• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masalah dan Kesuksesan Budidaya Pasang Surut di Kalimantan Jaya

N/A
N/A
M Hasyim

Academic year: 2024

Membagikan "Masalah dan Kesuksesan Budidaya Pasang Surut di Kalimantan Jaya"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Judulasli buku:Front pionnier Banjar: une agriculture entre terre et eau.

Penulis: Gutierrez Marie-Laure, Ramonteu Sonia

©Orstom 1997

PeneIjemah: Titien Harwiyandani, Mohammad Hasyim Penyelaras: Sri Ambar Wahyuni Prayoga

Desain sampul & grafis: Yanto Wahyantono Penata letak: Yanto Wahyantono

© IRD edisi 2000 ISBN 979-9236-35-5

.-

"

.

(4)

KATAPENGANTAR

Penelitian mengenai budi daya pasang surut di Palingkau Jaya ini dilaksanakan oleh peneliti muda IRD ex üRSTüM dalam rangka kerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan. Kegiatan penelitian ini dilakukan antara bulan April dan September 1997 selagi Proyek Lahan Gambut Satu Juta Hektare sedang marak.

Dalam laporannya, peneliti menggarisbawahi kesulitan dan masalah yang ditimbulkan oleh pendayagunaan lahan rawa pasang surut (antara tanah dan air). Peneliti berhasil mempertanyakan kelayakan proyek itu secara keseluruhan, dan temyata fakta membenarkan pendapatnya.

Kegunaan penelitian semacam ini tidak disangsikan lagi. Kiranya penelitian perlu selalu dilakukan sebelum pelaksanaan setiap proyek pembangunan. Selain itu, tentu saja, sarannya perlu diperhatikan.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat, dan penelitian seperti ini dilanjutkan demi keberhasilan pembangunan dan kemaslahatan penduduk di Indonesia.

Jakarta, 23 Maret 2000

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Transmigrasi

dan Pemukiman Perambah Hutan

Ir. Harry Heriawan Saleh, M.Sc.

NIP. 160031 186

(5)
(6)

..

PRAKATA

Penelitian mengenai budi daya pasang surut di Palingkau ini dapat terlaksana berkat bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

@Departemen Transmigrasi dan PPH, khususnya Puslitbang, yang telah memberikan fasilitas di lapangan, dan daftar pustaka yang mendukung penelitian ini;

@Penduduk Palingkau khususnya para petani yang telah menerima peneliti dengan penuh kehangatan dan kesabaran, serta menunjukkan berbagai cara dalam kehidupan sehari-hari, khususnya pengolahan lahan;

@Insinyur dan teknisi Departemen Transmigrasi dan PPH, Departemen Pertanian, Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen yang terkait dengan Proyek Satu Juta Hektare, yang telah berkenan memberikan data yang diperlukan;

@Kepala Desa Palingkau Jaya, Mohammad Nur dan keluarga serta pegawai administrasi UPT yang telah memberikan bantuan di lokasi penelitian;

@Yanto Wahyantono, ahli kartografi Orstom (sekarang IRD) yang membantu dalam pembuatan peta dan sketsa/gambar lahan pertanian untuk penelitian ini;

@Viktor BOEHM, konsultan yang telah memberikan citra pengindraan jarak jauh lahan penelitian dari Spot;

@Mireille DOSSO yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan penelitian ini di Prancis, dan Caroline, Gwen serta Béatrice yang turut membantu peneliti selama menjalani praktik.

Semoga hasil penelitian ini memberikan sumbangan pada pembangunan di Indonesia.

Peneliti

(7)

..

DAFTARISI

KATA PENGANTAR iii

PRAKATA v

DAFTAR 1S1 vii

Daftar Peta ix

Daftar Gambar ix

Daftar Tabel x

PENDALUAN 1

Latar Belakang 3

Ruang Lingkup Penelitian 4

Sasaran Penelitian 5

Metodologi Penelitian 6

Fokus Penelitian 7

Kendala Selama Penelitian 8

BAB 1: LINGKUNGAN ALAM DAN MANUSIA 9

Lingkungan alam yang tidak Mendukung Il

Perubahahan Musim yang Mencolok I l

Dataran Rendah Pesisir yang Berawa I l

Reliefyang Rendah 12

Pengaruh Gerakan Pasang Surut 12

Tanah Masam 13

Lingkungan Manusia di Palingkau 15

Masyarakat Banjar 15

Lingkungan Manusia di Desa Palingkau 17

Sektor Kegiatan 17

Karateristik dan Kebiasaan PendudukPalingkau 18

Pembagian Lingkungan Alam 21

BAB II: LINGKUNGAN YANG PENUH KENDALA 23

Pengelo1aan Hutan dan Air oleh Masyarakat Banjar 25

Dua Gelombang Pendudukan, Dua Cara Pengembangan Lingkungan 25

Dasar Pemanfaatan Lahan oleh Masyarakat Banjar 26

Pemanfaatan Lingkungan: Adaptasi atau Buatan? ~ 33

Persawahan: pengendalian atau adaptasi? 33

Kebun Rambutan sebagai Alternatifuntuk Sawah 40

TeknikBudi Daya 41

Pemeliharaan Tanaman 41

Perkebunan di Tanah Pematang 46

Pemanfaatan Lingkungan Alam: Hutan dan Sungai 48

Penangkapan ikan 48

Penanaman Kercut: Bahan Baku Utama untuk Kerajinan 50

vu

(8)

Dinamika Pengembangan Lingkungan yang Rapuh 52 Gambaran Historis Mengenai Kerapuhan Lingkungan 52

Kelemahan Pola Pertanian Banjar 57

Kesuburan Tanah yang Sulif Dikelola 57

Penataan Kembali Lingkungan 59

Kesimpulan 61

BAB III: PROSES BERPRODUKSI DAN RIWAYAT HIDUP PETANI 63

Kriteria Pembeda Petani 65

Pemilikan dan Pemakaian Lahan 65

Karakteristik Lahan Usaha: Jenis dan Luas Lahan 66

Pemanfaatan Tenaga Kerja 67

Tipologi dan Riwayat Hidup Petani 71

Tipe1:Petani Kawakan 72

Tipe I-A-1: Petani Sawah 72

Tipe I-A-2: Petani Rambutan 74

Tipe I-B: Petani yang Menjadi Pedagang 76

Tipe I-C: Petani Paro Waktu 77

Tipe II: Petani dengan Usaha Sampingan 79

Tipe II-A: Petani Muda Pemula 79

Tipe II-B: Petani Karon 82

Tipe III: Petani Sebagai Pekerjaan Sampingan. 84

Tipe III-A: Pedagang 84

Tipe III-B: Pegawai Negeri 84

Analisis Sosial EkonoIIJ.i 85

Dinamika Perkembangan 85

Strategi Tumpang Sari 87

Fungsi Ekonomi berbagai Kegiatan 88

Kesimpulan 95

BAB IV: PERSPEKTIF BARU DAN PERKEMBANGAN DEWASA INI 99

PLG Satu Juta hektare dan UPT Palingkau Jaya 101

kesulitan yang dihadapi 102

Masalah Air 102

Percobaan Pola Sawif-Dupa 103

Berbagai Kendala 103

Tipe Petani yang Dapat Mengadopsi Pola Sawif-Dupa 109

Dampak Proyek terhadap Lingkungan 110

Kerusakan Sumber Alam dan Perubahan Ekosistem 110

Kesimpu1an 115

DAFTAR PUSTAKA 117

viii

..

(9)

Daftar Peta

Peta1. PLG Satu Juta Hektare dan Palingkau 4

Peta2. Daerah Asal Migran Banjar di Palingkau 16

Peta3. Fisiografi Kalimantan bagian Tenggara 19

Peta4. CUra Satelit Spot Daerah Palingkau 22

Peta5. Kawasan Agroekologi 22

Daftar Gambar

Gambar1.Diagram Suhu-Curah Hujan Il

Gambar2. Zona yang Dipengaruhi oleh Pasang Surut.. 13 Gambar3. Peralatan yang Digunakan oleh Masyarakat Banjar 26

Gambar4. Selundak 27

Gambar5. Penggalian Handil 27

Gambar6. ParU 28

Gambar7. Pengaturan Handil 29

Gambar8. Pembangunan Jalan Tani 30

Gambar9. Pembagian Petak Lahan 30

Gambar 10. Skema Tipe bagian yang DUempati, Sepanjang H andil 31

GambarIl. Tingkat Penggenangan pada Petak Sawah 32

Gambar12. Penanaman Padi Lokal; Catatan Curah Hujan dan Ketinggian Air Pasang 34

Gambar13. Panen dengan Ani-ani.. 38

Gambar14. Transportasi Hasil Panen dengan Menggunakan Perahu 39

Gambar15. Pertumbuhan Pohon Rambutan 44

Gambar16. ParU diantara Dua Deretan Pohon Rambutan 45

Gambar17. Penganyaman Kercut 51

Gambar18. Transek Sepanjang Handil... 53

Gambar19. Dinamika Pendudukan Kawasan 54

Gambar 20. Evolusi Lapisan Tanah yang Dibuka untuk Persawahan 58

Gambar21. Jadwal Kerja Tani 68

Gambar22. Diagram Perkembangan 86

Gambar23. Sistem Alokasi Pemasukan 97

Gambar24. Jadwal Kerja Sistem SawU-Dupa 104

Gambar25. Arus Pemasukan dan Pengeluaran l07

Gambar26. Jadwal Kegiatan Sistem Penanaman Padi Lokal 108

IX

(10)

Daftar Tabel

Tabel2. Ringkasan Mengenai Karakteristik Varietas Padi Tradisional 39

Tabel3. Keanekaragaman Kegiatan 69

Tabel4. Ringkasan Upah Rata-Rata Kerja Tani di Palingkau 71

Tabel5. Tipologi 71

Tabel6. Perhitungan Pendapatan Pertanian (Tipe I-A-1: Petani Sawah) 73

Tabel7. Alasan Penggunaan Herbisida 74

Tabel8. Perhitungan Pendapatan Pertanian (Tipe I-A-2: Petani Rambutan) 75 Tabel9. Perhitungan Pendapatan Pertanian (Tipe I-C: Petani Paro Waktu) 78 Tabel10. Perhitungan Pendapatan Pertanian (Tipe I-A: Petani Muda Pemula) 81 Tabel11. Perhitungan Pendapatan Pertanian (Tipe II-B: Petani Karon) 83

Tabel12. Pinjaman Padi 89

Tabel13. Investasi Kebun Rambutan 91

Tabel14. Jenis Pohon dalam Kebun Campur dan Pendapatan Tahunan 92

Tabel15. Pendapatan yang Diperoleh dari Pengayaman 93

Tabel16. Pendapatan yang Diperoleh dari Penerapan Pola Sawit-Dupa 106 Tabel17. Pendapatan yang Diperoleh dari Padi Unggul (luas 0,8 ha) 106

x

(11)

PENDAHULUAN

(12)

Pcndahulu811

Latar Belakang

Pada tahun 1984, berkat program Revolusi hijau dan upaya pemerintah, Indonesia mencapai swasembada beras. Namun, 10 tahun kemudian (tahun 1994), Indonesia mengalami kekurangan pangan dan akhirnya terpaksa mengimpor beras kembali.

Pemerintah ingin mencapai kembali swasembada beras. Oleh karena itu, pemerintah berencana untuk memperluas lahan persawahan di luar pulau Jawa yang lahannya belum tergarap. Untuk itulah, pemerintah melaksanakan proyek pembukaan lahan persawahan seluas satu juta hektare yang dinamakan PLO (Proyek Lahan Oambut) satu juta hektare. Dalam hal ini pemerintah membentuk tim pelaksana, yang diketuai oleh Menteri PekeIjaan Umum, dan Menteri Transmigrasi dan PPH (Pemukiman Perambah Hutan) sebagai salah satu anggota dalam tim tersebut.

Peran Departemen Transmigrasi dan PPH adalah memanfaatkan hasil pembukaan hutan untuk dijadikan kawasan transmigrasi. Departemen Transmigrasi dan PPH memberikan sebidang tanah(1-2 hektare) kepada setiap keluarga transmigran yang pada umumnya berasal dari Jawa, Madura dan Bali (JAMBAL). Keluarga transmigran diberi rumah danjaminan hidup selama masa bertani (1-1,5 tahun) dan panen pertama.

Adapun tujuan yang ingin dicapai Departemen Transmigrasi dan PPH adalah:

• mengentaskan penduduk dari kemiskinan dengan memberikan tanah kepada mereka yang belum memilikinya (bidang sosial);

• mengembangkan daerah luar Jawa dengan memperkenalkan cara bertani intensif dari Jawa (bidang teknik-ekonomi);

• menjalin persatuan Indonesia dengan mengintegrasikan penduduk dari daerah yang berbeda-beda.

PLO satu juta hektare termasuk tujuan kedua, yaitu memanfaatkan lahan yang belum diolah. Tujuan utamanya adalah meningkatkan produksi beras di Indonesia.

Lokasi yang dipilih untuk melaksanakan proyek itu terletak di Kalimantan Tengah, salah satu provinsi yang masih banyak memiliki lahan yang belum diolah. Lokasi proyek itu terbentang dari Palangkaraya sampai Buntok, dan dari Buntok sampai Palingkau (lihat peta 1). Namun, lingkungan fisik yang dipilih sulit. Sebagian Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) didirikan di atas tanah bergambut tebal (3- 5 meter). Tanah yang tidak bergambut sering berupa podsol atau mengandung asam sulfat yang juga menimbulkan berbagai masalah.

Untuk mengatasi lingkungan yang penuh tantangan itu, pemerintah membangun saluran irigasi yang airnya berasal dari tiga sungai (Barito, Kapuas, Kahayan).

Jaringan irigasi tersebut dimaksudkan agar dapat mengairi seluruh lahan persawahan satu juta hektare. Di lahan itu akan dikembangkan budi daya padi 3

(13)

modern seperti di Jawa, antara Iain penggunaan varietas padi unggul yang bersiklus pendek, yang dapat dipanen dua kali setahun, dan pemakaian traktor untuk pengolahan tanah.

Peta 1. PLG Satu Juta Hektare dan Palingkau

JARINGAN PENGAIRAN

s

PelaIol<aol

Sumber : PUSDATADept.PU Dicelek oleh :

LREP BAPPEDA Prop. Dalll Kalimantan Tengah 1996

Di lokasi proyek itu, penduduk setempat hanya tinggal di tepi sungai. Penduduk asli Kalimantan (Dayak dan Banjar) telah berhasil mengolah sebagian dari kawasan yang sangat luas itu. Misalnya, penduduk Banjar telah berhasil mengembangkan budi daya padi yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan (tanah bergambutdan berawa). Hasil pertanian yang memuaskan itu telah mengilhami Departemen Transmigrasi dan PPH sehingga departemen tersebut menempatkan keluarga transmigran di Kalimantan Selatan sejak tahun '60-an.

Ruang Lingkup Penelitian

1

Lokasi penelitian berada di daerah Palingkau yang terletak di proyek tersebut di atas. Daerah yang telah dibuka oleh penduduk Banjar sekitar 60 tahun yang lalu tersebut, sejak dua tahun dijadikan daerah percontohan dan pengembangan teknik bertani proyek tersebut. Pada waktu penelitian, UPT telah didirikan di daerah tersebut sejak beberapa bulan.

JPenelitian ini dilakukan dalam rangka kerja sama antara Orstom dan Departemen Transmigrasi dan PPH. Pihak Orstom terntama ingin mengetahui pembudidayaan lahan yang dilakukan secara tradisional oleh petani setempat.

4

(14)

Pendahululln

Sasaran Penelitian

Sejak lama orang Banjar menerapkan cara pemanfaatan lahan yang disesuaikan dengan kondisi sulit di lingkungan berawa Kalimantan Selatan dan Tengah. Mereka telah dapat mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh pengarnh pasang surut, tanah yang bergambut, dan tanah yang mengandung asam sulfat. Daerah Palingkau Jaya yang sekarang dijadikan UPT pemah dibuka oleh orang Banjar, tetapi ditinggalkan 25 tahun yang lalu.

Di UPT tersebut bermukim transmigran setempat dan transmigran dari JAMBAL.

Transmigran setempat mengenal keadaan daerah dan kendalanya, tetapi tidak mengetahui cara penanaman padi secara intensif, sedangkan transmigran dari JAMBAL dipandang memiliki pengalaman menanam padi secara intensif, namun tidak mengenal kendala yang ada di daerah Palingkau.

Dalam rangka mengembangkan potensi transmigran setempat bersama-sama dengan transmigran dari JAMBAL yang mengharapkan perbaikan nasibnya itu, maka tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui cara mengembangkan lahan pasang surut di wilayah tersebut.

Adapun sasarannya adalah:

Cl) mengetahui cara tradisional pemanfaatan lahan pasang surut yang dilakukan orang Banjar,

(2) mengetahui faktor yang menyebabkan orang Banjar meninggalkan lokasi tersebut, dan

(3) mengetahui apakah pergaulan antara kelompok transmigran setempat dan transmigran dari JAMBAL dapat menimbulkan sinergi.

Sesudah dilakukan wawancara dengan keluarga transmigran dari Jawa, Bali dan Kalimantan, terlihat tidak ada perbedaan yang signiflkan tentang cara bertani di antara kedua kelompok transmigran. UPT yang barn dibuka sembilan bulan (Juni 1997) masih dalam tahap permulaan, sehingga, terlalu dini untuk diketahui adanya perbedaan yang menarik pada kedua kelompok tersebut.

Kenyataannya, lahan seluas dua hektare yang disediakan bagi tiap keluarga belum siap untuk digarap. Para petani hanya mengelola lahan pekarangan seluas 0,25 hektare. Mereka mencoba menanam benih dan bibit yang diberikan oleh pemerintah: varietas padi lokal dan varietas padi unggul umur pendek, IR66. Selain itu, juga diberikan segala jenis benih tanaman sayur dan bibit buah-buahan.

Maka, pengamatan difokuskan pada pertukaran keterampilan di antara anggota kelompok usaha tani transmigran, namun pekeIjaan bersama yang barn berada pada tahap persiapan pembukaan lahan persawahan terhenti karena datangnya musim kemarau.

Sasaran penelitian pertama terfokus pada sejarah pembangunan wilayah Palingkau oleh orang Banjar yang tiba di tempat itu sekitar 50 tahun yang lalu. Sementara itu, sejak dua tahun yang lalu, proyek percontohan intensiflkasi padi telah dilaksanakan oleh Departemen Pertanian yang bekeIja sama dengan Departemen Transmigrasi dan PPH dalam proyek PLO satu juta hektare. Untuk mengamati kebiasaan teknik bertani modem oleh petani lokal, maka, Palingkau jelas menjadi wilayah yang menarik untuk diteliti.

5

(15)

Penelitian diarahkan pada minat para petani Palingkau dalam menerapkan varietas padi siklus pendek, dan untuk menemukan kendala yang dihadapi.

Metodologi Penelitian

Sasaran penelitian 1. Menentukan Iingkup dan lokasi penelitian.

• mendapatkan gambaran tentang kendala keadaan daerah yang diteliti;

• memahami situasi transmigrasi di lokasi penelitian proyek PLG satu juta hektare.

2. Beradaptasi dengan pertanian lokal sambil meneliti perbedaan-perbedaan cara bertani an- tara transmigran lokal (yang mengenal ling- kungan) dan transmigran dari Jawa (yang mem- perkenalkan pertanian intensif). Mengamati pertukaran keterampilan pada kedua kelompok tersebut.

3. Mengungkap sejarah pertanian daerah pionir Palingkau sejak pembukaan daerah tersebut hingga 1997.

• Melalui Iingkungan transmigrasi: mendekati lokasi penelitian yang dilakukan di desa Paling- kau dengan bantuan transmigran lokaI.

• Dengan memasuki desa Palingkau:

omengungkap sejarah pertanian desa Palingkau, yang keseluruhannya dikaitkan dengan sejarah pendudukan daerah tersebut;

omencari informasi tentang kecamatan Paling- kau yang terdiri atas dua desa: Palingkau Lama dan Palingkau Baru;

omengumpulkan data-data tentang daerah terse- but; mencari informasi tentang proyek umum yang berkaitan dengan sektor pertanian di lokasi penelitian.

6

Metode dan pengumpulan data

• Penelitian pustaka dengan menggunakan beberapa sumber:

okumpulan tulisan tentang tanah yang mengan- dung asam sulfat di Montpellier dan di Jakarta serta berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan di Prancis;

okumpulan tulisan dari Departemen Transmigrasi dan PPH di Jakarta: peta dan bagan organisasi desa transmigrasi.

• Wawancara dan kunjungan serta tatap muka dengan insinyur dan penyuluh pertanian di UPT;

• Pelaksanaan 15 wawancara dengan para keluarga transmigran lokal, Jawa dan Bali;

• Mengamati kelompok kerja tani pria: (pekerjaan dari kelompok tersebut cepat terhenti karena timbulnya musim kemarau tahun 1997);

• Mengamati munculnya kelompok tani wanita:

kelompok ini masa kerjanya sangat terbatas.

• Wawancara dengan kepala desa di daerah trans- migrasi: tokoh masyarakat yang terkenal di Palingkau.

• Wawancara dengan 8 keluarga transmigran lokal Palingkau mengenai sejarah pengembangan wila- yah tersebut.

• Wawancara ditujukan kepada nara sumber, seperti:

oKepala desa Palingkau Lama dan Palingkau Baru;

oKepala handil dan ketua kelompok tani dari tiap handil. Para nara sumber yang dapat dijadikan sebagai kunci informan, memiliki kepentingan besar untuk memahami perkembangan peman-faatan lingkungan melalui arus migrasi.

• Mengumpulkan data sekunder di kantor keca- matan Kapuas Murung dan di kantor desa Paling- kau Lama dan Palingkau Baru.

• Mencari dokumen-dokumen dan peta wilayah di kantor-kantor administrasi yang berada di Paling- kau dan Kapuas, serta wawancara antara Iain dengan para teknisi:

oDepartemen pelaksana proyek PLG satu juta hektare;

oDepartemen Pertanian;

oPengairan;

oDepartemen Pekerjaan Umum.

(16)

4. Menemukan lingkunganhandil dan cara penda- yagunaan tanah:

omenemukan sistem pertanian.

• Menemukan lingkungan dan kendalanya:

• air : mengetahui gejala fisik pasang surut;

• tanah: mengetahui masalah kemasaman tanah.

• Menemukan budi daya tani:

osistem penanaman;

osistem tata air irigasi-drainase;

ocara pengelolaan kesuburan tanah.

5. Penelitian sistem produksi.

• Mengetahui pengelolaan usaha tanidi Paling- kau:

omengelola tipologi pertanian di lokasi pene- litian;

omenganalisis sistem pengambilan keputusan para petani.

• Mengetahui pembagian sumber pendapatan keluarga.

• Mengetahui kesulitan yang timbul pada pene- rapan varietas padi unggul oleh para petani Palingkau.

6. Penentuan wilayah melalui citra satelit.

Fokus Penelitian

Pendahuluan

• Delapan kunjungan ke handil. Dengan petunjuk dan penjelasan oleh para petani yang memandu dan yang di temui di jalan.

• Lima wawancara yang lebih spesifik tentang:

osistem penanaman padi dan rambutan;

osistem pengelolahan air dihandil.

• Melakukan wawancara sekitar 40 transmigran, yang mewakili berbagai jenis petani di lokasi penelitian:

openyiapan kuesioner;

opelaksanaan wawancara padahandil, yang di- wakili 4handil: Palingkau Besar dan Kecil, Papuyu, Lasar, namun tetap terbuka melakukan penelitian di daerahhandi/lain, seperti daerah pinggiran Kapuas Murung, atau bagian Utara dari daerah tersebut hingga Mampai.

• Melaksanakan penelitian tentang konsumsi pada beberapa ibu rumah tangga.

• Mengarahkan sebagian dari kuesioner pada masa- lah penanaman varietas padi unggul IR66.

• Interpretasi citra satelit yang menunjukkan lokasi penelitian: pengecekan di lapangan:

opengamatan beberapa peta bersama dengan teknisi yang mengenal wilayah dengan baik dan terbiasa dengan penggunaan citra satelit;

omelakukan transek (denganjalan kaki, atau dengan kendaraan), dengan bantuan GPS untuk menentukan posisi;

omencatat ulang dan menemukan hubungan pengamatan wilayah penelitian pada citra sate- lit: wilayah dari keseluruhan lokasi penelitian;

omemilih peta yang paling mewakili keragaman lingkungan.

Sejarah Perkembangan

Pengembangan kawasan masyarakat Banjar di Palingkau dimulai pada tahun 1940.

Sejak itu, telah terjadi pergantian tiga generasi. Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan pada sejarah perkembangan masyarakat tersebut dengan menggunakan beberapa nara sumber. Pada kenyataannya, responden yang diwawancarai dapat menjelaskan sejarah pertanian yang masih barn di daerah tersebut. Para responden itu sendiri menjadi pelaku sejarah sehingga dapai diperoleh kesaksian mengenai cara pembukaan lahan (penciptaan pola pertanian Banjar), demikian pula, sejarah kedatangan orang Banjar, khususnya ketika mereka meninggalkan daerahnya 25 tahun yang lalu.

7

(17)

Penemuan Kawasan Handil

Tampaknya, di daerah perdesaan yang diteliti tidak mempunyai satu kesatuan.

Setiap desa terdiri atas 5 handil2atau lebih dan pada lingkup handinah penelitian ini dilakukan. Setiap handil memiliki sejarah tersendiri. Handil itu merupakan hasil perpaduan antara kelompok pionir dan lahannya. Menurut sejarah itu sendiri, para petani dapat mengolah lahan yang khas karena kondisi setiap handil berbeda (kondisi topografik).

Dalam pene1itian ini, beberapa handil dijadikan sampel. Sampel yang digunakan sebanyak 40 responden dengan pertimbangan bahwa jumlah itu dapat memenuhi keragaman usaha produksi. Dari 4 handil yang dipilih di Palingkau, ditentukan 10 wawancara per handil. Handil yang diteliti adalah handil yang paling kaya akan sejarah pertanian di lokasi tersebut dan yang pertama kali dibuat oleh migran Banjar.

Kendala Selama Penelitian

Kesulitan yang dihadapi selama penelitian adalah bahwa kebanyakan petani hanya dapat menggunakan bahasa daerah. Wawancara memerlukan lebih banyak waktu dan bantuan tetangga yang sangat berharga. Satu dari hambatan peneliti untuk membaur di desa tradisional adalah karena peneliti menginap di desa transmigran, sehingga terpaksa haros bolak-balik antara dua desa itu. Oleh karena peneliti tidak tinggal bersama orang Banjar, informasi tentang cara hidup mereka menjadi sangat terbatas. Jika peneliti tinggal di daerah tersebut, maka dengan cepat, ia akan diterima penduduk.

Tidak adanya aktivitas pertanian berkaitan dengan musim kemarau yang berlangsung dari bulan Mei hingga September. Kaum laki-laki pergi mencari pekerjaan. Kadang-kadang, sulit ditemukan petani yang bersedia untuk diwawancarai, dan beberapa di antara mereka, misalnya nelayan, sering tidak ada di tempat.

Ketidaktepatan data kuantitatif merupakan salah satu kesulitan besar yang dihadapi dalam penelitian ini. Menemukan data kuantitatif mengenai: produksi, biaya, harga dan masa penanaman padi dsb memang merupakan pekerjaan yang sulit.

Tampaknya, sumber kesulitan tersebut berasal dari persepsi masyarakat Banjar itu sendiri mengenai lingkungan. Pendayagunaan lingkungan seperti itu seluruhnya bergantung pada kondisi iklim dan pasang surut yang berobah se1ama berbulan- bulan, berminggu-minggu dan berhari-hari. Tidak ada yang pasti. Semuanya bergantung pada irama pasang surut.

2 Handil ada/ah sa/uran yang dibuat o/eh manusia yang tegak /urus kesungai. Ke/uarga pionir tingga/ dan membuka hutan di sepanjang handil.

8

(18)

BAB 1

LINGKUNGAN ALAM DAN MANUSIA

(19)
(20)

Hab T

L1NGKUNGAN ALAM YANG TIDAK MENDUKUNG

Perubahan Musim yang Mencolok

Palingkau tennasuk daerah iklim tropis-basah. Curah hujan setiap tahun mencapai 1895 mm (diukur selama sepuluh tahun dari 1983 sampai 1993). Pada umumnya, musim kemarau berlangsung dari bulan Mei hingga bulan Oktober, sedangkan musim hujan, mulai bulan September hingga akhir bulan April.

Batas kedua musim tersebut sangat tidak jelas. Musim kemarau sering bergeser atau menjadi panjang. Kondisi itu dapat mengganggu masa panen padi. Jadwal penanaman padi dapat disesuaikan dengan mulainya musim hujan. Akan tetapi curah hujan bulanan yang tidak teratur menimbulkan kekeringan pada masa panen.

Curah hujan berpengaruh pada dua hal:

• pennukaan air sungai menjadi lebih tinggi;

.lahan tergenang.

Gambar1.Diagram Suhu-Curah Hujan

300

250

200

<::

.~ 150 .c::

~o 100 50

Bulan

Pallngkau (1983 - 1993) ...- Suhu (T'C)

~Curah huJan (mm)

50 45

40 35 30 25 ~

20 15 10 5

Dataran Rendah Pesisir yang Berawa

Lokasi penelitian berada di daerah rawa pasang surut. Area itu merupakan dataran yang sebagian tergenang dan sebagian tidak tergenang.Kontumya yang selalu berubah terbentuk dari endapan tiga sungai besar, yakni Kapuas, Barito dan Kahayan yang aimya berasal dari gunung Schwaner dan Muller.

Daerah dataran rendah pesisir terbagi atas tiga bagian: daerah pasang surut air laut, daerah berawa (yang menjadi objek penelitian) dan daerah hulu sungai. Gunung Meratus membentuk sebuah amfiteater yang mengelilingi lekukan yang tidak Iain adalah teluk yang lama kelamaan tertimbun sendimen yang terbawa oleh tiga sungai. Lekukan tersebut disebut lembah Barito.

11

(21)

Pergantian fase transgresi dan regresi laut pada era Pleistosen menyebabkan terjadinya endapan sedimen di pesisir pantai pada dataran kontinental yang rendah yang membentuk aluviallaut dan aluvial sungai yang berasal dari era kuarter yang sekarang sudah tenggelam.

Bahan yang halus di pesisir pantai merupakan percampuran mineraI liat yang berasal dari tanah liat yang diubah oleh agradasi di daerah yang airnya merupakan percampuran antara air laut dan tawar. Dengan demikian, kadar magnesium dan potasium mempertinggi struktur mineraI liat itu. Selain struktur senyawa, terdapat mineraI pembentukjaringan barn, seperti pirit. Hutan bakau yang dahulu terdapat di tepi pantai memudahkan terbawanya sisa-sisa organik yang menghasilkan residu tumbuh-tumbuhan yang membusuk dalam kondisi hidromorfik. Bahan-bahan organik itu memudahkan reduksi asam sulfat melalui bakteri dan menghasilkan belerang dalam bentuk pirit:

Fe203 +

4sol-

+ SCH20 + YzO2~ 2FeS2 + SHC03 + 4H20 sedimen air faut energi bakteri bakteri pirit karbonat

Vegetasi pada masa itu menghasilkan bahan-bahan tumbuhan. Penghancuran bahan oleh oksidasi tidak dapat terjadi di dataran rendah yang seringkali tergenang. Bahan vegetasi yang tertimbun membentuk gambut topogen. Pembentukan daerah rawa pesisir menghasilkan dua bahan utama: bahan aluvial mineraI dan bahan organik.

Relief yang Rendah

Rata-rata ketinggian daerah tersebut sekitar sembilan meter di atas permukaan laut.

Namun, relief fisiografi terbentuk akibat proses sedimentasi yang berlangsung secara terus-menerus. Naiknya air sungai dan air laut secara bergantian membentuk:

• tanah aluvial di dataran tinggi sepanjang sungai besar dan kecil;

• tanah asam sulfat di daerah berawa.

Gambut terakumulasi di daerah antara dua sungai. Ketebalannya bervariasi. Gambut menjadi banyak jika kondisi hidromorfiknya dominan pada saat pengendapan.

Kondisi bagaimanapun tidak menyebabkan terjadinya penguraian bahan organik.

Penebalan gambut bergantung pada depresi. Pada umumnya, gambut makin menebal ketika letaknya jauh dari tepi sungai besar dan kecil. . Transek menunjukkanjalan yang berkembang secara bertahap dari tanggul ke rawa- rawa, kemudian ke rawa-rawa bergambut di lekukan. Akan tetapi, karena kebakaran, dan penggarapan lahan, lapisan gambut tersebut sangat berkurang.

Perbedaan mikrotopografi sebesar beberapa sentimeter saja sangat berarti bila dilihat dari tingginya air yang menggenangi tanah akibat arus pasang.

Pengaruh Gerakan Pasang Surut

Daerah berawa yang terbentang antara 30dan50kmmulai dari tepi pantai dandari sungai hingga 5km di daerah dataran rendah seirama dengan air pasang surut.

Ketika air pasang tinggi, gerakan pasang menghadang air sungai yang permukaan airnya naik dengan cepat sebelum surut. Palingkau yang terletak di tepi Kapuas Murung dipengaruhi oleh pasang surut yang dinamis. Batas pengaruh pasang surut berada di sekitar Muara Dadahup. Di daerah tersebut, air tersedia pula saat pasang.

12

(22)

Hab T

Mekanisme Pasang Surut

Frekuensi penyebaran pasang surut mengikuti perputaran bulan. Hari-hari yang mengalami dua kali pasang berganti dengan hari-hari yang mengalami satu kali pasang besar. Frekuensi siklus pasang surut berlangsung pada setengah bulan. Hari yang mengalami sekali pasang besar mulai pada bulan baru dan seminggu kemudian diikuti oleh hari yang mengalami dua kali pasang kecil.

Gambar2.Zona yang Dipengaruhi o/eh Pasang Surut

c

D B

v

...- - - -...- - - -...1 - - - +A ....f - - - -....

Samua pasang mangganangi Hanya pasang lartantu mang- petak sawah. Pananaman genangi patak sawah. Pana·

pedi dilakukan dalam kondisi naman padi dilakukan dalam

targenang. kondisi larganang.

(Sumber: PPM Palingkoui

Tidak ada pasang sacara langsung mangganangi pelak sawah. Namun. curah hujan dangan bolak baliknya lapis- an Iraatik akan mampenga- ruhi tingkat ganangan air di pelak sawah.

Patak tidak mamparoleh pangaruh dari pasang surul. Padi lidak dapat ditanam di daarah tersebu!.

Perbedaan Amplitudo

Amplitudo antara tingkat ketinggian air maksimum dan minimum bervariasi selama sebulan. Tingkat maksimum ketinggian air terjadi pada waktu pasang besar (pada hari yang hanya mengalami satu kali pasang). Selain itu, amplitudo antara tingkat ketinggian air maksimum dan minimum bervariasi sepanjang tahun. Amplitudo menjadi maksimai pada bulan Desember dan Mei.

Zona Pengaruh Pasang Surut

Perbedaan variasi dalam intensitas pasang surut mempengaruhi tersedianya air di petak sawah. Pengaruh kekuatan pasang surut bervariasi sesuai dengan jaraknya sungai dan perbandingan topografi antara tingginya air dan tanah.

Dengan demikian, dapat ditentukan tiga zona yang dipengaruhi pasang surut:

• zona A, yang seluruhnya digenangi oleh air pasang surut, baik besar maupun keciI;

• zona B, yang hanya digenangi oleh air pasang yang paling besar;

• zona C, yang tidak secara Iangsung digenangi oleh air pasang yang besar, tetapi pengaruh air pasang terjadi melalui perembesan dalam tanah;

• zona D, yang tidak mendapat pengaruh air pasang (kedalaman air tanah >50 cm).

Di zona ini air hanya didapatkan dari curah hujan.

Tanah Masam

Jenis Tanah

Jenis tanah yang ada di Palingkau berasai dari berbagai bahan induk, yakni:

• tanah organik hidromorfik yang berasai dari endapan gambut;

• tanah potensiai asam sulfat yang berkembang pada sedimen aluviai mineraI seperti inseptisoi dan entisol. Hidromorfik yang hampir permanen memperlambat pema- tangan tanah.

13

(23)

Profil Tanah

Profil tanah di dataran rendah memperlihatkan beberapa horizon.

Gambut berwama hitam yang berupa sisa-sisa tumbuhan yang masih tampak dan akar tanaman(puron, kelekai, pakis, gelam).

Horizon humik berwarna cokelat kehitaman, berstruktur dan terdiri dari campuran tanah liat serta bahan organik yang dalam bahasa daerah disebut "tanah hitam".

Horizon liat (aluvial) berwama putih atau kuning, berstruktur padat, disebut "tanah liat".

Horizon berwama abu-abu kebiru-biruan, banyak mengandung pirit dan berbau air laut. Petani setempat menyebutnya "tanah mati" atau "tanah racun".

Kendala Pemanfaatan Tanah Berpotensi Asam sulfat

Drainase yang berlebihan atau pengeringan tanah yang mengandung Plflt menyebabkan terjadinya keasaman yang tinggi. Asam merusakkan minerai liat dan membebaskan aluminium yang larut dalam bentuk yang dapat dipertukarkan. pH asam dapat meracuni padi. Melalui oksidasi dan drainase, sulfur menghasilkan:

.oksida besi minerai berwama kuning dalam bentuk nodul di dalam tanah atau sebagai penciri di tepi saluran drainase;

FeS2 + 15/402 + 7/2H20 ---t Fe (OHh + 2S042- + 4H+

Pirit goelil asam suifai

• aluminium sul fat yang mengasami tanah. Jika tanah menjadi kering, alumine meracuni sejurnlah besar tanaman dan menyebabkan kekurangan fosfor;

• pergerakan ke atas sulfat besi Uarosit) berwama kuning.

FeS2 + 15/4O2 + 512H20 + 4/3 K + ---t 1/3KFe3 (S04) 2(OH)6 + 4/3S04,2- + 3H+

Pirit jarosit asam sulfat

Tanah yang mengandung jarosit telah berubah menjadi tanah asam sulfat. Biasanya, pH tanah pada musim kemarau turun di bawah 4.

Jika tanah tergenang lama, pH tanah naik lagi dan risiko keracunan aluminium lebih sedikit. Sebaliknya, zat besi direduksi dan dalam bentuk keadaan seperti itu dapat diserap dengan mudah oleh akar tanaman. Akar itu kehilangan kekuatan oksidan yang disebabkan oleh munculnya sulfur yang berasal dari reduksi sulfat yang larut.

Kelebihan besi dapat menimbulkan penyakit tanaman yang disebutbronzing. Tanah yang berpotensi asam sulfat sering kali mengalami kekurangan asam fosforik, potas dan unsur mikro. Kendala utamanya berkaitan dengan kurangnya unsur mineraI.

Gambut Menyebabkan Kendala Mekanik dan Mineral

Dipandang dari kandungan kimiawinya, gambut sering kekurangan unsur hara yang diperlukan untuk tumbuh-tumbuhan. Oleh karena perrneabilitas yang sangat besar, gambut dengan cepat mengering di perrnukaannya setelah pembukaan lahan.

Berkurangnya air itu fatal pada tanaman pangan yang umurnnya memiliki sistem perakaran yang tidak dalam. Ketika air dikeluarkan, gambut mengeras dan berubah menjadi minerai melalui proses oksidasi. Perrnukaan gambut yang mengering sulit

14

(24)

Bab T

diairi kembali melalui kapilaritasnya. Ketika lapisan tersebut menjadi terlalu kering, teIjadi hidrofobia. Kekeringan permukaan dapat dihindari dengan mempertahankan permukaan air tanah yang tidak terlalu dalam. Namun, hal tersebut memerlukan pembuatan sistem tata air (drainaselirigasi) yang baik. Tanaman keras tertentu dapat ditanam di tanah gambut namun batangnya mudah tumbang karena kurang dapat mengakar dalam tanah.

Kendala Bio/ogis yang Kuat

Selain kendala alam dan unsur kimia, perlu ditambahkan dua hambatan biologis yang sering dihadapi, yaitu hama penyakit dan gangguan gulma.

Pemanfaatan tanah bergantung pada kelebihan air. Air tawar dari sungai yang dipengaruhi oleh gerakan pasang surut digunakan untuk mengairi petak sawah.

Kunci keberhasilannya adalah mempertahankan genangan secara terus menerus agar dapat menghindari oksidasi dan pengasaman tanah. Genangan itu bergantung pada pasang surut.

L1NGKUNGAN MANUSIA DI PALINGKAU

Masyarakat Banjar

Penduduk Banjar merupakan keturunan campuran antara penduduk yang datang dari seberang laut dan penduduk setempat. Penduduk Banjar, pada awalnya merupakan sekelompok masyarakat kecil yang datang dari kepulauan Indonesia bagian barat, sebagian dari Sumatra, pada rnilenium pertama. Kelompok yang datang pertama, bermukirn di daerah Tabalong (lihat peta 2) di kaki gunung Meratus yang pada waktu itu dikelilingi oleh laut yang tidak begitu dalam. Orang Melayu tersebut lama kelamaan bercampur dengan penduduk Dayak Maanyan dan Bukit sehingga membentuk masyarakat Banjar untuk pertama kalinya. Dalam lingkungan semacam itulah kerajaan Tanjung Pura didirikan di sekitar daerah Tanjung sekarang ini.

Lama kemudian, kelompok Iain (Arab, Cina, Bugis, yang datang dari pulau Sulawesi, Sunda dan Jawa) membaur dalam kelompok tersebut. Masyarakat Banjar yang lahir dari pencampuran bangsa dan suku yang berbeda menggunakan bahasa yang berdialek Melayu. Di lingkungan itu, terdapat pula beberapa bahasa daerah di Amuntai, Kandangan, Tanjung dan Kelua.

Teluk yang tertimbun selama berabad-abad mengganggu kehidupan ekonomi dan seringkali mengacaukan kekuatan politik yang ingin mengatur lalu lintas laut dan sungai. Perubahan politik secara mendadak dan migrasi yang berlangsung secara silih berganti yang selalu teIjadi di sebelah selatan kerajaan-kerajaan Kalimantan Selatan disebabkan oleh adanya endapan pasir. Pemilihan Banjarmasin sebagai pelabuhan dan kemudian sebagai ibu kota tercapai melalui proses yang panjang.

Persatuan penduduk Banjar terbukti dari perlawanannya terhadap kedatangan bangsa Portugis di laut Indonesia yang mengancam perdagangan orang Islam di Asia pada tahun 1526 (Sevin, 1982).

Sejak beberapa abad, penduduk Banjar dihadapkan pada masalah pengendalian air.

Mereka bermigrasi untuk menaklukkan lembah, beradaptasi dengan gerakan pasang

15

(25)

surut dan tanah bergambut yang tebal. Selama beberapa waktu, penduduk Banjar telah melakukan migrasi dari Kalimantan Selatan ke bagian Barat.

Cara pemanfaatan tanah yang dikembangkan oleh penduduk Banjar merupakan hasil percampuran antara suku pedagang ini yang datang dari seberang laut dan naik ke hulu untuk berdagang dan masyarakat Dayak yang berasal dari hutan Kalimantan. Pada masa migrasi itu, orang Banjar selalu tinggal di dekat perkampungan orang Dayak. Mereka bergabung dengan penduduk setempat sambil menyebarkan pandangan khas mereka tentang lahan dan cara pemanfaatan tanah yang dipadukan dengan cara bertani masyarakat setempat.

Sejarah Palingkau: Pertemuan Oua Suku

Migran Banjar di Palingkau berasal dari daerah Hulu Sungai3 yang terletak di sebelah barat-laut provinsi Kalimantan Selatan. Daerah itu merupakan daerah pertanian besar kedua di provinsi tersebut, setelah delta Barito yang terbentang dari daerah Kuala hingga laut Jawa. Mereka datang dari berbagai daerah (Amuntai, Negara, Kelua, Alabio, Barabai, Kandangan, Banjarmasin (lihat peta 2).

Orang Banjar pertama kali datang pada akhir tahun 1930, narnun secara besar- besaran barn pada awal tahun 1940. Migran Banjar yang pertama, meminta izin kepada masyarakat kecil Dayak untuk mengembangkan sebagian dari wilayahnya.

Maka, suku Dayak membagi daerah yang luas tersebut. Sejak itu, migrasi berlanjut, secara bergelombang yang berbeda. Selama enam dasawarsa yang terakhir, terdapat beberapa ge1ombang.

Peta2.Daerah Asal Migran Banjar di Palingkau

LAUT JAWA

.

"-

SlIJlber:ProyekORSTOM-Transmigrasl.1985.

3Hulu Sungai adalah daerah yang terletak di hulu sungai Negara, yang terbentang dari daerah Margasari sampai Amuntai.

16

(26)

Bab T

Lingkungan Manusia di Desa Palingkau

Palingkau merupakan ibu kota kecamatan Kapuas Murung. Kecamatan itu terdiri atas 10 desa yang berada di sepanjang tepi sungai Kapuas. Palingkau terbagi atas dua desa yang berpenduduk padat di daerah tersebut: Palingkau Lama dan Palingkau Baru. Keduanya berada di pusat kegiatan di daerah tersebut dan letaknya sangat dekat dengan ibu kota kabupaten Kapuas, 25 km dari Palingkau. PeIjalanan ke ibukota dapat ditempuh 3/4jam dengan kendaraan umum. Kecamatan Kapuas Murung yang luasnya hampir 500km2berpenduduk 20.000 jiwa pada tahun 1995 dan kepadatan penduduknya rata-rata 40 jiwa perkm2Namun, kepadatan itu tidak merata antardesa.

15 19

44

6 101

1

(132) PalingkauBaro

Palangk:auBaro

Total Tajepan

~-_ _ _~~..'r'['-··,\ ...t--<·.•:...:..:....., . . - _ ~ Ï " ~ 1"...

Tabe/1. Data Penduduk di Kecamatan Kapuas Murung

li

ri:iiii'iliii')--'nieP8"~

Penduduk di Palingkau padat karena wilayah itu merupakan desa pertama di kecamatan yang didiami oleh migran Banjar. Orang Dayak telah tinggal di tepi sungai ketika orang Banjar datang. Lambat laun, jumlah penduduk bertambah dan Palingkau menjadi pusat kegiatan di wilayah tersebut.

Ada dua asal-usul penduduk Palingkau:

• kelompok kecil masyarakat Dayak yang sangat erat persatuannya. Kelompok ini berasal dari keluarga pendiri Palingkau, yang datang dari sungai Kapuas;

• kelompok besar masyarakat Banjar yang datang dari berbagai daerah di Hulu Sungai, provinsi Kalimantan Selatan.

Kedua kelompok itu beragama Islam tetapi memiliki karakter yang sangat berbeda.

Hal itu akan dijelaskan kemudian pada pembahasan kegiatan sosial.

Sektor Kegiatan

Sektor kegiatan Palingkau terpusat pada pertanian dan perdagangan. Menurut data sekunder yang telah dikumpulkan, sektor pertanian mencapai 70-80% dari tenaga kerja, sementara itu, sektor perdagangan 20%. Sektor-sektor itu terutama dikuasai penduduk Banjar, yang secara naluriah memiliki bakat di bidang perdagangan.

Namun, sulit untuk mengelompokkan penduduk menurut sektor kegiatan karena

17

(27)

para petani ada yang hanya bekeIja di sektor pertanian pada waktu tertentu dalam setahun, bahkan hanya beberapa jam per hari. Selain bertani, mereka juga bekeIja sebagai pedagang, pengrajin atau buruh pabrik.

Karateristik dan Kebiasaan Penduduk Palingkau

Masyarakat Dayak

Penduduk Dayak di Palingkau tinggal secara berkelompok, dan menyatakan sebagai keluarga pionir yang membuka hutan di Palingkau. Banyak di antara mereka berpendidikan tinggi, menjadi pegawai negeri di Depdikbud dan di berbagai kantor.

Mereka juga petani dan memiliki lahan yang subur di beberapa handil. Cara pendayagunaan lingkungan saat ini tidak berbeda dengan cara orang Banjar.

Mereka menyerap teknik-teknik bertani orang Banjar. Akan tetapi, dahulu sebelum kedatangan migran Banjar dari Hulu Sungai, mereka hanya mengenal padi ladang.

Penduduk Dayak lebih suka membangun rumah di sepanjang tepi sungai Kapuas daripada di sepanjanghandilseperti orang Banjar.

Masyarakat Banjar

Penduduk Banjar berasal dari beberapa kota dan desa di provinsi Kalimantan Selatan. Mereka datang secara bergelombang selama beberapa dasawarsa.

Kelompok pionir ini seringlcali terdiri atas pasangan muda atau anak muda yang tidak mempunyai tanah atau yang ingin mengembangkan lahannya. Maka, mereka pergi dan membuka hutan untuk ditanami padi. Hasilnya dibawa ke daerah asalnya.

Lama-lama beberapa di antara mereka tinggal menetap di daerah baro.

Dua pilihan ditawarkan kepada pemuda yang berusia produktif, yaitu tinggal di rumah keluarga dan membantu orang tua, atau merantau untuk mencari pekeIjaan di tempat Iain. Jika pemuda yang masih bebas, belum punya istri dan anak, memilih pergi, ia akan merantau dengan mengunjungi daerah-daerah dan kampung-kampung untuk mendapatkan pengalaman baro dan mencari nasib yang lebih baik.

Pemuda itu akan menemukan jodohnya yang dijumpai dalam peIjalanan atau di rumah kenalan lamanya pada waktu ia pulang ke desanya. Oleh karena itu, ia perlu mencari uang untuk membayar mas kawin kepada orang tua calon istri. Jwn1ah mas kawin dapat dimusyawarahkan dan bergantung pada kecantikan si gadis. Sekarang, emas kawin sebesar Rp 2.000.000,00. Begitu menikah, sang suami akan bertang- gung jawab sebagai kepala keluarga. Tujuan utamanya adalah mencari nafkah yang diperlukan untuk menghidupi keluarga. Jika ia tidak memilikitanahdan pekeIjaan tetap, ia dapat tinggal di rumah mertuanya dan membantu pekeIjaan mertua laki- laki. la membantu mertua bekeIja sampai akhimya memperoleh tanah sendiri atau pekeIjaan yang dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.

Berdasarkan cerita yang kurang lebih sama, banyak petani datang dan membuka lahan pada tahun 1950-1960. Mereka yang datang tanpa memiliki lahan, terlebih dahulu bekeIja pada petani yang telah datang lebih awal, dan sedikit demi sedikit mereka membuka lahan dan menikah dengan salah seorang anak majikannya.

18

(28)

Bab 1

Peta3.Fisiografi Kalimantan bagian Tenggara

L A U T J A W A

Sumber: Proyek ORSTOM-Transmlgrasl, 1985.

ut

1

MAKA5AR

o 30 50 90km

I ! !

[!] Ibukota Propinsi

D

Oaarah barawa Katinggian

D

0-200m

§ 200-S00m

ITIIlllI500 - 1000 m

>1000m

~ Rangkaian

" . puncak gunung

Mobilitas pemuda yang merantau dapat menimbulkan teIjadinya pembauran pada masyarakat dari berbagai daerah aliran sungai di Kalimantan. Selama penelitian terlihat gejala itu, di satu sisi, berdasarkan perbedaan daerah asal pihak pria dan wanita dalam satu pasangan, dan di sisi Iain, menurut riwayat hidup beberapa petani dan pedagang. Ketika masih muda, mereka memperbanyak pengalaman keIj a dan merantau dari satu daerah ke daerah Iain di beberapa provinsi di Kalimantan.

Penduduk di tepi sungai sangat dinamis dan selalu siap mengadu nasib di daerah Iain. Tidak ada satu pun, baik tempat, waktu, maupun kehidupan yang tidak berubah.

Karakteristik Keluarga Banjar

Jika keluarga diartikan sebagai kesatuan produksi dan konsumsi, keluarga di Palingkau merupakan satu satuan kecil. Pada dasamya, satuan konsumsi terbatas pada satuan produksi. Satuan itu merupakan ke1uarga yang paling dekat: kepala keluarga, istri, anak dan kadang-kadang salah satu dari orang tua yang menjanda.

Pada satuan tempat tinggal, mungkin terdapat beberapa satuan produksi. Kedua orang tua, anak-anak yang be1um menikah merupakan satu kesatuan, sedangkan anak yang telah berkeluarga tetapi belum memiliki rumah sendiri juga merupakan satu satuan produksi. Pasangan muda yang telah menikah dapat tinggal seatap dengan orang tuanya dan membantu mereka melakukan berbagai kegiatan:

pertanian, angkutan, perdagangan, kerajinan, anyaman kercut, pekeIj aan rumah

19

(29)

tangga dan istrinya yang masih muda mengurus anale. Namun tujuan utama pasangan muda adalah agar menemukan kebebasan secepatnya untuk mendapatkan rumah sendiri.

Karakteristik Pemukiman Masyarakat Banjar: Kesatuan Handil

Pada umumnya, pemukiman Banjar terletak di sepanjang saluran utama atau handil yang dibuat tegak lurus dengan sungai pada waktu pembukaan lahan. Sebenarnya, penataan pemukiman Banjar itu mengalami beberapa perubahan sejak tahun 1970 dengan terjadinya arus pendudukan dari handil ke sepanjang sungai Kapuas Murung.

Dahulu kebanyakan penduduk Banjar Palingkau tinggal di sepanjang handil di lahan pertanian. Setiap handil merupakan satu perkampungan yang memiliki mesjid danpusat perdagangan kecil. Hingga sekarang perkampungan seperti itu masih ada, meskipun kebanyakan penduduk Banjar Palingkau pindah di dekat sungai. Di Palingkau, setiap handil merupakan satu satuan. Setiap handil didiami oleh beberapa kelompok sosial tertentu yang terdiri atas beberapa keluarga yang lama- lama menjadi satu keluarga besar. Handil juga mempunyai ciri khas dalam hal tanahpertanian, penanamandansejarah pengembangannya.

Selain itu, ada hal yang mengherankan, yakni bahwa orang di suatu handil tidak mengetahui apa yang terjadi pada handil tetangga. Banyak informasi masuk, tetapi untuk mengetahui isu yang beredar kalangan tetangga. Orang hanya menduga-duga dan tidak mengetahui dengan pasti. Tampaknya, orang tidak leluasa melewati batas handil, kecuali ada yang menikah dan salah satu dari pasangan pindah ke handil pasangannya (seringkali itu terjadi pada pria).

Namun, penyekatan antar handil bersifat tidak mutlakdanmakin berkurang selama tiga dasawarsa terakhir. Maka, dengan berkembangnya alat perhubungan, berbagai kegiatan, dan produksi barang niaga, kegiatan berpusat di sepanjang tepi sungai Kapuas Murung, daerah pinggiran sungai yang telah menjadi pemukiman untuk berbagai handil. Namun, daerah yang dibagi per handil dan per kegiatan terdapat di Palingkau. Desanya terdiri atas beberapa perkampungan: pegawai negeri, petani dari handil Lasar, Papuyu, keluarga Dayak, pedagangdansebagainya.

Warisan

Masyarakat Banjar mengenal hukum Islam yang mengatur pembagian warisan, yaitu:

2h

kekayaan ke1uarga jatuh pada pria dan

\h

pada wanita. Namun, se1ama penelitian, tidak ditemukan warisan yang terpecah-pecah pada keluarga besar Banjar. Hal itu dapat dijelaskan karena pertanian di Palingkau masih baru dan melalui kebiasaan mewariskan tanah kepada anak yang selalu membantu orang tua.

Anak-anak yang Iain meninggalkan rumah orang tuanya dan membangun rumahnya sendiri, dengan atau tanpa bantuan mertuanya. Mewariskan harta kepada anak merupakan kebiasaan yang sering dilakukan. Beberapa keluarga mewariskan uang kepada anak yang telah berkeluarga dan satu deret pohon rambutan kepada anak yang masih lajang.

Pewarisan sawah dapat dilakukan dengan atau tanpa deretan pohon rambutan yang membatasi sawah. Pewarisan kebun campur dapat dilakukan secara utuh: anak-anak berbagi hasil penjualan buah-buahan dari kebun. Oleh karena nilainya tidak sama dan pengaturannya yang tidak tertib, kebun tersebut tidak dapat dibagi secara adil.

20

(30)

Bab 1

Tampa1mya, penting untuk diungkapkan sesuatu yang khas yang seringkali diamati:

para·pemuda lajang berangkat mencari pekerjaan yang menguntungkan kerap kali jauh dari kampungnya. Ketika mereka telah menemukan jodohnya, mereka sering menetap di daerah itu, sekaligus "mengawini tanah" keluarga wanita. Terlihat bahwa mobilitas pria di masa mudanya, jauh lebih tinggi daripada para wanîta.

Pembagian Lingkungan A/am

Berdasarkan deskripsi lingkungan alam dan manusia, zona agroekologi (Iihat peta 5) dapat dibedakan atas:

• pemukiman;

.lahan pertanian, sawah dan kebun;

.lingkungan alam, sungai dan hutan.

21

(31)

Peta4.Citra Satelit Spot Daerah Palingkau

33 66 99 133 188 199 233 288 289 333 389 399 t33 te8 t99 533 686 599 833 888 899 133 768 799

33 66 99 133 166 199 233 266 299 333 366 399 t33 466 499 533 566 599 633 666 699 733 166

~

~'"

Co>

.,.,

...1:l

..

0>

'"

..

<D

<D

~ '"0>

'"

en

~ 199

Peta5.Kawasan Agroek%gi

(;,

t

(;, u

(;, (;, (;, (;, 1

(;, (;, (;, (;, 0 2km

(;, (;, L--...J

(;, (;, (;, (;,

(;, (;, (;, (;, (;,

(;, (;, (;, (;, Keterangan :

(;, (;, (;, (;,

(;, (;, - Jalsn

(;, (;, (;, (;, (;, (;,

(;, y-- Sungai

(;, (;,

~ Hutan

~ Perkebunan

~ Sawah

[jJ[]]]]] Lahan tidur

Pemukiman

(32)

BAB Il

LINGKUNGAN YANG PENUH KENDALA

(33)
(34)

Bill> II

PENGELOLMN HUTAN DAN AIR OLEH MASYARAKAT BANJAR Dua Gelombang Pendudukan, Dua Gara Pengembangan

Lingkungan

Getombang pertama: orang Dayak yang berasat dari sungai Kapuas

Orang Dayak merupakan penduduk pertama wilayah Palingkau. Sebelum tahun 1920, masyarakat kecil Dayak-Kapuas, telah mulai mengelola wilayah hutan berawa. Mereka berladang dengan cara wanabera pada lahan tebas bakar. Setelah membuka tanah pematang yang tepatnya terletak di sepanjang tanggul sungai kecil dan sungai besar di daerah pedalaman, mereka menanam padi ladang selama tiga tahun. Sesudah gangguan gulma terlalu berat, lahannya diberakan sehingga mereka haros membuka tanah pematang baro.

Selanjutnya, mereka dapat kembali lagi ke lahan yang telah dibiarkan selama 5 hingga 10 tahun. Di ladang tersebut, mereka menanam buah-buahan, seperti durian, rambutan, kecapi, dan tanaman tahunan Iain seperti karet dan rotan. Proporsi hutan yang dibuka dan dikelola oleh orang Dayak masih kecil. Dari sebagian besar wilayah berawa berupa hutan, hanya wilayah yang tidak tergenang air saja yang dipilih.

Getombang kedua: Masyarakat Banjar dari Hutu Sungai

Beberapa penduduk yang berasal dari provinsi Kalimantan Selatan datang untuk menetap di Palingkau mulai awal tahun 1940. Mereka bermaksud bersembunyi di hutan untuk menjauhi orang Jepang yang datang di Indonesia tahun 1942.

Demikianlah masyarakat Banjar "pelarian" itu menggali handil pertama di Palingkau.

Setelah Indonesia merdeka, penduduk Kalimantan bebas berpindah-pindah tempat sesuai dengan keinginannya dan berproduksi untuk kepentingan sendiri. Mereka mulai mengolah lahan baro. Beberapa di antara mereka membuka hutan di Palingkau. Arus datangnya penduduk dari kabupaten Hulu Sungai telah berlang- sung sejak tahun '50-an. Mereka berdatangan setelah mengetahui bahwa ada lahan subur yang dapat dijangkau dalam waktu beberapa hari dengan sampandaritempat tinggal mereka. Maka, lahan pertanian dipadati penduduk dengan cepat. Para

"perantau", selanjutnya pergi ke Kalimantan Tengah dengan tujuan memperoleh lahan pertanian.

Jadi, tujuan pemuda yang datang ke Palingkau adalah menemukan lahan dengan karakteristik sebagai berikut:

.lahan yang masih "perawan". Di lahan tersebut, mereka dapat menanam padi;

• sungai yang banyak ikannya supaya mereka dapat menangkap ikan yang merupakan satu-satunya sumber protein, untuk keperluan sehari-hari;

• dekat dengan sungai besar, supaya mereka dapat berlalu lalang dengan mudah dan mengekploitasi sumber alam seperti kayu atau ikan.

Masyarakat Banj ar yang datang se1ama tahun '40-an, mengubah teknik pertanian orang Dayak dan memperluas wilayah pertanian. Mereka menunjukkan kepia- waiannya dalam memanfaatkan lahan berawa kepada orang Dayak. Kemudian, orang Dayak belajar menanam padi sawah di lahan yang tergenang air, dengan 25

(35)

menggunakan pola pasang surut yang tidak memerlukan penyiangan. Dengan teknik tersebut, petani dapat menanam padi pada lahan yang sama selama lebih dari satu dasawarsa secara berkesinambungan.

Dengan dernikian, sebagian besar hutan berawa di wilayah Palingkau telah dibudi- dayakan dan "diubah" menjadi lahan sawah. Mulai ak.hirtahun '50-an dan dalam kurun waktu tahun '60-an, kabupaten Kapuas Murung mendapatjulukan "lumbung padi" Kalimantan Tengah.

Dasar Pemanfaatan Lahan a/eh Masyarakat Banjar

Alat Pertanian yang Sesuai dengan Pengolahan Tanah Berawa

Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan tajak, sebuah alat yang dapat digunakan untuk pengolahan ringan dan terbatas pada permukaan tanah. Alat itu sesuai dengan kondisi tanah berawa (lihat gambar 3). Tajak merupakan alat khas masyarakat Banjar. Alat tersebut dibuat oleh pandai besi di Nagara, kota asal dari sebagian penduduk Palingkau yang sekarang ini. Mereka mernbawa peralatan dan menerapkan tekniknya. Kondisi alam di Nagara sebenarnya sama dengan kondisi alam di Palingkau. Kota tersebut terletak di tepi sungai Barito di wilayah berawa.

Gambar3. Pera/atan yang Digunakan a/eh Masyarakat Banjar

----;0

...---{ 2

Keterangan:

1. Tajakbulan 3. TatuJah

2. Tajaksurung 4. Ranggamau (anl·anl)

26

(36)

BabIl

Gambar4.Selundak

~".----. h ,

V " ' ~ ••~

Penyempumaan Sistem lrigasi-Drainase

Handil merupakan saluran primer yang dibuat tegak lurus dengan sungai besar.

Handil tersebut dibangun mulai dari cabang sungai yang ada, digali dan diperpanjang menuju pada bagian dalam lahan sepanjang beberapa kilometer (4 hingga 10 km). Para nelayan berperan sebagai "penjelajah" dan menentukan lokasi tempat dibuatnya handil. Sambil mencari ikan, mereka menjelajahi sejumlah cabang sungai untuk menempatkan jaring. Kemudian, mereka membuka lahan kecil (beberapa meter persegi) dan mencoba menanam padi pada lahan tersebut untuk

"menguji kesuburan tanah".

Gambar5.Penggalian Handil

Sungal kecll

+ r

1

Handll,saJuran utama yang digall oleh sekelompok orang

+

Penggalian handil dilakukan secara manual dengan alat yang disebut oleh masyarakat Banjar selundak (Iihat gambar 4). Alat itu sejenis sekop yang diberi pegangan dan berukuran 45 cm. Kedalaman saluran tersebut mencapai dua kali 27

(37)

panjang selundak, yaitu hampir satu meter. Saluran yang baro digali itu, lebamya dua meter, ukurantersebut cuIrup untuk lalu lintas perahu. Namun, dalam kurun waktu beberapa tahun, tanggul-tanggul tersebut hancur oleh hempasan ombak yang ditimbulkan oleh lalu lintas perahu dan pasang surut. Jadi, tanggul-tanggul itu lama kelamaan ambrol sedikit demi sedikit, mengendap di dasar sungai dalam bentuk lumpur.

Gambar6.Parit

~5m

Il

r p"HII Il

Handil mempunyai tiga fungsi:

• sebagai saluran drainase. Saluran ini membuang air rawa yang sangat masam dari lahan yang baro dibuka. Selain itu,handilinijuga berfungsi untuk membuang kelebihan air yang ada di lahan selama beberapa bulan pada musim hujan (bulan Desember, Januari);

• sebagai saluran irigasi. Dalam hal ini, handil sebagai saluran yang mengalirkan air tawar yang didorong oleh air pasang menuju ke sebagian lahan. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa sistem irigasi yang dikembangkan terbatas karena masalah topografi ataujarak tertentu lahan dengan tepi sungai;

• sebagai jalur komunikasi. Saluran tersebut dapat digunakan sebagai sarana transportasi perahu dayung dan perahu motor bagi penduduk dan mengangkut hasil produksi. Jalan yang dibangun di sepanjang saluran ini juga memungkinkan aros perjalanan dan angkutan.

Selain handil yang baro saja dijelaskan di atas, masih ada jenis saluran Iain yang digunakan dalam sistem irigasi drainase yaitu parit. Parit adalah saluran sekunder yang dibuat secara perorangan oleh pemilik lahan dan dibuat tegak lurus pada saluran utama. Di setiap 30 depa atau lebih, terdapat satu parit. Pada saat pembuatannya, lebar parit kira-kira satu meter dan kedalamannya 50 cm. Parit terutama berfungsi sebagai drainase sekaligus sebagai irigasi. Seperti halnyahandil, parit juga digunakan sebagai sarana transportasi atau untuk mengangkut hasil produksi.

Pengendalian air dilakukan dengan cara meletakkan pintu-pintu air yang disebut tabat pada handil dan parit. Fungsi pintu itu adalah menahan air pasang dalam saluran. Pembuatannya dilakukan secara gotong royong pada bulan Desember- Januari. Mereka membuat pematang yang terbuat dari campuran tanah, rumput, serabut kelapa yang mereka timbun di antara dua lajur gelondongan kayu galam yang disilangkan oleh tulang daun besar pohon palem. Jadi air yang terkumpul

28

(38)

Bllb Il

dalam saluran itu dapat bertahan dan tersebar dalam petak-petak padi. Di sepanjang handil, terdapat beberapa tabat sesuai dengan panjang handil. Tabat-tabat itu dirusak apabila tidak diperluk:an lagi sebagai penampung air untuk mengairi sawah, pada bulan Mei-Juni.

Gambar7.Pengaturan Handil

par~: ±200 depa

D- m..''''''!200 '"P" 30 '"P'

.~ - - hBndil

""

BB

t:: petak: ±200 depa x 30 depa

;:, .-

CI)

batas antara dua petak

-

petak:±200 depa x 30 depa - hBndi/

J yw

Pembukaan Hutan Berawa

Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir, masyarakat Banjar telah beberapa kali melakukan pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan. Pembuk:aan lahan baru dimaksudkan untuk menciptakan, memperbaharui, atau menambah pemilikan tanah.

Pembukaan lahan baru selalu dilakukan serentak. Dengan cara tersebut, kerusakan yang disebabkan oleh hama dan penyakit di lingkungan baru dapat ditanggung bersama. Di samping itu, cara tersebut juga mernungkinkan efisiensi kegotong- royongan dalam pernbuatanhandildan pembuk:aan hutan. Jadi, petani merasa lebih aman jika letak lahan mereka berdekatan dengan lahan petani Iain. Oleh karena itu, handilyang dibuat letaknya dekat dengan desa yang telah ada sebelumnya (dalam hal ini di Palingkau) atau dekat dengan Unit Pernukiman Transmigrasi (seperti di Terusan).

Penentuan Iahan baru dipiIih oleh para nelayan atau pedagang. Sebenarnya, para pedagang itu melewati sungai untuk melakukan dagang dengan penduduk: yang berada di wilayah pedalaman (pertuk:aran makanan dan pakaian dengan kayu atau logam mulia), sedangkan nelayan melokalisasi lahan subur.

Kepala Padangmembagi lahan yang dibuka menjadi beberapa jatah kira-kira seluas dua hektare, di sepanjang handil. Kemudian, ia menyerahkan lahan usaha kepada masing-masing kepala keluarga, sesuai dengan kemampuan kerja mereka. Setelah lahan dibayar oleh kepala keluarga, Kepala Padang memberikan surat yang menyatakan bahwa ia adalah pernilik lahan tersebut.

Pembukaan hutan merupakan pekerjaan yang berat karena hutan di wilayah pinggiran sungai Kapuas Murung masih berupa rimba, ditumbuhi beberapa jenis pohon besar seperti: meranti, tumi, keruing, balangiran, juga galam yang berada di pedalaman hutan.

29

(39)

Setiap keluarga melakukan pembukaan hutan secara perorangandansesuai dengan keinginan pribadi. Untuk membuka dan menanam padi pada lahan seluas 0,5 hektare, tiap keluarga memerlukan waktu kurang lebih satu tahun. Dengan demikian, pada urnurnnya, kepala keluarga membuka lahan secara bertahap. Mereka melakukan petjalanan bolak balik dari desa asal tempat tinggal tetap mereka, ke lahan barunya. Beberapa keluarga handil mulai tinggal menetap dan melakukan beberapa kegiatan: membuka lahan, menangkap ikan untuk kebutuhan sehari-hari, ketja sampingan seperti berdagang kecil-kecilan, buruh tani hariandansebagainya.

Gambar8.Pembangunan Jalan Tani

jalan lani

i *

E

l

2m - - - - +

pembangunan jalan tani

Kegiatan tebas bakar, pada urnurnnya dilakukan antara bulan April dan Oktober.

Kegiatan itu dimulai dengan penebangan pohon, kemudian pembabatan rumput dan semak belukar. Semuanya itu dibiarkan kering di lahan mereka selama satu setengah hingga dua bulan sebelurn dikurnpulkan dan dibakar. Orang yang membuka hutan itu pada urnurnnya menunggu masa akhir panen padi dari ladang- ladang di dekatnya untuk dibakar per petak. Selanjutnya, pohon-pohon besar yang tidak seluruhnya menjadi abu, dikurnpulkan kemudian dibakar lagi. Apabila semuan

Gambar

Gambar 1. Diagram Suhu-Curah Hujan
Gambar 2. Zona yang Dipengaruhi o/eh Pasang Surut
Gambar 3. Pera/atan yang Digunakan a/eh Masyarakat Banjar
Gambar 4. Selundak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji varietas atau galur-galur hasil persilangan kenaf yang beradaptasi pada lahan pasang surut Kalimantan Tengah.. BAHAN

pengembangan karet di lahan rawa pasang surut adalah media perakaran (drainase tanah terhambat), diikuti toksisitas, retensi hara, dan bahaya kebakaran.Kelas

Jenis ikan lokal yang dapat hidup dengan baik di lahan rawa pasang surut adalah jenis ikan gabus, betok, baung, sepat, dan ikan-ikan lokal lainnya, sedangkan jenis ikan

Menurut hasil penelitian Marsi at all (2014) kualitas air kolam yang digunakan masyarakat untuk memelihara ikan di lahan rawa pasang surut masih bersifat asam, dengan

Salah satu metode penanaman pola tanam sisip jagung dan kedelai di lahan pasang surut dengan pengairan yang memadai dapat dilakukan dengan sistem budidaya jenuh

pasang. Tidak ada pengaruh pasang surut pada air tanah Muka lahan Lahan terluapi minimum 4-5 kali per siklus pasang purnama hanya musim hujan hujan.. Kondisi

Ke depan kontribusi lahan rawa pasang surut terhadap produksi padi akan semakin besar mengingat: (1) lahan yang dapat dijadikan sawah masih luas, (2) peningkatan

Selanjutnya Djafar (1992) mengatakan bahwa lahan pasang surut adalah daerah rawa yang dalam proses pembentukannya dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut, terletak