Cybercounseling Kognitif Behavioral: Peluang Konselor Berdaya Saing di Era MEA
B. Konseling Kognitif Behavioral
Konseling merupakan layanan ahli oleh konselor kepada konseli untuk memfasilitasi per- tumbuhannya ke arah kemandirian—pribadi-sosial, belajar, dan karir. Paradigma konseling dibagi ke dalam empat (4) kategori, yakni orientasi insight, cognitive, affective, dan behavior. Model Konseling Kognitif Behavioral masuk pada orentasi cognitive-behavior. Pembahasan Konseling Kognitif Behavioral secara berurutan dimulai dari sejarah, hakikat, karakteristik, tahap/prosedur konseling, dan teknik implementasi.
106
| Cybercounseling Kognitif Behavioral Rational-Sematic Cognitive TherapiesAlbert Ellis adalah seorang penggagas pendekatan rasional modern untuk psikoterapi dan konseling, yaitu Rational Emotive Behavior Therapy (REBT). Pada awal perkembangannya pen- dekatan tersebut dikenal dengan Rational Therapy dan berkembang menjadi pendekatan Rational Emotive Therapy (Corey, 2009). Penambahan terapi behavior dimaksudkan untuk memperkuat komponen perilaku dalam konseling. Teori ini memandang bahwa gangguan emosi dan perilaku malasuai ditengarai oleh adanya keyakinan irasional dan distorsi kognitif.
Collaborative Emperical Cognitive Therapies
Aaron Beck (1976) seorang ahli yang berkontribusi dalam perkembangan teori dan terapi kognitif. Aaron Back terkenal dengan terapi kognitif dengan gaya proses konseling yang dilakukan merujuk pada collaborative-empiricism, yaitu berkolaborasi dengan konseli dalam membantu menemukan dan mengatasi perilaku malasuai. Kunci utama perbedaan konselor yang berorientasi kognitif dengan konselor yang berorientasi REBT menurut Ellis ditekankan pada kekuatan, keyakinan, dan pikiran irasional, sedangkan Beck menekankan pada modifikasi kolaboratif keyakinan dan pikiran irasional (Beck, 2011).
Philosophical-Constructivist Cognitive Therapies
Michael Mahoney dan Donald Meichenbaum (Corey, 2009) seorang ahli yang berkontribusi dalam Philosophical-Constructivist Cognitive Therapies. Teori dan terapi konstruktivistik menekankan pada upaya membantu konseli untuk merekonstruksi latar kehidupannya dengan cara yang lebih adaptif dan penuh kebahagiaan. Penekanan ini menuntut konselor berinteraksi dengan konseli yang berfokus pada kondisi saat ini dan masa depan dalam proses konseling (Flanagan dan Flanagan, 2004).
Hadirin yang saya muliakan.
2. Hakikat Konseling Kognitif Behavioral
Konseling Kognitif Behavioral merupakan konseling yang mengkombinasikan pendekatan cognitive serta behavior untuk menangani masalah psikologis (Corey, 2009). Cognitive merupakan proses mental seperti berpikir.Cognitive merujuk pada segala sesuatu yang ada dalam pikiran individu termasuk mimpi, memori, imajinasi, pikiran, dan perhatian. Behavior merujuk pada segala sesuatu yang dilakukan individu. Aaron Beck (1976) seorang psikolog yang terkenal dengan sebutan “The Father of Cognitive Behavior Therapy”. Beck (2011) mendefinisikan konseling Kognitif Behavioral adalah model konseling yang bertujuan untuk mengubah kognitif atau persepsi konseli terhadap dirinya dalam rangka melakukan perubahan emosi dan perilaku konseli. Hal ini mencakup belief yang berhubungan dengan pikiran, emosi dan perilaku sebagai suatu sistem yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Agar hasil konseling yang diterapkan oleh konseli dapat bertahan lama, konselor berusaha untuk memunculkan kesadaran konseli mengenai belief yang mereka miliki serta bagaimana persepsi mereka akan lingkungannya. Demikian menurut para ahli yang tergabung dalam National Association of Cognitive Behavioral Therapy menyatakan bahwa konseling Kognitif Behavioral adalah suatu model psikoterapi yang menekankan pada proses berpikir tentang bagaimana individu merasakan dan melakukan (NACBT, 2007).
Dapat disimpulkan bahwa konseling Kognitif Behavioral adalah model konseling mengidentifikasi pikiran negatif konseli agar ia mampu mengoptimalkan kognitifnya ke arah perubahan perilaku baru. Tugas konselor adalah mengidentifikasi dan mengoreksi keyakinan- keyakinan yang disfungsional dan membantu konseli mengenali pikiran yang tidak logis ke arah pemikiran logis/rasional. Konseli diminta untuk mengumpulkan bukti-bukti untuk menguji keyakinan, yang akan membawa konseli mengubah kayakinan yang tidak berdasar realita.
Menurut Westbrook, Kennerly, dan Kirk (2007) konseling Kognitif Behavioral memiliki prinsip sebagai berikut:
a. Prinsip Kognitif
Gagasan utama model konseling kognitif adalah permasalahan psikologis merupakan hasil interpretasi dari emosi dan perilaku yang dipengaruhi oleh kognitif, yang berupa pikiran, keyakinan
dan interpretasi mengenai diri atau situasi yang dialami individu, sebagai makna yang diberikan pada suatu kejadian. Secara substantif kognisi mempengaruhi cara seseorang memaknai segala kejadian dalam hidup, yang membuat tiap individu memiliki pemaknaan dan reaksi emosi yang berbeda-beda terhadap peristiwa yang dialami. Dapat disimpulkan bahwa model konseling kognitif dapat membantu individu yang mengalami masalah dengan mengubah kognisinya mengenai apa yang ia rasakan (change their cognition change the way they feel).
b. Prinsip Perilaku
Menurut konseling Kognitif Behavioral, perilaku individu merupakan aspek yang dipengaruhi oleh kognisi dan perilaku, misalnya individu mempunyai pemikiran negatif, mendukung, dan mengkonfirmasi perilaku tersebut.
c. Prinsip Kontinum
Menurut konseling Kognitif Behavioral permasalahan mental muncul dari pemprosesan mental normal yang berlebihan dibandingkan sebagai kondisi patologis. Dapat disimpulkan bahwa masalah psikologis berada pada ujung kontinum dan bukan dalam dimensi yang berbeda.
d. Prinsip Here and Now
Menurut konseling Kognitif Behavioral berfokus pada gejala yang muncul pada kedisinian dan sekarang, tidak banyak menekankan pada masa lampau. Hal tersebut sesuai dengan prinsip konseling Behavioral yaitu memperhatikan permasalahan disini dan kekinian dan menekankan proses dalam menangani masalah yang terjadi.
e. Prinsip Interaksi Antarsistem
Permasalahan muncul dari interaksi antara beberapa sistem sekaligus dalam diri dan lingkungan. Dalam konseling Kognitif Behavioral terdapat empat sistem yaitu kognisi, emosi, perilaku, dan fisiologi. Sistem-sistem ini saling berinteraksi dalam sebuah proses kompleks dan juga berinteraksi dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik, sosial, keluarga, budaya, dan ekonomi.
f. Prinsip Empiris
Mengevaluasi teori dan teknik konseling yang digunakan secara empiris, hal inilah yang membuat konseling Kognitif Behavioral dikatakan sebagai teknik yang scientific, etis, dan juga ekonomis dengan berbagai bukti yang memadai.
Dapat disimpulkan bahwa konseling Kognitif Behavioral menekankan pada hubungan antara pikiran dan perilaku serta pentingnya sistem kerja kognitif dan peristiwa pribadi sebagai mediator perubahan. Asumsi konseling Kognitif Behavioral adalah proses kognisi merupakan mediasi untuk perilaku, pengalaman, dan perubahan perilaku yang diharapkan dapat dicapai dari perubahan kognisi.
3. Karakteristik Konseling Kognitif Behavioral
Karakteristik konseling Kognitif Behavioral meliputi: (1) konseling Kognitif Behavioral ber- dasarkan model kognitif dalam menjelaskan perilaku emosional. Konseling Kognitif Behavioral ber- dasarkan pada fakta ilmiah bahwa pikiran menyebabkan perasaan dan tingkah laku, bukan hal-hal yang bersifat eksternal seperti: manusia, situasi, dan peristiwa; (2) konseling Kognitif Behavioral lebih singkat dan dalam waktu terbatas. Konseling Kognitif Behavioral sesi pertemuannya cepat, rata-rata pertemuan dengan konseli sekitar 16 kali atau bisa kurang dari sesi tersebut; (3) suatu hubungan konseling yang baik diperlukan bagi konseling yang efektif, tetapi tidak menjadi fokus. Konseling Kognitif Behavioral yakin konseli berubah saat mereka belajar berpikir dengan cara yang berbeda, karena itu konseling Kognitif Behavioral memusatkan pada pembelajaran keterampilan swaterapi yang rasional; (4) Konseling Kognitif Behavioral merupakan suatu upaya bersama antara konselor dan konseli. Peran konselor ialah mendengarkan, mengajar, dan mendorong saat konseli berbicara, belajar, dan melaksanakan apa yang mereka pelajari; (5) Konseling Kognitif Behavioral berdasarkan pada filsafat stoics. Konseling Kognitif Behavioral tidak mengajarkan konseli bagaimana cara
108
| Cybercounseling Kognitif Behavioralkebingungan atas masalah tersebut; (6) konseling Kognitif Behavioral menggunakan metode sokrates. Para konselor Kognitif Behavioral ingin memperolah suatu pemahaman permasalahan konseli dengan baik. Oleh karena itu mereka sering mengajukan pertanyaan seperti “Bagaimana saya tahu bahwa mereka benar-benar menertawakan saya?”. “Bukankah mereka menertawakan sesuatu yang lain?”; (7) konseling Kognitif Behavioral terstruktur dan direktif. Konselor Kognitif Behavioral memiliki agenda spesifik bagi setiap sesi. Teknik/konsep spesifik diajarkan pada setiap sesi.
Konseling Kognitif Behavioral memusatkan bantuan kepada konseli untuk mencapai tujuan yang mereka tetapkan. Bersifat direktif, namun demikian konselor Kognitif Behavioral tidak bercerita kepada konselinya apa yang perlu dilakukan melainkan mereka mengajarkan konseli mereka bagaimana mengerjakannya; (8) konseling Kognitif Behavioral berdasarkan pada model pendidikan.
Konseling Kognitif Behavioral didasarkan pada asumsi yang didukung secara ilmiah bahwa kebanyakan reaksi emosi dan perilaku itu dipelajari. Oleh karena itu, tujuan konseling Kognitif Behavioral ialah membantu konseli belajar menghindari reaksi-rekasi yang tidak diinginkan, dan konseling Kognitif Behavioral menunjukkan bahwa perilaku kognitif memiliki manfaat tambahan yang mangarah pada hasil jangka panjang. Jika orang-orang memahami bagaimana dan mengapa mereka berbuat baik maka mereka akan dapat terus melakukan apa yang membuat mereka baik; (9) teori dan teknik konseling Kognitif Behavioral berdasarkan pada metode induktif. Aspek pokok pemikiran rasional bahwa pemikiran tersebut berdasarkan fakta, bukan hanya berdasarkan asumsi yang dibuat.
Oleh karena itu, metode induktif mendorong konselor untuk melihat pikiran-pikiran sebagaimana dihipotesiskan yang dapat dipertanyakan dan diuji. Jika konselor mendapatkan bahwa hipotesisnya tidak benar, maka ia dapat mengubah pikirannya sesuai dengan situasi yang sebenarnya; dan (10) pekerjaan rumah merupakan ciri pokok konseling Kognitif Behavioral. Konseling Kognitif Behavioral menetapkan tugas-tugas berupa bacaan dan mendorong konseli berlatih teknik-teknik yang dipelajari agar tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud.
4. Tahap-tahap konseling Kognitif Behavioral
Konseling Kongnitif Behavioral, lebih dikenal dengan sebutan Cognitive Behavior Therapy (selanjutnya di sebut CBT) memiliki tiga tahap konseling dikembangkan oleh Aaron Beck (1976); Beck (2011); Corey (2009); dan Ramli (2005). Berikut ini tahap-tahap konseling Kognitif Behavioral.
I. Tahap Awal
Tahap awal konseling Kognitif Behavioral merupakan langkah asesmen atau penggalian data konseli. Tahap awal ini terdiri dari enam langkah.
a. Penciptaan hubungan baik
Pada tahap ini, konselor mengajak konseli untuk membicarakan topik netral atau hal-hal yang umum misalnya kondisi atau cuaca saat itu, kegiatan sekolah, hobi atau kesukaan yang dapat membantu mencairkan suasana dan penciptaan hubungan yang nyaman antara konselor dan konseli.Tujuan pada langkah ini adalah untuk menciptakan suasana yang kondusif, rasa nyaman, dan kepercayaan konseli terhadap konselor selama proses konseling berlangsung.
b. Daftar cek pikiran, perasaan, dan tingkah laku kekinian
Salah satu cara yang dapat dipergunakan untuk melakukan asesmen adalah memberikan daftar cek yang terkait pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang dialami konseli. Melalui daftar cek ini akan diperoleh gambaran pikiran, perasaan, dan tingkah laku konseli yang maladaptif atau kurang tepat.
c. Mendaftar pikiran, perasaan, dan tingkah laku kekinian
Hasil pengisian daftar cek pikiran, perasaan, dan tingkah laku selanjutnya didaftar ulang.
Tujuan tahap ini adalah mengklasifikasikan pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang dialami konseli yang paling berpengaruh pada kondisi konseli, serta mendapatkan informasi tambahan yang belum terungkap dalam pengisian daftar cek.
d. Memantau perkembangan pikiran, perasaan, dan tingkah laku
Daftar pikiran, perasaan, dan tingkah laku berpengaruh terhadap kondisi kekinian selanjut- nya dipantau perkembanganya. Konseli diminta untuk merefleksikan pikiran, perasaan, dan tingkah
laku apa saja yang muncul serta bagaimana perkembangannya. Apakah selalu sama dalam setiap kondisi, baik terkait intensitas, frekuensi, maupun durasinya.
e. Mereview hasil perkembangan
Hasil perkembangan pikiran, perasaan, dan tingkah laku konseli terhadap perilaku kekinian selanjutnya direview oleh konselor. Tujuan langkah ini adalah menentukan pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang paling sering dialami konseli dan paling berpengaruh terhadap kondisi konseli, serta memberikan gambaran prioritas pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang akan diselesaikan dalam konseling Kognitif Behavioral.
f. Menentukan prioritas
Langkah terakhir dalam tahap awal konseling Kognitif Behavioral adalah menentukan prioritas pikiran, perasaan, dan tingkah laku konseli. Tujuan langkah ini adalah memberikan gambaran permasalahan yang akan diselesaikan.
II. Tahap Tengah
Tahap tengah konseling Kognitif Behavioral merupakan langkah inti konseling, yaitu tahap dimulainya pembahasan dan penyelesaian masalah. Tahap ini terdiri dari tiga langkah.
a. Menetapkan permasalahan dan tujuan konseling
Langkah pertama dalam tahap tengah adalah menetapkan permasalahan dan tujuan konseling. Hasil asesmen pada tahap awal dipergunakan sebagai bahan pijakan dalam melakukan pelacakan masalah yang paling berpengaruh terhadap kondisi kekinian konseli. Identifikasi masalah berdasarkan prioritas pikiran, perasaan, dan tingkah laku kekinian konseli. Setelah ditetapkan permasalahan yang berpengaruh terhadap kondisi kekinian konseli, selanjutnya konselor bersama konseli membahas bagaimana konseli mempersepsi permasalahannya selama ini, hubungan sosial dan budaya terhadap permasalahan, serta tingkat motivasi dan self control konseli terhadap permasalahan.
Langkah selanjutnya setelah penetapan masalah adalah penetapan tujuan konseling.
Berdasarkan permasalahan yang telah teridentifikasi selanjutnya ditetapkan tujuan yang ingin dicapaioleh konseli. Tujuan mencakup aspek (1) pengembangan ide pengubahan, (2) penyepakatan/
penetapan tujuan, dan (3) penjabaran dan pengurutan tujuan spesifik.
b. Implementasi teknik
Implementasi teknik merupakan tahap pengajaran keterampilan Kognitif Behavioral. Hal-hal yang dilakukan dalam implementasi teknik yaitu (1) penginformasian ragam teknik (2) penyepakatan/penetapan teknik, (3) penetapan indikator perubahan, (4) pelatihan penerapan/
behavior rehearsal, dan (5) kontrak dan rancangan pekerjaan rumah.
Teknik implementasi terpilih yang dapat dipergunakan dalam konseling Kognitif Behavioral untuk mengelola masalah Peserta didik/konseli adalah self instruction dan restrukturisasi kognisi.
1) Teknik Self Instruction
Berikut jabaran strategi teknik self instruction.
a) Identifikasi pikiran dan perasaan negatif
Identifikasi pikiran dan perasaan negatif merupakan kemampuan yang sengaja ditumbuhkan kepada individu untuk mengetahui apa yang sebenarnya ia rasakan dan pikirkan. Ketidakmampuan mengenali situasi dan kondisi yang sedang dialami pada saat ini akan mempengaruhi kemampuan individu untuk mengendalikan tingkah lakunya. Oleh karena itu, konseli perlu diberi pemahaman dengan menumbuhkan kesadaran diri yang mendalam, agar konseli dapat lebih memahami atau merasakan pikiran negatif yang menganggunya.
Kesadaran diri merupakan dasar untuk mengidentifikasi pikiran negatif yang ada dalam diri
110
| Cybercounseling Kognitif Behaviorallangkah penting yang dapat mengarahkan seseorang mengontrol tingkah lakunya, sehingga dapat mengidentifikasi lebih awal sensasi-sensasi, emosi, dan perilakunya.
b) Mengubah negative thoughts dengan positive self statement
Salah satu cara yang dilakukan untuk mengontrol pikiran-pikiran negatif atau pola pikir salah yang sering dilakukan oleh individu adalah mengajarkan strategi kognitif berupa menghentikan pikiran negatif (thought stopping) yang mempengaruhi pernyataan dirinya (self statement) atau sebaliknya.
Dalam proses mengubah pikiran negatif (negative thoughts) menjadi pernyataan positif (positive self statement) bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan oleh individu yang telah terbiasa berpikir secara negatif. Proses ini membutuhkan perhatian, ketelitian, kesabaran, dan ketekunan dalam proses latihannya. Upaya untuk meredakan emosi dan pikiran-pikiran buruk terkait dengan pengalaman di masa lalu membuat seseorang sulit menerima kenyataan, dan sulit mau mengubah pikiran atau perasaan negatif menjadi lebih positif.
Oleh karena itu, diperlukan waktu yang lama untuk mengajarkan konseli dalam proses mengubah negative thoughts dengan positive self statement.
c) Merumuskan tingkah laku baru yang diinginkan
Ketika pikiran negatif mendominasi pikiran bawah sadar seseorang ketika menghadapi sebuah situasi, maka yang akan muncul adalah perasaan yang tidak menyenangkan. Jika pikiran dan perasaan menjadi negatif, maka tingkah laku yang muncul menjadi tidak tepat.
Tingkah laku yang kurang tepat dapat mendatangkan respon yang negatif dari lingkungan.
Oleh karena itu, situasi yang mengganggu konseli akan berdampak negatif pada dirinya apabila direspon dengan pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang negatif.
d) Merumuskan self reinforcement
Ketika seseorang berhasil menciptakan sebuah pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang menyenangkan, maka usaha itu perlu mendapat dukungan dan penguatan untuk memelihara agar keberhasilan itu tetap dilakukan dan dipertahankan, bahkan dapat dikembangkan sebagai sebuah strategi untuk menciptakan pikiran, perasaan, dan tingkah laku baru yang lebih positif.
Selain self instruction salah satu teknik lain yang dapat dipergunakan dalam konseling Kognitif Behavioral adalah Restrukturisasi Kognisi. Restrukturisasi Kognisi merupakan teknik yang bertujuan untuk merekonstruksi atau menata ulang pikiran-pikiran negatif yang menyebabkan perasaan tidak nyaman dan tingkah laku yang tidak tepat.
2) Restrukturisasi Kognisi
Teknik Restrukturisasi Kognisi dijabarkan sebagai berikut.
a) Pengalaman Pribadi
Pada tahap ini konselor meminta konseli menjabarkan konteks situasi, tempat, waktu, kegiatan yang dialami konseli.
b) Interpretasi terhadap Situasi dan Pengalaman
Interpretasi pada situasi dan pengalaman berkaitan dengan verbalisasi diri mengenai bagaimana konseli memberikan makna, memandang, menginterpretasikan situasi dan kejadian itu. Kegiatan untuk membantu menginterpretasikan situasi dan pengalaman, adalah meminta konseli untuk membuat daftar pemikiran yang merugikan diri konseli.
c) Tindak Ikutan
Pada tahap ini konselor dapat meminta konseli untuk merefleksikan dan mendaftar tindakan nonadaptif dan nonproduktif yang dialami sebagai tindak ikutan atau dampak dari interpretasi tidak tepat terhadap suatu kejadian atau peristiwa.
d) Interpretasi baru
Konselor meminta konseli mendaftar pemikiran yang dapat mengoptimalkan produktivitas diri. Konseli melakukan verbalisasi baru yang lebih menguntungkan sebagai intepretasi baru yang tidak merugikan diri.
e) Tindakan produktif
Tindakan baru yang adaptif dan produktif sebagai tindak ikutan atau konsekuensi adanya interpretasi baru. Konselor meminta konseli mendaftar kata-kata ajaib untuk per ubahan dan pengembangan pribadi konseli.
f) Mendiskusikan hasil implementasi teknik
Langkah terakhir pada bagian tengah konseling Kognitif Behavioral adalah mendiskusikan hasil implementasi teknik, yang mencakup: (1) tingkat ketercapaian tujuan setelah pelaksanaan teknik, (2) perubahan pikiran, perasaan, dan tingkah laku, (3) kemudahan atau faktor yang mendukung keterlaksanaan implementasi teknik, dan (4) hambatan selama pelaksanaan implementasi teknik.
III. Tahap Akhir
Tahap akhir konseling Kognitif Behavioral merupakan tahap summary dari tahap konseling yang telah dilakukan. Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama.
a. Summary pelaksanaan konseling
Konselor bersama konseli mereview pelaksanaan konseling dari awal pertemuan sampai dengan tahap terakhir, dalam proses ini konselor dapat meminta konseli yaitu: (1) merefleksikan pengalaman selama proses konseling, (2) perubahan pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang dialami selama dan setelah proses konseling, (3) menganalisis kemudahan dan hambatan selama proses konseling berlangsung, (4) menganalisis faktor pendukung pelaksanaan konseling, dan (5) merancang monitoring kemajuan.
b. Mereview atau meninjau ulang pelaksanaan tugas diluar sesi konseling
Pemberian tugas dimaksudkan untuk melatih keterampilan konseli dalam menerapkan teknik Kognitif Behavioral diluar sesi konseling. Pada langkah ini konselor meminta konseli: (1) mengukur kemajuan proses dan hasil konseling, (2) menganalisis faktor pendukung dan penghambat selama pelaksanaan teknik Kognitif Behavioral berlangsung, (3) merefleksikan tingkat perubahan pikiran, perasaan, dan tingkah laku setelah pelaksanaan teknik, dan (4) merefleksikan perbedaan kondisi pikiran, perasaan, dan tingkah laku sebelum dan sesudah pelaksanaan teknik.
c. Memberikan Feedback
Konselor memberikan balikan atas hasil dan kemajuan yang dialami konseli selama dan setelah proses konseling. Feedback dapat diberikan melalui kata-kata dukungan atau penguatan terhadap usaha yang dilakukan konseli, pemberikan masukan atau saran yang dapat mendukung konseli untuk memelihara pikiran, perasaan, dan tingkah laku baru yang lebih tepat. Selain itu feedback juga dapat diberikan melalui hadiah atau reinforcer atas keberhasilan yang dicapai konseli.
Hadirin yang saya muliakan.
C. Cybercounseling