HAKIKAT FILSAFAT KOMUNIKASI
C. PEMIKIRAN STEPHEN W. LITTLEJOHN
perspektif ilmu dengan benar, maka ilmuwan bukan saja tidak dapat memanfaatkan kegunaannya secara maksimal tetapi juga kadang-kadang salah dalam menggunakan- nya.
menguap lalu teman Anda bertanya “Apakah cerita saya membosankan?”
2A. Pesan-pesan nonverbal yang tidak terasa, seperti Anda melambaikan tangan kepada teman Anda, tetapi ia tidak melihat Anda.
2B. Pesan-pesan nonverbal yang bersifat sambil lalu se per- ti teman Anda menyatakan “Maaf saya tidak mem balas lambaian tanganmu, tetapi saat itu saya se- dang memikirkan sesuatu dan tidak menyadari kalau kamu melambai ke arahku sampai saya berbelok di ujung jalan itu”.
2C. Pesan-pesan nonverbal yang diterima ketika itu juga.
Se perti Anda melambaikan tangan ke arah teman Anda dan teman Anda balas melambaikan tangan ke arah Anda.
3A. Pesanpesan verbal yang tidak terasa, Anda men- girim surat ke teman Anda tetapi suratnya hilang se- lama dalam pengiriman.
3B. Pesanpesan verbal yang terjadi sambil lalu. Anda meng omeli putri Anda karena telah menjadikan ru
ang an berantakan dan meskipun ia tahu Anda sedang berbicara dengannya, namun ia tidak benar-benar se- dang memerhatikannya.
3C. Pesan-pesan verbal yang diterima ketika itu juga.
Anda berpidato di depan sekelompok orang yang me
mang sangat ingin mendengar apa yang harus Anda ucapkan.
Kotak mana yang termasuk komunikasi dan yang mana bukan komunikasi? Menurut Littlejohn, ada tiga model untuk menjawab pertanyaan tersebut, yakni:
• Receiver model. Menurut model ini kotak nomor 1A, 2A, dan 3A bukan termasuk komunikasi. Hal ini didasarkan alasan bahwa pengirim pesan walaupun hanya mengirimkan gejala (symptom), bukan pesan (message) maka keduanya harus dihitung sebagai ba- gian dari komunikasi sepanjang yang dikirimkan sen- der diterima oleh receiver.
• Sender-receiver model. Menurut model ini kotak no- mor 1A, 1B, dan 1C serta kotak nomor 2A dan 3A bu kanlah termasuk komunikasi. Hal ini didasarkan argumentasi bahwa dari sisi sender tidak mengirim- kan pesan. Sedangkan kotak nomor 2A dan 3A bu- kan termasuk komunikasi karena receiver tidak me- ne rima.
• Communication model. Menurut model ini, hanya ko tak nomor 1A yang bukan termasuk komunikasi, sementara kotak yang lain adalah komunikasi. Ala s
a n dari model ini adalah bahwa pada kotak nomor 1A sender tidak mengirimkan pesan, sementara pada saat yang sama receiver tidak menerima symptom.
Selanjutnya, Littlejohn menyoroti perbedaan pers- pektif yang terdapat dalam ilmu komunikasi. Perspektif yang ada dalam ilmu komunikasi dapat berbeda dengan perspektif lainnya, mereka tidak hanya berbeda dalam hal pengelompokan akan tetapi mereka dapat juga ber- beda dalam hal konsepsi maupun asumsi dasar. Untuk menjelaskan perbedaan konsep, landasan berpikir, fokus, dan bias masing-masing perspektif, penulis mencoba merujuk pada bidang metatheory.
Metatheory merupakan suatu bidang yang berusaha untuk menggambarkan dan menjelaskan persamaan dan
perbedaan teori-teori. Metatheory merupakan bentuk spekulasi pada sifat inquiry atas isi teori-teori, secara khusus memusatkan perhatian pada beberapa pertanya an
“apa yang seharusnya diteliti”, “bagaimana observa si se- harusnya dilakukan”, dan bentuk teori apa yang seharus- nya digunakan” (Littlejohn, 2002: 26). Metatheory me- rupakan teori tentang teori. Perdebatan metatheory me- rupakan konsekuensi ketidaktentuan pada status penge- tahuan pada suatu bidang ilmu tertentu. Sejak tahun 1970, metatheory telah mendominasi dalam bidang ilmu komunikasi. Ahliahli komunikasi telah memulai dengan persoalan metode teori-teori mereka. Isu-isu metateoretis sangat kompleks akan tetapi dapat dikelompokkan da- lam tiga tema besar, yaitu: epistemologi, ontologi, dan aksiologi.
a. Epistemologi
Merupakan cabang filsafat yang mempelajari penge- tahuan, atau bagaimana seseorang mengetahui apa yang mereka klaim sebagai pengetahuan. Karena keanekara
gam an disiplin yang ada dalam studi komunikasi dan ju- ga akibat perbedaan pemikiran, maka isu-isu epistemolo- gi menjadi penting. Epistomologi pada hakikatnya me - nyangkut asumsi mengenai hubungan antara peneliti dan yang diteliti dalam proses untuk memperoleh pengeta hu- an mengenai objek yang diteliti. Kesemuanya menyang- kut teori pengetahuan (theory of knowledge) yang me- lekat dalam perspektif teori dan metodologi.
Merujuk pada pengertian epistemologi di atas, maka per bedaan fokus dan landasan pikiran suatu perspektif dalam ilmu komunikasi dapat dibedakan berdasarkan stan dar epistemologi. Teori-teori komunikasi yang ber-
akar pada paradigma klasik (positivism dan post-positi- vism) akan berbeda fokus dan landasan pikiran pada ke lompok yang berakar pada paradigma kritis (critical) dan kontruktivis (contructivism). Perbedaan fokus dan lan das an pikiran pada ketiga paradigma tersebut sebagai aki bat adanya perbedaan perspektif tentang cara mem- per oleh ilmu pengetahuan.
Beberapa hal yang perlu digarisbawahi dari kubu paradigma klasik adalah peneliti harus menempatkan di- ri sebagai value free researcher, yang senantiasa harus mem buat pemisahan antara nilai-nilai subjektif yang di- milikinya dengan fakta objektif yang diteliti. Sebaliknya peneliti dari kubu kritis dan konstruktivis melihat hal ter- sebut merupakan sesuatu yang tidak mungkin dan tidak perlu dilakukan. Sebab, setiap penelitian selalu melibat- kan value judgments dan keperpihakan pada nilai-nilai tertentu.
Akibat tidak adanya kesepahaman dalam cara mem- peroleh pengetahuan, maka perspektif-perspektif yang ada dalam ilmu komunikasi akan memunculkan bias se- cara epistemologi. Bias muncul karena di satu sisi ada kelompok yang menginginkan pengetahuan yang bebas nilai (positivistik dan post-postivistik) dan di sisi lain ada kelompok yang menginginkan bahwa pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari subjektivitas penelitian karena peneliti pa da hakikatnya merupakan bagian dari objek yang di teliti.
Dengan adanya perbedaan pandangan tentang cara memperoleh pengetahuan maka dapat dikatakan bahwa
“pengetahuan yang diperoleh pada prinsipnya mengan- dung ketidakbenaran”. Kesimpulan ini akan menjadi
benar jika hasil suatu pengetahuan dinilai berdasarkan perspektif lain. Tidak selayaknya jika menilai hasil pene- litian tertentu berdasarkan criteria perspektif lain karena setiap perspektif mempunyai kriteria penilaian kualitas hasil penelitian (goodness criteria). Akan lebih bijak jika setiap ilmuwan komunikasi menguasai berbagai perspek- tif agar mampu bersifat kritis terhadap perspektif lain- nya.
b. Ontologi
Merupakan cabang filsafat yang berhubungan denga n alam, lebih sempitnya alam benda-benda di mana ki ta be r- u paya untuk mengetahuinya. Pada hakikatnya on tology berkaitan dengan asumsi mengenai objek atau realitas so- sial yang diteliti.
Fungsi positif perspektif dapat menyusun teori-teori komunikasi sehingga memudahkan di dalam penggunaan teori-teori komunikasi sesuai dengan fokus dan landasan pikiran.
c. Aksiologi
Yakni, cabang filsafat yang mengkaji nilai-nilai.
Bagi ilmuwan komunikasi ada tiga persoalan aksiologi, yakni:
a. Apakah teori bebas nilai?
Ilmu yang bersifat klasik menganggap teori dan pe- ne litian bebas nilai. Ilmu pengetahuan bersifat netral, berupaya memperoleh fakta sebagaimana tampak da- lam dunia nyata. Jika ada pendirian lain yang me- nyatakan bahwa ilmu pengetahuan tidak bebas nilai, karena karya peneliti dipandu oleh suatu kepenting-
an dalam cara-cara tertentu dalam melaksanakan penelitian.
b. Sejauh mana pengaruh praktik penelitian terhadap ob
jek yang diteliti?
Persoalan aksiologi yang kedua ini berpusat pada per- tanyaan apakah para ilmuwan memasuki dan mem - pengaruhi proses yang sedang diteliti. Titik pandang ilmiah secara tradisional menunjukkan bahwa para ilmuwan melakukan pengamatan secara hati-hati, te- tapi tanpa interferensi dengan tetap memelihara ke- murnian pengamatan.
c. Sejauhmana ilmu berupaya mencapai perubahan sosial?
Apakah ilmuwan akan tetap objektif atau akan be r
u paya dengan sadar membantu perubahan sosial de- nga n caracara yang positif? Banyak ilmuwan meng anggap bahwa peranan yang sesuai untuk il mu wan adalah menghasilkan ilmu. Ilmuwan lain tidak menye- tujuinya dengan mengatakan bahwa ka um intelektual bertanggung jawab untuk mengembang kan perubah- an sosial yang positif.