• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model TGT (Teams Games Tournament)

B. Strategi Pembelajaran

5. Model TGT (Teams Games Tournament)

Pendekatan TGT adalah jenis pendekatan pembelajaran pada model pembelajaran kooperatif yang menggunakan turnamen akademik dan menggunakan kuis-kuis, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka. Menurut Saco (2006) dalam TGT siswa memainkan permainan dengan angaota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. (Rusman,2012:224).

Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Misalnya tiap siswa akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka, dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua siswa dari semua tingkat kemampuan untuk menyumbangkan point bagi kelompoknya. Prinsipnya soal sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih mudah untuk anak yang kurang pintar.

Model dan Strategi Pembelajaran Matematika SD| 71 Dalam pelaksanaan pembelajaran terlebih dahulu guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing.

Dalam kerja kelompok, guru memberikan LKS kepada setiap kelompok, dan tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya.

Komponen-komponen Pendekatan TGT

Pendekatan TGT terdiri atas lima komponen utama. Deskripsi dari masing-masing komponen adalah sebagai berikut:

a. Presentasi di kelas

Presentasi kelas merupakan pengajaran langsung seperti diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, atau dapat juga dengan menggunakan presentasi audiovisual.

b. Tim

Tim terdiri dari tiga sampai lima siswa yang memiliki komposisi kelompok berdasarkan kemampuan akademik, ras, etnik, dan gender.

c. Permainan (Game).

Pertanyaan dalam game dirancang dari materi yang relevan dengan materi yang telah disampaikan guru pada presentasi kelas untuk menguji pengetahuan siswa yang telah diperoleh.

d. Turnamen

Turnamen adalah susunan beberapa game yang dipertandingkan di meja turnamen. Turnamen dilakukan setelah guru memberikan presentasi kelas dan kelompok melaksanakan kerja kelompok, biasanya dilaksanakan pada akhir minggu atau akhir unit.

e. Rekognisi Tim.

Tim yang mencapai skor rata-rata berdasarkan kriteria tertentu akan mendapatkan penghargaan khusus, seperti sertifikat yang menarik atau menempatkan foto anggota tim mereka di ruang kelas.

Kriteria Penghargaan

Kriteria (rata-rata tim) Penghargaan

72 | Muh. Hayyun

30-40 Good team

41-45 Great team

46 – ke atas Super tema

Aturan Permainan

Dalam satu perainan terdiri dari kelompok pembaca, kelompok penantang I, kelompok penantang II, dan seterusnya sejumlah kelompok yang ada.

Kelompok pembaca bertugas; a) ambil kartu bernomor dan cari pertanyaan pada lembar permainan, b) baca pertanyaan keras-keras, c) beri jawaban.

Kelompok penantang kesatu bertugas menyetujui atau memberi jawaban yang berbeda. Sedangkan kelompok penantang kedua bertugas, a) menyetujui pembaca atau memberi jawaban yang berbeda, b) cek lembar jawaban. Dan kegiatan ini dilakukan secara bergiliran (game ruler).

Gambar: Games Rulers

Secara lengkap mekanisme games ruler untuk 3 (tiga) tim ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

Pembaca

Penantang Pertama Penantang

Kedua

Team A Tinggi, rata-rata, rendah

Meja Turnamen

Meja Turnamen

Meja Turname

n

Meja Turnamen

Team B

Tinggi, rata-rata, rendah Team C

Tinggi, rata-rata, rendah

Model dan Strategi Pembelajaran Matematika SD| 73 6. Pendekatan Make a Match (Membuat Pasangan)

Pendekatan make a match merupakan salah satu jenis dari pendekatan dalam pembelajaran kooperatif. Pendekatan ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan pendekatan ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan. Tujuan dari make a match ini antara lain: 1) pendalaman materi; 2) penggalian materi; dan 3) edutainment yaitu pembelajaran yang menyenangkan.

Langkah-langkah model pembelajaran make a match adalah sebagai berikut:

a. Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk mempelajari materi di rumah.

b. Siswa dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok pertanyaan dan kelompok jawaban.

c. Guru membagikan satu buah kartu kepada masing-masing siswa. Kartu pertanyaan diberikan kepada kelompok pertanyaan dan kartu jawaban diberikan kepada kelompok jawaban.

d. Siswa memikirkan pasangan pertanyaan atau jawaban dari kartu yang diperolehnya.

e. Guru menginstruksikan siswa untuk mencari pasangan kartu yang diperoleh dalam waktu yang disepakati.

f. Siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartu yang diperolehnya.

g. Guru memberikan tanda saat waktu mencari pasangan kartu telah habis.

Kelebihan dari model Make a Match adalah sebagai berikut :

a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik

b. Metode ini menyenangkan karena ada unsur permainan

c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari d. Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa

e. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.

74 | Muh. Hayyun

f. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar 3. Model Pembelajaran PMRI (Pendidikan Matematika Realistik)

Pembelajaran model PMRI merupakan model pembelajaran matematika yang mengaitkan pembelajaran matematika dengan masalah- masalah realistik (nyata). Model PMRI memiliki keterkaitan dengan model CTL karena mengaitkan pembelajaran dengan dunia nyata. Model PMRI atau RME pertama kali diperkenalkan oleh

Hans Fruedenthal (1971),seorang ahli matematika berkebangsaan belanda yang melihat matematika sebagai sesuatu yang asing dengan siswa, karenanya RME merupakan model pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik atau berdasarkan dunia nyata, atau sesuatu yang dekat dan real dengan siswa.

Di indonesia RME akrab dengan istilah PMRI atau pendidikan matematika realistik indonesia. PMRI merupakan gerakan reformasi pembelajaran matematika dari yang sangat abstraks kepada matematika yang lebih realistik dengan siswa. Model PMRI memberikan keluasan kepada guru untuk bereksplorasi menggunakan bahan-bahan yang ada di sekitar sekolah atau permainan anak-anak sebagai alat peraga pembelajaran matematika. Seperti kita pahami bahwa matematika merupakan ilmu yang abstraks, ilmu tentang simbol sehingga memungkinkan bagi siswa yang mengalami keterbatasan kemampuan sedikit lebih sulit. PMRI hadir sebagai jawaban atas permasalahan-permasalahan matematika yang abstraks dan sulit bagi siswa. Dalam PMRI dikenal istilah matematisasi yaitu proses mematematikan dunia nyata. Matematisasi dibedakan menjadi dua yaitu matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal adalah proses penyelesaian soal-soal kontekstual dari dunia nyata. Dalam matematika horizontal, siswa mencoba menyelesaikan soal- soal dari dunia nyata dengan cara mereka sendiri, dan menggunakan bahasa dan simbol mereka sendiri. Sedangkan matematisasi vertikal

Hans Fruedenthal (1905-1990)

Model dan Strategi Pembelajaran Matematika SD| 75 adalah proses formalisasi konsep matematika. Dalam matematisasi vertikal, siswa mencoba menyusun prosedur umum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langung tanpa bantuan konteks. Dalam istilah Freudenthal (dalam van den Heuvel-Panhuisen, 1996) matematisasi horizontal berarti bergerak dari dunia nyata ke dalam dunia simbol, sedangkan matematisasi vertikal berarti bergerak di dalam dunia simbol itu sendiri.

Sebab itu ada tiga prinsip dasar dalam RME/PMRI, yaitu: penemuan kembali secara terbimbing, fenomenologi didaktis, dan prinsip model mediasi. Ketiga prinsip tersebut sebagai upaya guru dalam pengajaran matematika agar memiliki pemahaman yang baik terhadap materi matematika yang dipelajarinya. Ketiga prinsip tersebut menekankan pada siswa untuk berperan aktif dalam memecahkan masalah-masalah yang dimunculkan oleh guru. Siswa dituntut untuk menggunakan pengetahuan informalnya agar menghasilkan modelnya sendiri dan secara bertahap diarahkan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika, sebagaimana dahulu konsep tersebut ditemukan. Melalui prinsip pertama siswa dihadapkan dengan masalah kontekstual atau realistik yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi sehingga terjadi perbedaan penyelesaian atau prosedur dalam pemecahan masalah. Pembelajaran matematika berdasarkan prinsip kedua dilakukan dengan menyediakan situasi masalah-masalah khusus yang dapat digeneralisasi dan digunakan sebagai dasar untuk matematisasi vertikal. Proses ini lebih menuntut penggunaan penalaran dalam memperoleh generalisasi konsep

Gambar Suasana Pemelajaran Matematika dengan PMRI

76 | Muh. Hayyun

matematika. Pembelajaran matematika juga dilakukan dengan memanfaatkan pengetahuan informal yang telah dimiliki siswa sehingga siswa mempunyai kesadaran bahwa pengetahuan informalnya tersebut berguna dan penting untuk mencapai pengetahuan matematika formal (Aulia Musla Mustika, 2012 : 124-125).

Penemuan terbimbing memberikan pemahaman yang mendalam bagi siswa dalam proses menyelesaikan masalah matematika. Ia dapat memperagakan dengan benda-benda nyata yang ada di sekelilingnya untuk memahami konsep matematika, hal ini tidak lepas dari peran guru untuk mengarahkan bagaimana suatu konsep matematika dapat di peragakan dengan benda atau alat yang dengan siswa.

Selain itu karakteristik dari pendekatan tersebut adalah:

a. Masalah kontekstual yang realistik (realistic contextual problems) digunakan untuk memperkenalkan ide dan konsep matematika kepada siswa.

b. Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip, atau model matematika melalui pemecahan masalah kontekstual yang realistik dengan bantuan guru atau temannya.

c. Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian terhadap masalah yang mereka temukan (yang biasanya ada yang berbeda, baik cara menemukannya maupun hasilnya).

d. Siswa merefleksikan (memikirkan kembali) apa yang telah dikerjakan dan apa yang telah dihasilkan; baik hasil kerja mandiri maupun hasil diskusi.

Gambar: Penggunaan bahan pembelajaran dengan PMRI

Model dan Strategi Pembelajaran Matematika SD| 77 e. Siswa dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pelajaran matematika

yang memang ada hubungannya.

f. Siswa diajak mengembangkan, memperluas, atau meningkatkan hasilhasil dari pekerjaannya agar menemukan konsep atau prinsip matematika yang lebih rumit.

g. Matematika dianggap sebagai kegiatan bukan sebagai produk jadi atau hasil yang siap pakai. Mempelajari matematika sebagai kegiatan paling cocok dilakukan melalui learning by doing (belajar dengan mengerjakan).

Selain itu PMRI memiliki beberapa prinsip diantaranya;

a. Prinsip Aktivitas. Matematika merupakan aktivitas manusia, maka cara terbaik untuk mempelajari matematika adalah melalui doing yakni dengan mengerjakan masalah-masalah yang didesain secara khusus.

Anak tidak dipandang sebagai individu yang hanya siap menerima konsep-konsep matematika siap pakai secara pasif, melainkan harus diperlakukan sebagai partisipan aktif dalam keseluruhan proses pendidikan sehingga mereka mampu mengembangkan sejumlah mathematical tools yang kedalaman serta liku-likunya betul-betul dihayati.

b. Prinsip Realitas. Seperti halnya dalam pendekatan pembelajaran matematika pada umumnya, tujuan utama RME adalah agar siswa mampu mengaplikasikan matematika. Dengan demikian tujuan pengajaran matematika yang paling utama adalah agar siswa mampu menggunakan matematika yang mereka pahami untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dalam RME, prinsip realitas ini tidak hanya dikembangkan pada tahap ahir dari suatu proses pembelajaran melainkan dipandang sebagai suatu sumber untuk belajar matematika.

Karena matematika tumbuh dari matematisasi realitas, maka selayaknya belajar matematika-pun harus diawali dengan proses matematisasi realitas.

c. Prinsip Tahap Pemahaman.

78 | Muh. Hayyun

Proses belajar matematika mencakup berbagai tahapan pemahaman mulai dari pengembangan kemampuan menemukan solusi informal yang berkaitan dengan konteks, menemukan rumus dan skema, sampai menemukan prinsip-prinsip keterkaitan. Persyaratan untuk sampai pada tahap pemahaman berikutnya menuntut adanya kemampuan untuk merefleksi aktivitas pengerjaan tugas-tugas matematika yang telah dilakukan. Aspek refleksi ini dapat terungkap melalui kegiatan yang melibatkan proses interaksi. Model-model yang dikembangkan oleh siswa pada proses selanjutnya akan menjadi modal utama sebagai jembatan antara tahap informal, konteks matematika yang berkaitan dan tahap matematika formal.

d. Prinsip Intertwinement (jalinan)

Salah satu karakteristik dari RME dalam kaitannya dengan matematika sebagai bahan ajar, adalah bahwa matematika tidak dipandang sebagai suatu bahan ajar yang terpisah-pisah. Dengan demikian, menyelesaikan suatu masalah matematika yang kaya-konteks mengandung arti bahwa siswa memiliki kesempatan untuk menerapkan berbagai konsep, rumus, prinsip, serta pemahaman secara terpadu dan saling berkaitan.

e. Prinsip Interaksi.

Dalam pendekatan RME, proses belajar matematika dipandang sebagai suatu aktivitas sosial. Dengan kata lain siswa diberi kesempatan untuk melakukan tukar pengalaman, strategi penyelesaian, serta temuan lainnya di antara sesama mereka. Dengan mendengarkan apa yang ditemukan orang lain serta mendiskusikannya, siswa dimungkinkan untuk meningkatkan strategi yang mereka temukan sendiri. Dengan demikian, interaksi memungkinkan siswa untuk melakukan refleksi yang pada ahirnya akan mendorong mereka pada perolehan pemahaman yang lebih tinggi dari sebelumnya

f. Prinsip Bimbingan.

Model dan Strategi Pembelajaran Matematika SD| 79 Salah satu prinsip kunci yang diajukan Freudenthal dalam pembelajaran matematika adalah perlunya bimbingan agar siswa mampu menemukan kembali matematika. Implikasi dari pandangan ini adalah bahwa baik guru maupun program pendidikan memegang peran yang sangat pital dalam proses bagaimana siswa memperoleh pengetahuan.

4. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)