130
6.1 Pengaruh pemberian ekstrak air umbi ubi jalar ungu terhadap stres oksidatif
mediator proinflamasi seperti TNF-α dan aktivitas lipid peroksidase yang ditandai dengan penurunan kadar MDA.
Penelitian-penelitian menunjukkan antosianin terbukti mampu menghambat stres oksidatif dan peroksidasi lipid. Kesimpulan ini didukung oleh beberapa penelitian antara lain penelitian oleh Khongrum et al. (2012) yang mengamati efek pemberian daun Moringa oleifera dengan dosis 100, 200 dan 300 mg/Kg selama 21 hari terhadap tikus diabetes yang diinduksi dengan Streptozotocin (STZ) dan dilakukan CCI memperoleh hasil terjadi penurunan aktivitas antioksidan SOD dan GSH-Px serta kadar MDA pada saraf yang mengalami cedera dibanding kontrol.
Hasil serupa juga diperoleh dari penelitian Kaulaskar et al. (2012) yang menilai efek pemberian naringenin dosis 25 dan 50mg/kg pada tikus yang diinduksi CCI menyebabkan kadar MDA mengalami penurunan dan kadar GSH mengalami peningkatan secara signifikan dibanding kontrol.
Penelitian oleh Thiagarajan et al. (2014) menguji pemberian ekstrak tumbuhan Vernonia cinerea yang mengandung flavonoid, tannin, sesquiterpene lactone, sterol dan triterpenoid dosis 200, 300 dan 400mg/kg p.o selama 14 hari pada tikus model CCI memperoleh hasil terjadi pengurangan kadar GSH dan total kalsium seiring peningkatan dosis. Penelitian lain berupa pemberian ekstrak etanol dan air Crocus sativus dengan dosis 200mg/kg secara i.p selama 7 hari pada tikus yang diinduksi CCI, berhasil membuktikan bahwa ekstrak tersebut memiliki efek antioksidan kuat yang ditunjukkan melalui penurunan marker–marker stres oksidatif seperti MDA dan glutathione yang dinilai pada hari ke 7 setelah CCI (Amin et al.,2014).
Di antara model nyeri neuropatik, model CCI telah banyak digunakan karena menghasilkan alodinia taktil yang menyerupai kondisi yang dapat diamati pada pasien dengan nyeri neuropatik (Bennett dan Xie, 1988). Pengikatan saraf iskhiadikus telah dilaporkan sebelumnya menyebabkan ketidakseimbangan antara ROS dan enzim antioksidan (Abdulmajeed and Owoyele, 2015).
Penelitian oleh Xu et al. (2007) menunjukkan terjadinya stress oksidatif yang diakibatkan oleh aktivasi jalur p38MAPK yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan produksi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, interleukin- intereleukin dan COX-2 yang merupakan mediator penting dalam progresifitas nyeri neuropatik.
CCI menginduksi hipoksia iskemik menyebabkan ketidakseimbangan metabolit sekunder pada serabut saraf yang terlibat dan menginduksi stres oksidatif (Chanchal et al., 2016). CCI menyebabkan kerusakan oksidatif yang signifikan pada nervus ischiadikus dengan indikator berupa peningkatan konsentrasi MDA dan NO dan pengurangan level GSH. Bukti telah menunjukkan bahwa ROS terlibat pada pembentukan dan pemeliharaan nyeri neuropatik (Kaulaskar et al., 2012).
CCI juga dapat menginduksi peningkatan TBARS dan kalsium total serta penurunan glutathione sehingga mendukung anggapan bahwa radikal bebas dapat berkontribusi pada patogenesis neuropati. Konsentrasi kalsium intraselular ditingkatkan oleh radikal bebas seiring dengan aktivasi reseptor NMDA, yang telah dianggap memiliki hubungan dengan modulasi nyeri. Pemberian ekstrak yang mengandung flavonoid pada tikus secara signifikan meningkatkan tingkat penanda
antioksidan seperti katalase, superoksida dismutase, glutathione, glutathione peroxidase dan transferase glutathione-S dalam darah dan hati, sedangkan aktivitas peroksidasi lipid menurun secara signifikan (Thiagarajan et al., 2014).
Peroksida lipid menginduksi gangguan fungsi membran dan integritas serta modifikasi protein dan basis DNA yang telah terlibat dalam patogenesis berbagai penyakit. Asam lemak tak jenuh ganda sangat rentan terhadap oksidasi dan mudah membentuk hidroperoksida lipid yang pada akhirnya menimbulkan α, β aldehida tak jenuh dan produk peroksida lipid lainnya. Spesies aldehida ini menunjukkan toksisitas dengan memodifikasi gen nukleofilik dari protein dan DNA secara kovalen. MDA dan HNE adalah biomarker potensial peroksida lipid. MDA adalah produk akhir yang stabil dari degradasi oksidatif asam lemak tak jenuh ganda yang biasanya berkorelasi dengan patogenesis berbagai penyakit seperti aterosklerosis, stroke dan penyakit Graves (Palipoch & Koomhin, 2015).
Antosianin merupakan antioksidan kuat. Antosianin memakan radikal superoksida (O2.-), hidroksil (OH.), lipid peroxyl (Roo.) serta menghambat peroksidasi lipid (Cao et al., 2001). Aktivitas antioksidan antosianin terjadi secara langsung maupun secara tidak langsung. Mekanisme kerja antosianin sebagai antioksidan melalui beberapa mekanisme: 1) mencegah pembentukan radikal bebas dengan cara menghambat enzim xanthine oxidase dan khalesi metal transisi; 2) menghambat radikal bebas merusak sel target (mendonorkan elektron dan menangkap radikal bebas); 3) menghambat propagasi reaksi oksidatif (chain breaking antioxidant); 4) menguatkan
(reinforce) kapasitas antioksidan sel (sparing effect) dan menginduksi ekspresi antioksidan endogen (Han et al., 2007; Ross, 2012; Suwarba et al., 2016).
Kandungan antioksidan dari ubi jalar ungu dapat mencegah kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas, kemungkinan dengan cara memakan ataupun memutus rantai reaksinya. Antosianin dapat menstabilkan senyawa oksigen reaktif dengan bereaksi dengan susunan reaktif dari radikal tersebut. Antosianin yang merupakan golongan flavonoid juga dapat membantu sistem pertahanan antioksidan dalam tubuh ( Nijveldt et al., 2001).
Temuan ini menunjukkan bahwa peroksidasi lipid endoneuronal meningkat sebagai konsekuensi CCI pada saraf iskhiadikus. Peroksidasi lipid yang meningkat dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh radikal bebas (ROS atau NO) pada saraf iskhiadikus tikus. Hasil ini juga membuktikan bahwa cedera oksidatif telah terlibat dalam patofisiologi cedera saraf dan penyakit neurodegeneratif. Protein antioksidan memberikan pertahanan endogen terhadap cedera oksidatif tersebut dan dapat menghasilkan petunjuk penting mengenai mekanisme sitoproteksi dan pemulihan neuron.
Mekanisme kerja antosianin menekan peroksida lipid dan jenis pasti ROS atau NO yang dipengaruhi oleh ekstrak air umbi ubi jalar ungu pada tikus dengan cedera saraf tepi belum dapat diketahui secara pasti dari penelitian ini sehingga butuh penelitian lebih lanjut.
Penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa subyek yang diberikan terapi ekstrak air umbi ubi jalar ungu kultivar Bali dengan dosis antosianin 400mg/kgBB
perhari selama 28 hari menunjukkan kadar MDA lebih rendah dibanding kontrol pada tikus model nyeri neuropatik yang diinduksi dengan CCI. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa hipotesi pertama penelitian ini terbukti.
6.2 Pengaruh pemberian ekstrak air umbi ubi jalar ungu terhadap inflamasi