• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEFINISIMATI

Dalam dokumen EIMED PAPDI pdf text (Halaman 37-49)

Isuryo Anggoro Ka

TINJAUAN UMUM (DEFINISI, PATOGENESIS SINGKAT, KLASIFIKASI)

Kemajuan teknologi dan ilmu kedokteran saat ini membuat definisi mati menjadi lebih kabur dan mengundang kontroversi. Dahulu definisi mati adalah berhentinya secara permanen fungsi kardiak dan atau respirasi.' Saat ini dengan ditemukannya berbagai instrumen medis yang dapat menjaga seseorang tetap bernafas dan jantung tetap berdenyut membuat definisi mati menjadi lebih rumit. Terdapat berbagai konsep tentang mati dari sudut pandang keilmuan dan agama yang terus berkembang seiring dengan kemajuan ilmu.

MASALAH KEMATIAN SEBELUM ERA PERAWATAN INTENSIF Sejak jaman dahulu salah satu tanda kehidupan yang dikenal adalah gerakan (disebut juga sebagai guickening) dengan gerak pernafasan adalah contoh yang utama. Menurut konsep tersebut, kehidupan di deteksi dengan adanya gerakan minimal atau aktivitas spontan sehingga berhentinya denyut jantung dan gerak pernafasan dianggap sebagai kiriteria kematian pada jaman dahulu. Definisi ini masih digunakan sampai awal abad dua puluh. Namun demikian sejak awal abad delapan belas, mulai berkembang gerakan resusitasi yang dimulai ketika tidak ada pernafasan spontan atau berhentinya denyut jantung. Pada saat dilakukan resusitasi tersebut seseorang dapat nampak meninggal (apparent death) atau betul-betul meninggal (real death). Perbedaan antara dengan apparent death terletak pada respon terhadap resusitasi.?

MASALAH KEMATIAN DI ERA KEDOKTERAN MODERN

Pada tahun 1950an terjadi epidemi poliomyelitis di Amerika Serikat dengan ratusan orang mengalami paralisis otot pernafasan. Saat itu mulai berkembang ventilasi mekanik atau disebut juga "iron lung"

yang dapat mempertahankan pernafasan pasien sampai kondisi pasien membaik. Sebagian pasien tersebut tetap sadar dan tidak mengalami gangguan kognitif. Akan tetapi beberapa pasien tidak mengalami perbaikan dan mengalami kerusakan otak ireversibel yang tampak dari adanya pencairan jaringan otak (suatu kondisi yang saat itu disebut “respirator brain”). Pada saat inilah timbul pertentangan mengenai definisi mati.

21

22 | EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in Internal Medicine)

Pada paruh kedua abad kedua puluh diskusi mengenai definisi mati semakin menguat akibat timbulnya teknologi baru dan ditemukan- nya keadaan yang sebelumnya tidak pernah ada dan memerlukan definisi mati yang jelas misalnya transplantasi jantung dimana donor jantung harus dinyatakan meninggal tetapi viabilitas organ tetap harus dipertahankan. Kontroversi mengenai definisi mati mengantarkan dunia kedokteran pada konsep mati otak yang akan diuraikan kemudian.?

Munculnya teknologi penunjang kehidupan juga membuat definisi mati menjadi beragam menurut tingkat organ dan mengalami perkembangan dan perubahan-perubahan

BERBAGAI DEFINISI MATI Menurut ilmu tanatologi terdapat beberapa istilah tentang mati yaitu mati somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral, dan mati otak (mati batang otak). Mati somatik (mati klinis) terjadi akibat terhenti- nya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, dan sistem pernafasan yang menetap. Secara klinis tidak ditemukan refleks, elektroensefalogram (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernafasan, dan suara nafas tidak terdengar pada auskultasi. Mati suri (apparent death) adalah terhentinya ketiga system penunjang kehidupan tersebut yang ditentukan dengan alat medis sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih ketiga sistem tersebut dapat dibuktikan masih berfungsi. Mati seluler adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatik. Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang otak dan serebelum. Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi | neuronal intracranial termasuk batang otak dan serebelum.

Pada bulan Agustus tahun 1968 pada kongres World Medical Association (WMA) di Sydney dibuat suatu deklarasi yang dikenal sebagai deklarasi Sydney yang menyatakan bahwa penentuan mati dapat dibuat berdasarkan penghentian seluruh fungsi dari keseluruhan otak termasuk batang otak, atau penghentian fungsi sirkulasi dan respirasi yang ireversibel. Penentian mati tersebut dibuat menurut penilaian klinis dan bila perlu dilengkapi dengan prosedur diagnostik dan ditentukan oleh dokter. Aktivitas sel, organ dan jaringan dapat berlanjut secara sementara setelah penentuan kematian bahkan tanpa intervensi. Penghentian seluruh kehidupan di tingkat seluler tidak diperlukan untuk penentuan kematian.

Pada tahun 1981 Amerika Serikat mengeluarkan definisi mengenai mati yang dikeluarkan oleh President's Commission for the Study of Ethical Problems in Medicine and Biomedical and Behavioral Research.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa seorang individu disebut mati bila

mengalami (1) terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara ireversibel, atau (2) terhentinya seluruh fungsi dari seluruh bagian otak termasuk batang otak secara ireversibel. Penentuan mati harus sesuai dengan standar medis yang diterima. Definisi tersebut kemudian tertuang dalam hukum Amerika yang tercantum dalam Uniform Determination of Death Act. Terdapat satu variasi dalam definisi mati menurut hukum di Amerika Serikat yaitu definisi mati yang dibuat oleh negara bagian New Jersey dimana dua kriteria mati menurut President's Commission tersebut tercantum tetapi seseorang dapat memilih untuk tidak setuju dengan definisi mati menurut mati otak bila tidak sesuai dengan keyakinannya sehingga bila orang tersebut mati maka harus mengikuti kriteria kardiovaskular dan respirasi sesuai dengan pilihannya. Ber- bagai negara seperti Korea, Iran, Filipina, Arab Saudi, Singapura, Turki, dan Australia menganut definisi mati yang serupa dengan definisi mati di Amerika Serikat maupun menurut WMA dimana hilangnya seluruh fungsi otak (termasuk batang otak) secara ireversibel dapat dianggap mati.78 India memiliki definisi mati yang berbeda dimana mati batang otak saja dapat dianggap mati.” Berbagai definisi mati di atas memiliki benang merah yaitu adanya konsep mati otak atau mati batang otak yang menduduki peran penting dalam definisi mati.

KONSEP MATI OTAK

Konsep mati otak (brain death) pertama kali dideskripsikan pada tahun 1959 oleh dua dokter asal Perancis.? Pada tahun 1968 laporan dari Komite Ad Hoc Harvard Medical School membuat konsep ini makin popular.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa suatu organ, otak atau organ:

lain, disebut mati bila tidak berfungsi dan tidak ada kemungkinan untuk berfungsi kembali. Menurut laporan tersebut suatu organ disebut mati bila memenuhi 3 syarat yaitu unresponsivity (tidak merespon stimulus internal maupun eksternal), tidak ada pergerakan atau pernafasan spontan (yang diamati selama minimal 1 jam) dan tidak ada reflex serta dikonfirmasi dengan hasil elektroensefalogram yang isoelektrik.

Setelah laporan tersebut dipublikasi berbagai laporan mengenai konsep mati otak banyak dipublikasi dan konsep tersebut diadopsi oleh banyak Negara. Pada tahun 1981, Presiden Amerika Serikat membentuk komite untuk menulis rekomendasi mengenai hal tersebut dan dikeluarkan suatu laporan yang dikenal dengan President's Commission seperti telah diuraikan di atas.

Rasionalisasi konsep mati otak tersebut adalah bahwa organisme atau makhluk hidup adalah suatu entitas superior yang berbeda dari semata-mata kumpulan organ yang berfungsi. Bila tubuh kehilangan kemampuan untuk mengorganisasi dan meregulasi dirinya sendiri

Pee sak — ——

24 |EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in Internal Medicine)

maka tubuh itu hanya semata kumpulan organ yang dapat hidup dan berfungsi dengan bantuan atau dukungan dari luar (alat) tetapi bila dukungan tersebut dihentikan maka seluruh tanda kehidupan akan berhenti. Otak adalah organ yang mengatur dan mengintegrasi berbagai sistem dalam tubuh tersebut.”

Pada tahun 1995 American Academy of Neurology mengeluarkan kriteria diagnosis mati otak. Untuk membuat diagnosis diperlukan:

A Prakondisi yaitu adanya:

» Bukti klinis atau pencitraan saraf adanya katastrofi susunan sarf pusat akut yang sesuai dengan diagnosis klinis mati otak

» Eksklusi kondisi penyulit medis yang dapat mempengaruhi penilaian klini (tidak ada gangguan elektrolit, asam-basa, atau endokrin)

» Tidak ada intoksikasi obat atau keracunan

» Suhu tubuh inti (core temperature) » 32” C

B Tiga tanda utama mati otak ditemukan yaitu koma atau tidak merespon (unresponsiveness), hilangnya refleks batang otak, dan apneu

Gambar 1. Tes reflex okulosefalik (doll's eye phenomenon) A) respon normat, kedua mata bergerak bersamaan ke arah berlawanan dari arah gerakan kepala. B) Mata tidak bergerak secara konjungat. C) Tidak ada respon, kedua mata tidak berubah posisi saat kepala digerakan

a. Pupil

Tidak ada respon terhadap cahaya, pupil ditengah dengan Ukuran 4-9 mm

b. Gerakan mata

p Tidak ada reflex okulosefalik: dinilai bila tidak ada fraktur atau instabilitas pada vertebra servikal (gambar 1).

Oo Tidak ada respon deviasi mata terhadap stimulus 50 cc air dingin pada masing-masing liang telinga:1 menit setelah pemberian stimulus dan diberi jarak 5 menit antar penilaian masing-masing telinga (gambar 2)

C. Sensasi wajah dan respon motorik wajah

Oo Tidak ada reflex kornea saat kornea disentuh dengan swab tenggorok

o Tidak ada reflex rahang

Oo Tidak ada seringai saat dilakukan tekanan pada pangkal kuku, supraorbita atau sendi temporomandibular d. Refleks laryngeal dan trakeal

Oo Tidak ada respon setelah stimulasi faring posterior dengan spatula lidah

on Tidak ada respon batuk terhadap suction bronkial 3. Apneu

a. Prakondisi

Gambar 2. Tes vestibulo-okular reflex (caloric ice water ice). A. respon normal, gerakan mata konjungat ke arah kontralateral dari telinga yang diberi air dingin. B) Refleks abnormal, gerakan mata asimetrik.

C) Tidak ada respon, tidak ada gerakan mata

Koma

Tidak ada respon motorik serebral terhadap nyeri di seluruh ekstremitas (diuji dengan penekanan pada pangkal kuku Inail- bed| atau penekanan supraorbital)

2. Hilangnya reflex batang otak

p Suhu tubuh inti » 36.5”C atau 97”F

26 |EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in Internal Medicine)

Tekanan darah sistolik - 90 mmHg

n Euvolemia (atau balans cairan positif dalam 6 jam terakhir)

n pCO2 normal (atau pCO2 arterial - 40 mmHg)

n pO2 normal (atau pra-oksigenasi untuk mencapai pO2 arterial PO2 » 200 mm Hg

b. Hubungkan dengan pulse oximeter dan lepaskan ventilator c. Berikan oksigen 1004 6 I/menit ke trachea (pilihan lain adalah

meletakkan kanula pada karina)

d, Perhatikan gerakan respirasi (pergerakan abdomen atau dada yang menghasilkan volume tida! adekuat)

e. Ukur analisa gas darah (pCO2, pO2, dan pH arterial) setelah sekitar 8 menit dan hubungkan kembali dengan ventilator f. Bila gerakan respirasi tidak ada dan pCO2 arterial » 60 mmHg

(atau bila terjadi peningkatan maka tes pCO2 20 mmHg dari baseline pCO2 normal) dinyatakan positif (mendukung diagnosis mati otak)

g. Bilatampak gerakan nafas, tes apneu negatif (tidak mendukung diagnosis klinis mati otak) dan tes harus diulang

h. Hubungkan dengan ventilator bila saat tes tekanan darah sistolik menjadi « 90 mmHg atau pulse oximeter menunjuk- kan desaturasi oksigen dan terjadi aritmia jantung: segera ambil analisa gas darah. Bila pCO2 - 60 mmHg atau pCO2 naik - 20 mmHg dari baseline pCO2 normal maka tes dinyatakan positif (mendukung diagnosis klinis mati otak), bila pCO2 « 60 mmHg atau pCO2 naik « 20 mmHg dari baseline pCO2 normal maka hasil tes indeterminate dan diperlukan tes konfirmasi tambahan.

Bila hasil tes masih meragukan maka tes dapat diulang dengan interval 6 jam. Tes konfirmasi diagostik dilakukan terutama pada pasien dimana kriteria klinis tidak dapat dinilai karena tidak memungkinkan untuk diuji. Tes konfirmasi diagnostik yang dapat dilakukan adalah:

a. Angiografi konvensional: Tidak ada pengisian intraserebral pada tingkat bifurkasio karotis atau circulus Willisi. Sirkulasi karotis eksternal paten dan pengisian sinus longitudinal superior dapat terlambat.

b. EEG: Tidak ada aktivitas listrik paling sedikit selama perekaman 30 menit yang sesuai dengan kriteria EEG pada terduga mati otak yang diadopsi oleh American Electroencephalographic Society,

' termasuk instrumen EEG 16 kanal.

c. Vitrasonografi Doppler trans-kranial: Sepuluh persen pasien mungkin tidak memiliki insonation windows sehingga hilang- nya sinyal Doppler awal tidak dapat dinilai sebagai mati otak.

Terdapat puncak sistolik kecil pada awal sistolik tanpa aliran diastolik atau reverberating flow yang mengindikasikan resistensi vaskuler tinggi yang dihubungkan dengan peningkatan tekanan intracranial.

d. Technetium-99m hexamethylpropyleneamineoxime brain scan:

Tidak ada uptake isostop pada parenkim otak (“hollow skull phenomenon")

e. Somatosensory evoked potential: Hilangnya respon N20-P22 bilateral dengan stimlasi nervus medianus. Perekaman harus mengikuti kriteria teknis minimal untuk perekaman somatosen- sory evoked potential pada terduga mati otak yang diadopsi oleh American Electroencephalographic Society."

Konsep mati otak sendiri mengundang reaksi kontra. Satu artikel menyebutkan definisi mati menurut President's Commission tidak sesuai dengan definisi biologis mati dan artikel tersebut menggugat apakah tes untuk mendiagnosis mati otak cukup untuk membuktikan bahwa seluruh fungsi otak penting telah berhenti. Hal tersebut diperkuat dengan laporan kasus pasien mati otak yang hamil dan dengan bantuan alat medis kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm.!

PERSPEKTIF AGAMA

Topik mengenai definisi mati dan konsep mati otak yang berkembang sesuai kemajuan teknologi kedokteran telah dibahas dalam konteks agama oleh beberapa agama besar.

Topik mati otak didiskusikan pada Konferensi Hukum Islam Interna- sional yang ketiga di Amman, Yordania pada tahun 1986. Fatwa no. V pada konferensi tersebut menyebutkan bahwa: “seseorang secara legal dianggap mati dan seluruh syariat Islam dapat diterapkan bila satu dari tanda-tanda berikut ditemukan:

a. Berhenti totalnya jantung dan pernafasan yang oleh dokter ditentukan bersifat ireversibel

b. Berhenti totalnya seluruh fungsi vital dari otak yang ditentu- kan bersifat ireversibel oleh dokter dan otak telah mulai ber- degenerasi.

Pada situasi tersebut dibenarkan untuk melepas terapi pendukung hidup meskipun beberapa organ terus berfungsi secara otomatis (misal jantung) dibawah efek dari alat pendukung." Sejak saat itu kampanye mengenai donasi organ dilakukan di Arab Saudi, Kuwait dan Yordania

28 EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in Internal Medicine)

dan di negara-negara tersebut donorjantung serta transplantasi organ lain diperbolehkan.“

Penentuan mati sesuai dengan ilmu kedokteran dibahas oleh Paus Pius XII pada ceramah berjudul “Prolongation of Life" tahun 1957.

Ceramah itu menyebutkan bahwa penentuan kematian bukan merupa- kan tanggung jawab dokter dan bukan merupakan bagian tanggung jawab gereja.? Paus Johanes Paulus II menulis pada tahun 2000 bahwa kriteria neurologis untuk mati mencakup penentuan penghentian seluruh aktivitas otak secara lengkap dan ireversibel. Hal tersebut dianggap suatu tanda bahwa organism individual tersebut telah kehilangan kemampuan mengintegrasi. Lebih jauh lagi Paus Johanes Paulus II melanjutkan:

“kematian seseorang adalah peristiwa tunggal yang mencakup dis- integrasi total dari suatu keseluruhan unit yang terintegrasi yaitu dirinya secara personal. Hal itu terjadi akibat perpisahan antara prinsip kehidupan (atau nyawa) dari tubuh seseorang. Kematian seseorang adalah suatu peristiwa dimana metode empirik atau teknik ilmiah dapat mengidentifikasi secara langsung (“The death of the person is a single event, consisting in the total disintegration of that unitary and integrated whole that is the personal self. It results from the separation of the life- principle (or soul) from the corporal reality of the person. The death of the person, understood in this primary sense, is an event which no scientific technigue or empirical method can identify directly”)." Pontifical Academy of Science menekankan isu mengenai keraguan kematian menurut kriteria otak pada tahun 2006. Mereka menyimpulkan bahwa hanya ada satu macam kematian. Bahwa yang disebut mati otak berarti berhentinya seluruh aktivtas vital otak (hemisfer serebri dan batang otak) secara ireversibel. Ini mencakup hilangnya fungsi sel otak dan destruksi otak total atau hampir total yang ireversibel. Hilangnya seluruh fungsi otak adalah kematian karena hal tersebut berhubungan dengan hilangnya integrasi tubuh sebagai suatu kesatuan. Kematian menurut kriteria otak hanya dapat didiagnosis dengan pasti bila terdapat bukti bahwa tidak ada suplai darah ke otak. Kriteria klinis yang ada, pada sebagian besar situasi dapat menjadi indikator yang dapat diandalkan untuk menilai hilangnya seluruh fungsi otak.»

Dalam ajaran agama Yahudi, kriteria tradisional mati adalah ber- hentinya pernafasan dan denyut jantung akan tetapi pada praktiknya sebelum seseorang dikuburkan biasanya akan ditunggu beberapa saat untuk memastikan terhentinya nafas dan jantung. Setelah kriteria mati otak menurut Komite Ad Hoc Harvard diterima, rabbi konservatif menerima konsep mati otak. Pada tahun 1988 pemimpin rabbi Negara Israel menyetujui transplantasi jantung dan ini berarti menerima mati otak meskipun keputusan tersebut menjadi bahan perdebatan oleh para rabbi ortodoks.

PENENTUAN MATI BATANG OTAK, KRITERIA MENGHENTIKAN DAN TIDAK MEMULAI RESUSITASI

Menurut pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang mati pada tahun 1988 ada tiga langkah untuk menegakkan diagnosis mati batang otak yaitu:

a.

b.

Cc.

Meyakini bahwa telah terdapat prakonsisi tertentu

Menyingkirkan penyebab koma dengan henti nafas yang reversibel Memastikan arefleksia batang otak dan henti nafas menetap.!:£

Terdapat 2 prakondisi yang diperlukan yaitu: 1) bahwa pasien dalam keadaan koma dan henti nafas, yaitu tidak responsif dan dibantu ventilator, dan 2) bahwa penyebabnya adalah kerusakan otak struktural yang tak dapat diperbiki lagi yang dapat disebabkan oleh gangguan yang dapat menuju mati otak. Intoksikasi obat, hipotermia, dan gangguan metabolik atau endokrin semua dapat menyebabkan perubahan berat pad batang otak tetapi reversibel. Mati batang otak tidak boleh ditegakkan bila terdapat gangguan-gangguan tersebut.

Untuk memastikan prakondisi diperlukan waktu yang dapat berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari.

Selanjutnya dilakukan tes untuk menunjukkan bahwa batang otak tidak berfungsi. Sebelum dilakukan tes perlu diperhatikan bahwa pada fungsi batang otak yang menghilang terdapat tanda-tanda berikut:

Koma

Tidak ada sikap abnormal (dekortikasi, deserebrasi) Tidak ada sentakan epileptik

Tidak ada refleks batang otak Tidak ada pernafasan spontan.

Dalam pemeriksaan refleks batang otak terdapat lima hal yang harus didapatkan:

a. Tidak ada respon terhadap cahaya b. Tidak ada refleks kornea

c. Tidak ada refleks vestibulo-okular (gambar 2)

d. Tidak ada respon motor dalam distribusi saraf cranial terhadap rangsang adekuat pada daerah somatik

e. Tidak ada refleks muntah atau refleks batuk terhadap kateter isap yang dimasukkan ke trakhea.

Tes yang terakhir adalah tes untuk memastikan henti nafas. Tes ini dilakukan dengan langkah-langkah: 1) Pra-oksigenasi dengan oksigen 10046 selama 10 menit, 2) Beri CO, 596 dalam 9596 oksigen selama 5 menit berikutnya untuk menjamin PaCO, awal 53 kPa (40 torr), 3) Lepas pasien dari ventilator dan insuflasikan trakea dengan oksigen 10045 6 1/ menit melalui kateter intratrakeal lewat karina, 4) Lepas dari ventilator selama 10 menit dan jika perlu periksa PaCO, akhir.

30 lam ED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in Internal Medicine)

| Pada praktiknya dapat dijumpai kesukaran-kesukaran dalam praktis. | Pada prinsipnya bila dokter ragu-ragu mengenai:

- Diagnosis primer

- Kausa disfungsi batak otak yang yang reversible - Kelengkapan tes klinis

maka hendaknya jangan dibuat diagnosis MBO.1517

Dalam kaitan pembahasan mengenai mati perlu juga dibahas mengenai beberapa kriteria dalam menghentikan atau tidak memulai resusitasi jantung dan pernafasan. Pada tahun 2010 American Heart Association mengeluarkan panduan mengenai resusitasi jantung dan pernafasan.8 Pada panduan tesebut disebutkan bahwa pada henti jantung di luar instalasi medis, penolong yang memulai bantuan harus melanjutkan resusitasi sampai satu dari keadaan berikut terjadi:

- Kembalinya sirkulasi spontan yang efektif

- Penanganan ditransfer ke tempat yang lebih mampu melakukan bantuan hidup lanjut

- Penolong tidak mampu melanjutkan karena kelelahan, ancaman bahaya dari lingkungan, atau bila resusitasi dilanjutkan dapat membahayakan orang lain

- Ditemuinya kriteria yang dapat diandalkan danvalid mengenai kematian ireversibel, tanda pasti kematian teridentifikasi, atau

db

kriteria untuk menghentikan resusitasi terpenuhi.18

Satu kriteria untuk mengakhiri resusitasi yang cukup valid adalah BLS termination of resuscitation rule. Menurut aturan tersebut seluruh tiga kriteria harus ditemukan untuk menghentikan resusitasi pada pasien dewasa dengan henti jantung di luar rumah sakit. Kriteria tersebut adalah:

1) henti jantung tidak disaksikan oleh penolong pertama atau petugas medis, 2) tidak ada sirkulasi spontan setelah tiga putaran resusitasi, dan 3) tidak diberikan defibrilasi.

Pada kasus henti jantung di rumah sakit, keputusan untuk mengakhiri resusitasi tergantung dari dokter dan berdasarkan pertimbangan banyak faktor diantaranya henti jantung yang disaksikan atau tidak (witnessed versus unwitnessed arrest), durasi memulai resusitasi, irama jantung sebelum henti jantung, waktu mencapai defibrilasi, kondisi komorbid, kondisi sebelum henti jantung, dan apakah terdapat sirkulasi spontan yang kembali timbul saat resusitasi.

Aturan umum dalam resusitasi adalah segera memulai resusitasi pada pasien dengan henti jantung, tetapi terdapat perkecualian terhadap aturan tersebut. Pada pasien dengan henti jantung diluar rumah sakit kriteria untuk tidak memulai resusitasi jantung dan pernafasan adalah:

- Situasi pada saat memulai resusitasi membuat penolong dalam bahaya cedera atau meninggal

- Terdapat tanda pasti kematian pada pasien (misal kaku mayat, livor mortis, dekapitasi, atau dekomposisi)

- Terdapat petujuk yang jelas dan tertulis bahwa pasien tidak menginginkan dilakukan resusitasi atau terdapat perintah tidak memulai resusitasi (Do Not Attempt Resuscitation (DNAR) order).

Saat ini tidak ada kriteria yang dapat memprediksi mortalitas secara akurat bila resusitasi dilakukan sehingga setiap pasien henti jantung di rumah sakit harus dilakukan resusitasi kecuali terdapat perintah DNAR atau terdapat tanda pasti kematian.

DEFINISI MATI MENURUT OTORITAS INDONESIA

Pada tahun 1981 pemerintah Indonesia membuat peraturan yang mengatur mengenai definisi mati. Dalam peraturan pemerintah Indonesia nomor 18 tahun 1981 mengenai bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis, serta transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia pasal 1 butir e disebutkan bahwa meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.!? Pengertian ini kemudian dianggap kurang tepat sehingga setelah melalui beberapa lokakarya Badan Legislasi IDI membuat fatwa mengenai definisi mati. Fatwa tentang mati yang dituangkan dalam SK PB IDI No. 336/PB IDI/A4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusul dengan SK PB IDI No. 231/PB/A.4/07/90 menyatakan bahwa seseorang dinyatakan mati bilamana fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau ireversibel atau bilamana telah terbukti terjadi kematian batang otak.'? Pada fatwa tersebut dinyatakan bahwa kerusakan permanen pada batang otak merupakan tanda bahwa manusia itu secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi. Undang-undang kesehatan No. 36 tahun 199 pasal 117 menyatakan seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantung, sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan.!?

Aa Dokter Umum (A2, B2, C2)

Spesialis Penyakit Dalam (A3, B3, C3)

Dalam dokumen EIMED PAPDI pdf text (Halaman 37-49)