BAB 2 LANDASAN TEORI
D. Pengadaan Barang dan Jasa
1. Pengertian Pengadaan Barang dan Jasa
Bab 2 Landasan Teori 109 (1) menetapkan bahwa Algemene Rekenkamer ini melakukan tugas pengawasan atas penguasaan administratif dan keuangan negara.
Justifikasi pemberlakuan ICW semula didasarkan atas Pasal II, Aturan Peralihan (UUD 1945 sebelum diamandemen) sebagai suatu transition clausule untuk mencegah vakum dalam pengaturan dan sistem kekuasaan pasca kemerdekaan. UPI dapat dinilai sebagai sekadar “polesan” dari ICW, meng ingat proses revisi yang dilakukan terhadap ICW hanya menjangkau pada ranah sistem dan struktur formal dari ICW. Pada tahun 1945–1963 masih dipergunakan anggaran perang (war budgetting) dengan mempergunakan ICW sebagai dasar penganggaran APBN dan Beheersvoorschriften sebagai dasar penganggaran APBD.72
ICW merupakan warisan kolonial penjajah Belanda, yang tentunya sangat jauh dari semangat kemerdekaan RI, dan sudah seharusnya ICW dihapus dan di
gantikan dengan peraturan perundangundang yang mengatur keuangan negara sesuai dengan semangat proklamasi kemerdekaan RI dan semangat reformasi sekarang ini.
Secara garis besar, baik ICW maupun UPI mengatur mengenai tiga hal pokok dalam pengelolaan keuangan negara, yaitu:73
a. aspek pengelolaan keuangan negara;
b. aspek perbendaharaan negara; dan c. aspek pengawasan keuangan negara.
Ketiga aspek tersebut selanjutnya diatur secara terpisah melalui paket UndangUndang Keuangan setelah reformasi, yaitu UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UndangUndang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
D. PENGADAAN BARANG DAN JASA
baik dan lancar, maka tingkat kepuasan masyarakat akan meningkat. Barang/
jasa publik adalah barang yang pengunaannya terkait dengan kepentingan masyarakat banyak, baik secara berkelompok maupun secara umum, sedangkan barang/jasa privat merupakan barang yang hanya digunakan secara individual atau kelompok tertentu. Berdasarkan atas penggolongan ini, maka suatu barang atau jasa dapat saja dikategorikan atas barang publik tetapi dapat juga dikategori
kan atas barang privat tergantung pada penggunaannya.74
Sebagai contoh barang publik adalah komputer dan peralatan tulis yang di
gunakan di instansi atau lembaga pemerintah yang digunakan dalam operasional pelayanan publik, maka dikategorikan sebagai barang publik, tapi bila digunakan untuk kepentingan pribadi maka dikategorikan sebagai barang privat.
Untuk pengadaan barang/jasa bagi instansi/lembaga maka dilaksanakan peng
adaan barang/jasa pemerintah, yang dikenal dengan public procurement. Public procurement adalah pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh pemerintah.
Definisi pengadaan barang dan jasa menurut kamus hukum berarti mem
borong pekerjaan/menyuruh pihak lain untuk mengerjakan atau mem borong pekerjaan seluruhnya atau sebagian pekerjaan sesuai dengan pekerjaan atau kontrak yang dibuat oleh kedua belah pihak sebelum pekerjaan pemborongan itu dilakukan.75
Maksud dari memborong pekerjaan adalah melimpahkan, menyediakan, atau memberikan kepada pihak lain untuk mengerjakan semua atau sebagian pekerjaan sesuai, tentunya dengan persyaratan tertentu sesuai dengan perjanjian atau kontrak yang dibuat sebelum pekerjaan dilaksanakan. Pihak lain yang diserahi tugas untuk melaksanakan pekerjaan haruslah mengerti dan ahli dalam pekerjaan tersebut.
Berbagai rumusan tentang definisi pengadaan telah banyak dikemukakan oleh para pakar, di antaranya Arrowsmith, Nur Bahagia, Christopher dan Schooner, dan sebagainya. Pada prinsipnya, pengadaan adalah kegiatan untuk mendapatkan barang, atau jasa secara transparan, efektif, dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya. Maksud barang di sini meliputi peralatan dan juga bangunan, baik untuk kepentingan publik maupun privat.76
74 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, op.cit., hlm. 11 dan 12.
75 Marzuqi Yahya dan Endah Fitri Susanti, op.cit., hlm. 3 dan 4.
76 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, loc.cit., hlm. 10.
Bab 2 Landasan Teori 111 Dalam pengertian tersebut, pengadaan dilakukan secara terbuka, dalam waktu yang cepat, serta mendapatkan hasil yang tepat dan sesuai dengan kualifikasi barang/jasa yang dibutuhkan. Barang di sini merupakan benda yang berwujud, tidak berwujud, bergerak atau tidak bergerak yang dapat diperdagangkan, digunakan, dan dimanfaatkan oleh pengguna barang. Dalam konteks pengadaan barang/jasa pemerintah, barang meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi atau peralatan, dan makhluk hidup.
Menurut Edquist et.al., pada prinsipnya, pengadaan publik (public pro- curement) adalah proses akuisisi yang dilakukan oleh pemerintah dan institusi publik untuk mendapatkan barang (goods), bangunan (works), dan jasa (services) secara transparan, efektif, dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya. Dalam hal ini, pengguna bisa individu (pejabat), unit organisasi (dinas, fakultas, dan sebagainya), atau kelompok masyarakat luas. Bila dilakukan oleh pemerintah dan institusi publik maka dikategorikan sebagai public procurement, namun jika di
lakukan oleh institusi privat (swasta) maka dikategorikan sebagai private procurement.77
Jadi yang membedakan antara public procurement dan private procurement adalah pelaksana dan penggunanya. Jika pengadaan publik maka dilakukan oleh pemerintah untuk kepentingan umum atau institusi/lembaga pemerintah. Jika pengadaan privat, maka pelaksananya adalah badan hukum swasta atau institusi privat.
Berdasarkan atas penggunanya, Edquist et.al., membedakan public pro- curement atas direct procurement dan catalic procurement. Pada direct public procurement, institusi publik menjadi pelaksana pengadaan sekaligus merupakan pengguna dari barang/jasa yang diadakan. Oleh sebab itu, secara intrinsik motivasi kebutuhan dan pengusulan pengadaan berasal dari pelaksana pengadaan yang sekaligus juga penggunanya. Pada catalic procurement, pelaksana pengadaan melakukan pengadaan atas nama dan untuk pengguna barang/jasa, namun motivasi kebutuhan dan pengusulan pengadaan berasal dari pelaksana pengadaan bukan dari penggunanya.
Selain kedua tipe pengadaan tersebut, dikenal pula tipe campuran yang disebut cooperative public procurement, di mana pelaksana pengadaan melakukan pengadaan atas nama dan untuk pengguna barang/jasa, namun
77 Ibid., hlm. 12.
motivasi kebutuhan dan pengusulan pengadaan berasal dari pengguna atau motivasi kebutuhan dari pengguna dan pengusulan pengadaan dan pelaksanaan pengadaan dilakukan oleh pelaksana pengadaan. Sebagai contoh tipe cooperatif adalah pembangunan pasar, usulan pembangunan dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota (dinas pasar), bukan oleh penggunanya (pedagang pasar dan masyarakat konsumen), dan pelak sa
naannya dapat dilakukan oleh pemerintah provinsi.78
Menurut pendapat Edquist et.al., tersebut, maka ada tiga jenis pengadaan, yaitu public procurement atas direct procurement, catalic procurement, dan cooperative public procurement, di mana yang membedakan antara ketiga jenis pengadaan ini adalah pelaksana dan penggunanya. Meskipun banyak jenis dalam peng adaan barang/jasa pemerintah, tujuan pengadaan tersebut tetap untuk kepen
tingan umum dengan sumber dana yang berasal dari uang negara, sehingga pelaksanaannya harus sesuai dengan prinsipprinsip dan etika dalam peng adaan barang/jasa pemerintah.
Semua pengadaan barang/jasa pemerintah, entah sumber dananya berasal dari APBN atau APBD maupun dana masyarakat yang dikelola oleh institusi pemerintah, maka seluruh kegiatan dan proses pengadaannya harus mengacu dan mengikuti Perpres No. 70 Tahun 2012 jo. Perpres No. 4 Tahun 2015.