• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Efektif Menurut Stephen Covey

Dalam dokumen Buku Etika dan Filsafat Komunikasi pdf (Halaman 143-150)

TEMA POKOK DALAM ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI

C. KOMUNIKASI EFEKTIF DAN STRATEGI KOMUNIKASI

1. Komunikasi Efektif Menurut Stephen Covey

Menurut Stephen R. Covey, orang yang pernah di- nobatkan oleh majalah Time sebagai 25 orang Amerika Se ri kat yang paling berpengaruh (lebih jauh tentang bi- ografi dan karya Covey, lihat www.stephencovey.com), komunikasi merupakan ketrampilan yang paling pen- ting dalam hidup kita. Kita menghabiskan sebagian besar jam di saat kita sadar dan bangun untuk berkomunikasi.

Sama halnya dengan pernapasan, komunikasi kita ang- gap sebagai hal yang otomatis terjadi begitu saja, sehing- ga kita tidak memiliki kesadaran untuk melakukannya dengan efektif.

Kita tidak pernah dengan secara khusus mempelajari bagaimana menulis dengan efektif, bagaimana membaca dengan cepat dan efektif, bagaimana berbicara secara efektif, apalagi bagaimana menjadi pendengar yang baik.

Bahkan untuk yang terakhir, yaitu ketrampilan untuk mendengar tidak pernah diajarkan atau kita pelajari da-

lam proses pembelajaran yang kita lakukan baik di seko- lah formal maupun pendidikan informal lainnya. Bahkan menurut Covey, hanya sedikit orang yang pernah mengi- kuti pelatihan mendengar.

Covey menekankan konsep interdependency untuk menjelaskan hubungan antarmanusia. Unsur yang paling penting dalam komunikasi bukan sekadar pada apa yang kita tulis atau kita katakan, tetapi pada karakter kita dan bagaimana kita menyampaikan pesan kepada penerima pesan. Jika kata-kata ataupun tulisan kita dibangun dari teknik hubungan manusia yang dangkal (etika kepribadi- an), bukan dari diri kita yang paling dalam (etika karak- ter), orang lain akan melihat atau membaca sikap kita.

Jadi, syarat utama dalam komunikasi efektif adalah ka- rak ter yang kukuh yang dibangun dari fondasi integritas pribadi yang kuat.

Kita bisa menggunakan analogi sistem bekerjanya se- buah bank. Jika kita mendepositokan kepercayaan (trust) kita, ini akan tergambar dalam perasaan aman yang kita miliki ketika kita berhubungan dengan orang lain. Jika saya membuat deposito di dalam rekening bank emosi de- ngan Anda melalui integritas, yaitu sopan san tun, kebaik- an hati, kejujuran, dan memenuhi setiap komitmen saya, berarti saya menambah cadangan kepercayaan Anda ter- hadap saya. Kepercayaan Anda menja di lebih tinggi, dan dalam kondisi tertentu, jika saya me lakukan kesalahan, anda masih dapat memahami dan memaafkan saya, ka- rena anda mempercayai saya. Ketika ke percayaan semakin tinggi, komunikasi pun mudah, cepat, dan efektif.

Berusaha benar-benar mengerti orang lain. Ini ada- lah dasar dari apa yang disebut emphatic communication (ko munikasi empati). Ketika kita berkomunikasi dengan

orang lain, kita biasanya “berkomunikasi” dalam sa lah satu dari empat tingkat. Kita mungkin mengabaikan orang itu dengan tidak serius membangun hubungan yang baik.

Kita mungkin berpura-pura. Kita mungkin se cara selektif berkomunikasi pada saat kita memerlukan nya, atau kita membangun komunikasi yang atentif (pe nuh perhatian) tetapi tidak benar-benar berasal dari dalam diri kita.

Bentuk komunikasi tertinggi adalah komunikas i em- pati, yaitu melakukan komunikasi untuk ter lebi h dahulu mengerti orang lain memahami karak ter dan maksud/tu- juan atau peran orang lain. Ke baik an dan sopan santun yang kecil-kecil begitu pentin g da lam suatu hubungan- hal-hal yang kecil adalah hal-hal yang besar. Memenuhi komitmen atau janji adalah depo sito besar; melanggar janji adalah penarikan yang besar. Menjelaskan harapan.

Penyebab dari hampir semua kesulitan dalam hubungan berakar di dalam harapan yang bertentangan atau berbeda sekitar peran dan tujuan. Harapan harus dinyatakan se- cara eksplisit.

Meminta maaf dengan tulus ketika Anda membuat penarikan. Memperlihatkan integritas pribadi. Integri tas pribadi menghasilkan kepercayaan dan merupaka n da sar dari banyak jenis deposito yang berbeda. In teg ritas meru- pakan fondasi utama dalam membangun ko munikasi yang efektif. Karena tidak ada persahabatan atau teamwork tanpa ada kepercayaan (trust), dan tidak akan ada keper- cayaan tanpa ada integritas. Integritas mencakup hal-hal yang lebih dari sekadar kejujuran (honesty). Kejujuran mengatakan kebenaran atau menyesuaikan kata-kata kita dengan realitas. Integritas adalah menyesuaikan realitas dengan kata-kata kita. Integritas bersifat aktif, sedangkan kejujuran bersifat pasif.

Covey, dalam bukunya yang sangat terkenal “The 7 Habits of Highly Effective People”, memberi panduan bagi kita bagaimana menjadi komunikator yang baik melalui penguasaan kebiasaan prilaku (habit) untuk men- jadi manusia yang efektif, yakni:

1) Proaktif

Menurut Covey, kehidupan kita tidak berjalan de- ngan sendirinya. Sebaliknya kitalah yang menentu- kan apa dan bagaimana hidup kita berjalan. Kita me- milih apa yang terjadi. Kebahagiaan dan kesedih an merupakan pilihan. Begitu juga dengan sukses, gagal, berani, takut, mengambil keputusan, ambiva lensi, dan seterusnya merupakan situasi yang kita pi lih.

Dengan demikian, lanjut Covey, setiap situasi me- nyediakan pilihan baru sekaligus menyediakan ke- sempatan yang berbeda bagi kita untuk membuat hasil yang lebih positif. Bersikap proaktif berkaitan dengan pengambilan tanggung jawab dalam hidup.

Kita tidak boleh terus-menerus menyalahkan orang tua atau orang lain atas apa yang menimpa kita. Ma- nusia yang proaktif akan selalu paham bahwa mereka tidak bo leh menyalahkan faktor genetika, lingkungan atau kondisi atau prilaku mereka.

Sebaliknya manusia yang proaktif, sikap dan prilaku mereka akan selalu terpengaruh dengan kondisi fisik.

Manusia proaktif memiliki kebebasan atas pilihan perilaku mereka, tak masalah apapun kondisi fisik yang dihadapi. Manusia proaktif akan selalu merasa baik walaupun cuaca tidak baik, sebaliknya manu- sia reaktif akan merasa tidak baik dalam cuaca yang tidak baik.

Kemampuan menentukan perilaku secara bebas yang dimiliki oleh manusia proaktif tercermin lewat baha- sa yang digunakan seperti “saya bisa”, “saya ingi n”,

“saya lebih suka”, dan seterusnya. Sebaliknya ma- nusia proaktif lebih memilih bahasa “saya tidak bisa”, “saya harus”, “jika saja”, dan seterusnya. Ma- nusia reaktif merasa tidak bertanggung jawab atas apa yang mereka katakan atau lakukan.

2) Rencanakan sesuatu dengan tuntas dalam pikiran Habit nomor dua ini didasarkan pada imajinasi, yakni kemampuan manusia untuk melihat apa yang belum terjadi. Menurut Covey, hal ini sesuai dengan prinsip bahwa sesuatu diciptakan dua kali, yakni per tama penciptaan mental dan kedua penciptaan fi sik yang mengikuti penciptaan mental. Sama persis ke tika sese- orang membuat gedung yang sebelumnya ia membuat rancangannya.

3) Membuat prioritas

“Put first things first”, merupakan istilah untuk me- mbuat prioritas. Menurut Covey, hal ini penting kar- ena tanpa prioritas kita tidak mempunyai fokus, baik dalam tujuan, nilai, peran, dan prioritas. Apa yang harus didahulukan? Menurut Covey, hal yang uta- ma adalah apa yang secara personal memiliki har ga yang paling tinggi, yang dalam konteks Covey ada- lah hubungan personal (personal relationship).

4) Berpikir menang-menang (win-win)

Berpikir menang-menang bukanlah untuk menye- nangkan orang lain atau teknik untuk membagi ke- untungan, tapi lebih merupakan karakter yang di-

dasarkan pada kode etik berinteraksi dan bekerjasa- ma dengan orang lain. Kebanyakan dari kita mene- rapkan pola pikir menang-kalah (win-lose), yakni saya menang/untung orang lain kalah/rugi, atau se­

ba liknya kalau orang lain menang/untung maka saya kalah/rugi.

Menurut Covey, hal ini wajar karena hidup memang penuh dengan kompetisi. Pola pikir menang-menang melihat hidup bukan kompetisi, melainkan koop- erasi (bekerjasama). Maka yang dicari adalah relasi yang mutual (saling menguntungkan). Sese orang yang menerapkan pola pikir menang-menang ha rus memiliki tiga karakter, vital: (1) Integritas, yak ni ber- tahan pada perasaan, nilai, dan komitmen yang be- nar; (2) Kedewasaan, yakni mengungkapkan ide dan perasaan dengan memperhatikan ide dan pera sa an orang lain dan (3) Kekayaan mental, yakni keperca- ya an bahwa segala sesuatu akan selalu cukup untuk dibagi pada semua orang.

5) Memahami, bukan dipahami

Berusahalah untuk selalu memahami orang lain, bukan sebaliknya menuntut orang lain memahami kita. Kunci untuk memahami orang lain adalah men- dengarkan apa yang orang lain katakan. Mendengar- kan butuh perhatian khusus, karena tidak seperti mem baca dan menulis, aspek komunikasi satu ini ti- dak dipelajari secara khusus di sekolah. Pada sisi la- in, seseorang biasanya mendengarkan adalah untuk mem beri tanggapan, bukan untuk memahami.

Kita akan mendengarkan orang lain berbicara deng- an frame pikiran kita, sehingga makna keseluruhan

yang disampaikan orang lain tersebut menjadi tidak diterima dengan utuh. Kita bahkan memfilter apa yang kita dengar dengan pengalaman, minat, dan ke- pentingan kita.

6) Sinergi

Sinergi berdasarkan prinsip “dua kepala lebih baik daripada satu kepala”. Sinergi dilakukan untuk menghasilkan kerjasama yang kreatif. Sinergi meng- hasilkan kebersamaan yang bisa memproduksi hasil yang lebih baik dibandingkan secara individual. Da- lam sinergi kita bersikap terbuka terhadap pengaruh orang lain, karenanya perbedaan harus dilihat seba- gai kekuatan, bukan kelemahan.

7) Memanfaatkan aset yang dimiliki

Aset yang dimaksud Covey adalah isik, sosial/emo­

sional, mental, dan spiritual. Keseluruhan aset ter - sebut harus secara terus-menerus diasah sehingga mendatangkan hal-hal positif secara maksimal. Un- tuk aset fisik, Covey mencontohkan dengan makan makanan bergizi, olah raga, dan istirahat. Untuk aset sosial/emosional bisa dilakukan dengan membangun hubungan yang bermakna dengan orang lain. Aset men tal bisa diasah dengan belajar, membaca, menu- lis, dan mengajar. Sedangkan aset spiritual Covey me- ngan jurkan cara mengasah dengan meditasi, ibadah, musik, serta seni.

Dalam dokumen Buku Etika dan Filsafat Komunikasi pdf (Halaman 143-150)