• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETENTUAN SYARIAH TENTANG HARTA

B. Riba Menurut Islam

Jihad juga dapat bermakna dakwah seperti firman Allah surat al- Furqan ayat 52. Artinya “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur’an dengan jihad yang besar“ (Depag RI; 1971:567). Dengan demikian, makna jihad itu tidak hanya berperang melawan orang kafir, tetapi mempunyai makna yang luas. Atas dasar ini, maka harta kekayaan mempunyai peranan yang sangat penting untuk melaksanakan jihad di jalan Allah.

memberikan bayaran tambahan atas penangguhan. Menurut para ahli tafsir, pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktekkan pada masa jahiliyah atau sebelum Islam. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 130.

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat-ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (Depag RI; 1971:97).

Ayat ini turun pada tahun ke 3 hijriyah. Kriteria berlipat-ganda bukanlah merupakan syarat dari terjadinya riba. Jika bunganya tidak berlipat ganda bukan berarti tidak riba, tetapi tetap dipandang riba.

Hukumnya haram, karena sifat umum riba adalah pembungaan uang.

Ketentuan ini relevan dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 278-279. Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa (dari berbagai jenis) riba jika kamu orang- orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu.

Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya (Depag RI;

1971:69).

Ayat di atas, menegaskan bahwa riba telah diharamkan secara menyeluruh. Tidak lagi membedakan banyak maupun sedikit. Riba itu mencakup seluruh bentuk praktek riba, baik yang berlipatganda dan yang tidak berlipat ganda. Semuanya wajib ditinggalkan dan tidak boleh sedikitpun yang tersisa dari perbuatan riba. Kata al-Maraghi; tidak benar Islam membedakan riba fahisyah (bunga berlipat ganda) dengan riba yang tidak berlipat ganda. Semuanya, tetap diharamkan oleh Allah (al- Maraghi;1:106).Para Ulama telah sepakat tentang haramnya riba karena dalilnya cukup jelas, baik dalam al-Qur’an maupun Hadis. Lebih dari itu, sesungguhnya semua agama samawi telah mengharamkan riba (Sayyid Sabiq; 3:176).

2. Dalil-dalil Tentang Haramnya Riba

a. Firman Allah surat al-Baqarah ayat 275. Artinya “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya

orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.

Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya (Depag RI;

1971:69).

b. Hadis yang artinya “bahwa Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik dari Nafi’ bahwa beliau mendengar ‘Abdullah ibn ‘Umar berkata, ”Jika seseorang meminjamkan sesuatu, biarkan kondisi satu-satunya yang dilunasi.” (Al-Muwatta Imam Malik: 31.44.94.) Malik meriwayatkan kepadaku bahwa beliau mendengar ‘Abdullah ibn Mas’ud pernah berkata, “Jika seseorang membuat pinjaman, mereka tak boleh menetapkan perjanjian lebih dari itu. Meski hanya segenggam rumput, itu adalah riba.” (Al-Muwatta Imam Malik; 31;44:95). Abdullah ibn Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw melaknat mereka yang menerima, membayar, menyaksikan, dan yang mencatat riba. (Sunah Imam Abu Dawud: 16.1249).

c. Dalam riwayat lain yaitu riwayat Abu Said Al-Khudri dinyatakan bahwa pada suatu ketika Bilal membawa barni (sejenis kurma berkualitas baik) kepada Rasulullah saw. Beliau bertanya kepadanya; dari mana engkau mendapatkannya? Bilal menjawab, Saya mempunyai sejumlah kurma dari jenis yang rendah mutunya dan menukarkannya dua sha’.

Satu sha’ kurma jenis barni diberikan kepada Rasulullah Saw. Sesudah itu, beliau berkata, hati-hati, hati-hatilah, ini sesungguhnya riba, ini sesungguhnya riba. Janganlah kamu berbuat seperti ini, tetapi jika kamu membeli (kurma yang mutunya lebih tinggi), juallah kurma yang mutunya rendah untuk mendapatkan uang dan kemudian gunakanlah uang tersebut untuk membeli kurma yang bermutu tinggi itu.” Hadis riwayat Bukhari (Bukhari: 2145).

d. Riwayat dari Jabir bahwa Rasulullah Saw mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya,

dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, mereka itu semuanya sama. Hadis riwayat Imam Muslim (Muslim: 2995) e. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda,

“Tuhan sesungguhnya berlaku adil karena tidak membenarkan empat golongan masuk surga atau tidak mendapat petunjuk daripada-Nya.

Mereka itu adalah peminum arak, pemakan riba, pemakan harta anak yatim, dan mereka yang tidak bertanggung jawab atau menelantarkan ibu bapaknya. (Bukhari: 2084)

f. Diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda yang artinya “tidak ada orang yang mengumpulkan harta dengan jalan riba (bunga), melainkan semua urusannya menjadi rugi (Hadis riwayat Ibn Majah).

Hadis ini menegaskan bahwa mencari rezeki dengan cara yang haram hanya akan mendatangkan murka Allah dan Rasul-Nya (Ustadz Rich dan Laode; 2012:79).

3. Jenis-jenis Riba.

Selanjutnya, menurut pendapat mayoritas ulama dan termasuk pendapat Wahbah az-Zuhaili, riba dapat dibagi menjadi dua (Wahbah az- Zuhaili; 4; 989:670).

a. Riba Fadhol yaitu penambahan pada jual beli atau tukar menukar pada jenis benda ribawi. Misalnya, jual beli emas 3 gr dengan 3,5 gr emas murni dengan penundaan pembayaran yakni setelah tenggang waktu tertentu seperti setelah berlalu 4 bulan. Jika seseorang menjual emas atau meminjam emas 3,5 gr kepada orang lain, lalu setelah tenggang waktu 4 bulan dibayar atau dikembalikan sebanyak 3,5 gr emas murni juga, perbuatan tersebut adalah riba fadol. Ketentuan ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Artinya;

dari Abu Said al-Khudori bahwa Rasulullah Saw melarang jual beli emas dengan emas gandum dengan gandum, garam dengan garam kecuali sama dan kontan. Siapa saja yang menambah dan meminta tambah berarti riba; yang mengambil dan meminta sama saja. Hadis riwayat Bukhari (Bukhari; 7:399).

b. Riba nasi-ah, yaitu kelebihan karena penundaan pembayaran dalam

sejumlah Rp 5.000.000 (lima juta rupiah). Setelah 6 bulan uang tersebut dikembalikan sebanyak Rp 7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah). Dengan demikian uang yang Rp.2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah) adalah riba. Sebabnya, ada penambahan dari jumlah yang dipinjam. Jika pengembaliannya dua kali lipat yaitu Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah), disebut dengan riba adh’aan mudo’afah (berlipat ganda) yang disebut juga riba fahisyah.

Para ulama berpendapat bahwa riba diharamkan karena di dalamnya ada unsur kezaliman atau pemaksaan kehendak, tidak atas dasar suka sama suka (Sayyid Sabiq; 34). Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, maka bunga Bank termasuk riba, karena telah memenuhi unsur pokoknya yaitu; adanya penambahan jumlah uang dari modalnya disertai adanya tenggang waktu tertentu. Dengan demikian, umat Islam harus menjauhinya dan segera beralih kepada Bank Syariah dengan sistem bagi hasil.

4. Sebab-sebab Diharamkannya Riba

Di antara sebab-sebab diharamkannya sebagai berikut:

a. Riba, adalah suatu perbuatan mengambil harta orang lain dengan cara yang zalim. Seseorang yang mengambil harta orang lain dengan cara melipatgandakan atau melebihkan dari nilai pokoknya dengan tenggang waktu pembayaran, sesungguhnya dia telah melakukan kezaliman. Penambahan itu sangat memberatkan orang yang meminjam. Kadang-kadang hasil yang diperolehnya tidak cukup, tetapi karena sudah ada perjanjian sebelumnya, maka terpaksa memenuhi janjinya. Orang yang meminjam uang dengan orang lain lalu ada penambahan dari pokoknya, dia merasa terpaksa kalaupun lahirnya dia mengatakan tidak apa-apa.

b. Riba, dapat menghalangi manusia bekerja keras dan sungguh-sungguh.

Hal ini disebabkan dengan melalui riba seseorang akan mendapat tambahan uang, baik kontan ataupun berjangka. Dia akan menganggap enteng persoalan mencari penghidupan. Usaha keras dan cerdas tidak perlu dijalankan, sebab orang lain akan memberikan pendapatan kepadanya setelah jangka waktu tertentu. Kerja keras dan kekuatan

dalam melakukan pekerjaan adalah sesuatu yang sangat menentukan.

Hal ini dinyatakan Allah dalam surat ar-Rahman ayat 33. Artinya “Hai jama`ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan” (Depag RI;1971:887). Kekuatan yang disebutkan dalam ayat ini maksudnya adalah kerja keras atau bersungguh-sungguh.

c. Riba, menyebabkan permusuhan di antara individu dengan lainnya, dan akan menghilangkan ruh atau jiwa tolong menolong (Sayyid Sabiq;

2:178).

d. Riba, dapat menyebabkan terputusnya kebaikan antar masyarakat dalam bidang pinjam meminjam. Jika riba diharamkan, orang lain akan berusaha meminjam uang kepada orang lain atau lembaga dengan yang tidak ada riba di dalamnya. Akan tetapi jika riba dihalalkan, orang akan berusaha meminjam uang yang banyak dengan terpaksa mengembalikan lebih banyak lagi. Hal ini dapat menimbulkan putusnya hubungan baik antara seseorang dengan orang yang menjalankan praktek riba.

e. Dari aspek sosialnya, praktek riba akan semakin membuat orang- orang miskin termarginalkan atau terpinggirkan. Seharusnya, orang- orang miskin diberi bantuan agar dapat melepaskan diri dari kemiskinannya (Yusuf Qardhawi;2000:308).