MODEL BERORIENTASI KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA
3. Pengujian hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji kesamaan dua rata-rata dipakai untuk membandingkan antara dua keadaan, yaitu keadaan nilai rata-rata pretest siswa pada kelompok eksperimen dengan siswa pada kelompok kontrol, keadaan nilai rata-rata posttest siswa pada kelompok eksperimen dengan siswa pada kelompok kontrol, dan uji kesamaan rata-rata untuk n-gain. Uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) dilakukan dengan teknik ANAVA dua jalur dengan menggunakan software SPSS 17.0 yang dipakai adalah ANOVA Univariate.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian
Hasil pengujian kelayakan bahan ajar yang meliputi kelayakan isi, penyajian, dan kontektual oleh 2 orang ahli dan 9 orang guru menunjukkan hasil yang sangat positif artinya bahan ajar multi mode visualisasi yang dikembangkan layak untuk digunakan.
Hasil uji terhadap sampel kecil untuk melihat tingkat kemudahan atau kendala- kendala dalam penggunaan bahan ajar yang dikembangkan menunjukkan hasil yang positif yaitu sebagian besar siswa memberi tanggapan baik dan tidak ada kendala pada saat pembelajaran menggunakan bahan ajar tersebut
Hasil uji sampel besar untuk pengujian hipotesis sekaligus pengujian kemampuan literasi sains siswa diperoleh data untuk masing-masing kelas meliputi nilai maksimum, nilai minimum, nilai rerata dan Standard Deviasi seperti terdapat dalam ringkasan data pretes kelompok sampel pada Tabel 3.
D. Saepudin, dkk, - Pengembangan Bahan Ajar Fisika Menggunakan Multi Mode Visualisasi
32 Tabel 3. Data Pretes Kelompok Sampel
Kelas N Nilai
Maksimum
Nilai
Minimum rerata Standar Diviasi
Eksperimen 39 72,50 42,00 54,36 3,37
Kontrol 38 70,00 43,00 53,72 4,64
Berdasarkan data pada Tabel 3 terlihat bahwa rata-rata skor pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing adalah 55,86 dan 55,72. Sementara itu, standard Deviasi untuk kelas eksperimen adalah 3,37 sedangkan standard Deviasi untuk kelas kontrol adalah 4,64. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa rata-rata skor pretes
kelas eksperimen sedikit lebih besar dibandingkan dengan rata-rata skor pretes kelas kontol.
Tes Normalitas Data Pretes
Secara ringkas, data hasil uji normalitas pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat dari Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Normalitas Pretest Kelas Eksperimen Dan Kontrol No Uji Nomalitas Signifikansi Keterangan
1 Eksperimen 0,08 Normal
2 Kontrol 0,17 Normal
Uji Homogenitas Data Pretes
Secara ringkas, data hasil uji homogenitas pretes kelas eksprimen dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Uji Homogenitas Pretes Kelas Eksperimen dan Kontrol Kemampuan Literasi
Sains Signifikansi Keterangan
Pretes 0,13 Homogen
Hasil Posttest
Secara ringkas, data hasil posttes kelas eksprimen dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini
Tabel 6. Data posttes kelompok sampel
Kelas N Nilai
Maksimum
Nilai
Minimum rerata Standar Diviasi
Eksperimen 39 95,25 74,70 86,75 3,42
Kontrol 38 80,50 55,50 68,83 3,70
Berdasarkan data pada Tabel 6 terlihat bahwa rata-rata skor posttes pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol masing-masing adalah 86,75 dan 68,83. Sementara itu,
Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2016
33 standard Deviasi untuk kelas eksperimen
adalah 3,42 sedangkan standard Deviasi untuk kelas kontrol adalah 3,70. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa rata-rata skor posttes kelas eksperimen jauh lebih besar dibandingkan dengan rata-rata skor posttes kelas kontrol.
Uji Kesamaan Dua Rerata (Uji-t)
Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan teknik ANAVA dua jalur dengan menggunakan software SPSS 17.0 yang dipakai adalah ANOVA Univariate. Deskripsi statistik output dari ANOVA data kemampuan literasi sains siswa dapat dilihat dalam tabel 7 berikut:
Tabel 7. Output Perhitungan ANOVA
Dependent Variabel: gain kemampuan literasi sains
Source F Signifikansi
Kelas 4,34 0,04
Ftabel untuk dk pembilang 1 dan dk
penyebut 66 pada taraf signifikan 0,05 adalah 3,98. Berdasarkan tabel output ANOVA di atas, maka akan diberikan kesimpulan-kesimpulan yang terkait dengan hipotesis penelitian ini.
Berdasarkan pada Tabel 6 di atas, maka hipotesis statistik yang diajukan H1 diterima, yaitu “Ada perbedaan peningkatan kemampuan literasi sains siswa antara kelompok yang mendapatkan pembelajaran fisika dengan model LoI menggunakan bahan ajar dengan multi mode visualisasi dibandingkan kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran fisika dengan model LoI menggunakan bahan ajar tanpa multi mode visualisasi”, karena α = 0,05 dan Fhitung >
Ftabel (4,34>3,98).
Pembahasan
Karakteristik bahan ajar fisika dengan multi mode visualisasi untuk implementasi levels of inquiry learning model berorientasi peningkatan kemampuan literasi sains.
Hasil penelitian menunjukkan penilaian yang sangat positif dari beberapa ahli dan guru fisika di sekolah, hal ini bisa diartikan bahwa bahan ajar yang dikembangkan ini sangat layak untuk digunakan oleh guru di sekolah.
Tentunya kelayakan ini tidak lepas dari adanya kecocokan karakteristik pelajaran fisika yang memerlukan visualisasi sehingga akan mampu membantu siswa mempermudah dalam memahami teori dan konsep fisika terutama konsep yang bersifat abstrak seperti pergerakan molekul zat pada saat dipanaskan
sampai akhirnya mengalami perubahan wujud.
Jika guru hanya menjelaskan secara verbal saja atau paling tidak menggambar di papan tulis, maka selain akan menghamburkan waktu, bisa jadi akan semakin tidak jelas dan siswa kesulitan untuk membayangkan seperti apa fenomena tersebut terjadi.
Peningkatan kemampuan literasi sains siswa sebagai efek penggunaan bahan ajar fisika yang menggunakan multi mode visualisasi dalam pembelajaran levels of inquiry
Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan yang signifikan yang dialami kelas eksperimen antara keadaan sebelum perlakuan dengan setelah perlakuan. Artinya penggunaan bahan ajar multi mode visualisasi memberikan dampak yang sangat berarti terhadap peningkatan kemampuan literasi sains siswa.
Hal ini dapat dilihat dari perolehan Nilai gain seperti berikut:
- Untuk kelas eksperimen 𝑁𝑔𝑎𝑖𝑛=86,75 − 54,36
100 − 54,36 =32,39 45,64
= 0,71 (𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖) - Untuk kelas kontrol
𝑁𝑔𝑎𝑖𝑛 =68,83 − 53,72
100 − 53,72 =15,11 46,28
= 0,32 (𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔) Nilai gain yang diperoleh kelas eksperimen sebesar 0,71 termasuk kategori
D. Saepudin, dkk, - Pengembangan Bahan Ajar Fisika Menggunakan Multi Mode Visualisasi
34 tinggi sedangkan yang diperoleh kelas kontrol
hanya 0,32 termasuk kategori sedang. Ini artinya pengaruh penggunaan bahan ajar multi mode visualisasi sangat kuat dan berarti terhadap peningkatan kemampuan literasi sains dibanding bahan ajar yang tanpa multi mode visualisasi.
Tanggapan siswa terhadap penggunaan bahan ajar fisika yang menggunakan multi mode visualisasi dalam pembelajaran levels of inquiry yang berorientasi peningkatan kemampuan literasi sains siswa.
Hasil penelitian untuk tanggapan siswa terhadap bahan ajar yang digunakan dilakukan pada setiap uji sampel baik sampel kecil maupun sampel besar. Sebagian besar siswa sebanyak 58 orang memberikan tanggapan sangat baik (75,32%) sedangkan 10 orang (12,99%) tanggapan baik dan sisanya 11,69%
memberikan tanggapan cukup. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa merasakan dipermudah dengan adanya penggunaan bahan ajar multi mode visualisasi terutama ketika menghadapi materi yang bersifat abstrak sulit untuk dipresentasikan dengan kata-kata atau dibayangkan.
Sementara dengan bantuan bahan ajar ini siswa jadi makin mudah untuk memahami konsep yang sedang dipelajari.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bahan ajar fisika dengan multi mode visualisasi yang dikembangkan sangat layak untuk digunakan guru dalam proses pembelajaran di sekolah khususnya pembelajaran levels of inquiry .
2. Penggunaan bahan ajar multi mode visualisasi dalam pembelajaran levels of inquiry sangat signifikan dalam meningkatkan kemampuan literasi sains siswa.
3. Penggunaan bahan ajar tanpa multi mode visualisasi dalam pembelajaran levels of inquiry kurang signifikan dalam meningkatkan kemampuan literasi sains siswa.
4. Sebagian besar siswa memberikan tanggapan sangat baik terhadap bahan ajar fisika dengan multi mode visualisasi yang dikembangkan untuk digunakan dalam pembelajaran levels of inquiry.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada para dosen pembimbing di Program Studi Fisika Sekolah Pascasarjana universitas Pendidikan Indonesia terutama untuk Dr. Andi Suhandi, M.Si dan Dr.
Muslim, M.Pd. Terimakasih juga kepada pembimbing akademik sekaligus ketua Program Studi Pendidikan Fisika yaitu Dr. H.
Dadi Rusdiana, M.Si atas saran, ide, dan gagasan terhadap penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Anggraeni, D. T., Muhardjito, dan Sutarman. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Levels Of Inquiry Terhadap Keterampilan Proses Sains Terpadu dan Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas XI SMAN 2 Probolinggo.
Tesis, Universitas Negeri Malang.
[2] Arikunto, S. (2003). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
[3] BNSP. (2008). Panduan membuat bahan ajar. Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta.
[4] Borg, W. R., Gall, M. D., & Gall, P. J.
(2003). Educational Research An Introduction 7th Edition. Boston: Pearson Education Inc, pp.569-572.
[5] Brickman, P., Gormally C., Armstrong, N., & Hallar, B. (2009). “Effects of Inquiry- based Learning on Students’ Science Literacy Skills and Confidence”.
International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning.
http://www.georgiasouthern.edu/ijsotl [6] Buffler, Lubben, Ibrahim, & Pillay. (2008).
“A model-based framework for understanding the role of visualization in physics education”. Paper to be presented at SAARMSTE, Maseru.
[7] Bybee, R., McCrae, B., & Laurie, R.
Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2016
35 (2009). “PISA 2006 : An Assessment of
Scientific Literacy”. Journal Of Research In Science Teaching. Vol. 46, No. 8, PP.
865–883.
[8] Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta:
Dirjen Dikdasmen.
Dori & Belcher. (2004). Learning Electromagnetism With Visualizations And Active Learning, proceeding.
[9] Fadaei, A. S., Daraei, A., & Ley, C. M.
(2013). “Interactive multimedia related to real life, a model to teach physics in high school”. Merit Research Journal of Art, Social Science and Humanities Vol. 1(1) pp. 007-012, May, 2013.
[10] Gilbert, J. K. (2010). The role of visual representations in the learning and teaching of science: An introduction.
Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching, Volume 11, Issue 1, Foreword, p.1 (Jun., 2010).
[11] Hartini, Ratih Indah Puji. (2015) Penerapan Model Pembelajaran Levels Of Inquiry Menggunakan Kombinasi Praktikum Nyata-Maya Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Materi Rangkaian Listrik Arus Searah.
Tesis, Universitas Pendidikan Indonesia.
[12] Newhouse, C.P., Lane J., and Brown, C.
(2007). “Reflecting on Teaching Practices using Digital Video Representation in Teacher Education”. Australian Journal of Teacher Education. 1-12.
[13] OECD. (2009). Assessing scientific, reading and mathematical literacy: A framework for PISA 2006. Paris : OECD.
[14] _____. (2012). Assessing scientific, reading and mathematical literacy:
A framework for PISA 2015. Paris : OECD.
[15] Panggabean, Luhut P. (1996). Penelitian
Pendidikan. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia.
[16] Rieber, L.P. (2002). Supporting discovery-based learning with simulations. Invited resentation at the International Workshop on Dynamic Visualizations and Learning, Knowledge Media Research Center, Tubingen, Germany, July 18-19. Available:
http://www.iwm-
kmrc.de/workshops/visualization/
rieber.pdf
[17] Wenning, C. J. (2004). Levels of inquiry:
Hierarchies Of Pedagogical Practices And Inquiry Processes. Department of Physics, Illinois State University.
[18] ____________. (2011). Experimental inquiry in introductory physics courses.
Journal of Physics Techer Education Online, 6(2), Summer 2011 (1-8).
[19] ____________. (2011). The Levels of Inquiry Model of Science Teaching.
Journal of Physics Techer Education Online, 6(2), Summer 2011 (9-16).
[20] ____________. (2011). Levels of Inquiry Model of Science Teaching: Learning sequences to lesson plans. Journal of Physics Techer Education Online, 6(2), Summer 2011 (17-20).
[21] Wieman, Adams, Loeblein, & Perkins.
(2010). “Teaching physics using PhET simulations”, proceeding.
SiNaFi Seminar Nasional Fisika
Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2016 Bandung, 17 Desember 2016