• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengoperasian pendidikan karakter dengan sebelas prinsip

Dalam dokumen Menggagas Pendidikan Masa Depan (Halaman 48-56)

Revitalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar

G. Revitalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar

3. Pengoperasian pendidikan karakter dengan sebelas prinsip

Hadirin yang Mulia,

Saya berpandangan bahwa 12 prinsip berikut ini cukup membantu dalam mengembangkan karakter baik di SD dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

Pertama, jadikan kedekatan dengan Tuhan sebagai inti dalam praktik pendidikan karakter di sekolah dasar. Manusia pada dasarnya adalah makhluk religius. Para ahli antropologi (Alisyahbana, 1986) menyatakan bahwa hingga kini agama-agama masih merupakan sumber nilai terbesar diantara sumber nilai yang lain. Jadikan pendidikan karakter dalam rangka untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan, untuk mencapai kecintaan kepada Tuhan. Kecintaan kepada Tuhan dapat menjadi spirit lahirnya perilaku baik (Akbar, 2000-a, 2000-b).

Kedua, bawalah anak-anak kita ke arah pandangan bahwa “berbuat baik adalah sebuah kesempatan sekaligus merupakan rizki dari Allah”. Tidak semua orang berkesempatan berbuat baik dan diberi rizki berupa peluang-peluang untuk berbuat baik (Akbar, 2008-c). Oleh karena itu, tanamkan kepada siswa-siswa SD bahwa begitu mereka bertemu dengan kesempatan berbuat baik segera ambillah kesempatan berbuat baik itu, anggaplah setiap bertemu dengan kesempatan berbuat baik berarti merupakan rezqi bagi Anda—sebab rizki yang hakiki itu bukan berupa apa yang diterima seseorang dari orang lain tetapi yang diberikan seseorang kepada orang lain. Dengan prinsip bahwa berbuat baik adalah kesempatan dan rizki maka yang ada pada pikiran dan hati peserta didik di sekolah dasar adalah berbuat baik, dan berbuat baik secara terus-menerus .

Ketiga, operasikan pendidikan karakter dengan pembelajaran berprinsip pada khidmad (layanan) dan khikmah (mengambil pelajaran/manfaat). Khidmad artinya “layanan” dan “khikmah”

berarti mengambil pelajaran/manfaat. Dalam pendidikan karakter hendaknya guru berperan sebagai pelayan peserta didik—dengan cara memberikan bantuan kepada peserta didik, biasakan diantara peserta didik ada kesediaan saling melayani. Bantulah peserta didik di sekolah dasar untuk selalu mengambil khikmah (pelajaran) dari setiap pengalaman belajarnya—baik pengalaman yang menyedihkan, menyenangkan, maupun menyakitkan. Dengan prinsip khidmad dan Khikmah inilah yang dapat mengembangkan karakter sabar dan selalu berpikir positif dan berprasangka baik.

Akbar (2000, 2007) menemukan bahwa aktivitas khidmad (saling melayani) dapat mengembangkan rasa percaya diri, perasaan dipercaya, dan kesediaan melayani orang lain.

Keempat, tatalah situasi pendidikan yang kondusif untuk pendidikan karakter, baik penataan fisik, sosial, maupun psikologis. Penataan fisik mencakup penataan ruang, penataan bangunan, penataan perabotan, penataan asesories, poster, gambar, kata-kata bijak dan lainnya di lingkungan sekolah. Tatalah hubungan-hubungan antar manusia yang ada dalam komunitas sekolah.

Mengapa perlu di tata, karena pendidikan pada dasarnya adalah “dialog”. Dialog antara peserta didik dengan lingkungan belajarnya (ruang hidupnya). Dalam ruang hidup terdapat gejala-gejala yang teramati, dari apa yang diamati akan menjadi sebuah penghayatan, dan dari penghayatan itulah yang akan melahirkan perilaku (karakter). Agar isi ruang hidup tetap hidup maka isi ruang hidup perlu diusahakan terus diubah-ubah sedinamis mungkin agar menjadi sarana dialog edukatif bagi peserta didik. Hiasi dengan poster-poster yang tertata dalam ruang hidup dengan kata-kata yang menyentuh perasaan peserta didik, mengganti kata-kata yang bernada “larangan” dengan kata-kata yang berirama “sentuhan” perasaan. Gantilah kata-kata seperti” dilarang merokok” dengan “merokok mengganggu orang lain”; “buanglah sampah ditempatnya” dengan “simpanlah sampah ditempatnya”;

“ngebut benjut” dengan “Anda sopan, kami segan” dan lain-lain sangat potensial untuk menumbuhkan kesadaran diri untuk berperilaku baik.

Ciptakan tata hubungan sosial di antara orang-orang yang berada dalam komunitas sekolah melalui: tata tertib untuk peserta didik, tata tertib bagi guru dan staff administrasi; tata tertib bagi orang

Kelima, terapkan prinsip: Ngerti, Ngroso, Nglakoni dan prinsip Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani, serta prinsip fikir, dzikir, dan ikhtiar dengan Tahapan pendidikan karakter melalui tahap-tahap: Syareat (aturan perilaku yang tampak secara fisik melalui pembiasaan) untuk Siswa SD, dan pada tingkatan yang lebih tinggi masuk ke tahap Hakekat (memahami substansi), Tarekat (dipraktikkan dalam berbagai bentuk laku), dan Ma’rifat (paham, insyaf dengan penuh kesadaran diri) sesuai tahapan perkembangan siswa, sebagaimana telah diletakkan oleh Ki Hajar Dewantoro (1962).

Keenam, praktikkan pendidikan karakter melalui berbagai program pembiasaan baik melalui program yang bersifat rutin, insidental, maupun yang terprogram. Mutiara pendidikan yang dikemukanan Dorothy (dalam Dryden dan Vos, 2000) berikut ini patut direnungkan kembali:

• Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.

• Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.

• Jika anak dibesarkan dengan cemooohan, ia belajar rendah diri.

• Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri.

• Jika anak dibesarkan dengan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.

• Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.

• Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.

• Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan.

• Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan.

• Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri.

• Jika anak dibesarkan dengan penuh kasih sayang, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Ketujuh, integrasikan praktik pendidikan karakter di Sekolah Dasar ke dalam berbagai mata pelajaran yang ada di SD. Pengintegrasian ini sesuai dengan filsafat pendidikan umum (Phenix, 1956) bahwa pendidikan umum pada dasarnya adalah untuk mengembangkan kepribadian secara utuh dan menjadikan warga negara yang berkarakter baik. Pribadi utuh dan karakter baik tersebut akan terwujud pada diri seseorang ketika pada diri seseorang itu hadir (terinternalisasi) nilai- nilai dari dari dunia simbolis (bahasa dan matematika), dunia empiris (ilmu pengetahuan empirik misalnya IPA dan IPS), dunia estetik (kesenian), dunia etik (pilihan perilaku moral: budi pekerti, akhlaq, pendidikan moral), dan dunia sinoptik (agama, filsafat, dan sejarah).

Kedelapan, praktikkan pendidikan karakter SD dengan pembelajaran yang berorientasi komprehensif, konstruktivistik dan terpadu dengan menggunakan model-model pendidikan nilai dan karakter yang sesuai dengan dunia anak, dan berorientasi pada proses internalisasi nilai.

Hadirin yang mulia,

Di muka sudah disinggung bahwa pembelajaran yang berorientasi behavioristik yang dihasilkan dari ujicoba binatang, dipandang kurang tepat bagi manusia karena manusia berbeda dengan hewan. Hewan sangat ditentukan dan tunduk oleh lingkungan sedangkan manusia menentukan dirinya sendiri; pendidikan dengan orientasi pada teori behavioristik akan menghasilkan manusia mekanik yang perilakunya seperti robot. Teori-teori yang berorientasi kognitivistik juga banyak kelemahannya, memang teori ini telah terbukti menjadikan manusia-manusia yang pandai (pinter) tetapi tidak jarang diantara mereka yang menggunakan kepintarannya untuk “minteri” orang lain; teori ini telah menghasilkan orang-orang yang “rumongso biso” tetapi “ora biso rumongso”;

menghasilkan orang pandai tetapi banyak diantara mereka yang perilakunya seperti orang bodoh.

Meskipun ada kalanya implementasi teori behavioristik dan kognitivistik masih dirasa diperlukan untuk pengembangan kompetensi-kompetensi tertentu, akan tetapi teori-teori yang berorientasi konstruktivistik dengan model pembelajaran terpadu di sekolah dasar dipandang lebih sesuai untuk mengembangkan karakter.

Pembelajaran nilai dalam konteks pendidikan karakter dengan pembelajaran yang ber- orientasi konstruktivistik dipandang lebih sesuai, karena pembelajaran konstruktivistik lebih me- mungkinkan peserta didik lebih aktif, kreatif, dan memperoleh makna dari pengalaman belajarnya.

Pembelajaran konstruktivistik dengan model-model pembelajaran terpadu yang bercirikan: holistik, otentik, aktif-kreatif-menyenangkan, bermakna, dan kontekstual adalah sangat efektif untuk pen- didikan karakter. Latif (2007) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis konteks menawarkan satu alternatif untuk mengembangkan potensi soft skill seperti nilai-nilai keterbukaan, kejujuran, tanggung jawab, dan pengendalian diri.

Pembelajaran terpadu yang salah satu cirinya adalah menggunakan situasi kehidupan riil sebagai sumber dan media belajar merupakan pembelajaran, sejalan dengan filsafat ‘Alam Terkembang Menjadi Guru” sebagaimana diungkapkan oleh Mohammad Syafei seorang tokoh Pendidikan NIS Kayutaman (dalam Faizah, 2010) bahwa alam semesta adalah maha guru yang terkait rapat dengan kecerdasan spiritual dan dipenuhi kecerdasan sosial emosional sehingga menumbuhkan karakter pekerja keras, rasa percaya diri, pantang menyerah, memiliki rasa estetika, kreatif, dan peka sebagai hamba yang berketuhanan.

Hasil penelitian Akbar (2003) menyatakan bahwa model-model pembelajaran PPKn terpadu sangat efektif mampu mencapai tujuan pembelajaran PPKn di Sekolah Dasar yang ditargetkan.

Penelitian Akbar (2007-b, 2008-a, 2008-b, 2009-a, 2009-b, dan 2009-c) tentang pembelajaran tematik di Sekolah Dasar baik dalam ujicoba skala terbatas (di Malang) maupun skala luas (di Jawa Timur) untuk 10 tema menunjukkan bahwa implementasi model-model pembelajaran tematik (terpadu) sangat efektif dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ditargetkan, mengaktifkan siswa, menjadikan siswa kreatif, dan mampu mengembangkan kecakapan-kecakapan personal (misalnya tumbuhnya kesadaran diri), kecakapan sosial (kemampuan berkomunikasi, berkolaborasi, dan bekerjasama), kecakapan akademik (misalnya kemampuan membangun dan menggunakan teori), dan kecakapan vokasional (kemampuan yang berkaitan dengan dunia kerja).

Ujicoba model pembelajaran nilai dan karakter berbasis nilai-nilai kehidupan di Sekolah Dasar yang dikembangkan (Akbar, 2002, 2010) sebuah model pembelajaran nilai yang berorientasi komprehenshif, yakni sebuah model yang memadukan prinsip Ngerti, Ngroso, dan Nglakoni (Manunggaling Ngo), atau memadukan unsur-unsur karakter yakni Moral Knowing, Moral Feeling, dan Moral Action (Intregrated Three in One) dalam satu pengalaman belajar, menunjukkan bahwa implementasi model Manunggaling Ngo (Integrated Three in One) dapat mengembangkan nilai-nilai kehidupan secara efektif (yakni: nilai kepatuhan kepada peraturan, kerjasama, dan penghargaan kepada orang lain). Untuk memperoleh gambaran yang lebih komprehenship tentang model Manunggaling Ngo (Integrated Three in One Model) ini tentang langkah-langkah dan pengoperasian model dalam pembelajaran nilai diterbitkan secara tersendiri.

Dunia anak SD adalah bermain. Pembelajaran nilai untuk membangun karakter peserta didik di SD sangat baik dengan menggunakan berbagai “permainan yang menggunakan aturan” sebagai media dan sumber belajarnya. Dengan bermain anak-anak SD dapat belajar kecermatan, menjunjung tinggi kejujuran, kepatuhan pada aturan, sehingga permainan dapat dipandang sebagai upaya membangun mental dan moral secara konkrit (Faizah, 2008).

Pembelajaran konstruktivistik dengan menerapkan pola-pola pembelajaran di SD yang membantu terjadinya proses internalisasi nilai-nilai melalui proses siklus: understanding, action, dan reflection (sebagaimana ditekankan oleh Bohlin dkk (2001) dan dibuktikan melalui riset-riset yang dilakukan Akbar (2002, 2009, dan 2010) adalah sangat efektif dapat mempercepat terjadinya proses internalisasi nilai-nilai. Pembelajaran melalui ikhtiar (Akbar, 2000, 2007-b) dalam dunia secara riil (action) dapat menghilangkan perasaan malu dan rendah diri, dapat mengembangkan keberanian, kreatifitas, kepercayaan diri, kerja keras, optimisme, dan kemandirian.

Kesembilan, para Kepala Sekolah, Guru, Orang Tua, dan Staf Administrasi hendaknya menerapkan kepemimpinan moral (moral leadership).

Hadirin yang Mulia,

Moral leadersip (Sergiovanni, 1996) adalah kepemimpinan yang digambarkan dengan satunya keyakinan, ucapan, sikap, dan tindakan sang pemimpin. Ada konsistensi antara kebenaran yang diyakini dengan ucapan, sikap, dan perbuatan sang pemimpin. Kepemimpinan moral inilah yang mampu menjadikan sang pemimpin yang keyakinan, ucapan, sikap, dan perilakunya patut diteladani, kepribadian sang pemimpin menjadi tampak kokoh, disegani, dikagumi, dan kharismatik.

Kepemimpinan moral ini sangat efektif untuk pendidikan karakter. Para kepala sekolah, guru, orang tua, dan staf administrasi hendaknya menerapkan kepemimpinan moral (moral leadership).

Hidayatullah (2010) menyatakan guru-guru yang dapat mendidik karakter adalah guru-guru yang berkarakter dengan karakteristik amanah, patut diteladani, dan cerdas. Penelitian Akbar (2000, 2007- b) menunjukkan bahwa kepercayaan yang tinggi pada pemimpin dan keteladanan (kyai) dapat mempercepat terjadinya proses internalisasi nilai-nilai. Melalui kepercayaan dan keteladanan terjadi proses identifikasi, atensi, retensi, dan proses motivasional sehingga terjadi penyadaran diri secara mendalam.

Kesepuluh, hindarkan praktik pembelajaran dan pendidikan dengan kekerasan, kekangan, ancaman, disiplin yang kaku, larangan dan hukuman yang keras.

Hadirin yang Mulia,

Didiklah peserta didik di Sekolah Dasar dengan penuh kasih sayang, bantuan, empati, dan menjadi pamong yang bersifat membebaskan berkembangnya potensi positif diri mereka sendiri.

Pendidikan semacam ini yang dapat menghadirkan rasa cinta, kepekaan perasaan, dan sifat peduli dan melingi pada diri siswa SD.

Puisi pembebasan yang ditulis oleh Khalil Gibran ini patut direnungkan kembali:

ANAK-ANAKMU

Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu.

Mereka adalah anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri. Mereka lahir melalui Engkau, tetapi bukan darimu.

Meskipun mereka ada bersamamu, tetapi mereka bukan milikmu. Pada mereka Engkau memberikan cintamu, tetapi bukan pikiranmu. Karena, mereka memiliki pikiran mereka sendiri.

Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh mereka., tetapi bukan jiwa mereka.

Karena jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tidak pernah dapat engkau kunjungi walaupun dalam mimpi.

Engkau bisa menjadi mereka, tetapi jangan coba menjadikan mereka sepertimu. Karena hidup tidak pernah berjalan mundur dan tidak pernah pula berada di masa lalu.

Engkau adalah busur tempat anak-anakmu, menjadi anak panah yang diluncurkan. Sang pemanah membidik kearah keabadian, dan ia merenggangkan kekuatannya, sehingga anak panah itu dapat melesat dan meluncur dengan cepat nan jauh di sana. Jadikanlah tarikan tangan sang pemanah itu suatu kegembiraan,

Sebab, ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang,

maka ia juga mencintai busur yang telah meluncurkannya dengan penuh kekuatan.

Kesebelas, lakukan pembelajaran nilai dengan latihan dengan laku-laku yang mengingatkan kepada Tuhan (dzikrullah), puasa, dan doa.

Masyarakat Indonesia sangat religius, peserta didik di Sekolah Dasar sangat percaya dengan adanya Tuhan dengan segala sifat-sifatnya. Dalam agama apapun, keteringatan seseorang kepada Tuhan dapat menjadi pendorong berperilaku baik. Hampir seluruh agama ada ajaran untuk

berpuasa dengan berbagai cara dan variasi masing-masing. Puasa diyakini sebagai laku yang dapat menangkal karakter buruk dan menjadikan karakter baik. Ki Hajar Dewantoro (1962) juga menyarankan kepada guru-guru untuk mengarahkan peserta didik menjalankan laku-laku puasa dan perjalanan jauh dengan berziarah dalam pendidikan adab ketika mereka sudah masuk pada tahapan thoriqot. Do’a juga bisa menjadi semangat untuk melahirkan perilaku baik sebagaimana yang diminta oleh para pendo’a.

Kepala sekolah, guru-guru, staff dan administrasi di sekolah dasar hendaknya terus berdo’a untuk karakter baik peserta didiknya. Siswa-siswa dibiasakan untuk berdo’a dengan do’a-do’a yang motivasional sesuai konteks pembelajaran nilai dan karakter yang sedang dibelajarkan. Kurangi intensitas do’a-do’a yang bersifat mekanik (do’a tanpa kesadaran diri). Biasakan peserta didik di SD berdo’a dengan tahap: (1) peserta didik di SD dibawa dalam suasana religius dengan memuji asma Tuhan, mengingat Tuhan, pengakuan syukur atas karunia Tuhan; (2) pengakuan dosa-dosa yang telah dilakukan dengan penyesalan dan memohon ampunan untuk tidak kembali pada dosa-dosa yang sama; (3) mohon kepada Nya untuk diberi kekuatan menjadi manusia yang berkarakter lebih baik menuju maqomat yang lebih tinggi, dan (4) dalam berdo’a menggunakan bahasa yang dipahami pendo’a, dengan bahasa yang menyentuh perasaan, ada introspeksi diri (muhasabah), ada pertobatan (taubatannasuha), nilai-nilai dan perubahan perilaku yang menjadi tujuan proses pembelajaran di kemas dalam do’a. Do’a yang berkarakteristik tersebut dapat mempercepat proses internalisasi dan mengembangkan nilai-nilai dan mempengaruhi perilaku baik seseorang (Akbar, 2001). Berdoa identik dengan berdzikir (mengingat Tuhan). Akbar (2000, 2007-b) menemukan prinsip bahwa melalui dzikrullah dapat mengembangkan keberanian, kepercayaan diri, kerja keras, dan berpikir positif.

Hadirin yang Mulia,

Izinkan saya untuk menyampaikan firman Allah dalam Surat Al-A’raf 58: “wal baladuttoyyibu yakhruju nabaatuhu biidzni robbihi, walladziina khobutsa laa yakhruju illaa nakida; kadzaalika nushorriful aayaati liqoumiyyasykuruun”, artinya, dan tanah yang baik tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah, dan tanah yang tidak subur tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana, demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran kami (Allah) bagi orang-orang yang bersyukur.

Revitalisasi Pendidikan karakter di Sekolah Dasar yang saya sampaikan dalam pidato ini dapat dianalogikan sebagai upaya menyuburkan tanah sebagaimana dinyatakan dalam Surat Al-A’raf 58 diatas. Peserta didiknya bagaikan tanaman yang tumbuh diatas tanah itu, tenaga pendidik dan kependidikannya bagaikan petani yang merawat tanaman itu dengan memupuk, menyiangi tetumbuhan parasitnya, memberantas hamanya, dan menata iklimnya sehingga tanaman itu bisa tumbuh subur dengan seizin Allah. Sekolah sekedar berupaya untuk mengembangkan sistem pendidikan karakter yang baik agar tumbuh generasi yang berkarakter baik. Dalam Ayat diatas juga jelas sekali bahwa, jika tanah itu kita biarkan gersang, maka hampir dapat dipastikan tanamannya akan tumbuh merana. Untuk itu, revitalisasi pendidikan karakter di SD perlu dilakukan agar tercita situasi pendidikan karakter yang kondusif untuk mewujudkan karakter generasi mendatang yang lebih baik. Allahlah yang paling mengetahui segalanya.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Sa’dun. 2000-a. Prinsip-prinsip dan Vektor-vektor Percepatan Proses Internalisasi Kewirausahaan: Studi pada Pendidikan Visi Pondok Pesantren Daarut-Tauhied Bandung, Disertasi, Bandung: PPS UPI.

Akbar, 2000-b. Pendidikan Nilai dengan Pendekatan Sufistik, Artikel dalam Jurnal Pendidikan Nilai , Edisi Mei Tahun 2000.

Akbar, Sa’dun, 2001. Pembelajaran Nilai dengan Do’a, Artikel: dalam Jurnal Pendidikan Nilai, Edisi November 2001.

Akbar, Sa’dun, Margono, dan M. Noorsyam, 2002. Kajian Kurikulum dan Model-model Pembelajaran PPKn SD, Penelitian Kompetisi Berskala Nasional melalui Proyek SEQIP, Jakarta: Direktorat TK/SD.

Akbar, Sa’dun, Margono, dan M.Noorsyam, 2003. Pengembangan Model-model Pembelajaran Terpadu untuk PPKn SD, Penelitian Kompetisi Berskala Nasional melalui Proyek SEQIP, Jakarta: Direktorat TK/SD.

Akbar, Sa’dun, I Wayan Sutama, dan Pujianto, 2006. Pengembangan Model-model Pembelajaran Tematik untuk Kelas-1 dan Kelas-2 SD, Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun-1 dengan Fokus: Identifikasi Masalah-masalah Pembelajaran Tematik di SD Jawa Timur, Malang:

Lemlit UM.

Akbar, Sa’dun, I Wayan Sutama, dan Pujianto, 2007-a. Pengembangan Model-model Pembelajaran Tematik untuk Kelas-1 dan Kelas-2 SD, Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun-2 dengan Fokus: Ujicoba Model dalam Skala Terbatas, Laporan Penelitian, Malang: Lemlit UM.

Akbar, Sa’dun, 2007-b, Pembelajaran Nilai Kewirausahaan dalam Perspektif Pendidikan Umum, Malang: UM Press.

Akbar, Sa’dun, I Wayan Sutama, dan Pujianto, 2008-a. Pengembangan Model-model Pembelajaran Tematik untuk Kelas-1 dan Kelas-2 SD, Hasil Penelitian Hibah Bersaing Tahun-3 dengan Fokus: Ujicoba Model dalam Skala Luas, Laporan Penelitian, Malang: Lemlit UM.

Akbar, Sa’dun, Luluk Faridatuz Z, 2008-b. Laporan Penelitian tentang Penerapan Pembelajaran Tematik untuk Meningkatkan Kualitas Proses Pembelajaran Tema Lingkungan di SDN Tanjungrejo V. Penelitian DIPA UM.

Akbar, Sa’dun. 2008-c. Pendidikan Karakter: Bagaimana Menjadi Manusia yang berkarakter Baik, Artikel dalam Jurnal Pendidikan Nilai, Tahun 16, Nomor 2, November, 2008.

Akbar, Sa’dun, 2009-a, Pengembangan Model Pembelajaran Nilai dan Karakter Berbasis Nilai-nilai Kehidupan di Sekolah Dasar: Laporan Penelitian Hibah Strategis Nasional Tahun-1, dengan Fokus: Identifikasi Masalah-Masalah Pembelajaran Nilai dan Karakter di SD Jawa Timur.

Akbar, Sa’dun, 2009-b. Pembelajaran Tematik SD, Jilid 1A, Buku Berbasis Riset, Yogyakarta:

Penerbit Cipta Media.

Akbar, Sa’dun, 2009-c. Pembelajaran Tematik SD, Jilid 2B, Buku Berbasis Riset, Yogyakarta:

Penerbit Cipta Media.

Akbar, Luluk Faridatuz Z, 2009-d. Prosedur Penyusunan Laporan dan Artikel Hasil Penelitian Tindakan Kelas, Buku Berbasis Riset, Yogyakarta: Penerbit Cipta Media.

Akbar, Sa’dun, 2011. Pendekatan Menyeluruh, Draf Awal untuk penyusunan Pedoman Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar, disajikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional di The Imperium Hotel, Bandung, pada tanggal 25-28 Mei 2011.

Alisyahbana, STA, 1996. Antropologi Baru, Jakarta: Dian Rakyat.

Bafadal, Ibrahim, 2007. Pendidikan Dasar: Kontribusi, Artikulasi, Reorientasi, dan Akselerasi, Teks Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Manajemen Pendidikan Dasar, 22 Februari, Malang: UM.

Bohlin, Karen E, Deborah Farmer, Kevin Ryan, 2001. Building Character in Schools Resource Guide, San Francisco: John Willey & Son.

Commonwealth of Australia, 2005. Values Education Forum: Engaging Your School Community Australia: Departement of Education, Science and Training.

Dewantara, Ki Hajar, 1962. Bagian I: Pendidikan, Yogyakarta: Majlis Luhur Taman Siswa.

Dryden, Gordon dan Vos, Jeannete, 2000. Revolusi Cara Belajar, Terjemahan Word Translation Service, Bandung: Kaifa.

Fahd, A-Malik, 2003. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Saudi Arabia: Kerajaan Saudi Arabia. Faizah, Dewi Utama, 2008. Keindahan Belajar dalam Perspektif Pedagogy: Memaknai

Pengembaraan dan Pergulatan di TK dan Kelas Awal SD, Jakarta: Penerbit Cindi Grafika.

Faizah, Dewi Utama, 2010. Arah Aktif: Sebuah Seni Mendidik Berkreativitas dan Berakhlak Mulia (1953), Gubahan Mohammad Syafei, Solo: Penerbit Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Hidayatullah, M. Furqon, 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban bangsa, Surakarta:

UNS Press.

Latief, M. Adnan, 2007. Pengembangan Soft Skill Melalui Pembelajaran Bbahasa Inggris Berbasis Konteks, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa Inggris, 21 Maret, Malang: Universitas Negeri Malang.

Lickona, Thomas, 1992. Educating for Character, New York: Bantam Books.

Munir, Abdullah, 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah, Yogyakarta: Pedagogia.

Phenix Philip, 1964. Realms of Meaning: Philoshophy of The Curriculum of General Education, New York: Mc.Graw-Hill Book Company.

Kemendiknas 2009, Kebijakan Nasional Pendidikan Karakter Bangsa, Jakarta: Puskur Litbang Kemendiknas.

Kemendiknas, 2010. Pedoman Pendidikan Karakter Bangsa, Jakarta: Ditjen PMPTK, Direktorat Pembinaan Diklat.

Sergiovanni Thomas J, 1992. Moral Leadership, Sanfrancisco: Jossey Bass Publisher. Tilman, Dianne, 2000. Living Values Parent Group: A Facilitator Guide, USA: HCI.

Dalam dokumen Menggagas Pendidikan Masa Depan (Halaman 48-56)