PENGERTIAN, PERKEMBANGAN, DAN MASALAH DASAR FILSAFAT
C. MASALAH-MASALAH DASAR FILSAFAT
4. Metode Filsafat
Metode filsafat menunjuk pada tujuan agar studi fil- safat dapat dijelajahi secara tuntas dan tujuan penyeledik- an filsafat tercapai (Suhartono Suparlan, Ph.D. 2007:
87). Melihat lingkup dan jangkauan studi filsafat, maka kesan yang pertama kali muncul adalah bahwa filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang tidak mungkin bisa ada secara aktual. Hal ini mengingat bahwa lingkup dan jangkauan studi filsafat itu melampaui kemampuan akal pikiran manusia itu sendiri. Akal manusia memiliki po- tensi yang terbatas, sementara lingkup dan jangkauan filsafat tampak tidak terbatas. Karenanya, hanya dengan cara dan metode tertentu, maka pengetahuan kefilsafatan mungkin bisa diraih. Namun demikian, di antara sekian banyak metode dalam filsafat, dalam kesempatan ini kita hanya membahas beberapa saja.
a. Metode Zeno
Sesuai namanya, metode ini dikembangkan oleh Ze no, salah seorang murid Parmenides. Zeno sering di se but se- bagai Bapak Metafisika Barat yang pertama. Metode ini adalah metode yang ingin meraih kebenaran, dengan membuktikan kesalahan premis-premis lawan, yang ca- ranya dengan mereduksi premis lawan menjadi kontra- diksi sehingga kesimpulannya menjadi mustahil. Metode ini disebut juga reductio ad absurdum.
Zeno mengikuti argumentasi Parmenides tentang mo- nisme realitas. Argumentasi Zeno ini dipakai untuk mem-
pertahankan serangan dari ide pluralisme. Zeno mengata- kan, seandainya ada banyak titik yang terdapat di antara titik A dan B, berarti kita harus mengakui adanya titik- titik yang tak terbatas di antara A dan B. Jika titiknya tak terbatas, jarak tak terbatas antara A dan B tidak mung- kin tercapai. Tapi jika ada orang yang bisa ber jalan dari A ke B, itu berarti jarak A dan B dapat dilintasi. Jika A ke B bisa dilintasi berarti jarak A dan B ter batas. Jadi, jika kita menarik hipotesis mula yang menga takan bahwa ada banyak titik yang terdapat di antara titik A dan titik B adalah salah. Maka, pluralitas adalah absurd, mustahil dan tidak masuk akal.
Metode Zeno ini memberikan nilai abadi bagi filsafat karena tidak ada pernyataan yang melahirkan pertentang- an yang dianggap benar. Hukum tidak ada pertentangan ini merupakan prinsip fundamental dalam logika. Me- tode Zeno ini berguna dalam orasi dan perdebatan yang rasional dan logis. Zeno adalah orang pertama yang juga menggunakan metode dialektik, dalam arti bahwa orang mencari kebenaran lewat perdebatan dan bersoal secara sistematis.
b. Metode Sokratik
Disebut juga metode Maieutik, sesuai namanya me- tode ini dikembangkan oleh Sokrates. Dalam sejarah fil - safat Yunani, Sokrates adalah salah satu filsuf yang ter- kemuka. Hanya sayang, dia tidak pernah meninggalkan bukti autentik yang bisa dianggap sebagai karya asli Sokrates. Karya Sokrates didapatkan dari beberapa karya Plato dan Aristoteles. Tapi pemikiran Sokrates yang ber- hasil direkam hanya bisa dilihat dari karya Plato, ter- utama dalam dialog-dialog yang pertama, yang sering disebut dengan dialog Sokratik.
Metode kebidanan ini diperoleh dengan percakapan (konversasi). Sokrates selalu berfilsafat justru dalam per- cakapan. Lewat percakapan, Sokrates melihat ada ke- benaran-kebenaran individual yang bersifat universal.
Sampai taraf tertentu, percakapan ini akan menghasilkan persepsi induktif yang nantinya akan dikembangkan oleh filsuf yang lain.
Dalam dialog, Sokrates melibatkan diri secara aktif dalam memanfaatkan argumentasi rasional dengan ana- lisis yang jelas atas klasifikasi, keyakinan, dan opini yang melahirkan kebenaran. Percakapan kritis ala Sokrates bisa membimbing manusia untuk bisa memilah dan menemukan kebenaran yang sesungguhnya.
Metode percakapan kritis yang dilakukan Sokrates juga disebut dengan metode dialektis. Sementara yang lain, beranggapan bahwa metode dialektis bisa disebut dengan metode interogasi.
c. Metode Plato
Metode ini dikembangkan oleh Plato, murid dari So k rates. Plato meletakkan titik refleksi pemikiran filoso- fis nya pada bidang yang luas, yaitu ilmu pengetahuan.
Dari sekian banyak cabang ilmu pengetahuan, Plato me- nitikberatkan perhatiannya pada ilmu eksakta. Dari titik refleksi filosofis ini lahirlah penalaran deduktif yang terli- hat jelas melalui argumentasi-argumentasi deduktif yang sistematis.
Dasar seluruh filsafat Plato adalah ajaran ide. Ajaran ide Plato ini melihat bahwa ide adalah realitas yang sejati dibandingkan dengan dunia indrawi yang ditangkap oleh indra. Dunia idea adalah realitas yang tidak bisa dirasa,
dilihat, dan didengar. Ide adalah dunia objektif dan be- rada di luar pengalaman manusia. Pengetahuan ada lah ingatan terhadap apa yang telah diketahui di dunia ide.
Sistem pengetahuan Plato semacam ini bersifat transend- ental spekulatif.
d. Metode Aristoteles
Metode ini dikembangkan oleh Aristoteles. Aristote- les menyatakan bahwa ada dua metode yang dapat digu- nakan untuk menarik kesimpulan yang benar, yaitu me- tode induktif dan deduktif. Induksi adalah cara menarik kesimpulan yang bersifat umum dari hal yang khusus.
Deduksi adalah cara menarik kesimpulan berdasarkan dua kebenaran yang pasti dan tak diragukan lagi. Induksi berawal dari pengamatan dan pengetahuan indrawi. Se- mentara, deduksi terlepas dari pengamatan dan penge- tahuan indrawi. Aristoteles dalam filsafat Barat dikenal sebagai Bapak Logika Barat. Logika adalah salah satu karya filsafat besar yang dihasilkan oleh Aristoteles.
Sebenarnya, logika tidak pernah digunakan oleh Aristoteles. Logika dimanfaatkan untuk meneliti argumen- tasi yang berangkat dari proposisi-proposisi yang benar, yang dipakainya istilah analitika. Adapun untuk meneliti argumentasi-argumentasi yang bertolak dari proposisi- proposisi yang diragukan kebenarannya, dipakainya is- tilah dialektika.
Inti logika adalah silogisme. Silogisme adalah alat dan mekanisme penalaran untuk menarik kesimpulan yang be- nar berdasarkan premis-premis yang benar adalah bentuk formal penalaran deduktif. Deduksi, menurut Aristoteles, adalah metode terbaik untuk memperoleh kesimpulan un- tuk meraih pengetahuan dan kebenaran baru. Itulah me-
tode silogisme deduktif. Pola dan sistematika penalaran silogisme-deduktif adalah penetapan kebenaran universal kemudian menjabarkannya pada hal yang lebih khusus.
e. Metode Skolastik
Filsafat skolastik menemukan puncak kejayaannya waktu Thomas Aquinas menjadi filsuf pokoknya. Filsa- fat skolastik dikembangkan dalam sekolah-sekolah biara dan keuskupan. Para filsuf skolastik tidak memisahkan filsafat dari teologi kristiani. Jadi, dapat dikatakan bah- wa filsafat integral dalam ajaran teologi.
Gaya filsafat Abad Pertengahan adalah sintesis aja- ran filsafat sebelumnya. Sistem skolastik mengarah pada jalan tengah ekstrem-ekstrem ajaran filsafat waktu itu.
Sintesa filsafat skolastik terdiri dari ajaran neoplatonis, ajaran Agustinus, Boetius, Ibn Sina, Ibn Rushd, dan Maimonides. Selain ajaran-ajaran di atas, aliran filsafat pokok yang dianut oleh filsuf skolastik, terutama Thom- as Aquinas adalah filsafat Aristotelian. Filsafat Aristote- les memberikan perspektif baru mengenai manusia dan kosmos. Thomas Aquinas mendasarkan filsafatnya pada filsafat Aristotelian terutama dalam ajaran potentia dan actus.
Prinsip metode skolastik adalah sintesis-deduktif. Prin- sip ini menekankan segi yang sebenarnya terdapat pa da se- mua filsafat dan ilmu. Prinsip deduktif adalah prin sip awal dari filsafat skolastik. Bertitik tolak dari prinsip sederhana yang sangat umum diturunkan hubungan-hubungan yang lebih kompleks dan khusus.
Thomas Aquinas pertama-tama mengolah filsafat Aris toteles. Thomas Aquinas mencoba mengkritisi ajar-
an Aristotelian dengan prinsip ajaran tersebut. Thomas menambah problematika filsafat Aristotelian. Demikian juga, Thomas memperlakukan filsafat Plato yang diwa- kili oleh pemikiran Agustinus.
Thomas dalam epistemologinya menyebutkan bah- wa semua pengertian manusia selalu melalui pencerapan.
Ini berarti bahwa pada suatu saat pemikiran Thomas juga bersifat mengandalkan kenyataan indrawi. Landasan pe- mikiran Thomas selalu mengandaikan pengamatan in- drawi yang bersifat pasti dan sederhana. Maka, se rin g pula pemikiran Thomas bersifat reflektif-analitis. Pe nga- matan dan analisis fakta-fakta adalah dasar kuat bagi sintesis Thomas Aquinas.