Jasa kepelabuhanan yang disediakan oleh Kantor Otoritas Pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Untuk bidang lalu lintas dan angkutan laut, operasi, dan usaha kepelabuhanan, tugasnya adalah:

1) Penyiapan bahan pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan lalu lintas kapal, bongkar muat barang, usaha terkait dengan angkutan di perairan, tenaga kerja bongkar muat.

2) Pengawasan kegiatan kemanan dan perwakilan kapal asing serta pemberian syarat bendera.

3) Kelancaran dan ketertiban pelayanan kapal danbarang, serta kegiatan pihak lain.

4) Pengaturan dan penyelenggaraan lalu lintas kapal keluar/masuk pelabuhan.

5) Penyiapan bahan pengaturan, pengendalian, dan pengawasan fasilitas dan operasional pelabuhan, usaha jasa terkait dengan pelabuhan dan pemanduan kapal. 6) Penggunaan lahan daratan dan perairan di dalam DLKr

dan DLKp Pelabuhan.

7) Pengawasan dan evaluasi penerapan standard penggunaan perlatan kegiatan bongkar muat.

(36)

pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri serta peningkatan kemampuan terminal dan operasional pelabuhan 24 jam, keamanan dan ketertiban di pelabuhan. 9) Pemeliharaan kelestarian lingkungan di pelabuhan.

10) Penyiapan bahan pemberian kosesi atau bentuk lainnya kepada Badan Usaha Pelabuhan.

11) Promosi peluang investasi.

12) Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelauhanan yang belum disediakan oleh Badan Usaha Pelabuhan.

13) Menyusun system dan prosedur pelayanan jasa kepelabuhanan.

14) Penyediaan dan pengelolaan system informasi angkutan di perairan dan system informasi pelabuhan.

15) Penyusunan dan evaluasi stardar kinerja operasional pelayanan jasa kepelabuhanan.

16. Peraturan Menteri Perhubungan No KM 64 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Syahbandar.

Dalam peraturan disebutkan mengenai tugas dari syahbandar diantaranya adalah:

a. Bidang Kelaiklautan Kapal, tugasnya diantaranya adalah: 1) Penyiapan bahan pengukuran kapal.

2) Pendaftaran kapal dan balik nama kapal. 3) Pemasangan tanda selar.

4) Penggantian bedera kapal. 5) Pemberian surat ukur. 6) Akte pendaftaran kapal. 7) Akte balik nama kapal. 8) Hipotek kapal.

(37)

9) Kebangsaan kapal.

10) Pemeriksaan dan pengujian pembangunan, perombakan, perubahan, penghitungan keseimbangan, doking, percobaan berlayar, nautis, teknis, radio kapal.

11) Penyiapan bahan penerbitan sertifikat keselamatan kapal dan exibitum buku jurnal kapal.

12) Pemeriksaan dan pengujian peralatan pencegahan pencemaran kapal.

13) Pembersihan tanki.

14) Verifikasi manajemen keselamatan kapal.

15) Penyiapan bahan penerbitan sertifikat pencegahan pencemaran.

16) Perlindungan ganti rugi pencemaran. b. Bidang Laik Layar dan Kepelautan

1) Pengawasan tertib sandar dan tertib berlayar. 2) Pengawasan alu lintas kapal.

3) Pengawasan kapal asing. 4) Pengawasan pergerakan kapal. 5) Pengawasan pemanduan. 6) Pengawasan penundaan.

7) Kegiatan kapal di perairan pelabuhan. 8) Pemenuhan persyaratan kelaiklautan kapal.

9) Penyiapan bahan penerbitan surat persetujuan berlayar. 10) Penyiapan bahan koordinasi dan pemberian bantuan

pencarian dan penyelamatan.

11) Penanggulangan pencemaran pencemaran laut.

12) Pencegahan dan pemadaman kebakaran di perairan pelabuhan.

13) Penanganan kerangka kapal salvage dan pekerjaan bawah air.

14) Pemeriksaan pendahuluan kecelakaan kapal. 15) Penanganan musibah di laut.

(38)

16) Penyiapan bahan penerbitan dokumen pelaut, perjanjian kerja laut dan penyijilan awak kapal.

c. Bidang Ketertiban dan Patroli

1) Pengawasan, pengamanan dan penertiban turun naik penumpang, kegiatan bongkar muat khusus dan barang berbahaya di terminal.

2) Pengawasan, pengamanan dan patrol terhadap keselamatan kapal sandar dan berlabuh di daerah Lingkungan Kerja (DLKr) pelabuhan.

3) Pengawasan, pengamanan dan patrol terhadap keselamatan kapal sandar dan berlabuh di Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan.

4) Penyiapan bahan pengndalian pengamanan operasional dan fasilitas pelabuhan.

5) Penertiban alih muat di perairan.

6) Melakukan penyidikan tindak pidana di bidang pelayaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Peraturan-peraturan internasional di bidang transportasi laut adalah sebagai berikut:

17. International Safety Management Code (ISM CODE)

Sesuai dengan kesadaran terhadap pentingnya faktor manusia dan perlunya peningkatan manajemen operasional kapal dalam mencegah terjadinya kecelakaan kapal, manusia, cargo dan harta benda serta mencegah terjadinya pencemaran lingkungan laut, maka IMO mengeluarkan peraturan tentang manajemen keselamatan kapal dan perlindungan lingkungan laut yang dikenal dengan Koda International Safety Management (ISM Code) yang juga dikonsolidasikan dalam SOLAS Convention.

(39)

memiliki atau mengoperasikan kapal-kapal sesuai dengan penjadualan di atas, harus menetapkan Sistem Manajemen Keselamatan untuk perusahaan dan kapalnya dalam rangka menjamin operasional kapal dengan aman. Persyaratan tersebut, meliputi mendokumentasikan, menerapkan, dan mempertahankan sistem manajemen keselamatan, yang pada akhirnya akan diverifikasi oleh Pemerintah atau organisasi yang diakui (Recognized Organization/RO) dalam rangka penerbitan sertifikat setelah dipenuhinya semua persyaratan ISM Code. Perusahaan (Company) yang telah memenuhi persyaratan akan diterbitkan Dokumen Kesesuaian atau Document of Compliance (DOC) dan setiap kapal yang telah memenuhi persyaratan akan diterbitkan Sertifikat Manajemen Keselamatan atau Safety Management Certificate (SMC). Baik DOC maupun SMC, masa berlakunya 5 tahun. Perusahaan dan kapalnya yang tidak dapat memenuhi persyaratan ISM Code akan menghadapi kesulitan dalam operasionalnya, baik di perairan internasional maupun domestik. Ketentuan umum dalam ISM Code mencakup:

a. Prosedur untuk menjamin pengoperasian kapal yang aman dan perlindungan lingkungan;

b. Prosedur pelaporan kecelakaan kapal;

c. Prosedur persiapan dan penanggulangan keadaan darurat; d. Prosedur pengawasan intern SMS.

Beberapa prosedur yang dituangkan dalam ISM Code antara lain:

a. Prosedur personalia yang terkait dengan keselamatan dan perlindungan lingkungan;

b. Prosedur untuk mengidentifikasi pelatihan yang mana mungkin diperlukan dukungan dari SMS dan memastikan bahwa pelatihan demikian disediakan bagi seluruh personalia terkait; c. Prosedur untuk persiapan rencana dan arahan sebagai pedoman

utama dalam pengoperasian kapal yang berkaitan dengan keselamatan kapal dan pencegahan dari pencemaran;

(40)

d. Prosedur identifikasi, deskripsikan dan tanggungjawab keadaan darurat pengoperasian kapal;

e. Prosedur pelatihan keadaan darurat.

18. International Ship and Port Security Code (ISPS Code)

ISPS Code merupakan kode pengamanan kapal dan pelabuhan yang diatur secara internasional. Pada tanggal 12 Desember 2002, IMO telah menyetujui amandemen SOLAS dalam meningkatkan sistem keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan. Amandemen tersebut adalah Chapter baru dari SOLAS yaitu XI-2 "Special Measure to Enhance Maritime Security". IMO juga menyetujui pemberlakuan International Ship Security and Port Facility Code (ISPS Code). Pemenuhan Part A dari ISPS Code adalah mandatory bagi kapal-kapal yang terkena lingkup penerapan serta fasilitas pelabuhan yang melayani jasa kepelabuhan terhadap kapal yang beroperasi secara internasional. Tujuan dari ISPS Code adalah:

a. Membentuk kerangka kerjasama internasional antar negara-negara anggota (Contracting Government), Badan-badan pemerintah, Pemerintah setempat, Industri Pelayaran, dan Pelabuhan, untuk mendeteksi ancaman keamanan dan mencegah insiden keamanan yang berpengaruh terhadap kapal-kapal atau fasilitas pelabuhan yang dipergunakan untuk perdagangan internasional;

b. Menetapkan peran dan tanggungjawab setiap negara anggota (Contracting Government), Badan-badan pemerintah, Pemerintah setempat, Industri Pelayaran, dan Pelabuhan, baik di tingkat nasional maupun internasional, untuk menjamin keamanan di laut (maritim);

c. Menjamin pengumpulan dan saling tukar informasi keamanan yang dini dan efisien;

(41)

d. Menyediakan suatu metodologi untuk penilaian keamanan yang dipergunakan untuk membuat rencana keamanan dan prosedur-prosedur untuk tindakan aksi terhadap perubahan setiap level keamanan;

e. Menjamin kepercayaan diri bahwa tindakan keamanan maritim telah mencukupi dan sesuai dengan proporsinya.

ISPS Code ini diberlakukan secara internasional mulai 1 Juli 2004, untuk tipe-tipe kapal yang melayari perairan internasional, meliputi Kapal Penumpang termasuk High Speed Passenger Craft, Cargo Ship termasuk High Speed Craft dengan tonase lebih dari GT500 dan Mobile Offshore Drilling Unit (MODU), serta fasilitas Pelabuhan yang memberi layanan terhadap kapal-kapal yang melayari perairan internasional.

Sesuai dengan persyaratan ISPS Code, semua kapal yang terkena peraturan ini harus menetapkan Sistem Manajemen Keamanan kapal yang didokumentasikan dalam manual Ship Security Plan (SSP) dalam rangka menjamin operasional kapal dengan aman. Persyaratan tersebut, meliputi mendokumentasikan Ship Security Assessment (SSA) & Ship Security Plan (SSP), menerapkan dan mempertahankan Sistem Manajemen Keamanan yang pada akhirnya akan diverifikasi oleh Pemerintah atau organisasi yang diakui (Recognized Security Organization / RSO) dalam rangka penerbitan sertifikat International Ship Security Certificate (ISSC) setelah dipenuhinya semua persyaratan ISPS Code. Masa berlaku sertifikat ISSC adalah 5 tahun. Kapal yang tidak dapat memenuhi persyaratan ISPS Code akan menghadapi kesulitan dalam operasionalnya, khususnya diperairan internasional.

BKI, sebagai Organisasi keamanan yang diakui (RSO) oleh Pemerintah Indonesia, telah ditunjuk atas nama Pemerintah untuk melaksanakan approval, verifikasi, dan menerbitkan sertifikat ISSC Interim atau short term. Sedangkan sertifikat ISSC permanen akan diterbitkan oleh

(42)

Pemerintah cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Data perusahaan dan kapal yang telah disertifikasi akan didaftarkan dan dipublikasikan dalam Buku Register ISPS Code oleh BKI. Beberapa hal yang diatur dalam ISPS Code:

a. Penetapan tingkat keamanan dan menjamin tersedianya informasi tingkat keamanan kapal;

b. Prosedur keamanan fasilitas pelabuhan;

c. Prosedur penanganan ancaman, gangguan keamanan;

d. Prosedur untuk merespon setiap instruksi keamanan oleh Negara peserta;

e. Prosedur evakuasi dalam hal ancaman keamanan;

f. Prosedur untuk mempertemukan dengan aktivasi keamanan kapal; g. Prosedur untuk tinjau ulang secara periodik terhadap rancangan

dan pembaharuan keamanan;

h. Prosedur untuk auditing rancangan keamanan fasilitas pelabuhan; i. Prosedur untuk sistem siaga kapal.

19. Konvensi PBB UNCLOS ’82; (UU No. 17 tahun 1985 )

20. SOLAS (Safety of Life At Sea) 1974

Dengan rinciannya tiap Bab sebagai berikut: Bab I : Ketentuan Umum

Bab II-1 : Konstruksi-Subdivisi dan Stabilitas, Instalasi Mesin dan Instalasi Listrik.

Bab II-2 : Perlindungan, Pendeteksian dan Pemadaman Kebakaran.

Bab III : Alat-alat keselamatan (life saving appliance) Bab IV : Radio Komunikasi

Bab V : Keselamatan Pelayaran

(43)

Bab VII : Pengangkutan muatan berbahaya Bab VIII : Kapal Nuklir

Bab IX : Manajemen keselamatan pengoperasian kapal

Bab X : Keselamatan untuk kapal kecepatan tinggi

Bab XI : Ketentuan khusus untuk keselamatan dan keamanan kapal dan pelabuhan.

Bab XII : Ketentuan atau persyaratan untuk keselamatan kapal curah (bulk carrier).

21. Marpol (Maritime Pollution)

Beberapa ketentuan internasional (konvensi) yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan maritim adalah sebagai berikut :

a. Deklarasi Stockholm, 1972, dapat dikatakan sebagai payung timbulnya konsep pengaturan hukum lingkungan laut (berdasarkan prinsip ekologi) di tingkat global.

b. Konvensi hukum Laut 1982, merupakan ketentuan hukum internasional yang mengatur zona-zona laut termasuk kegiatan negara di laut yang bersifat menyeluruh, termasuk didalamnya mengenai perlindungan hukum di laut

c. Konvensi IMCO-1954, yang telah diamandemenkan pada tahun 1962, 1969 dan tahun 1971 merupakan ketentuan hukum internasional yang mengatur pencegahan dan pengawasan pencemaran lingkungan laut oleh minyak dari kapal.

d. International Convention for The Prevention of Pollution from Ships, 1973, merupakan penyempurnaan terhadap konvensi IMCO 1954-1971, memuat ketentuan tentang pencegahan pencemaran lingkungan laut oleh minyak bumi dan bahan berbahaya lainnya.

(44)

e. Di Inggris pada tahun 1954 telah diadakan konvensi internasional tentang pencegahan pencemaran laut oleh minyak “Oil Pollution Convention” yang diundangkan pada tanggal 26 Juli 1958, disponsori oleh IMCO (Inter-governmental Maritime Consultative Organization) yaitu suatu badan internasional PBB yang khusus menangani masalah-masalah kemaritiman yang baru diakui secara internasional tahun 1958 (1948-1958) yang kemudian berubah nama menjadi IMO pada tanggal 22 Mei 1982 . Konvensi ini berisi persyaratan-persyaratan operasi dari kapal dan perlengkapannya. pembuangan minyak/air campuran minyak dilarang pada tempat, waktu dan keadaan-keadaan tertentu, serta diisyaratkan adanya Oil Record book.

Perubahan-perubahan dari konvensi 1954 tersebut diselenggarakan pada tahun 1962, tahun 1969 dan tahun 1971 yang berupa Amandemen. Adapun Amandemen tersebut menyatakan sebagai berikut :

a. Amandemen tahun 1962 :

Mulai diundangkan pada tanggal 18 Mei 1967 mewajibkan tambahan terhadap pembuangan minyak atau campuran minyak serta menetapkan penyediaan sarana penampungan limbah di darat (Shore Reception Facilities) terulama di Loading Terminal.

b. Amandemen tahun 1969 :

Menyatakan untuk mengganti jenis pembatasan terhadap pembuangan minyak yang persistent (kuat ikatan unsur-unsurnya) yang meyakinkan bahwa pembuangan tersebut diijinkan asal berada dibawah batas-batas yang telah ditentukan. Air yang bercampur minyak dari kapal tanker dilarang dibuang ke laut kecuali bila keadaan seperti tersebut di bawah ini dipenuhi:

(45)

2) Kecepatan Pembongkaran dari minyak yang tarkandung di dalam campuran

3) tidak boleh lebih dari 60 liter per mil

4) Kapal tanker harus berada pada lokasi laut yang jaraknya dari pantai terdekat lebih dari 50 mil.

5) Jumlah minyak yang boleh dibuang 1/15.000 kapasitas angkut dari kapal tanker.

Maksud dari persyaratan tersebut di atas selain untuk membatasi pembuangan minyak adalah bahwa minyak bisa dengan cepat dicerai-beraikan dan dimusnahkan dalam waklu 2-3 jam saja.

c. Amandemen tahun 1971 :

Membatasi ukuran tangki muatan ke dalam kompartemen-kompartemen dengan maksud untuk memperkecil aliran keluar minyak apabila terjadi kocelakaan di laut.

Selanjutnya konvensi 1954 tersebut berikut amandemen-amandemennya disidangkan yang hasilnya, konvensi internasional tentang Pencegahan Pencemaran Laut dari Kapal (International Convention for the Prevention of Pollution from Ship) tahun 1973 dan yang kemudian disempurnakan dengan TSPP (Tanker Safety and Pollution Prevention) Protokol tahun 1978 biasa disebut dengan MARPOL 1973 protokol 1978 memuat 5 (lima) Annex yang berlaku hingga sekarang .

Di dalam Marpol 73 Protokol 1978 terdapat terdapat 5 ANNEX yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 : Annex I-V MARPOL 73/78 Marpol ’73 Protokol 1978

ANNEX I Peraturan pencegahan pencemaran oleh minyak. Mulai berlaku tanggal 2 Oktober 1983

ANNEX II Peraturan bagi pengawasan pencemaran oleh bahan kimia cair yang berbahaya dalam jumlah besar. Mulai berlaku tanggal 6 April 1987

ANNEX III Peraturan untuk pencegahan polusi dari bahan-bahan berbahaya yang dibawa melalui laut dalam

(46)

Marpol ’73 Protokol 1978 bentuk kemasan.

Mulai berlaku tanggal 1 Juli 1991

ANNEX IV Peraturan untuk pencegahan pencemaran oleh kotoran buangan dari kapal.

Belum diberlakukan

ANNEX V Peraturan pencemaran oleh sampah dari kapal Mulai berlaku tanggal 31 Desember 1988

MARPOL 73/78 mempersyaratkan kepada setiap Negara yang termasuk dalam konvensi ini untuk menyediakan fasilitas pengelolaan di pelabuhan yang memadai tanpa menyebabkan penundaan pelayaran.

MARPOL 73/78 yang terdiri dari 20 (dua puluh) pasal 2 (dua ) protokol dan 6 (enam) Annex yang berisi peraturan-peraturan tentang pencegahan pencemaran limbah dari kapal. Klasifikasi limbah menurut MARPOL 73/78 adalah sebagai berikut : 1) Annex I : pencegahan pencemaran oleh minyak

Adalah minyak dan campuran minyak yang berupa : - minyak pelumas bekas

- residu bahan bakar - sludge

- oily bilge water

- limbah air balas (dirty ballast water)

- air cucian tangki minyak (oily tank washing) - minyak mentah

- bahan bakar

- oil refuse dan produk turunannya

- campuran yang mengandung minyak (oily mixture) 2) Annex II : pencegahan pencemaran oleh limbah cair

berbahaya.

Adalah limbah cair berbahaya dalam bentuk curah, contohnya bahan-bahan kimia dalam jumlah besar.

(47)

Material yang diatur dalam annex II dibagi dalam 4 katagori yaitu :

Katagori A

Material cair berbahaya dan atau beracun yang bila dibuang dari tank cleaning atau kegiatan deballasting ke laut akan menimbulkan bahaya besar pada sumber daya laut atau kesehatan manusia atau menyebabkan kerusakan serius pada fasilitas atau penggunaan laut yang sah.

Kategori B

Seperti katagori A, tetapi menimbulkan bahaya atau menyebabkab kerusakan, untuk itu perlu diterapkan pengaturan baku mutu yang lebih ketat.

Kategori C

Seperti katagori A, tetapi menimbulkan bahaya kecil atau meyebabkan kerusakan kecil, maka perlu diterapkan pengaturan baku mutu yang tidak terlalu ketat.

Kategori D

Seperti katagori A, tetapi menimbulkan bahaya yang dapat dikenali atau menyebabkan kerusakan minimal, maka perlu dibutuhkan perhatian dalam kondisi pengoperasiannya.

3) Annex III : pencegahan pencemaran bahan berbahaya dalam kemasan

Adalah bahan-bahan berbahaya dalam kemasan , walaupun diangkut melalui transportasi laut , namun jika kemasan tersebut rusak dan isinya tumpah maka fasilitas pengumpulan yang dibutuhkan adalah seperti dalam annex V.

4) Annex IV : pencegahan pencemaran limbah cair domestik dari kapal

Gambar

Tabel 2.1 : Annex I-V MARPOL 73/78  Marpol ’73 Protokol 1978
Tabel 2.2 : Perumusan Terminologi Norma, Standar,  Pedoman, Kriteria dan Sispro No  Istilah  Hasil Kajian
Gambar 2.1 : Alur Pikir Studi

Referensi

Dokumen terkait

2. Belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar merupakan bentuk pengaalaman. Pengalaman pada dasarnya

Tulangan sengkang sistem rangka pemikul momen khusus harus di desain untuk memikul gaya geser rencana (Ve), yang ditimbulkan oleh kuat lentur maksimum dengan arah yang berlawanan

Alat analisis Variabel Hasil/Kesimpulan Wijaya (2006) Analisis volume ekspor kelapa sawit Indonesia ke Belanda Regresi linier berganda Volume ekspor, GDP riil negara

Studi terdahulu analisis karakteristik lalu lintas berjudul “Hubungan volume, kerapatan dan kecepatan lalu lintas (studi kasus Jalan Padjajaran utara sleman)”, pada

Yaitu suatu kredit yang diperuntukan kepada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dalam rangka memenuhi kebutuhan perumahan atau perbaikan rumah yang

Tahapan yang dilakukan dalam penerapannya dimulai dengan studi pendahuluan, selanjutnya studi literatur digunakan untuk mencari landasan teori dan penelitian

Menurut Rangkuti (2016:49) tujuan pelayanan prima adalah memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan memuaskan pelanggan sesuai dengan kebutuhan pelanggan dalam rangka

Agar proses penyelenggaraan akademik yang dikelola oleh program studi dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, program studi harus memiliki akses yang