SEJARAH PERKEMBANGAN ADMINISTRASI PUBLIK
G. Frederickson (1984:27-30), mengemukakan enam paradigma administrasi publik yaitu sebagai berikut
G. Frederickson (1984:27-30), mengemukakan enam
keputusan, minimasi perbedaan dan status dan hubungan antar pribadi, keterbukaan, aktualisasi diri dan optimasi tingkat kepuasan, fokus dari paradigma ini adalah ”dimensi-dimensi kemanusiaan” dan aspek sosial dalam tiap jenis organisasi ataupun birokrasi. Diantara para teoritisi yang cukup berpengaruh dalam paradigma ini adalah Rennis Likert, The Human Organization: Its Management and value (1967), dan Daniel Katz dan Robert khan The Social Psychology of Organization (1966), Pengembangannya meliputi sensitivity training group dynamic, & organization development.
Pardigma kelima, Pilihan Publik. Fokus dari administrasi negara menurut paradigma ini tak lepas dari politik. Sedangkan fokusnya adalah pilihan-pilihan untuk melayani kepentingan publik akan barang dan jasa yang harus diberikan oleh sejumlah organisasi yang kompleks. Tokoh paradigma pilihan publik ini antara lain:
Ostrom (1973), Buchanan (1962) dan Tullock (1968).
Paradigma keenam, Administrasi Negara Baru. Fokus dari administrasi Negara baru meliputi usaha untuk mengorganisasikan, menggambarkan, mendesain, ataupun membuat organisasi dapat berjalan ke arah dan dengan mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan secara maksimal yang dilaksanakan dengan menggambarkan sistem desentralisasi dan organisasi-organisasi demokratis yang responsif dan mengundang partisipasi serta dapat memberikan secara merata jasa-jasa yang diperlukan masyarakat. Karakteristik administrasi negara baru, menurut Frederickson, menolak bahwa para administrator dan teori administrasi bersifat netral atau bebas nilai dan nilai-nilai sebagaimana dianut dalam berbagai paradigma tersebut di atas adalah relevan sekalipun terkadang bertentangan satu sama lain. Misalnya kemudian, penyesuaian politik dan administrasi bagaimana yang harus dilakukan untuk mendorong tercapainya nilai-nilai tersebut.
Selanjutnya Gerald E. Caiden (1982:212-222), memerinci aliran dalam administrasi publik yaitu sebanyak: Aliran 1. proses administrasi, yaitu mengandalkan POSDCORB dalam memperlancar administrasi. Aliran 2. Empiris administrasi, Yaitu mengandalkan berbagai kasus atau studi praktik administrasi publik dan tidak semata-mata hanya mengandalkan teori dan generalisasi yang telah dihasilkan. Aliran 3. Perilaku manusia, yaitu lebih memusatkan
perhatian pada komunikasi, konflik, motivasi, kepemimpinan, status dan interaksi sosial, karena unsur-unsur ini akan memperlancar tujuan. Aliran 4. Analisis birokrasi, yaitu memusatkan perhatiannya pada penerapan prinsip-prinsip birokrasi Weberian, yang dianggap unggul karena didasarkan atas aturan yang rasional yang mengatur struktur dan proses menurut pengetahuan teknis dan efisiensi yang tinggi. Aliran 5. sistem sosial, yaitu melihat organisasi sebagai suatu sistem sosial terbuka dan tertutup, dan dalam pengembangannya diperluas menjadi pemahaman terhadap hubungan antara administrasi publik dengan publik. Aliran 6. Pengambilan keputusan, yaitu memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengambilan keputusan dalam organisasi, agar tidak keliru dalam pembuatan keputusan. Aliran 7. Aliran matematik, yaitu memanfaatkan model matematika dan statistika sehingga para administrator tidak lagi menguntungkan diri pada cara-cara lama atau tradisional. Aliran 8. Integratif yaitu mencoba melakukan konsolidasi berbagai aliran di atas dalam praktik administrasi.
Kemudian pergeseran Paradigma dari "Birokratik" ke "Post- Bureaucratic paradigm" oleh Barzley & Armajani (1977:496).
Perspektif Paradigma Birokratik dan Post-Bureaucratic Paradigm"
No. Paradigma Birokratik
Post-Bureaucratic Paradigm"
1. Menekankan
kepentingan publik, efisiensi, adminis- trasi, dan control.
Menekankan hasil yang berguna bagi masyarakat, kualitas dan nilai, produk dan keterikatan terhadap norma.
2. Mengutamakan fungsi, otoritas dan struktur.
Mengutamakan misi, pelayanan dan hasil akhir (outcome).
3. Menilai biaya, menekankan
tanggung jawab (responsibility).
Menekankan pemberian nilai bagi masyarakat, membangun akuntabilitas dan memperkuat hubungan kerja.
4. Mengutamakan
ketaatan terhadap
Menekankan pemahaman dan penerapan norma-norma, identifikasi dan pemecahan
aturan dan prosedur.
masalah, serta proses perbaikan yang berkelanjutan.
5. Mengutamakan beroperasinya sistem-sistem administrasi.
Menekankan pemisahan antara pelayanan dengan control, membangun dukungan terhadap norma, memperluas pilihan pelanggan, mendorong kegiatan kolektif, memberikan insentif, mengukur dan menganalisis hasil, dan memperkaya umpan balik.
Pada Tahun 1992 Kemudian muncul paradigma yang sangat terkenal karena bersifat Reformatif yaitu "Reinventing Government"
yang dicetuskan oleh David Osborne dan T. Gaebler (1992), dan kemudian dioperasionalkan oleh Osborne dan Plastrik (1997).
Pada dasarnya paradigma ini diinspirasikan oleh Presiden Reagan melihat Pemerintahan bukanlah pemecahan masalah, justru beliau melihat sebagai masalah. Di dalam paradigma ini, pemerintah harus bersifat:
1. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan: haruslah menjadi pengarah dari pada pelaksana. Misalnya pemerintah yang menentukan yang menjadi wajib pajak dan besarnya pungutan, selanjutnya yang memungut adalah pihak swasta.
2. Pemerintah sebagai milik masyarakat, haruslah lebih memberda- yakan masyarakat ketimbang terus-menerus melayani. Misalnya harus memberikan motivasi kepada masyarakat agar mampu mengurus keamanan lingkungannya dari pada memberikan fasilitas sepanjang masa.
3. Pemerintah sebagai institusi yang hidup dalam kompetisi:
haruslah menyuntikkan semangat persaingan kepada masyarakat untuk mengembangkan dirinya dengan menghadirkan lembaga swasta dalam menangani urusan-urusan yang biasanya dimonopoli pemerintah misalnya air minum.
4. Pemerintah sebagai lembaga yang mempunyai misi: haruslah lebih memberi kebebasan kepada masyarakat untuk berkreasi, bukan mengaturnya dengan berbagai peraturan dan petunjuk pelaksanaan yang ketat.
5. Pemerintah sebagai sebuah pabrik yang berorientasi kepada hasil dalam strategi pembiayaannya.
6. Pemerintah sebagai pelayan masyarakat: haruslah lebih memen- tingkan kepuasan pelanggan, bukan hanya memenuhi apa yang menjadi kemauan birokrasi.
7. Pemerintah sebagai badan usaha: harus pandai-pandai mencari uang bukan hanya pintar membelanjakannya.
8. Pemerintah sebagai yang memiliki daya antisipatif: harus mencegah dari pada menanggulangi.
9. Pemerintah sebagai pemegang kewenangan: harus menggeser pola kerja hirarki ke model kerja partisipasi dan kerja sama.
10. Pemerintah sebagai pihak yang berorientasi kepada pasar: harus mendongkrak perubahan lewat penguasaannya terhadap mekanisme pasar.
Reinventing government itu pada hakikatnya merupakan New Public Management. Prinsip-prinsip New Public Management itu dilaksanakan dalam reinventing government ini. Sedangkan the old public administration prinsip-prinsipnya dilaksanakan dalam birokrasi pemerintah, maka pokok pemikiran dari New Public management yang salah satu aplikasinya adalah reinventing government adalah merupakan pemikiran membarukan administrasi negara dengan memadukan prinsip-prinsip bisnis dalam birokrasi pemerintah.
Dengan demikian, New Public Management dan Reinventing Government merupakan bentuk konsep baru dari Administrasi Negara.
New Public Management (NPM)
Paradigma Reinventing Government juga dikenal sebagai New Public Management (NPM) dan menjadi begitu populer ketika prinsip
"Good Governance" diimplementasikan. Paradigma NPM melihat bahwa paradigma manajemen terdahulu kurang efektif dalam memecahkan masalah dalam memberikan pelayanan kepada publik.
Tujuan pokok dalam New Public Management antara lain mengguna- kan mekanisme pasar dan terminologi di sektor publik. Untuk melakukan hubungan antara instansi-instansi pemerintah dengan pelanggannya dipahami sama dengan proses hubungan transaksi yang dilakukan oleh mereka pada pasar. Dengan mentransformasikan
kinerja pasar seperti ini, maka dengan kata lain akan mengganti atau merubah kebiasaan kinerja sektor publik dari tradisi berlandaskan aturan dan proses yang menggantungkan pada otoritas pejabat menjadi orientasi pasar dan dipacu untuk berkompetisi sehat.
New Public Management semua pimpinan didorong untuk menemukan cara-cara baru yang inovatif untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan melakukan privatisasi terhadap fungsi-fungsi pemerintahan. Oleh karena urgensi New Publik Management adalah sangat menekankan pada mekanisme pasar dalam mengarahkan program-program untuk publik. New Public Management dapat dipahami sebagai suatu konsep baru yang ingin menghilangkan monopoli pelayanan yang tidak efisien yang dilakukan birokrasi dan atau pejabatnya. Christopher Hood dalam Thoha (2008:75) mengatakan bahwa New Public Management mengubah cara-cara dan model bisnis privat ke
Karena itu Vigoda dalam Keban (2005:34), mengungkapkan bahwa ada tujuh prinsip-prinsip NPM, yaitu sebagai berikut:
1. Pemanfaatan manajemen profesional dalam sektor publik.
2. Penggunaan Indikator kinerja.
3. Penekanan yang lebih besar pada kontrol output.
4. Pergeseran perhatian ke unit-unit yang lebih kecil.
5. Pergeseran ke kompetisi yang lebih tinggi.
6. Penekanan gaya sektor swasta pada penerapan manajemen.
7. Penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih tinggi dalam penggunaan sumber daya.
NPM secara umum dipandang sebagai suatu pendekatan dalam administrasi publik yang menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam dunia manajemen bisnis dan disiplin yang lain untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas kinerja pelayanan publik pada birokrasi modern.
Orientasi NPM
NPM ini telah mengalami berbagai perubahan orientasi menurut Ferlie, Ashbuerner, Filzgerald dan Pettgrew dalam Keban (2004:25), yaitu:
1. Orientasi The Drive yaitu mengutamakan nilai efisiensi dalam pengukuran kinerja.
2. Orientasi Downsizing and Decentralization yaitu mengutamakan penyederhanaan struktur, memperkaya fungsi dan mendelegasikan otoritas kepada unit-unit yang lebih kecil agar dapat berfungsi secara cepat dan tepat.
3. Orientasi In Search of Excellence yaitu mengutamakan kinerja optimal dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Orientasi Public Service yaitu menekankan pada kualitas, misi dan nilai-nilai yang hendak dicapai organisasi publik, memberikan perhatian yang lebih besar kepada aspirasi, kebutuhan dan partisipasi "user" dan warga masyarakat, memberikan otoritas yang lebih tinggi kepada pejabat yang dipilih masyarakat, termasuk wakil-wakil mereka, menekankan "social learning" dalam pemberian pelayanan publik dan penekanan pada evaluasi kinerja secara berkesinambungan, partisipasi masyarakat dan akuntabilitas.
Kritik terhadap NPM
Pelaksanaan NPM bukanlah tanpa kritik. Terdapat sejumlah hal yang dianggap sebagai kelemahan dari NPM, seperti yang dinyatakan oleh Oluwu (2002).Menurut Oluwu, ketika Administrasi Publik berusaha memahami pesan yang ditawarkan oleh pendekatan pasar maka permasalahan yang muncul ada1ah terkait dengan pernyataan bahwa tidak ada perbedaan antara manajemen sektor publik dengan sektor privat dalam mengimplementasikan NPM. Selain itu, terdapat sejumlah pertanyaan lain yang mengemuka mengenai validitas empirik dan NPM dalam hal klaimnya terhadap manajemen sektor privat yang dianggap ideal untuk sektor publik. Terdapat sejumlah pertentangan antara klaim data NPM terhadap kondisi yang ada di sektor publik. Model usahawan seringkali dapat mengurangi esensi dan nilai-nilai demokratis seperti keadilan, peradilan, keterwakilan dan partisipasi. Hal ini menurut ESC UN (2004) diakibatkan oleh adanya perbedaan besar antara kekuatan pasar dengan kepentingan publik, dan kekuatan pasar ini tidak selalu dapat memenuhi apa yang menjadi kepentingan publik. Bahkan dalam banyak hal, publik seringkali tidak dilibatkan untuk berpartisipasi dalam menentukan, merencanakan, mengawasi dan mengevaluasi tindakan-tindakan yang diambil untuk dapat menjamin bahwa publik tetap menjadi
pusat dan tindakan-tindakan pemerintah. Lebih jauh, Drechster (2005) mengingatkan bahwa menganggap masyarakat hanya sebagai konsumen semata menyebabkan masyarakat dijauhkan dan haknya untuk berpartisipasi. Kritik lain dikemukakan oleh Janet Denhardt dan Robert Denhardt dalam bukunya “The New Public Services”. Menurut Denhardt dan Denhardt warga seharusnya melayani warga masyarakat bukan pelanggan (service citizen, not customers), mengutamakan kepentingan publik bukan private (seek the public interest), lebih menghargai warga negara daripada kewirausahaan (value citizenship over entrepreneurship, melayani daripada mengendalikan (serve rather than steer), dan menghargai orang bukan semata-mata karena produktivitasnya (value people, not just productivity).
New Public Service (NPS)
Pada tahun 2003, atau kurang lebih sepuluh tahun kemudian muncul lagi paradigma baru dalam administrasi publik yaitu "The New Public Service" oleh J.V Denhardt & R. B. Denhardt (2003).
Keduanya menyarankan untuk meninggalkan prinsip administrasi klasik dan Reinventing Government atau New Public Management, dan beralih ke prinsip New Public Service. Di dalam buku Denhardt (2003), berjudul "The New Public Service:
Serving, not Steering". Pada halaman pendahuluan menyatakan NPS lebih diarahkan pada democracy, pride and citizen dari pada market, competition and customers seperti sektor privat. Beliau menyatakan
"public servants do not deliver customers service, they deliver democracy". Oleh sebab itu nilai-nilai demokrasi, kewarganegaraan dan pelayanan untuk kepentingan publik sebagai norma mendasar lapangan administrasi publik. Denhardt (2003), The New Public Service memuat ide pokok sebagai berikut:
1. Serve Citizen, Not Customers: Kepentingan publik adalah hasil dari sebuah dialog tentang pembagian nilai dari pada kumpulan dari kepentingan individu. Oleh karena itu, aparatur pelayanan publik tidak hanya merespon keinginan pelanggan (customer), tetapi lebih focus pada pembangunan kepercayaan dan kolaborasi dengan dan antara warga Negara (citizen).
2. Seek the Public Interest: Administrasi Publik harus memberi kontri- busi untuk membangun sebuah kebersamaan, membagi gagasan dari kepentingan publik, tujuannya adalah tidak untuk menemukan pemecahan yang cepat yang dikendalikan oleh pilihan-pilihan individu. Lebih dari itu, adalah kreasi dari pembagian kepentingan dan tanggung jawab.
3. Value Citizenship Over Entrepreneurship: Kepentingan publik adalah lebih dimajukan oleh komitmen aparatur pelayanan publik dan warga Negara untuk membuat kontribusi lebih berarti dari pada oleh gerakan para manajer swasta sebagai bagian dari keuntungan publik yang menjadi milik mereka.
4. Think Strategically, Act Democraly: Pertemuan antara kebijakan dan program agar bisa dicapai secara lebih efektif dan berhasil secara bertanggungjawab mengikuti upaya bersama dan proses- proses kebersamaan.
5. Recognized that Accountability Is Not Simple: Aparatur pelayanan publik seharusnya penuh perhatian lebih baik dari pada pasar.
Mereka juga harus mengikuti peraturan perundangan dan konstitusi, nilai-nilai masyarakat, norma-norma politik, standar- standar profesional dan kepentingan warga Negara.
6. Serve Rather than Steer: Semakin bertambah penting bagi pelayanan publik untuk menggunakan andil, nilai kepemimpinan mendasar dan membantu warga mengartikulasikan dan mempertemukan kepentingan yang menjadi bagian mereka lebih dari pada berusaha untuk mengontrol atau mengendalikan masyarakat pada petunjuk baru.
7. Value People, not Just Productivity: Organisasi publik dan kerangka kerjanya dimana mereka berpartisipasi dan lebih sukses dalam kegiatannya kalau mereka mengoperasikan sesuai proses kebersamaan dan mendasarkan diri pada kepemimpinan yang hormat pada semua orang.
Seandainya ke tujuh ide pokok dalam NPS tersebut benar-benar dapat dihayati dan diimplementasikan oleh aparatur pelayan publik, rasanya pelayanan publik instansi pemerintah tidak kalah dengan pemberian layanan yang dilakukan oleh sector privat. Maka masalahnya sekarang adalah bagaimana para pejabat publik dan aparatur pelayanan publik di front line service dapat memahami dan
menerima nilai-nilai dalam NPS tersebut. Kemudian bagaimana dengan sepenuh hati dapat mengimplementasikan di lapangan sebagaimana keinginan publik yang harus “didengar” dan “dilayani”.
Semua paradigma di atas menunjukkan bahwa dalam dua dasawarsa terakhir, telah terjadi perubahan orientasi administrasi publik yang sangat cepat. Kegagalan yang dihadapi oleh suatu negara, telah disadari sebagai akibat dari ketidakberesan administrasi publik. Ini menunjukkan bahwa perhatian terhadap pengaruh administrasi publik semakin tinggi. Dapat dikatakan bahwa paradigma NPM orientasinya kepada kepuasan pelanggan, sedangkan NPS orientasinya kepada kualitas pelayanan publik. Karena objek dari disiplin Ilmu Administrasi Publik adalah pelayanan publik sehingga yang utamanya dikaji adalah keberadaan berbagai organisasi publik atau organisasi pemerintah/negara.
Oleh karena itu, ciri-ciri Administrasi Publik yang membedakan- nya dengan administrasi lainnya: (1) Administrasi Publik bertujuan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat. (2) Pelayanan yang diberikan oleh administrasi publik bersifat lebih urgen. (3) Pelayanan yang diberikan oleh administrasi publik bersifat monopoli atau semi monopoli. (4) Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat administrasi publik lebih banyak berdasarkan kebijakan publik (legalistic approach). (5) Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat kegiatannya tidak dikendalikan oleh harga pasar. (6) Administrasi publik dalam kegiatannya selalu ditujukan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat (social welfare). (7) Pelaksanaan dan hasil pelayanan tergantung pada penilaian oleh masyarakat banyak dan meminta pertanggung- jawaban publik. (8) Sebegitu luasnya ilmu administrasi publik sehingga dapat pula mencakup ilmu-ilmu sosial lain terutama memiliki objek materialnya negara antara lain Ilmu Pemerintahan, Ilmu Politik, Hukum Tata Negara dan Ilmu Negara sendiri serta Ilmu Filsafat yang menjadi sumber keilmuan.
hubungan antara ilmu administrasi publik dengan ilmu-ilmu kenegaraan yang lain: (1) Ilmu politik fokus utamanya adalah kekuasaan dan bagaimana meraih kekuasaan, (2) Ilmu pemerintahan fokus utamanya adalah sistem dan atau gejala Pemerintahan, (3) Ilmu negara fokus utamanya adalah Konstitusi, (4) Ilmu Administrasi
Publik Fokus adalah Pelayanan masyarakat secara umum. (5) Ilmu hukum tata Negara fokus utamanya Peraturan.
Berdasarkan uraian sejarah perkembangan administrasi publik di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Administrasi Publik tidak akan pernah dapat melepaskan diri dari dampak yang ditimbulkan oleh perkembangan-perkembangan lingkungan yang ada, khususnya yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi dan informasi.
Untuk itu, Administrasi Publik dituntut untuk senantiasa dapat menyesuaikan diri dan juga paradigma yang dianutnya sehingga tetap berkesesuaian dan sejalan dengan perubahan lingkungan yang ada di sekelilingnya, serta tentu saja dengan tuntutan masyarakatnya yang dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan tersebut. Dalam konteks perubahan yang begitu cepat di Indonesia, maka tuntutan yang ada adalah bagaimana Administrasi Publik kita mampu mereformasi dirinya sehingga sejalan dengan paradigma good governance yang saat ini menjadi tuntutan masyarakat banyak.
Administrasi Publik telah mengalami perkembangan yang terus- menerus. Perusahaan tersebut terjadi baik pada lokus dan fokus.
Apakah pendidikan tinggi di Indonesia telah merespon perubahan tersebut dataran kurikulum dan metode pembelajaran. Apakah administrasi Publik telah berkontribusi dalam penyelesaian masalah- masalah administrasi Publik dan juga masalah-masalah negara dan bangsa yang tengah terjadi. Dalam pandangan penulis, kontribusi ilmu administrasi Publik masih belum optimal dalam menyelesaikan masalah bangsa dan negara ini. Hal ini dapat terjadi karena dua hal (1) Kurikulum dan metode pembelajaran Ilmu administrasi Publik yang belum responsif terhadap perubahan lingkungan, (2) pengembangan diri dan jaringan yang belum optimal dan kalangan ilmuwan, alumni dan praktisi administrasi Publik.