BAB IV BAB IV TUJUAN HUKUM
C. Hukum dalam Arti Sistem Kaidah a. Pengertian Sistem
Hukum itu merupakan suatu sistem kaidah. Sistem adalah merupakan suatu pemikiran bulat yang di dalamnya terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan dengan serasi dan saling mengisi serta tidak saling bertentangan satu sama lain.
Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H, mengemukakan yaitu;
"Sistem ini mempunyai dua pengertian yang penting untuk dikenali, sekalipun dalam pembicaraan- pembicaraan keduanya sering dipakai secara tercampur begitu saja. Pertama adalah pengertian sistem sebagai jenis kesatuan, yang mempunyai tatanan tertentu. Tatanan tertentu disini menunjuk
84Purnadi Purbacaraka, M. Chidir Ali, Disiplin Hukum, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 1.
55 kepada suatu struktur yang tersusun dari bagian- bagian. Kedua, sistem sebagai suatu rencana, metode, atau prosedur untuk mengerjakan sesuatu ".
Pemahaman yang umum mengenai sistem mengatakan bahwa suatu sistem adalah "suatu kesatuan yang bersifat kompleks, yang terdiri dari bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain". Pemahaman yang demikian itu hanya menekankan pada ciri keterhubungan dari bagian- bagiannya, tetapi mengabaikan ciri yang lain, yaitu bahwa bagian-bagian tersebut bekerja bersama serara aktif untuk mencapai tujuan pokok dari kesatuan tersebut".
Apabila suatu sistem itu disempatkan pada pusat pengamatan yang demikian itu, maka pengertian-pengertian dasar yang berkembang di dalamnya;
1) Sistim itu berorientasi kepada tujuan.
2) Keseluruhan adalah lebih dari sekedar jumlah dari bagian-bagiannya (wholism).
3) Suatu sistem berinteraksi dengan tem yang lebih besar, yaitu lingkungannya (keterbukaan sistem).
4) Bekerjanya bagian-bagian dari sistem itu menciptakan sesuatu yang berharga (Tranformasi).
5) Masing-masing bagian harus cocok satu sama lain (leterhubungan).
6) Ada kekuatan pemersatu yang mengikat sistem itu (Mekanisme Kontrol).85
b. Proses Terjadinya Kaidah
Kaedah berasal dari bahasa Arab yang dalam bahasa Latin disebut norma, dalam bahasa Belanda disebut norm.
kepentingan anggota masyarakat itu tidak saja hanya bersesuaian, akan tetapi seringkali bertentangan satu sama lainnya. Oleh karena itu haruslah ada ketertiban dalam kehidupan manusia bersama, dan yang mengatur kehidupan bersama serta tingkah laku manusia sebagai anggota masyarakat itu agar terdapat ketertiban adalah peraturan hidup, yaitu yang disebut kaidah.
Manusia sering tidak menyadari bahwa dalam pergaulan hidupnya ia berperikelakuan menurut suatu pola tertentu, karena sejak ia Iahir telah berada dalam suatu pola tertentu, mematuhinya dengan meniru atau mencohtoh orang lain. Manusia dalam suatu pola tertentu itu ingin supaya kebutuhan pokok hidupnya terpenuhi, yang menurut Maslaw meliputi : food, shelter, clothing, safety of self and
85Satjipto Rahardjo, Op.Cit., hal. 88-89
56
property, self esteem; self actualization; love (makanan, tempat tinggal, pakaian; keamanan diri sendiri dan harta bendanya; kehormatan atau martabat diri; aktualisasi diri;
cinta). Apabila kebutuhan tadi tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa khawatir pada dirinya, dan manakala rasa khawatir itu sampai pada puncaknya, maka akan timbullah rasa tak puas terhadap pola yang ada, lalu manusia itu menghendaki adanya pola yang baru. Pola hidup ini adalah merupakan suatu struktur atau susunan dari pada kaedah- kaedah untuk hidup, Jadi kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau bersikap tindak dalam hidup.86
c. Bentuk dan Hakekat serta Sumber Kaidah
Apabila dilihat dari bentuk dan hakekat Kaidah (kaedah), maka kaidah itu merupakan perumusan suatu pandangan ("ordeel") mengenai perikelakuan atau sikap tindak, misalnya siapa yang meminjam sesuatu harus mengembalikannya. Sebagal patokan untuk berperikelakuan atau bersikap tindak, maka kaedah itu berbeda. dengan dalil alam yang merupakan perumusan mengenai kejadian alamiah, misalnya, panas menyebabkan benda, mengembang. Adapun inti perbedaan antara kaedah dan dalil alam adalah bahwa terhadap kaedah itu ada kemungkinan penyimpangan, sedangkan pada dalil alam penyimpangan adalah dianggap mustahil.
Ada yang beranggapan bahwa kaedah itu datangnya dari luar manusia, misalnya dari Tuhan Yang Maha Esa.
Tetapi.ada pula yang beranggapan bahwa kaedah itu datangnya dari manusia itu sendiri, yaitu melalui pikiran dan perasaannya sendiri. Manakala dilihat dari kenyataan kehidupan, maka sumber kaedah adalah hasrat untuk hidup pantas atau sayogya. Mengenai bagaimana hidup yang pantas atau sayogya itu dan cara untuk memenuhinya tidak sama atau berbeda antara manusia yang satu dengan manusia lainnya, dari satu bangsa dengan bangsa yang lain, bahkan dalam diri satu orangpun sering timbul pandangan yang berlawanan. Oleh karena itu, maka perlulah adanya patokan atau pedoman, supaya berbedanya pandangan tersebut tidak menyebabkan hidup itu menjadi tidak pantangan atau menjadi tidak sayogya.
Patokan-patokan atau pedoman-pedoman itulah yang disebut sebagai kaedah atau norma atau standard.87
86Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal. 5.
87Purnadi Purbacaraka, Soerjono Soekanto, Ibid., hal. 6.
57 d. Pengertian Kaidah
Kaidah berasal dari bahasa Arab yang dalam bahasa Latin disebut norma dalam bahasa Belanda disebut norm.
Kepentingan manusia sebagai anggota masyarakat itu tidak saja hanya bersesuaian, tetapi seringkali bertentangan satu sama lain. Oleh karena itu haruslah ada ketertiban dalam kehidupan bersama manusia, dan yang mengatur kehidupan bersama serta tingkah laku manusia sebagai anggota masyarakat itu agar terdapat ketertiban adalah peraturan hidup, yaitu yang disebut kaidah.88
Purnadi Purbacaraka, S.H. dan Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.E., M.A. mengemukakan bahwa kaidah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk beperikelakuan atau bersikap tindak dalam hidup.
Prof. Subekti mengartikan kaidah sebagai aturan, norma, petunjuk atau perintah tentang tingkah laku orang.
Prof. Dr. Hazairin, S.H. mengemukakan kaidah itu adalah ukuran buruk baiknya perbuatan untuk dikenakan sanctumnya, yaitu penghambat atau pendorongnya.89
Selanjutnya Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H.
menyatakan bahwa norma adalah sarana yang dipakai oleh masyarakatnya untuk menertibkan, menuntun dan mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat dalam hubungannya satu sama lain.90 Kaidah (kata-kata kaedah seharusnya kata “kaidah”) atau Norma kata Dr. Soedjono Dirdjosisworo, S.H. adalah ketentuan-ketentuan tentang baik buruk perilaku manusia di tengah pergaulan hidupnya, dengan menentukan perangkat-perangkat atau penggal- penggal aturan yang bersifat perintah dan anjuran serta larangan.91
Selanjutnya Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H., menyatakan bahwa norma adalah sarana yang dipakai oleh masyarakatnya untuk menertibkan, menuntun dan mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat dalam hubungannya satu sama lain. Kaedah atau norma kata Dr.
Soedjono Dirdjosisworo, S.H., adalah ketentuan- ketentuan tentang baik buruk perilaku manusia ditengah pergaulan hidupnya, dengan mennetukan perangkat-
88Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1968), hal. 58.
89Hazairin, Kuliah Hukum Adat, Tahun 1961 FH-UID (Univ. Islam Jakarta).
90 Soedjono Dirdjosisworo, Op. Cit., hal.37
91Satjipto Rahardjo, Op. Cit., hal. 66-67.
58 perangkat atau penggal-penggal aturan yang bersifat perintah dan anjuran serta larangan.92
Contoh dari perumusan Prof. Dr. Hazairin, S.H. di atas;
- Muhammad Haikal menembakkan bedilnya di Rumah Sakit di mana banyak orang berobat, sehingga mengakibatkan ada orang yang mati karena terkejut.
- Intan menembakkan bedilnya di hutan yang diarahkan kepada seekor harimau yang sedang menerkam seekor kambing penduduk desanya,sehingga harimau itu mati.
Kedua perbuatan menembak tersebut kalau kita bawakan kepada kaedah, maka ada perbuatan yang ditundukkan kepada kaedah, yaitu perbuatan menembak, kemudian dikenakan sanctumnya, yakni kaedah buruk dan baik. Perbuatan Muhammad Haikal dikeji, ia dihadapkan ke pengadilan agar ia tidak berbuat seperti itu lagi dikemudian hari, sanctumnya adalah menghambat atau menghalangi.
Perbuatan Intan dipuji, sanctumnya adalah pendorong agar orang berbuat seperti itu.
Prof. Mr. Dr. L.J. van Apeldoorn mengemukakan bahwa segala peraturan yang memuat peraturan-peraturan perbuatan manusia yang menimbulkan kewajiban-kewajiban manusia disatukan dengan nama etika. Etika memuat peraturan-peraturan tentang agama, kesusilaan, hukum dan adat.93
e. Hukum sebagai Sistem Kaidah
Hans Kelsen mengemukakan bahwa tata kaedah hukum yang merupakan suatu sistem kaedah-kaedah hukum yang hierarkhis, yaitu pada tingkat paling bawah terdiri dari kaidah-kaidah individuil yang dibentuk oleh badan-badan pelaksana hukum khususa pengadilan, yang tergantung dari undang-undang yang merupakan kaedah- kaedah umum yang dibentuk oleh badan legislatif dan hukum kebiasaan. Undang-undang dan hukum kebiasaan tergantung dari konstitusi atau UUD yang merupakan tingkat tertinggi dari tata hukum suatu negara yang dianggap sebagai suatu sistem kadah positif yang ditentukan oleh manusia.
Sahnya kaidah yang lebih rendah tergantung atau dikasarkan pada kaidah yang lebih tinggi. Oleh karena
92Soedjono Dirdjosisworo, Op. Cit., hal. 38 Soedjono Dirdjosisworo, Op.
Cit., hal. 38.
93 L.J. van Apeldroorn, Op. Cit., hal. 29
59 konstitusi atau UUD suatu negara merupakan tingkat tertinggi, maka sahnya konstitusi, tidak didasarkan pada suatu kaedah hukum positif, tetapi didasarkan pada suatu kaidah yang dirumuskan oleh pemikiran yuridis yang merupakan suatu kaidah dasar atau grundnorm atau urs grungsnorm. Jadi, hukum sebagai sistem kaidah adalah:
1) Suatu tata kaidah hukum merupakan suatu sistem kaidah hukum yang hierarkhis.
2) Susunan kaidah hukum yang sangat disederhanakan dari tingkat bawah ke atas meliputi;
a) Kaidah individuil yang dibentuk oleh badan-badan pelaksana hukun, terutama pengadilan.
b) Kaidah umum di dalam undang-undang dan hukum kebiasaan.
c) Kaidah konstitusi.
Ketiga kaidah ini dinamakan kaedah-kaedah positif. Di atas konstitusi adalah tempat kaedah dasar yang hipotetis yang lebih tinggi dan merupakan kaedah yang dihasilkan oleh pemikiran yuridis.
3) Sahnya kaida hukum yang lebih rendah tingkatnya tergantung atau ditentukan oleh kaidah yang lebih tinggi tingkatnya.94
Contoh:
- Dasar berlakunya atau sahnya Peraturan Pemerintah (PP) adalah Undang-Undang (UU).
- Dasar berlakunya atau sahnya Undang-undang adalah Undang-Undang Dasar (UUD).