• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETENTUAN SYARIAH TENTANG HARTA

A. Harta Dalam Perspektif Syariah

6. Fungsi Harta

a. Untuk melaksanakan ibadah kepada Allah.

Ketentuan ini dijelaskan oleh Allah dalam surat al-A’raf ayat 31 yang artinya “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.

(Depag RI; 1971:225). Dalam ayat ini terdapat ungkapan “pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan”. Harta kekayaan yang diberikan Allah, hendaklah dipergunakan untuk pergi ke mesjid beribadah kepada Allah.

Manfaat lainnya, adalah untuk kepentisangan komsumtif, makan dan minum. Namun, semuanya tidak boleh berlebihan. Dengan demikian, salah jika orang yang mempunyai kekayaan melimpah ruah tidak dipergunakan untuk beribadah kepada Allah. Kadang-adang justru untuk melakukan kemaksiatan. Misalnya, berpoya-poya, membeli obat-obat yang terlarang, minuman keras dan sebagainya. Bahkan, ada yang meng-gunakan hartanya untuk menghilangkan nyawa orang lain baik langsung maupun tidak langsung. Latar belakangnya, bisa karena melampiaskan dendam kesumat, atau alasan jihad seperti bom bunuh diri.

b. Sebagai ujian bagi manusia.

Banyak orang yang mempunyai persepsi bahwa ujian itu bermakna musibah. Musibah ada yang berbentuk bencana alam,kehilangan nyawa dengan meninggalnya orang yang dicintainya dan lain-lain. Terkait harta sebagai ujian atau musibah, hal ini dinyatakan oleh Allah dalam surat al- Anfal ayat 28. Artinya “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar“ (Depag RI; 1971:264).

Ujian (fitnah) berasal dari kata bahasa Arab fatana yang berarti imtihaan, ikhtiyaar, ibtilaa’, maknanya adalah ujian. Kata-kata fatanu adz- dzahaab berarti membakar emas untuk memurnikannya. Emas perlu dibakar (diuji) dulu untuk mengetahui kualitasnya. Batu bata perlu dibakar dan pakaian perlu dicuci. Semuanya, dilakukan untuk menguatkan dan membersihkannya. Ujian diberikan kepada manusia,untuk menguatkan jiwa dan membersihkan dirinya dari dosa-dosa yang telah dilakukannya.

Dalam sejarah tercatat bahwa Nabi Sulaiman as. diberikan oleh Allah harta yang melimpah ruah dan sebagai raja yang paling berkuasa. Beliau diberikan kemampuan untuk menundukkan binatang-binatang, dan jin.

Angin dijadikan sebagai kendaraannya, dan beliau mengerti bahasa-bahasa binatang.Begitu hebatnya beliau diberikan kelebihan oleh Allah, namun beliau tidak sombong dan tetap berserah diri kepada Allh. Dalam salah satu doanya diabadaikan Allah dalam surat an-Namal ayat 19. Artinya

“Wahai Tuhanku tunjukkanlah kepadaku bagaimana caranya aku mensyukuri ni’mat-Mu, dan bagaimana caranya aku beribadah yang paling Engkau ridhai.

(Depag RI;1971:595). Ini, menunjukkan bahwa harta kekayaan yang diberikan Allah kepada Nabi Sulaiman tidak menjadikan dirinya sombong.

Kekayaan justru menjadikan dirinya sebagai hamba Allah yang senantiasa bersyukur kepada-Nya.

Nabi kita Muhammad Saw mendapat 1/5 harta rampasan perang.

Dikabarkan, bahwa Nabi Muhammad Saw pernah mendapat kambing sebagai bagian rampasan perang sebanyak dua bukit. Akan tetapi pada waktu beliau menjelang meninggal dunia ternyata hanya memiliki seekor kuda, pedang dan baju besi yang tergadai pada seorang Yahudi. Pada suatu ketika sesudah melaksanakan salat, beliau buru-buru kekamarnya karena ingat pada sekeping emas yang belum disededahkan kepada seorang wanita yang pernah memberikan makanan kepadanya. Setelah itu, Nabi Muhammad Saw memberikan emas tersebut kepadanya. Domba dua bukit setelah perang Hunain yang diminta oleh seorang Badui diberikan seluruhnya kepadanya. Beliau juga tidak pernah menolak permintaan orang yang meminta kepadanya (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang berasal dari Jabir). Allah telah menjelaskan dalam surat al-Qasas ayat 76 bahwa Qarun dimusnakan karena diuji dengan harta kekayaan ternyata dia sombong dan tidak mau mensyukurinya.

c. Untuk memperoleh keseimbangan hidup dunia dan akhirat.

Hidup di alam dunia ini, tentu memerlukan harta benda yang banyak.

Di antara kepentingannya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup baik yang primer,skunder dan treetier. Namun demikian, hidup di alam dunia sifatnya sementara dan kelak akan meninggal dunia. Setelah itu, hidup di alam barzah. Pada hari berbangkit nanti setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatannya. Dalam sebuah Hadis Rasulullah Saw bersabda yang artinya “Seseorang pada hari kiamat nanti pasti akan ditanya tentang empat hal; usianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk apa dipergunakan’’ (Hadis riwayat Abu Dawud). Dengan demikian, sangatlah merugi jika seseorang yang mempunyai harta kekayaan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia semata dan tidak untuk mencari kebahagiaan hidup di akhirat.

Dalam surat al-Qasas ayat 77 Allah telah mengingatkan yang artinya ”carilah kebahagian hidup di akhirat dengan tidak melupakan kebahagiaan hidup di dunia” (Depag RI; 1971:623). Dengan dasar ini, seharusnya seseorang dapat mempergunakan hartanya untuk mendapatkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat bukan untuk kebahagian di dunia saja.

d. Memenuhi naluri kemanusiaan hidup di alam dunia.

Setiap manusia mempunyai naluri untuk bersenang-senang. Tanpa harta tentu tidak mungkin terjadi. Dengan harta manusia dapat bersenang- senang, baik untuk dirinya sendiri maupun dengan keluarganya. Di waktu libur dia dapat meloncong ke tempat-tempat rekreasi baik dalam maupun luar negeri. Menggunakan harta untuk bersenang-senang merupakan tuntutan naluri kemanusiaan dan sesuai dengan firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 14. Artinya “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah- lah tempat kembali yang baik (surga)” (Depag RI; 1971:77).

Naluri, adalah dorongan alamiah dari dalam diri manusia untuk memikirkan serta menyatakan suatu tindakan. Setiap makluk hidup memiliki dorongan ini. Ia dapat diekspresikan secara spontan sebagai tanggapannya kepada rangsangan yang muncul dari dalam diri atau dari luar dirinya. Tanggapan dimaksud dapat diekspresikan secara positip tetapi juga bisa secara negatip. Ini, tergantung pada jenis rangsangan yang mendatanginya. Dua ekor kucing akan mencoba menunggu tulang ikan yang akan dilemparkan oleh majikannya. Ketika tulang tersebut dilemparkan, kedua kucing tersebut pasti akan saling berebutan. Naluri seekor kucing akan muncul ketika tulang tersebut siap untuk diperebutkan.

Kucing yang satu tidak memikirkan apakah mungkin temannya yang lain lebih lapar daripada dirinya sendiri. Baginya, yang penting adalah bagaimana caranya untuk mendapatkan makanan dan dapat menyantapnya.

Ia hanya ingin tulang itu untuk dirinya. Dengan cara apapun ia akan berusaha mendapatkannya tanpa mempertimbangkan secara sosial dan rasional.

Manusia, memiliki dorongan naluri yang terus berkembang dan dapat membentuk kepribadian. Dorongan dari dalam diri manusia itu menimbulkan keinginan. Keinginan tersebut membutuhkan tindakan yang nyata atau realistik. Banyak ahli psikologi telah berusaha memahami dorongan dari dalam diri manusia untuk mengetahui karakter setiap individu. Sigmon Freud misalnya, mencoba merumuskan keinginan dasar itu berupa keinginan mendapatkan cinta dan perhatian dari lawan jenis.

Seorang anak laki-laki akan merebut hati ibunya dan berusaha menyingkirkan kehadiran ayahnya yang telah lama memiliki ibunya. Cara memperebutkan cinta tersebut dapat diungkapkan melalui banyak cara.

Misalnya, menangis, marah, dan lain-lain.

Abraham Maslow sebagai bapak psikolog dalam teori tinggat-tingkat kebutuhan manusia mempunyai konsep yang jelas. Beliau menyatakan dengan tegas bahwa dorongan naluri tersebut didasarkan pada kebutuhan yang mendominasi diri setiap manusia. Jika manusia butuh makan, maka responsnya ialah mencari makanan agar kebutuhan itu dapat terpenuhi.

Jika seseorang butuh tidur, pasti dia akan mencari tempat yang dapat dipergunakan untuk tidur. Jika ia butuh rasa aman, maka ia akan mengupayakan dirinya berada dalam posisi aman. Ini berlangsung terus sampai kepada kebutuhan akan aktualisasi diri. Kesimpulannya, fungsi harta kekayaan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk memenuhi tuntutan naluri kemanusiaan. Namun demikian, agama telah mengajarkan agar dalam memenuhi naluri kemanusiaannya, tidak boleh menggunakan hartanya untuk hal-hal yang negatif destruktif.

e. Untuk berjihad di jalan Allah.

Di antara fungsi harta kekayaan adalah untuk berjihad di jalan Allah.

Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam surat at-Taubah atay 20 yang artinya

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”(Depag RI;

1971:281). Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zadul Ma’ad mengatakan bahwa kata jihad mempunyai makna yang berbeda-beda. Di antaranya perang melawan hawa nafsu, syaitan, orang fasik. Selanjutnya kata jihad

menurutnya ada beberapa hal yaitu; jihad melawan nafsu,syetan,orang fasik dan orang kafir. Jihad melawan hawa nafsu terdiri dari empat tingkatan yaitu:

1). Menundukkan hawa nafsu untuk mempelajari petunjuk Allah

2). Menundukkan hawa nafsu untuk mendakwahkan petunjuk Allah. Jika seseorang tidak mau melaksanakannya, ia termasuk orang yang menyembunyikan kebenaran yang datangnya dari Allah.

3). Menundukkan hawa nafsu untuk bersifat sabar menghadapi kesulitan dalam berdakwah. Jika seseorang mampu melaksanakan empat hal yang telah disebutkan, maka dia termasuk ke dalam golongan Rabbaniyyin ( orang yang senantiasa tunduk dan patuh kepada Tuhan)

Seterusnya, jihad melawan syetan terdiri dari dua macam yaitu:

1). Menghilangkan syubuhat ( keraguan ) yang dihembuskan oleh syetan dengan keyakinan bahwa Allah itu mungkin tidak ada, karena tidak dapat dilihat dan tidak wajib menyembah-Nya setiap waktu. Ada lagi sekarang aliran sesat yang berpendapat bahwa sebelum ada Allah sudah ada Tuhan yang hidup. Pendapat ini, sesat menurut Islam.

2). Mengendalikan tuntutan hawa nafsu atau kesenangan yang dibisikkan oleh syetan dengan bekal keyakinan yang pasti. (Ibn al-Qayyim, t.t; 76).

Kemudian, pengertian jihad melawan orang kafir adalah dilakukan dengan tangan (kekuatan fisik) seperti berperang dengan angkat senjata.

Sedangkan jihad melawan orang munafik lebih khusus dilakukan dengan menggunakan lisan. Orang-orang munafik harus terus menerus dinyatakan sebagai orang yang berbahaya, karena sifat-sifat mereka negatif. Apabila berbicara selalu dusta, apabila berjanji tidak ditepati dan apabila diberi kepercayaan, dia berkhianat. Termasuk makna jihad melawan hawa nafsu adalah jihad kepada pelaku kezaliman,kemungkaran dan bid’ah. Dalam kaitan ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu; dengan tangan jika mampu. Jika tidak mampu dengan tangan atau kekuasaan, hendaklah dilakukan dengan lisan. Jika dengan lisan juga tidak mampu, maka hendaklah dilakukan dengan hati walaupun itu menunjukkan iman yang paling lemah (Musnad Ahmad;22:196).

Jihad juga dapat bermakna dakwah seperti firman Allah surat al- Furqan ayat 52. Artinya “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur’an dengan jihad yang besar“ (Depag RI; 1971:567). Dengan demikian, makna jihad itu tidak hanya berperang melawan orang kafir, tetapi mempunyai makna yang luas. Atas dasar ini, maka harta kekayaan mempunyai peranan yang sangat penting untuk melaksanakan jihad di jalan Allah.