• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENUTUP

Dalam dokumen Menggagas Pendidikan Masa Depan (Halaman 80-84)

Sinergi Pendidikan Sekolah dan Pendidikan Luar Sekolah dalam Pembangunan Pendidikan Nasional

E. PENUTUP

Pembina Pramuka, maka Pembina tersebut memberikan paraf yang berarti “persetujuan” pada Buku SKU/SKK yang dimiliki anggota, sebagai bukti bahwa anggota itu telah cakap mengerjakan sebuah kompetensi. Demikian seterusnya sampai sejumlah kecakapan yang dipersyaratkan pada satu jenjang jabatan terpenuhi, maka anggota Pramuka itu boleh mengajukan ujian kenaikan tingkat.

Anggota Pramuka yang tidak pernah mengajukan ujian SKU dan SKK, maka yang bersangkutan tidak akan pernah mendapatkan brevet kecakapan tingkat tertentu.

Iqro’ adalah metode pembelajaran membaca huruf Arab yang sangat dikenal di satuan- satuan Taman Pendidikan Al Qur’an. Dengan metode ini kemampuan membaca huruf Arab disusun secara berjenjang sebanyak enam tahapan yang disebut Iqro’ 1 sampai dengan Iqro’ 6, di mana Iqro’

1 adalah pelajaran yang paling sederhana berupa pelajaran pengenalan abjad huruf hijaiyah beserta harokat-nya. Seorang siswa harus terlebih dulu menguasai secara sempurna (mastery) kompetensi yang tertuang pada Iqro’ 1 sebelum beranjak ke pelajaran pada Iqro’ 2; demikian seterusnya.

Keterangan tingkat penguasaan kompetensi itu dicatat dalam sebuah buku semacam buku rapor yang berisi tingkatan-tingkatan kompetensi baca tulis secara hirarkis. Pihak yang berwenang menetapkan tingkat penguasaan itu adalah para pengajar, yakni para Ustadz atau Ustadzah (tutor).

Dengan demikian setidaknya terdapat dua jenis dokumen yang dimiliki oleh setiap siswa sebagai komponen model Iqro’, yaitu buku paket belajar Iqro’ dan buku catatan laporan kemajuan belajar siswa.

Berdasarkan buku laporan tingkat penguasaan kemampuan baca tulis tersebut seorang siswa Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) dapat melanjutkan pelajaran baca tulisnya di mana pun ia bermukim. Bilamana suatu saat dia berpindah tempat tinggal, sepanjang ada lembaga penyedia layanan atau penyelenggara program Iqro’, maka dia bisa meminta program belajar lanjutannya, setelah terlebih dahulu menjalani tes penempatan. Apabila dia sempat putus belajar, maka untuk memulai lagi program belajarnya, sang Ustad akan melakukan tes penempatan untuk mengetahui di mana pelajaran berikutnya harus dimulai lagi. Dengan metode Iqro’ ini proses belajar dapat menerapkan sistem multi entry and multi exit, yakni kapanpun bisa memulai belajar dan kapan pun bisa (boleh) putus belajar dengan berbagai alasannya, untuk suatu saat nanti melanjutkan lagi program belajar ngajinya.

Berdasarkan preseden sistem SKS di perguruan tinggi, sistem SKU dan SKK dalam Gerakan Pramuka, dan sistem Iqro’; model KKIK dalam sistem pendidikan nasional dapat dikembangkan. Hal-hal yang diambil dari ketiga sistem tersebut adalah model pembobotan kompetensi menjadi satuan kredit kompetensi (skk), kalender pendidikan, cara mengadministrasikan ketuntasan belajar, serta cara pengujiannya.

difungsikan sebagai simpul KKIK antar jalur pendidikan yang bisa lebih mensinergikan sistem pendidikan nasional sehingga menjadi lebih efisien, efektif serta yitu: pengakuan hasil belajar pendahuluan (PHBP), model multi entry multi exit, sistem kredit kompetensi (SKK), model kumpul kredit, model pengakuan kredit, ujian nasional pendidikan kesetaraan, dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).

d. Dibutuhkan adanya revisi peraturan perundangan tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan pendidikan informal dan pendidikan nonformal, koneksitas antar jalur, program, dan satuan pendidikan yang benar-benar mempu mewujudkan sebuah sistem pendidikan nasional yang utuh, saling kompetibel, integratif, efisien, dan efektif dalam mewujudkan sosok insan kamil dan masyarakat madani. Momentum revisi undang-undang sistem pendidikan nasional yang dihajadkan oleh lembaga legislatif nasional pada tahun 2013 harus dimanfaatkan untuk merkonstruksikan KKIK antar jalur, program, dan satuan ini.

Saran-saran

Realitas yuridis dan empiris yang demikian merupakan tantangan yang dihadapi Sistem Pendidikan Nasional. Oleh sebab itu, Kementerian Pendidikan Nasional bersama kementerian dan lembaga terkait perlu menentukan langkah-langkah strategis, sistematis dan terencana untuk mengembangkan model koneksitas, kompatibilitas, integrasi, dan koherensi (KKIK) antar jalur pendidikan. Gagasan untuk pengembangan pendidikan nonformal dan pendidikan informal sebagai suatu usaha sadar dan terencana di dalam Sistem Pendidikan Nasional menuntut kebijakan penting.

antara lain sebagai berikut:

1) Mengembalikan konsep pendidikan nonformal dan pendidikan informal sesuai dengan makna yang sesungguhnya sehingga dapat mewujudkan amanat UUD 45. Konsep dan makna pendidikan nonformal tidak lagi direduksi sebatas pada program pendidikan yang bersifat sebagai pelengkap, penambah, dan pengganti pendidikan formal. Sementara pendidikan informal yang ada saat ini, sebagaimana tertuang dalam dalam UU no 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 27 ayat (1), (2), dan (3), telah tereduksi menjadi sekedar belajar mandiri di keluarga dan lingkungan, sebagai subordinasi pendidikan formal dan nonformal. Untuk itu perlu ada upaya sinkronisasi di tingkat undang-undang.

2) Perlu adanya ketentuan-ketentuan turunan dari UU no 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan pendidikan informal dan pendidikan nonformal, yang dapat dijadikan landasan operasional pengembangan dan pelembagaannya. Sampai dengan saat ini tuntutan penerbitan Peraturan Pemerintah tentang pendidikan nonformal dan pendidikan informal sebagaimana diminta UU No 20 Tahun 2003 pada Pasal 26 ayat (7) dan Pasal 27 ayat (3) belum berhasil diwujudkan.

a. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (Pasal 26 ayat [7].

b. Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (Pasal 27 ayat [3]).

3) Perlu adanya lembaga (setidaknya setingkat direktorat) yang secara teknis mengelola program- program pengembangan pendidikan informal dan pendidikan nonformal yang betul-betul memahami peta masalah, garapan, dan menejerial pendidikan nonformal dan pendidikan informal sebagai subsistem pendidikan nasional yang sangat strategis bagi pembentukan karakter dan kompetensi warga negara.

4) Perlu peningkatan layanan pendidikan nonformal dan/atau pendidikan informal yang dapat menciptakan lingkungan mendidik di keluarga dan di masyarakat.

5) Perlu pengembangan kompetensi dasar pendidik yang sesuai dengan karakteristik pendidikan informal dan pendidikan nonformal, agar mereka dapat berfungsi optimal di lingkungannya.

Dalam rangka mendukung implikasi-implikasi kebijakan di atas perlu dilakukan kajian-kajian yang mendalam tentang potensi dan aktualisasi pendidikan informal dan pendidikan nonformal dalam Sistem Pendidikan Nasional.

REFERENSI

Apps, Jerold W. 1979. Problems in Continuing Education, New York: McGraw Hill, Inc. Axinn, Nancy W. 1976. Non-Formal Education and Rural Development. Monograph. Michigan: Michigan State University.

Breembek, Cole S. 1983. New Strategis for Educational Development. Lexington: DC Health and Company.

Coombs, Philip H. 1983. New Paths to Learning. For the Rural Children and Youth. New York:

International Council for Educational Development.

Coombs, Philip H. 1984. Attacking Rural Poverty, How Non Formal Education Can Help. Baltimore:

The Johns Hopkins University Press.

Croopley, A.J. 1987. Longlife Education: A Psychological Analysis. terjemahan oleh Sardjan Kadir.

Surabaya: Usaha Nasional.

Cross, Patricia, K. 1981. Adult as Learners. San Francisco: Jossey Boss Publisher. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995. 50 Tahun Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Sekrateriat Jenderal.

Departemen Pendidikan Nasional, Ditjen PLS dan Pemuda. 2003. Majalah Visi, Media Kajian Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda no. 14, th XI. 2003.

Dewantara, Ki Hadjar. 1938. “Sistem Trisentra”, dalam Karya Ki Hadjar Dewantara, bagian pertama.

Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Ditjen PLSP. 2006. Program Prioritas Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda tahun 2006. Jakarta:

Ditjen PLSP.

Evans, David R. 1981. The Planning of Nonformal Education, Paris:Unesco.

Faure, Edgar, et al. 1972. Learning to Be: the World of Education Today and Tomorrow. Paris:

Unesco.

Freire, Paulo, 1984, Education of The Oppresed, Center for International Education University of Massachusetts.

Hamidjojo. Santoso 1956. Pendidikan Masjarakat (Djilid III): Tjara2 Penjelenggaraan dan Perkembangan Usaha Chusus di Indonesia. Bandung: Ganaco, N.V.

Kemdiknas. 2010. Model Penilaian Portofolio Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil Belajar (PPKHB) Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan. Jakarta Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan & Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Kindervatter, Suzanne. 1979. Nonformal Education as an Empowering Process. Massachusetts:

Center for International Education University of Massachusetts.

Marzuki. H.M.S. 2005. “Peranan Pendidikan Luar Sekolah Sebagai Penggerak Pembangunan Dalam Mengatasi Migran Perkotaan”. Naskah pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Malang:

Universitas Negerti Malang.

Mestoko, dkk. 1986. Pendidikan Nasional dari Jaman ke Jaman. Jakarta: Balai Purtaka.

Pradana, C.D.E. 2010. “Pengaruh Latar Belakang Sosial Ekonomi dan Pengalaman Mengikuti Program Kursus terhadap Kemampuan Berbahasa Inggris Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang”. Skripsi. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Pratesnya. Lukyta Dwi. 2012. “Kesertaan Siswa dalam Program Pendidikan Nonformal sebagau Suplemen Pendidikan Formal di SMP Laboratorium Universitas Negeri Malang”. Skripsi.

Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Putra, Ardhana. 2012. “Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (Indonesian Qualificatioan Framework),” Makalah pada Sosiaslisasi KKNI di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Supriyono, 2008 & 2009. “Model Pengelolaan Ketuntasan Belajar Pada Program Pendidikan Kesetaraan Dengan Pola Satuan Kredit Kompetensi (SKK) Untuk Berbagai Media Belajar Masyarakat. Lapaoran penelitian. Malang: Lembaga Penelitian UM.

Suryadi, Ace. 2011. “Pendidikan Informal Dalam Perspektif Pembangunan Pendidikan Nasional, Sebuah Monograf.” Makalah untuk workshop Pendidikan Informal pada Pusat Pengembangan PNFI Regional I Bandung.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Permendiknas Nomor 58 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Program Sarjana (S1) Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan

Kepmendiknas Nomor 015/P/2009 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Program Sarjana (S1) Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan.

UNESCO. 1972. 'The Faure Report1. Paris: UNESCO.

UNESCO. 1992. Researh in Basic Education and Literacy. Report of Regional Seminar, Apied UNESCO, Bangkok.

UNESCO. 1993. Continuing Education New Policies and Direction. Bangkok: Unesco.

Dalam dokumen Menggagas Pendidikan Masa Depan (Halaman 80-84)