• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA PENGEMBANGAN L1NGKUNGAN YANG RAPUH

Kondisi lingkungan yang telah di paparkan sebelumnya, pada kenyataannya meru- pakan lingkungan yang sangat rapuh. Kerapuhan tersebut dipengaruhi beberapa faktor baik faktor alam maupun sosial yang saling berkaitan satu sama lainnya.

Gambaran Historis Mengenai Kerapuhan Lingkungan

Asal Mula "Lumbung Padi di Kalimantan"

Sekitar 15 tahun setelah kedatangan masyarakat Banjar pada tahun 1950-1960, Palingkau bukan lagi berupa hutan lebat karena hutan-hutan sebagai sumber utama telah dibabat sehingga menjadi lahan pertanian. Sejauh mata memandang, terbentang hamparan sawah yang luas antara sungai Kapuas dan Kapuas Murung.

Beberapa saksi menyatakan bahwa''takada pohon yang tak tumbang, maka jadilah hamparan sawah itu" yang dikenal sebagai "lumbung padi provinsi Kalimantan Tengah". Beberapa petani pada umumnya merupakan penduduk yang berasal dari provinsi Kalimantan Selatan yang melakukan perjalanan bolak-balik antara desa asalnya dan sawahnya yang terletak di Palingkau. Ketika itu, rambutan belum ditanam dan lahannya hanya digunakan untuk persawahan. Pada umumnya, tempat tinggal mereka hanyalah sebuah pondok yang terletak di petak sawah di sepanjang handil dan hanya ditempati selama masa kerja tani. Tanggul-tanggul di Kapuas Murung hampir kosong, hanya beberapa keluarga Dayak yang menempatinya.

Fase ini ditandai oleh adanya arus perpindahan penduduk dari Palingkau, mulai sekitar tahun 1960. Masyarakat Banjar yang tinggal di Kalimantan Selatan yang tidak menetap di Palingkau telah mulai meninggalkan sawahnya. Selanjutnya, arus perpindahan itu terus berkembang hingga lahan-lahan yang terletak lebihdaritiga km dari Kapuas Murung ditinggalkan secara total pada tahun 1970. Pada waktu itulah, jumlah penduduk dari beberapa desa yang sekarang ini Palingkau Lamadan Palingkau Baru berkurang secara drastis. Mulai masa itu, hutan galam, spesies pionir di tanah asam, memenuhi kembali lahan yang telah ditinggalkan. Hingga tahun 1996 setelah memutuskan untuk membuka kembali lahan itu, Departemen Transmigrasi dan PPH membangun tiga unit transmigrasi (UPT).

Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Jumlah Penduduk

Menjelang tahun 1957-1958, pemberlakuan pajak yang dikenakan pada pengiriman barang antar provinsi oleh pemerintahan Soekarno. Penduduk Kalimantan Selatan yang datang di Palingkau dengan satu-satunya tujuan untuk menanam padi untuk kemudian mengirimkannya kepada keluarganya, dikenai pajak. Tujuan utama mereka itu sebenarnya untuk memanfaatkan perbedaan harga di kedua provinsi itu.

Kalimantan Selatan yang berpenduduk lebih padat dengan lahan pertanian terbatas mengakibatkan harga beras tinggi. Setelah pemberlakuan pajak itu, beberapa petani tidak berminat lagi memproduksi beras di Palingkau, mulai meninggalkan lahannya.

52

Gambar 18. Transek Sepanjang Handil

,

~beje ---.J

,, ,,

,,

,, ,,

,, ,, ,,, ,,

C D

Pasang surut A A B C

Kualitas tanah Tanah pematang Tanah rendah

- Penggunaan ruang *Pemukiman *Persawahan - Cara pengembangan *Perkebunan *Perkebunan

kawasan

*Sawah diantara deretan rambutan

Tanah rendah - Bekas sawah, diting-

galkan karena kema- saman tanah - Tumbuh tanaman liar

*Penanaman puron

Hutan berawa Galam

Sumberalam Ikan dalam saluran dan sawah - Ikan dalam beje di hutan Galam

Gambar19.Dinamika Pendudukan Kawasan

(1) Areal pionir dan fase pengembangan kawasan: hamparan sawab

'

"

....1...

"

... ",

....1----: : /···r····

Két\\as.1") ang dilœmb:mgk:m olch pionir sungai

• Lamaoya fase peogembaogan: 15 hingga 20 tahun.

• Pengembangan: pembukaan hutandanpembuatan sawah sepanjang handil.

• lIustrasi feoomena tersebut: penduduk Banjar berdatangan di Palingkau pada tahun '40-an hingga awal tahun 1960: "Palingkau menjadi lambung padi Kalimantan Tengah".

(2) Fase penurunan: sawah yang menurun kesubllrannya ditinggalkan

\

.--

Kawasan yang di1inggalkan

oleh para pionir KawasanmCOllL\ald:ul

",bogian po:nduduk

• Lamanya fase penurllnlln: fase ini berlangsung sangat cepat, dalam waktu 5 tahun, 2/3dari kawas an yang telah dikembangkan terbengkalai.

Meninggalkan lahao: dampak berantai.

Meninggalkan lahan merupakan faktor yang saling terkait:

ofaktor politik ekonomi; pajak hasil; pekerjaan Iain yang lebih menglmtungkan dB;

ofaktor alam: kebakaran di musim kemarau, tanah yang mengandung asam sulfat dan bergambut;

oketerbatasan sistem pertanian yang dikembangkan oleh pioner: pengelolaan kesuburan tanah yang kurang memuaskan; hubungan sosial yang menurun secara cepat.

• karena lahan ditioggalkan, butan tumbuh kembali.

• lIustrasi fenomena tersebllt: antara tahlm 1965 dan 1970, petani Palingkau meninggalkan lahannya yang terletak di luar jangkauan pasang surut.

Bab"

(3) Periode stabilitas kawasan yang dikembangkan; fase konversi sawab menjadi perkebllnan

..

'

Ttlmbuh hlll8Jl S(.'iwndl:.'T.

kawa~\Jlitllmcnjl'ldi l'llami dandiek~loiUiSiolchJX'fl- duduJ..setC1l1paL

1 1,

- - - _1

';/

.

i

j .:'

Pengembaogao kawa..°boru

!

Pendalangban!: adanytt hubungan sosial dan pionir

• "Kawasan yang dikembangkan stabil" setelah ditinggalkan selama 25 tahun, kawasan meluas 3 hingga 4 km dari pinggir sungai hingga batas pasang surut.

• Beberapa faktor yang memungkinkan stabilitas kawasan yang dikembangkan sejak 25 tahun:

a sistem pemulihan kesuburan tanah. Hal ini, mungkin di beberapa petak,

bergantung genangan air dan dengan demikian bergantung pengaruh pasang surut.

a pengenalan teknik baru yang dapat menjaga kesuburan tanah dalam petak:

pupuk buatan (digunakan sejak 15-an tahun di Palingkau).

a mengkonversikan sawah yang kurang subur menjadi perkebunan rambutan.

Penduduk mencari lahan Iain untuk membuka sawah.

MUl7cuJnya hubungal7 sosiaJ baru.

a pencarian kembali lahan "subur": tanah yang belum dibuka (huatan primer), atau tanah yang duJunya dikembangkan dan telah ditinggalkan selama 15 hingga 25 tahun.

Cara tersebut dapat mengembalikan kesuburan tanah.

a pengembangan kawasan: pembabatan hutan dan pembuatan lahan persawahan sepanjang handil yang digali oleh pionir.

a fase pengembangan kawasan.

• 1I1Istrasi fenomena tersebut: mulai tahun 1970 para pionir mengembangkan usa ha pembu- kaan lahan; beberapa petani berangkat dan menetap secara langsung di areal baru; yang lainnya menanam pohon rambutan sebelum membuat lahan persawahan di kawas an baru.

Hal itu banyak dilakukan oleh keluarga Palingkau.

(4) Di kawasan yang makin stabil; kebun rambutan ..-..

...> .

...

t

f..'1unculnya tàse pionirbaru~

hi'lnlparan sawah

• Fase perluasan: kira-kira selama 15 dan 20 tahun.

• Pengembangan kawasan: pembukaan hutan dan pembuatan sawah di sepanjang handil.

• I1ustrasi fenomena tersebut: pembukaan terusan dilakukan secara bergantian, sekitar tahun 1970 hingga akhir tahun 1980; sejak 5 tahun, penduduk menyatakan adanya penurunan kesuburan tanah, hal ini mengakibatkan para pionir meninggalkan lahannya.

Pt'ngt'mbangan kembali ka\\'8san yaog ptroab ditinggalkan

_._. _..1 ~~'

Munculnya hubungan sosial; pendatang oom.pembllk..1~~··-.I:--~

~c_~t>:'~ lah~'~)a~gl~c~~~~il1~"!?~~~~~_~~u~,,;.~~\~..

.j _

.'"

(5) Fase penurunan

./

' 0 -

t ..'

. . -

• Penurunan kesuburan Iingkungan mengakibatkan penurunan kawasan yang telah dikembangkan.

• Mengkonversikan sawah yang kurang subur menjadi perkebunan rambutan (pohon yang ditanam adalah pohon yang mudah beradaptasi dengan Iingkungan); penduduk mencari lahan baru untuk ditempati.

• Munculnya hubungan sosial baru: kelompok orang yang termotivasi untuk membuka lahan baru.

• Mencari lahan "subur": hutan primer (kawasan yang belum dibuka), atau lahan yang pemah ditingalkan dan hutan telah twnbuh kembali.

• Faktor yang cocok untuk membuka kembali lahan yang pernah ditinggalkan:

opemulihan kesuburan tanah setelah lama ditinggalkan (15 hinga 25 tahun).

opembukaan kembali hutan yang dikelola oleh pememrintah melalui Departemen Trans- migrasi dengan menggunakan teknik baru: pembangunan sistem irigasi yang lebih me- muaskan, pemupukan dan pemakaian pestisida, kapur untuk meningkatkan pH tanah dU.

Bob II

Pada tahun 1965, PKI memutuskan untuk memperkuat keputusan tersebut. Di perbatasan antar provinsi, didirikan pos-pos penjagaan polisi. Jika kedapatan seseorang mengirimkan hasil panen, barang itu disita se1uruhnya berikut perahunya, jika tidak disiksa mereka masih untung. Hal itu mengakibatkan arus perpindahan penduduk yang meninggalkan lahannya di Palingkau semakin besar.

Dalam waktu yang sama, akhir tahun 1960 hingga awal tahun 1970, muncul kesempatan kerja yang lebih menguntungkan daripada menggarap sawah, seperti pengolahan kayu hutan di Kalimantan. Maka, banyak orang mengorbankan kerja taninya untuk berangkat ke hutan.

Risiko iklim terutama yang berkaitan dengan kebakaran pada musim kemarau seperti yang terjadi tahun 1997 di Indonesia, mengakibatkan keadaan di Palingkau sangat memprihatinkan selama tahun '60-an. Sawah rusak tepat sebelum panen, rumah-rumah di handil habis terbakar. Tanah yang sangat liat karena tidak lagi mengandung lapisan organik, mengeras akibat panas. Tahun-tahun berikutnya, hasil padi yang diperoleh sedikit.

Fenomena Iain yang masih lebih parah lagi muncul setelah terjadinya kebakaran semacam itu: padi yang ditanam di lahan yang terbakar, menguning dan pro- duksinya menjadi sedikit: kurang dari 400 kglha. Beberapa petani yang lahannya terbakar terpaksa meninggalkannya karena tidak ada hasil yang dapat diperoleh.

Penempatan Kembali a/eh Transmigrasi

Pada tahun 1994, Departemen Transmigrasi dan PPH memutuskan untuk mengem- bangkan wilayah yang telah ditinggalkan dengan membangun tiga UPT yang dapat menampung 1000 kepala keluarga. Maksud program transmigrasi itu untuk mengubah lahan yang ditinggalkan itu menjadi lahan pertanian.

Kelemahan Pola Pertanian Banjar

Kesuburan Tanah yang Sulit Dikelola

Dampak Musim Kemarau yang Berkepanjangan

Musim kemarau yang berkepanjangan teIjadi di Kalimantan karena siklus fenomena alam Elnifio. Penduduk memperkirakan fenomena alam itu terjadi secara berkala kira-kira setiap tujuh tahun. Dampak negatifnya antara Iain: kebakaran gambut sangat mudah sekali teIjadi karena karakteristik hidrofobia gambut kering yang menyebabkannya mudah sekali terbakar. Api-api itu dapat merebak hanya karena sepuntung rokok atau bahkan dengan sendirinya. Api itu melalap hamparan lahan yang luasdanmembakar habis semua atau bagian lapisan gambut dan yang tersisa hanyalah lapisan tanah liat hitam yang tertutup abu. Struktur tanah yang sangat padat itu menyulitkan akar pohon menembus tanah. Hal itu mengakibatkan menurunnya hasil padi yang ditanam di lahan yang terbakar: dari 3 atau 3,5 ton/ha menjadi kurang dari 1 tonlha. Penurunan tingkat air tanah di bawah tingkat yang kaya akan pirit menimbulkan oksidasi. Reaksi itu membebaskan asam sulfat dan menyebabkan pengasaman tanah. Akibat dari keasaman dan adanya racun zat besi, daun-daun padi menjadi kuning dan produktivitasnya menurun tajam: kurang dari 400 kglha.

57

Ketika petani menghadapi masa1ah keasaman tanah di tahun 1960, mereka tidak menemukan satu cara pun untuk mengatasinya5 Satu-satunya ja1an keluar mereka ada1ah meninggalkan lahannya dengan harapan akan kembali dan dapat mem- bukanya kembali sete1ah diberakan beberapa tahun.

Kesuburan Tanah Menurun Drastis

Sete1ah sekitar 10 tahun ditanami padi, kesuburan tanah berkurang. Tanah di daerah itu relatif miskin akan unsur hara. Unsur kesuburan tanah yang diperoleh dari kompos tunggak pohon cepat terserap. Gambut yang ada pada saat pembukaan hutan dibakar pada tahun pertama dan digunakan sebagai pupuk. Pennukaan tanah bagian atas, lapisan antara gambut dan tanah liat, yang kaya akan bahan organik, berkurangdaritahun ke tahun karena pengolahan tanah dilakukan dengantajak.

Gambar 20. Eva/usi Lapisan Tanah yang Dibuka untuk Persawahan

awal pembukaan

Tunggul yang membusuk

setelah 7 tahun setelah 2 tahun

Tanah~

I/al ----,.

Tanah-+

gambut Tanah-+

/ambab

Kesuburan Tanah yang Bergantung Penggenangan Petak

Menurut beberapa petani, sumber kesuburan tanah terletak dalam lapisan bergambut. Cara tradisional menjaga kesuburan tanah ada1ah dengan menerapkan sistemambur,yaitu membiarkan sisa babatan (ketika menyiapkan 1ahan pertanian) membusuk dalam petak. Teknik itu benar-benar terkait erat dengan masa1ah pengendalian tingkat air dalam petak. Namun, untuk menjamin genangan air dalam petak, sistem irigasi-drainase dan tabatbelum cukup efisien terutama di petak yang letaknya jauh dari muara. Di area yang terletak di luar jangkauan pasang surut, airnya tidak dapat terkendali. Kondisi penggenangan yang berubah-ubah menghambat peremajaan kesuburan tanah. Masa1ah kesuburan tanah meningkat ke huluhandil.

Ungkapan seorang petani: "air menjamin kesuburan tanah!" menggambarkan keterkaitan hubungan yang erat antara air dan tanah. Kesuburan tanah itu merupakan isti1ah yang diciptakan yang didalamnya terkandung makna bahwa unsur air sangat penting pengaruhnya. Pengelo1aan air merupakan kunci perkem- bangan fisik, kimiawi dan bio1ogis tanah yaitu kesuburannya. Air merupakan sahabat sekaligus musuh yang harus dijinakkan. Pengalihan kesuburan tanah da1am petak hanya mungkin teIjadi jika genangannya diatur. Pengo1ahan tanah yang mengandung asam sulfat juga bermasalah. Untuk jenis tanah ini, drainase yang

5Pupuk dan kapur belum tersedia di Kalimantan Tengah pada waktu itu.

58

.BllbII

berlebihan dan penggenangan yang berkepanjangan harns dihindari. Drainase area yang rendah membebaskan kadar asam yang terkumpul karena kondisi air yang menggenang. Efek yang besar terhadap tata air menyatakan perlooya pengelolaan bersama, tanpa itu, pengontrolan tidak teIjamin.

Pengelolaan Lahan secara Bersama

Apapoo alasannya, kepergian sejumlah kecil pendudukhandilmengganggu kesta- bilan warga secara keseluruhan. Penduduk di sekitarnya pun ikut pergi. Akhirnya daerah itu poo ditinggalkan. Lahan yang diabaikan oleh beberapa petani mellÎm- bulkan berbagai dampak. Dengan ditinggalkannya petak-petak dan pemukiman di sepanjanghandil, segera moocul masalah tentang pemeliharaanhandil.Oleh karena jumlah orang yang bekeIja di handilberkurang, keIja kolektif makin lama makin diabaikan. Handil dan parit tersumbat karena adanya gulma dan lumpur yang terkumpul di dasar saluran itu. Kondisi draînase menjadi memprihatinkan. Masalah tersebut makin berat dirasakan di hulu handil. Air yang menjadi masam akibat pencucian tanah tidak dapat mengalir dan tergenang. Air tersebut tidak baik untuk diminum. Orang yang tinggal di daerah itu terpaksa meninggalkan lingkungan yang menjadikumuh, untuk menempati pemukiman lebih dekat dengan sungai.

Pola tanam bersama dapat pula mencegah serangan hama. Supaya petani tetap dapat menanam di daerah yang cocok bagi predator, ketentuan dan praktik tani yang utama dilakukan adalah dengan carn serempak tanam. Semua petani yang diwawancarai menandaskan ketentuan itu terus diterapkan. Padahal, selama lahan ditinggalkan, banyak petani Palingkau memiliki lahan persawahan yang terletak di antara petak yang ditinggalkan. Dengan cepat, penghasilan mereka menurun taj am akibat serangan harna terutama tikus. Karena tidak berdaya mengatasinya, akhimya mereka meninggalkan lahannya.

Tanam serempak mengurangi risiko kebakaran. Petak yang ditinggalkan menjadi tempat tumbuhnya semak belukar, tumbuhan yang mudah terbakar. Petak itu akan mengakibatkan dampak negatif bagi lahan di sekitamya yang ditanami. Jadi semua petak haros dirawat untuk mengurangi risiko kebakaran.

Penataan Kembali Lingkungan

Dalam bagian ini dipaparkan contoh penataan kembali lahan oleh masyarakat Banjar, setelah ditinggalkan. Contoh itu memberikanjalan keluar ootuk mengatasi masalah rapuhnya lingkungan.

Membatasi Area Pengembangan

Sebelum ditinggalkan, handil-handil dikembangkan hingga mencapai 10 km.

Ketika ditinggalkan, penduduk pindah ke pinggir sungai dan handilnya digarap sepanjang tiga atau empat kilometer saja. Kawasan itu sama dengan area yang teIjangkau oleh pasang surut. Pengelolahan air sudah cukup baik bagi lahan yang telah dikembangkan. Padahal, sistem peremajaan tanah tidak cukup begitu saja.

Untuk menjaga kesuburan tanah, beberapa petani menyempumakan berbagai cara.

Dengan cara itu, daerah yang telah dikembangkan dapat dipertahankan lebih lama.

59

Garam sebagai ja/an ke/uar sementara

Untuk mengatasi menurunnya 1apisan gambut secara bertahapdanmuncu1nya tanah 1iat, sejum1ah petani menggunakan garam. Hal itu dilakukan sejak tahun '60-an.

Pemberian garam dimaksudkan untuk me1unakkan tanah 1iat. Dampak positif yang dirasakan hanya berlangsung se1ama lima tahun pertama. Kemudian, pemberian garam secara terus menerus mengakibatkan tanah menjadi berpasir. Cara itu hanya memberikan perbaikan sementara da1am jangka pendek. Sekarang ini, cara itu masih sering dilakukan tetapi garam yang digunakan te1ah disu1ing yang mengu- rangi kerusakan tanah.

Pemupukan

Di tahun '80-an, pengena1an pupuk mengubah sistem pengembangan yang lama.

Mu1ai saat itu, petani dapat mengatasi kekurangan unsur kimia tanah dengan meng- gunakan pupuk. Dengan caraini, mereka mempero1eh 7 kalenglborong, sementara tanpa pupuk, mereka hanya mempero1eh 5 kaleng.

Perkebunan

Perkebunan merupakan ja1an ke1uar yang pa1ing efisien dan ekonomis yang ditemukan petani untuk mengatasi penurunan kesuburan 1ahan sawah. Kesuburan tanah yang rendah pada awa1nya, dipusatkan di kaki pohon me1a1ui pemberian kompos. Cara seperti itu memer1ukan tenaga keIja banyak. Akibatnya, pohon menjadi pengikat bagi para petani. Mereka yang menanam rambutan di Palingkau dalam tahun 1970-1980, sebe1um mencari 1ahan baru untuk persawahan, se1a1u tingga1 di Palingkau. Mereka pergi ke sawah hanya pada masa keIjatani.

Pembukaan Lahan Baru

Masyarakat Banjar tidak segan-segan berpindah untuk menanam padi di 1ahan yang produktivitasnya 1ebih baik. Dalam tahun 1970 dan 1980, terdapat arus pendatang yang membuka hutan dan membangun handil. Di Terusan, ter1etak di bawah Kapuas, lima jam dengan perahu dari Pa1ingkau, arus pertama membuka hutan menje1ang tahun 1971. Arus kedua, merupakan penduduk handil Pa1ingkau Besar sekarang ini, yang menetap pada tahun 1981. Daerah yang ditempati itu dekat dengan unit transmigrasi yang dibuka tahun 1980. Penempatan penduduk terus berlanjut secara bertahap hingga sekarang, tetapi, tampaknya sekarang ini peng- hasi1an menurun. Mereka hanya mempero1eh 1,8 ton/ha (5 kalenglborong) dalam beberapa handil. Jadi, banyak pemi1ik te1ah menjua1 kemba1i 1ahannya. Beberapa kawasan baru memi1iki hambatan tertentu, jadi kondisi pengembangan berbeda sedikit dengan kondisi di Palingkau. Di Terusan misalnya air asin naik ketika musim kemarau.

60

Bab Il