• Tidak ada hasil yang ditemukan

OTONOMI DAERAH

2.1. Pentingnya Pelaksanaan Otonomi Daerah

2.1.2. Visi Otonomi Daerah

Tujuan utama dari kebijakan desentralisasi adalah, di satu pihak, membebaskan Pemerintah Pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami, merespons berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat dari padanya.

Pada saat yang sama, Pemerintah Pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi kewenangan Pemerintah ke Daerah, maka Daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang signifikan. Kemampuan prakarsa dan kreativitas mereka akan terpacu, sehingga kapabilitas dalam mengatasi berbagai masalah domestik akan semakin kuat. Desentralisasi merupakan simbol dari adanya ‘trust' dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Ini akan dengan sendirinya mengembalikan harga diri Pemerintah Daerah dan masyarakat daerah.

Kalau dalam sistem yang sentralistik mereka tidak bisa berbuat banyak dalam mengatasi berbagai masalah, akibat dari tiada atau kurangnya kewenangan yang mereka miliki, dalam sistem otonomi ini mereka ditantang untuk secara kreatif menemukan solusi-solusi atas berbagai masalah yang dihadapi (Sumaryadi, 2005:

41-42).

Dengan demikian dampak pemberian otonomi ini tidak hanya terjadi pada organisasi/administratif lembaga pemerintahan daerah saja; akan tetapi berlaku juga pada masyarakat (publik), badan atau lembaga swasta dalam berbagai bidang. Dengan otonomi ini terbuka kesempatan bagi Pemerintah Daerah secara langsung membangun kemitraan dengan publik dan pihak swasta daerah yang bersangkutan dalam berbagai bidang pula (Wijaya, 2002: 76-77).

berkenaan antara lain dengan konflik pertanahan, kebakaran hutan, pengelolaan pertambangan, perizinan investasi, kerusakan lingkungan, alokasi anggaran dari dana subsidi Pemerintah Pusat, penetapan prioritas pembangunan, penyusunan organisasi pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan Daerah, pengangkatan dalam jabatan struktural, perubahan batas administrasi, pembentukan Kecamatan, Kelurahan dan Desa, serta pemilihan Kepala Daerah. Sekarang, dengan berlakunya UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan itu didesentralisasikan ke Daerah.

Artinya, Pemerintah Daerah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggung jawab. Pemerintah Pusat tidak lagi mempatronasi, apalagi mendominasi mereka.

Peran Pemerintah Pusat dalam konteks desentralisasi ini adalah melakukan supervisi, memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah. Peran ini tidak ringan, tetapi juga tidak membebani daerah secara berlebihan. Karena itu, dalam rangka otonomi daerah diperlukan kombinasi yang efektif antara visi yang jelas serta kepemimpinan yang kuat dari Pemerintah Pusat, dengan keleluasaan berprakarsa dan berkreasi dari Pemerintah Daerah.

Visi otonomi daerah itu sendiri dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksinya yang utama: politik, ekonomi serta sosial dan budaya.

Berdasarkan visi tersebut, maka konsep dasar otonomi daerah yang kemudian melandasi lahirnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan No. 33 Tahun 2004, merangkum hal-hal sebagai berikut:

1. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestik kepada Daerah. Kecuali untuk bidang keuangan dan moneter, politik luar negeri, peradilan, pertahanan, keagamaan, serta beberapa bidang kebijakan pemerintahan yang bersifat strategis-nasional, maka pada dasarnya semua bidang pemerintahan yang lain dapat didesentralisasikan. Dalam konteks ini, Pemerintahan Daerah tetap terbagi

atas 2 (dua) ruang lingkup, bukan tingkatan, yaitu Daerah Kabupaten dan Kota yang diberi status otonomi penuh, dan Provinsi yang diberi otonomi terbatas. Otonomi penuh berarti tidak adanya operasi Pemerintah Pusat di Daerah Kabupaten dan Kota, kecuali untuk bidang-bidang yang dikecualikan tadi. Otonomi terbatas berarti adanya ruang yang tersedia bagi Pemerintah Pusat untuk melakukan operasi di Daerah Provinsi.

Karena itu, maka status Gubernur, selain sebagai Kepala Daerah otonom, juga sebagai wakil Pemerintah Pusat. Hubungan Provinsi dan Kabupaten/Kota bersifat koordinatif, pembinaan dan pengawasan. Sebagai wakil Pemerintah Pusat, Gubernur mengkoordinasikan tugas-tugas pemerintahan antara Kabupaten dan Kota dalam wilayahnya. Gubernur juga melakukan supervisi terhadap Pemerintah Kabupaten/Kota atas pelaksanaan berbagai kebijakan Pemerintah Pusat, serta bertanggung jawab mengawasi penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan otonomi daerah di dalam wilayahnya.

2. Penguatan peran DPRD dimulai dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pelaksanaan trifungsi Dewan Perwakilan Rakyat yakni fungsi lembaga legislasi dan lembaga pengawasan serta lembaga representasi.

Implementasi ketiga fungsi itu selanjutnya dioperasionalkan dalam bentuk hak dan kewajiban anggota dan lembaga DPRD. Kesemuanya harus diatur secara jelas dalam Peraturan Tata Tertib DPRD pada semua tingkatan. Pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai pengejawantahan dari trifungsinya itu harus dapat dipertanggungjawabkan kepada diri sendiri, masyarakat, lingkungan dan terutama konstituen yang telah memberikan kepercayaan penuh padanya untuk memperbaiki sistem pemerintahan ke arah yang diinginkan seluruh elemen bangsa dan negara. Dengan demikian, baik sebagai pribadi anggota maupun sebagai lembaga DPRD diharapkan mampu mempertanggungjawabkan setiap sikap, tutur kata dan perilakunya kepada publik dan Tuhan YME dalam makna akuntabilitas, obligasion dan kausalitas baik secara hukum dan administratif maupun

politik, sosiologis, etika dan moral serta teologis. Pemberdayaan fungsi- fungsi DPRD dalam bidang legislasi, representasi, dan penyalur aspirasi masyarakat harus dilakukan. Untuk itu optimalisasi hak-hak DPRD perlu diwujudkan, seraya menambah alokasi anggaran untuk biaya operasinya.

Hak penyelidikan DPRD perlu dihidupkan, hak prakarsa perlu diaktifkan dan hak bertanya perlu didorong. Hak inisiatif perlu dikembangkan bahkan harus dimonopoli oleh lembaga DPR/D. Segenap usul inisiatif untuk pembuatan undang-undang dari lembaga eksekutif harus diajukan ke komisi-komisi di lembaga perwakilan rakyat dan akan dibahas oleh DPR/D untuk selanjutnya ditetapkan ditolak atau dilanjutkan pembahasan menjadi undang-undang. Dengan demikian, hak inisiatif tidak lagi dimonopoli oleh dominasi eksekutif, tetapi semakin banyak RUU inisiatif yang berasal dari kajian teoritik para tenaga ahli di setiap komisi yang selanjutnya diangkat menjadi RUU inisiatif dari DPR/D. Hal ini perlu dikaji kembali karena dalam menjalankan fungsi legislasi, lembaga perwakilan rakyat paling rendah kinerjanya dalam menggunakan hak inisiatif. Padahal justru melalui hak inilah, berbagai janji dan sumpah anggota dan partai peserta pemilu yang diucapkan saat kampanye dapat diakomodasi menjadi peraturan perundang-undangan yang pasti dilaksanakan lembaga eksekutif dan diawasi pelaksanaannya bersama lembaga yudikatif. Dengan demikian produk legislasi akan dapat ditingkatkan dan pengawasan politik terhadap jalannya pemerintahan bisa diwujudkan.

3. Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur setempat demi menjamin tampilnya kepemimpinan pemerintahan yang berkualitas tinggi dengan tingkat aksetabilitas yang tinggi pula. Pertanggungjawaban kepala daerah kepada DPRD sepanjang menyangkut pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi dan otonomi daerah perlu ditetapkan.

4. Peningkatkan efektivitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif melalui pembenahan organisasi dan inisiatif yang dimiliki agar lebih sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan, setara dengan

beban tugas yang dipikul, selaras dengan kondisi daerah, serta lebih responsif terhadap kebutuhan daerah. Dalam kaitan ini juga, diperlukan terbangunnya suatu sistem administrasi dan pola karir kepegawaian yang lebih sehat dan kompetitif.

5. Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah serta pengaturan yang jelas atas sumber-sumber pendapatan Negara dan Daerah, pembagian revenue dari sumber penerimaan yang berkaitan dengan kekayaan alam, pajak dan retribusi, serta tata cara dan syarat untuk pinjaman dan obligasi Daerah.

6. Perwujudan desentralisasi fiskal melalui pembesaran alokasi subsidi dari Pemerintah Pusat yang bersifat blockgrant, pengaturan pembagian sumber- sumber pendapatan Daerah, pemberian keleluasaan kepada Daerah untuk menetapkan prioritas pembangunan, serta optimalisasi upaya pemberdayaan masyarakat melalui lembaga-lembaga swadaya pembangunan yang ada.

7. Pembinaan dan pemberdayaan lembaga-lembaga dan nilai-nilai lokal yang bersifat kondusif terhadap upaya memelihara harmoni sosial dan solidaritas sosial sebagai satu bangsa.

Untuk menjamin suksesnya pelaksanaan otonomi daerah, diperlukan komitmen yang kuat dari kepemimpinan yang konsisten dari Pemerintah Pusat. Dari Pemerintah Daerah juga diharapkan lahirnya pemimpin-pemimpin pemerintahan yang demokratis, DPRD yang mampu menjembatani antara tuntutan rakyat dengan kemampuan Pemerintah, organisasi masyarakat yang mampu memobilisasi dukungan terhadap kebijakan yang menguntungkan masyarakat luas, kebijakan ekonomi yang berpihak pada pembukaan lapangan kerja dan kemudahan berusaha, serta berbagai pendekatan sosial budaya yang secara terus menerus menyuburkan harmoni dan solidaritas antar warga.

Pengertian otonomi daerah adalah keleluasaan dalam bentuk hak dan wewenang serta kewajiban dan tanggung jawab badan Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sebagai manivestasi dari desentralisasi. Sebagai konsekwensi pemberian otonomi kepada daerah dalam wujud hak dan wewenang mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mempertanggung jawabkannya baik kepada negara dan bangsa, maupun kepada masyarakat dan lingkungannya. Jadi otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan aturan yang ada. Perwujudan konsep desentralisasi pada tingkat daerah adalah otonomi daerah sehingga dengan demikian, otonomi daerah merupakan implikasi dari diterapkannya kebijakan desentralisasi dalam suatu negara.

Inti dari pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya keleluasaan Pemerintah Daerah (discretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas dan peran serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan Daerahnya. Memberikan otonomi daerah tidak hanya berarti melaksanakan demokrasi di lapisan bawah tetapi juga mendorong oto-aktivitas untuk melaksanakan sendiri apa yang dianggap penting bagi lingkungan sendiri. Dengan berkembangnya demokrasi dari bawah maka rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri, melainkan yang utama adalah berupaya memperbaiki nasibnya sendiri. Hal itu dapat diwujudkan dengan memberikan kewenangan yang cukup luas kepada Pemerintah Daerah guna menguras dan mengatur serta mengembangkan Daerahnya sesuai kepentingan dan potensi Daerahnya.

Kewenangan artinya keleluasaan untuk menggunakan dana baik yang berasal dari daerah sendiri maupun dari Pusat sesuai dengan keperluan Daerahnya tanpa campur tangan Pusat, keleluasaan berprakarsa, memilih alternatif, menentukan prioritas dan mengambil keputusan untuk kepentingan Daerahnya, keleluasaan untuk memanfaatkan dana perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang memadai, yang didasarkan kriteria obyektif dan adil. Berdasarkan pokok-pokok pergeseran

prinsip-prinsip penyelenggaraan Pemerintah Daerah dalam kerangka reformasi pemerintahan ini, diformulasikanlah berbagai kebijakan, implementasi otonomi daerah melalui UU No. 32 dan 33 Tahun 2004.

Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih baik, suatu masyarakat yang lebih adil dan makmur. Tujuan pemberian otonomi kepada Daerah adalah untuk memungkinkan Daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.

Dengan mengacu pada ide yang hakiki dalam konsep otonomi daerah, tujuan pemberian otonomi kepada daerah setidak-tidaknya akan meliputi 4 (empat) aspek sebagai berikut:

1. Dari segi politik adalah untuk mengikutsertakan, menyalurkan inspirasi dan aspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijaksanaan nasional dalam rangka pembangunan dalam proses demokrasi di lapisan bawah;

2. Dari segi manajemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat dengan memperluas jenis- jenis pelayanan dalam berbagai bidang kebutuhan masyarakat;

3. Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat dengan melakukan usaha pemberdayaan (empawerment), sehingga masyarakat makin mandiri, dan tidak terlalu banyak bergantung pada pemberian Pemerintah serta memiliki daya saing yang kuat dalam proses pertumbuhannya; dan

4. Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang makin meningkat.