• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar Pemikiran Hubungan Keuangan Pusat-Daerah

DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA

3.5. Dasar Pemikiran Hubungan Keuangan Pusat-Daerah

aturan permainan dan bagaimana aturan permainan ini diubah (Bird and Francois, 2000: 49-50).

Hendaknya para pendukung desentralisasi tidak sembarangan bertindak. Membangun struktur Pemerintah Daerah yang andal, efisien, adil adalah pekerjaan puluhan tahun, bukan tahunan. Roma tidak membangun dalam satu hari; tidak gampang juga membuat unit penyediaan air bersih di desa-desa, atau pemberdayaan pusat-pusat kesehatan masyarakat, atau juga suatu dewan Kota yang efisien. Setiap Pemerintah Pusat yang bersungguh-sungguh untuk mewujudkan desentralisasi membutuhkan bukan saja keinginan dan sumber-sumber, tetapi juga yang sangat rawan-suatu strategi yang jelas dan mapan, serta tersedianya struktur kelembagaan (Pusat) yang memadai untuk mendukung upaya-upaya itu (Bird and Francois, 2000:

51).

Bilamana mungkin, badan-badan baru sebaiknya dibangun di atas fondasi-fondasi yang tersedia. Desentralisasi akan berjalan lebih baik jika dikaitkan erat ke struktur-struktur masyarakat dan organisasi. Kecil mungkin tidak selalu indah, tetapi lebih mungkin merefleksikan dan menghasilkan apa yang sebenarnya diinginkan penduduk setempat. Bagaimana dan berapa jauh prinsip ini dapat diikuti pada lingkungan perkotaan yang luas dan beraneka ragam merupakan salah satu perubahan mendasar yang dihadapi oleh setiap kebijakan desentralisasi tetapi bukan mustahil (Bird dan Jenkins, 1993).

menegaskan bahwa penyediaan sumber keuangan tersebut sebanding dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh penyelenggara negara.

Dalam suatu negara, banyaknya kegiatan pelayanan pemerintahan sangat tergantung pada besar kecilnya wilayah, jumlah penduduk serta hal-hal lainnya yang sangat mempengaruhi pertumbuhan sosial ekonomi negara tersebut. Dengan kata lain, makin besar wilayah suatu negara, jumlah penduduk serta makin meningkat kebutuhan masyarakatnya, makin besar pula dana-dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatan pemerintahan dalam penyediaan barang publik (Siregar, 2004: 301).

Suatu sistem hubungan keuangan Pusat dan Daerah hendaknya dapat memberikan kejelasan mengenai seberapa luas kewenangan yang dipunyai Pemerintah Daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatannya serta memanfaatkannya; seberapa luas kebebasannya untuk mengadakan pungutan-pungutan, menetapkan tarif dan ketentuan-ketentuan penerapan sanksinya; dan seberapa luas kebebasan Pemerintah Daerah dalam menentukan besar dan arah pengeluarannya.

Oleh karena itu untuk melihat suatu sistem hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah, perlu dilihat dari keseluruhan tujuan hubungan keuangan Pusat dan Daerah. Dalam hal ini, ada 4 (empat) kriteria yang perlu diperhatikan untuk menjamin adanya sistem hubungan keuangan Pusat dan Daerah, yaitu:

1. Sistem tersebut seharusnya memberikan distribusi kekuasaan yang rasional di antara berbagai tingkat pemerintahan mengenai penggalian sumber-sumber dana pemerintah dan kewenangan penggunaannya, yaitu suatu pembagian yang sesuai dengan pola umum desentralisasi;

2. Sistem tersebut seharusnya menyajikan suatu bagian yang memadai dan sumber-sumber dana masyarakat secara keseluruhan untuk

membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi penyediaan pelayanan dan pembangunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah;

3. Sistem tersebut seharusnya sejauh mungkin mendistribusikan pengeluaran Pemerintah secara adil di antara Daerah-Daerah, atau sekurang-kurangnya memberikan prioritas pada pemerataan pelayanan kebutuhan dasar tertentu;

4. Pajak dan Retribusi yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah harus sejalan dengan distribusi yang adil atas beban keseluruhan dari pengeluaran Pemerintah dalam masyarakat (Hubungan Keuangan Pusat – Daerah, Studi Empiris dan Rekomendasi Kebijakan Bagi Indonesia).

Masalah hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah dapat dipecahkan dengan sebaik-baiknya hanya apabila masalah pembagian tugas dan kewenangan antara Pusat dan Daerah juga dipecahkan dengan jelas. Pemerintah Daerah sudah tentu harus memiliki kewenangan membelanjakan sumber-sumber daya keuangannya agar dapat menjalankan fungsi-fungsi yang menjadi tanggungjawabnya.

Dalam praktik, kebebasan ini dapat terbatas bila sumber-sumber pendapatan yang diserahkan kepada Daerah oleh konstitusi tidak mencukupi untuk menjalankan fungsi-fungsinya, sehingga mengakibatkan ketergantungan Pemerintah Daerah kepada subsidi dari Pemerintah Pusat.

Hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah mempunyai ciri variasi yang dapat ditinjau dari beberapa pendekatan yang berbeda, yaitu:

a. Kapitalisasi

Pemerintah Daerah diberi sejumlah modal. Modal tersebut kemudian diinvestasikan sehingga dapat menghasilkan

pendapatan untuk menutup pengeluaran rutin dan mungkin membayar kembali modal tersebut, menghasilkan deviden, atau pelunasan investasinya. Sumber modal mungkin disediakan melalui bantuan (grant), sehingga tidak diperlukan adanya pembayaran kembali dalam jangka waktu tertentu atau melalui penyerahan (equity), sehingga mungkin dapat diharapkan (barangkali juga tidak) adanya dividen. Sumber modal bisa berasal dari Pemerintah, sumber internasional atau sektor swasta. Bidang usaha yang dibiayai dari modal ini antara lain badan-badan pembangunan daerah, instansi-instansi pengembangan daerah, instansi-instansi pengembangan daerah perKotaan, dan pelayanan kebutuhan masyarakat.

b. Pemberian Sumber-sumber Pendapatan

Pemerintah Daerah diberikan sumber-sumber pendapatan tertentu (terutama pajak) untuk dimanfaatkan bagi pengeluaran- pengeluarannya sesuai dengan urusan-urusan yang menjadi tanggungjawabnya. Pemberian pendapatan mungkin dikaitkan dengan adanya pemberian beberapa jenis bantuan Pusat untuk menyeimbangkan potensi pendapatan atau untuk mengurangi perbedaan-perbedaan yang diakibatkan oleh adanya perbedaan geografis dalam potensi pajak.

c. Pendekatan Pengeluaran

Pendekatan pengeluaran berarti bahwa pembagian dana dari Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk menutup seluruh atau sebagian biaya, berupa pinjaman, bantuan (sumbangan) atau bagi hasil pajak dan bukan pajak. Sistem ini bertujuan untuk membiayai tingkat pengeluaran tertentu atau pembiayaan pelayanan atau program pembangunan tertentu. Pendekatan ini mempunyai keterbatasan yang menyangkut masalah penilaian atas kebutuhan pengeluaran

yang obyektif, karena biasanya digunakan biaya-biaya historis untuk perhitungannya.

d. Perpaduan Menyeluruh Atas Pendapatan dan Pengeluaran

Menurut pendekatan ini, sumber-sumber pendapatan dan tanggung jawab juga diberikan kepada Pemerintah Daerah dengan berdasarkan kepada tingkat kemampuan dan biayanya. Bantuan Pusat atau pinjaman diberikan untuk menutup perbedaan antara hasil dari pendapatan yang telah diberikan dengan kebutuhan pengeluaran.

Bantuan-bantuan ini dapat dihitung sesuai dengan penerimaan dan pengeluaran yang sebenarnya atau atas dasar perkiraan dari penerimaan yang potensial dan kebutuhan pengeluaran, dengan menggunakan kriteria standar.

Dengan cara manapun, hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah mengusahakan keseimbangan yang mantap dalam hal sumber daya dan tanggung jawab fungsional masing-masing tingkat Pemerintah. Maju mundurnya keuangan Pemerintah Daerah itu selalu berubah-ubah sesuai dengan perubahan dalam kebijakan Pemerintah, perubahan keadaan ekonomi, dan perubahan pembagian geografis atas kekayaan alam sangat mempengaruhi keadaan Pemerintah Daerah.

Suatu sistem keuangan Pusat-Daerah memerlukan peninjauan secara teratur untuk menjamin kepekaannya terhadap perubahan- perubahan. Oleh karenanya juga memerlukan adanya suatu mekanisme untuk melaksanakan penilaian kembali semacam itu. Hal ini tidak hanya menjamin agar setiap Pemerintah Daerah tetap mempunyai kemampuan untuk memenuhi semua kewajiban keuangannya, tetapi juga dimaksudkan untuk menjamin adanya konsistensi atas kemampuan membangun

di antara instansi-instansi Daerah, di mana tanggungjawab untuk pembangunan wilayah saling mengkait, seperti misalnya dalam program- program daerah perKotaan, irigasi, pembangunan perumahan sederhana, dan perluasan jaring pengaman sosial dan pemberdayaan masyarakat yang luas.

3.6. Hubungan Fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah