SiNaFi Seminar Nasional Fisika
Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2016 Bandung, 17 Desember 2016
81
IMPLEMENTASI METODE DEMONSTRASI INTERAKTIF UNTUK
D. A. Gumilar, dkk, - Implementasi Metode Demonstrasi Interaktif
82 PENDAHULUAN
Keterampilan berhipotesis adalah kemampuan untuk menjawab permasalahan yang ada, [3]keterampilan berhipotesis merupakan kemampuan untuk membentuk pernyataan umum tentang hubungan antar variabel yang dianggap benar, dalam menjelaskan suatu kejadian atau masalah. Hal ini berkaitan dengan pernyataan dari NSES (National Science Education Standards) menyatakan bahwa siswa harus diberi kesempatan untuk melakukan penyelidikan ilmiah sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan dan pemahamannya tentang aspek-aspek tertentu. Hipotesis berkaitan dengan penyelidikan ilmiah. [7]Hipotesis adalah hanya salah satu aspek dari kecenderungan manusia untuk berspekulasi, dugaan dan tebakan, yang merupakan investigasi yang menggunakan pengetahuan ilmiah dan konsep.
[4]Menurut Quinn dan George mendefinisikan hipotesis sebagai penjelasan yang diuji dari hubungan empiris antara variabel dalam situasi masalah yang diberikan, kemudian [4]Fisher, Gettys, Manning, Mehle, dan Baca berpendapat bahwa hipotesis adalah proses menciptakan kemungkinan penjelasan alternatif untuk satu set informasi. [3]Menurut corrigan menyebutkan bahwa Kemampuan subyek untuk merumuskan hipotesis, tergantung pada pemahaman mereka tentang konsep-konsep ilmiah. Penguasaan konsep ilmiah dasar berlangsung dalam beberapa tahapan, mulai dari proses ilmiah dasar. Oleh karena itu kemampuan untuk merumuskan hipotesis, bergantung pada proses-proses dasar Proses ilmiah dasar diantaranya : proses mengamati dan merumuskan.
Salah satu tujuan pembelajaran IPA di sekolah adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari- hari. Kondisi di sekolah menunjukan bahwa, harapan kurikulum dan Undang-Undang belum semuanya terwujud.
Selain pemahaman terhadap konsep IPA, siswa juga diharapkan dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi permasahan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu keterampilan yang penting untuk dikembangkan adalah keterampilan berhipotesis. Kondisi di sekolah-
sekolah, sangat jarang siswa dilatihkan keterampilan berhipotesis. [5]Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah, masalah lemahnya proses pembelajaran, dalam proses pembelajaran anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir, yang mengakibatkan rendahnya pencapaian prestasi belajar siswa.
Hasil studi pendahuluan di beberapa SMP di kota bandung, menunjukan bahwa siswa kurang sekali diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang sedang dipelajarinya. Ketika siswa menemukan sendiri dan mengkonstruksi kognitifnya, siswa akan jauh lebih memahami konsep-konsep yang sedang dipelajarinya.
Proses pembelajaran di kelas merupakan hal yang sangat penting, dalam mengembangkan kemampuan siswa.
Pembelajaran di kelas harus menarik siswa, dan harus memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, agar siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, serta membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. [2]Melibatkan siswa dengan meminta mereka memprediksi hasil dari demonstrasi, adalah langkah sederhana terhadap peningkatan keterlibatan siswa. ketika siswa diberi kesempatan untuk terlibat dalam pembelajaran, dengan mengajukan prediksi- prediksi berkaitan dengan pembelajaran yang sedang berlangsung. Siswa terlibat akitf dalam pembelajaran, lebih memahami konsep-konsep yang telah dipelajarinya daripada siswa yang pasif ketika pembelajaran
Metode Demonstrasi interaktif merupakan metode pembelajaran yang menampilkan demonstrasi pada siswa, yang menuntut siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran.
[8]Demonstrasi interaktif berisi demonstrasi guru mengenai sebuah percobaan sains, yang kemudian berlangsung secara interaktif karena adanya prediksi atau explanation (bagaimana sesuatau dapat terjadi) dari siswa. Percobaan sains yang dilakukan biasanya merupakan sebuah peragaan, mengenai peristiwa yang biasanya terjadi dalam kehidupan sehari-hari siswa. Proses pembelajaran menghendaki adanya perubahan dalam diri individu yang belajar, perubahan tersebut berupa perubahan kemampuan kognitif maupun kemampuan lain yang diharapkan muncul setelah pembelajaran.
[6]Salah satu metode pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam memahami materi
Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2016
83 yang baru, serta membuat siswa dapat lebih
aktif adalah metode demonstrasi interaktif.
Demonstrasi interaktif dalam pembelajaran sains berorientasi inkuiri dimulai dengan menampilkan sebuah fenomena sains menggunakan peralatan tertentu yang dilanjutkan dengan mangajukan pertanyaan penyelidikan untuk mengetahui apa yang akan terjadi (memprediksi) atau sesuatu yang telah terjadi (explanation). Pada pelaksanaanya, Guru dan siswa dituntut untuk melakukan peragaan. Guru berperan untuk menanyakan dan meningkatkan prediksi siswa, menghadirkan respon-respon, mengumpulkan penjelasan lebih lanjut, dan membantu siswa untuk mencari kesimpulan dari fakta-fakta dasar. Untuk mengetahui bagaimana tercapainya penerapan demonstrasi interaktif dalam pembelajaran fisika berorientasi pada inkuiri yaitu dilihat dari keterlaksanaan tahapan- tahapan pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa.
METODE
Mengingat tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran peningkatan keterampilan berhipotesis siswa SMP setelah diterapkannya metode demonstrasi interaktif.
Maka penelitian ini merupakan penelitian ekperimen semu (quasi eksperimental). Tujuan penelitian ini fokus pada mendapatkan gambaran keterampilan berhipotesis siswa, maka menggunakan desain penelitian yang menghendaki adanya pretest dan posttest.
Desain penelitian yang digunakan adalah desain perlakuan ulang (one group pre and posttest design). One group pre and posttest design, merupakan desain eksperimen yang hanya menggunakan satu kelompok subjek (kasus tunggal), desain ini dilaksanakan dengan memberikan tes terlebih dahulu (pretest), untuk mengetahui pengetahuan awal siswa, kemudian dilakukan treatment pada kelas tersebut dan setelah itu, dilakukan tes ahir (posttest), dengan soal yang sama seperti pada tes awal untuk mengetahui pengetahuan siswa setelah menerima treatment. Populasi yang terlibat dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII di salah satu SMP di Kota Bandung.
Sampel dalam penelitian ini ditentukan menggunakan teknik Convenience Sampling.
Subyek penelitian ini adalah 28 siswa salahsatu SMP di kota Bandung.
Peningkatan keterampilan berhipotesis diukur dengan tes uraian sebanyak 2 soal.
Selama pembelajaran berlangsung dilakukan observasi terhadap aktifitas siswa, kemudian diakhir pembelajaran siswa mengisi angket persepsi terkait pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Metode demonstrasi interaktif merupakan metode pembelajaran dengan menuntut siswa untuk membuat prediksi dari demonstrasi yang ditampilkan. Prediksi-prediksi yang dibuat menjadi bahan dalam merumuskan hipotesis. Langkah βlangkah dalam permususan hipotesis sejalan dengan metode demonstrasi interaktif, dimulai dari memunculkan fakta, kemudian siswa merumuskan masalah, melakukan kajian pustaka yang salahsatunya dengan mengamati demonstrasi yan ditampilkan, kemudian siswa membuat prediksi yang didiskusikan dalam kelompok, dari prediksi tersebut siswa mengidentifikasi variabel terikat dan variabel bebas, kemudian siswa merumuskan hipotesis berkaitan dengan masalah yang ada.
Untuk melihat peningkatan keterampilan menarik kesimpulan digunakan skor n-gain yang memiliki persamaan sebagai berikut:
β©πβͺ = % < πΊ >
% < πΊ >πππ₯ =% < ππ > β% < ππ >
100 β % < ππ >
(1) Untuk menganalisis hasil observasi terlebih dahulu data yang didapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
πππππ πππ‘ππππ‘ππ π ππ π€π
= π½π’πππβ π πππ
ππ’πππβ π πππ ππππ πππ’ππ₯100 (2) HASIL DAN PEMBAHASAN
Keterampilan berhipotesis siswa, pada konteks Hukum Newton digali dengan menggunakan tes, dan dengan lembar observasi serta LKS untuk melihat perkembangan keterampilan berhipotesis siswa. Tes berupa soal uraian yang berjumlah 2 soal. Rekapitulasi hasil pretest dan posttest ditunjukan pada tabel 1.
D. A. Gumilar, dkk, - Implementasi Metode Demonstrasi Interaktif
84 Tabel 1 menunjukan bahwa secara
umum kecenderungan siswa mengalami peningkatan keterampilan berhipotesis, setelah diterapkannya metode demonstrasi interaktif.
Namun jika dilihat perkembangan setiap siswa, peningkatan keterampilan berhipotesis ini cukup beragam, dari kategori rendah hingga tinggi, namun secara umum sebaian besar siswa berada pada kategori sedang-tinggi, seperti ditunjukan oleh tabel 2 dengan jumlah siswa sebanyak 21 siswa dari total 28 siswa, yang menunjukan sebagian besar siswa mengalami peningkatan keterampilan berhipotesis yang cukup besar.
Tabel 2 menunjukan bahwa peningkatan keterampilan berhipotesis setiap siswa berbeda-beda, ada 1 orang dengan nilai gain ternormalisasi sebesar 0, hal ini menunjukan tidak adanya perubahan atau peningkatan keterampilan berhipotesis setelah diterapkannya metode demonstrasi interaktif, ada 6 orang siswa dengan nilai gain ternormalisasi dengan rentang nilai antara 0,20-0,29 dengan kategori rendah, hal ini menunjukan bahwa peningkatan keterampilan berhipotesis siswa cukup kecil, ada 16 siswa dengan nilai gain ternormalisasi pada rentang 0,33-0,67 dengan kategori sedang, hal ini menunjuka bahwa peningkatan keterampilan berhipotesis siswa mengalami peningkatan
yang tidak terlalu kecil dan juga tidak terlalu besar, ada 5 siswa dengan nilai gain ternormalisasi dari rentang 0,83-1 dengan kategori tinggi, hal ini menunjukan bahwa peningkatan keterampilan berhipotesis siswa sangat besar. Hasil yang diperoleh berkaitan dengan perkembangan kemampuan berhipotesis yang dimiliki setiap siswa berbeda- beda. Hasil hipotesis yang dibuat siswa pada pretest dan posttest, menunjukan bahwa siswa masih kesulitan dalam mengidentifikasi hubungan antar variabel.
[3,4]Ada beberapa kriteria untuk hipotesis, yaitu: Hipotesis harus dirumuskan dengan singkat tetapi jelas, hipotesis harus dengan nyata, menunjukkan adanya hubungan antara dua variabel, hipotesis harus didukung oleh teori-teori, yang dikemukakan oleh para ahli atau hasil penelitian yang relevan. Secara umum siswa merumuskan hipotesis dengan kalimat yang panjang, tidak secara khusus menunjukan hubungan antar variabel, siswa masih mengganggap jawaban sementara yang dimaksud adalah dengan menjelaskan permasalahan yang ada, namun sebenarnya jawaban sementara yang dimaksud ini berupa pernyataan hubungan antar variabel yang harus dibuktikan kebenarnnya. Hasil observasi aktifitas siswa menunjukan bahwa, siswa masih kesulitan dalam menjelaskan hubungan antar variabel, dan siswa kesulitan dalam menentukan kalimat yang tepat, untuk menggambarkan hipotesis yang diinginkan oleh siswa. Hasil tes menunjukan, siswa masih perlu latihan untuk merumuskan hipotesis dengan kalimat yang singkat dan jelas. [3]Perlu waktu yang cukup lama supaya siswa terbiasa untuk merumuskan hipotesis dengan baik, pembelajaran di kelas harus mendukung pengembangakan keterampilan siswa.
Hasil yang didapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah belum terbiasanya siswa dengan metode pembelajaran yang digunakan, siswa masih kebingungan apa yang harus dilakukan ketika proses pembelajaran. Keberagaman siswa dalam belajar, akan mempengaruhi seberapa banyak yang dipelajari siswa ketika proses pembelajaran.[3,4] Kemampuan subyek untuk merumuskan hipotesis, tergantung pada pemahaman mereka tentang konsep-konsep ilmiah. Penguasaan konsep ilmiah dasar berlangsung dalam beberapa tahapan, mulai dari proses ilmiah dasar, seperti dari hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran oleh Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Pretest dan
Posttest
Tes X ideal X <g> Kategori
Pretest 8,0 1,75
0,51 Sedang Posttest 8,0 5,0
Tabel 2. Pengelompokan hasil tes No Nilai gain Jumlah
siswa Keterangan
1 0 1 Tidak ada
peningkatan
2 0,20-0,29 6 Rendah
3 0,33-0,67 16 Sedang
4 0,83-1 5 Tinggi
Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2016
85 siswa belum terlaksana 100%, dengan kegiatan
yang tidak terlaksana berkaitan dengan mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan, mengemukaakan pendapatnya berkaitan dengan demonstrasi yang diamati siswa. Hal ini mungkin akan mempengaruhi siswa dalam merumuskan hipotesis.
[7] Hipotesis menjadi jawaban/dugaan dari suatu permasalahan, yang harus dibuktikan kebenarannya, sehingga hipotesis ini harus dapat menunjukan cara mengujinya.
[1]Hipotesis harus secara jelas menggambarkan hubungan antar variabel yang dianggap benar, ketika siswa kesulitan dalam menjelaskan hubungan antar variabel, maka ketika akan membuktikan hipotesis yang dibuat siswa akan mengalami kesulitan, karena hipotesis yang dibuat tidak secara jelas menggambarkan hubungan antar variabel. [1]Konsep variabel yang harus dipahami oleh siswa diantarnya, mengidentifikasi variabel yang terlibat dalam permasalahan, mengidentifikasi pengaruh antar variabel yang dianggap benar, menjelaskan hubungan antar variabel. Komponen dalam kemampuan untuk merumuskan hipotesis saling berkaitan dan terhubung dengan satu sama lain secara hierarkis. Subyek tidak menunjukkan kontinuitas dalam pemahaman mereka tentang komponen yang lebih kecil dari keterampilan merumuskan hipotesis. Siswa harus memahami konsep variabel, pengaruh satu variabel ke variabel lain, dan hubungan antara variabel, kemudian mereka dapat merumuskan hipotesis.
Jika melihat keterlaksanaan pembelajaran, melalui LKS yang dikerjakan oleh siswa, menunjukan bahwa aspek βaspek penting yang menunjang dalam perumusan hipotesis ini, keterlaksanaannya masih sangat kecil. Hasil ini menunjukan bahwa, ketika aspek penting dalam perumusan hipotesis seperti kemampuan kemampuan ilmiah dasar siswa rendah maka akan sangat berpengaruh kepada keterampilan siswa dalam berhipotesis.
Keterlaksanaan pembelajaran jika dilihat dari LKS yang diisi oleh siswa, menunjukan bahwa aktifitas siswa masih kurang baik dalam beberapa hal. Kegiatan menjelaskan hasil pengamatan demonstrasi, menunjukan hasil paling kurang baik diantara kegiatan yang lain. Kegiatan menjelaskan pengamatan merupakan hal penting dalam memahami konsep yang sedang dipelajari, dan ini menunjukan bahwa pemahaman siswa terhadap konsep yang sedang dipelajari masih
rendah. Aspek lain yang mempengaruhi pemahaman siswa diantaranya berdikusi untuk membuat prediksi akhir. Pada tahap pembelajaran dengan metode demonstrasi interaktif, siswa diarahkan untuk berdiskusi untuk membuat prediksi akhir. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi kegiatan dalam menumbuhkan pemahaman siswa dalam memahami konsep yang sedang dipelajari.
Keterlibatan siswa untuk berdiskusi dengan temannya, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa. Namun dalam keterlaksanaannya, kegiatan ini masih kurang terlaksana dengan baik. Kegiatan pembelajaran lainnya yang dapat meningkatkan keterampilan berhipotesis, diantaranya kegiatan memprediksi, mengidentifikasi variabel, dan merumuskan hipotesis. Kegiatan tersebut masih banyak peran guru dalam membimbing siswa untuk menjawab LKS.
Pada penelitian ini kegiatan dalam mengidentifikasi variabel dan merumuskan hipotesis masih ada keterlibatan guru.
Meskipun ada guru yang membimbing siswa dalam kegiatan tersebut, namun ketika siswa tidak terbiasa dengan apa yang dilakukannya, siswa mengalami kebingungan, masih ada beberapa siswa yang tidak mengisi LKS pada kegiatan tersebut. Hal ini juga dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh siswa, kemungkinan siswa akan kesulitan ketika mengisi soal tes.
[3]Keterampilan harus ditekankan sedini mungkin, oleh karena itu pengajaran dan pembelajaran sains harus mempromosikan penguasaan siswa dalam perumusan hipotesis, yang dimulai dengan dasar sub-keterampilan pindah ke keterampilan yang lebih kompleks.
Keterampilan hipotesis ini perlu waktu yang cukup lama, agar siswa dapat dengan terbiasa merumuskan hipotesis. Pembelajaran di kelas harus mendukung pengembangan keterampilan berhipotesis, karena seperti dikatakan sebelumnya bahwa kemampuan merumuskan hipotesis ini berkaitan dengan kemampuan ilmiah dasar, penerapan metode pembelajaran yang kurang mendukung siswa dalam melatihkan kemampuan ilmiah dasarnya dapat mempengaruhi kemampuan siswa dalam merumuskan hipotesis. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan siswa dalam belajar, guru masih kurang memfasilitasi dengan baik dalam melatihkan keterampilan berhipotesis.
D. A. Gumilar, dkk, - Implementasi Metode Demonstrasi Interaktif
86 Pembelajaran di kelas juga berkaitan
dengan interaksi guru dengan murid, pelaksanaan pembelajaran oleh guru harus benar-benar menarik bagi siswa. Pembelajaran yang tidak menarik minat siswa dalam belajar juga akan mempengaruhi hasil yang diperoleh, fenomena atau fakta yang disajikan ketika pembelajaran harus benar-benar membuat siswa tertarik untuk belajar. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh, dari 28 siswa yang dibagi kedalam 6 kelompok, hanya 2 kelompok yang berperan sangat aktif dalam pembelajaran menunjukan hasil yang lebih baik daripada siswa dari kelompok yang tidak aktif dalam pembelajaran. Guru harus dapat mengkondisikan agar siswa dapat lebih aktif dalam pemebalajaran, dan merancang pembelajaran agar dapat mengakomodir keberagaman dari siswa. hal ini berkaitan dengan ketertarikan siswa dengan pembelajaran, ketika proses pembelajaran ada beberapa siswa yang tidak tertarik dengan pembelajaran yang sedang dilakukan, meskipun siswa tersebut mengikuti pembelajaran, namun tidak dengan baik mengisi LKS yang diberikan. siswa masih terbiasa dengan metode yang dilakukan dalam pembelajaran sehari-hari, sehingga ketika metode pembelajaran yang diberikan berbeda, beberapa siswa tidak antusias dalam pembelajaran yang dilakukan.
Ada beberapa langkah pembelajaran demonstrasi interaktif yang menjadi bagian dalam peningkatan keterampilan berhipotesis siswa yang harus diperhatikan. Langkah pembelajaran yang berpengaruh dalam peningkatan keterampilan berhipotesis adalah sebagai berikut:
1. Proses dimana Guru meminta siswa untuk berpikir tentang apa yang akan terjadi dan mengapa hal itu akan terjadi ketika demonstrasi berlangsung,. Bagian ini menjadi penting, ketika siswa memahami konsep yang sedang dipelajarinya. Siswa harus bisa mengungkapkan dan menjelaskan apa yang terjadi ketika demonstrasi, kemampuan siswa dalam menjelaskan apa yang terjadi ini merupakan bagian awal dalam mengidentifikasi permasalahan yang ada.
2. Proses untuk menyatakan prediksi masing- masing dan penjelasan secara tertulis.
Bagian pembelajaran ini menjadi langkah penting dalam upaya meningkatkan keterampilan berhipotesis siswa untuk memahami konsep yang dipelajari.
Prediksi ini membutuhkan kemampuan siswa dalam memahami konsep variabel dari pola-pola demonstrasi yang ditunjukan, sehingga siswa dapat memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya.
3. Proses berdiskusi dalam kelompok. Bagian ini menjadi salahsatu bagian penting dari metode demonstrasi interaktif untuk meningkatkan meningkatkan keterampilan berhipotesis siswa, dengan berdiskusi diharapkan siswa yang belum memahami permasalahan, belum mengetahui variabel yang diamati, serta masih bingung dalam membuat prediksi, diharapkan dapat bekerjasama dengan teman yang lainnya.
4. Identifikasi variabel, proses ini berkaitan dengan proses membuat prediksi, dari prediksi-prediksi yang ada siswa di arahkan dalam mengidentifikasi variabel- variabel yang terlibat dalam permasalahan.
Namun ketika prediksi-prediksi siswa kurang baik, maka siswa akan kesulitan dalam menemukan variabel yang berperan dalam permasalahan yang akan dipecahkan.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan keterampilan berhipotesis siswa dengan gain 0,51 dengan kategori sedang.
Kurangnya pembelajaran yang mendukung keterampilan berhipotesis siswa menjadi salah satu faktor siswa kesulitan dalam merumuskan hipotesis, dan perlu waktu yang cukup lama dalam melatihkan keterampilan berhipotesis.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa implementasi metode demonstrasi interaktif dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan berhipotesis siswa.
Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2016
87 UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Kepala Sekolah dan guru-guru serta siswa-siswi SMPN 15 Bandung yang sudah memberikan tempat dan waktunya untuk melaksanakan penelitian ini.
Serta dosen pembimbing yang telah membantu peneliti selama penelitian berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
[1] AydoΔdu, BΓΌlent. (2015). Examining preservice science teachersβ skills of formulating hypotheses and identifying variables. Asia-Pacific Forum On Science Learning And Teaching, Volume 16, Issue 1, Article 4, (Jun., 2015).
[2] Crouch, dkk. (2004). Classroom demonstrations: Learning tools or entertainment?. American Journal of Physics. Volume 72, Issue 6. 835-838.
http://works.swarthmore.edu/fac- physics/203. doi: 10.1119/1.1707018.
[3] Darus, faridah binti and saat, mohd rohaida. (2014). How do Primary School Students Acquire the Skill of Making
Hypothesis. The Malaysian Online Journal of Educational Science Volume 2, Issue 2
[4] Park, J. (2006). Modeling analysis of studentsβ processes of generating scientific explanatory hypotheses.
International Journal of Science Education, 28(5), 469 β 489.
[5] Sanjaya, wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. : Kencana Prenadamedia Group.
[6] Ε lekienΔ, Violeta and Loreta RagulienΔ. ( 2010). The Learning Physics Impact Of Interactive Lecture Demonstrations.
Problems of education in the 21st century Volume 24, 2010.
[7] Wenham, Martin . (1993). The nature and role of hypotheses in school science investigations. International Journal of Science Education, 15:3, 231-240.
http://dx.doi.org/10.1080/0950069930150 301.
[8] Wenning, C.J.(2005). Levels of Inquiry:
Hierarchies of Pedagogical Practices and Inquiry Processes , Journal of Physics Teacher Education Online, 2(3), 3-11.
SiNaFi Seminar Nasional Fisika
Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2016 Bandung, 17 Desember 2016
88