• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penguatan Ketahanan Komunitas melalui Sistem

Dalam dokumen ketahanan iklim berbasis masyarakat (Halaman 122-128)

BAB VII IMPLEMENTASI SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR

7.1 Penguatan Ketahanan Komunitas melalui Sistem

| 105

| 106

menekankan pada strategi dan inovasi yang dapat membantu pemulihan terhadap tekanan (stresses) serta goncangan (shocks), baik yang sudah diperhitungkan akan terjadi maupun belum (Tyler &

Moench, 2012). Pada akhirnya, konsep tersebut membantu mengurangi kelemahan-kelemahan pendekatan berbasis “predict and prevent” dan menyiapkan wilayah, termasuk di dalamnya masyarakat, bahkan dalam kondisi ketidakpastian tinggi (high uncertainty). Konsep ketahanan iklim salah satunya diterjemahkan melalui upaya penanggulangan bencana banjir dengan membangun kesiapsiagaan masyarakat.

Dalam upaya penanggulangan bencana, khususnya banjir, terdapat dua komponen penting, yaitu Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan Penanggulangan Bencana (PB) (Mojtahedi & Oo, 2017). PRB meliputi aktivitas mitigasi yang berorientasi pada penguatan sistem secara internal untuk mengurangi risiko paparan bencana. Di sisi lain, terdapat PB yang terdiri dari aktivitas kesiapsiagaan, respon, dan pemulihan. Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir atau Flood Early Warning System (FEWS) termasuk dalam aktivitas respon saat terjadi bencana. Sistem tersebut berfungsi untuk memberikan peringatan kepada masyarakat sebelum terjadinya banjir, sehingga dapat meminimalisir dampak kerugian (jiwa dan materi) yang diderita (Indrasari et al., 2018). Posisi peringatan dini dalam penanggulangan bencana dapat dilihat pada Gambar 7.1.

Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir merupakan upaya elaborasi teknologi dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka mengantisipasi, menangani, menanggulangi, dan mengurangi risiko serta dampak bencana banjir. Melalui pemberdayaan tersebut, masyarakat dilatih untuk mengambil tindakan yang efektif dan efisien guna mengurangi korban jiwa, harta benda dan mata pencaharian/

penghidupan, serta kerusakan lingkungan akibat banjir (Gautam dan Phaiju, 2013).

| 107

Sumber: Diadaptasi dari Mojtahedi & Oo, 2017

Gambar 7. 1 Posisi Peringatan Dini dalam Penanggulangan Bencana

Di sisi lain, Sistem Peringatan Dini Banjir dirancang untuk memprediksi kejadian banjir beserta lokasi genangan. Teknologi tersebut memanfaatkan berbagai input data hujan secara real time, yang diperoleh dari radar dan satelit, serta hasil peramalan Numerical Weather Prediction (NWP). Penggunaan data tersebut ditujukan untuk memprediksi waktu yang diperlukan dalam proses evakuasi. Beberapa data yang digunakan dalam pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir di beberapa negara, antara lain:

1. Australian Community Climate and Earth-System Simulator (ACCESS- A) dengan domain wilayah Australia, merupakan prakiraan curah hujan dua hari ke depan.

2. The European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) adalah prakiraan hujan selama 10 hari kedepan.

| 108

3. Cubic Conformal Atmospheric Model (CCAM) merupakan prakiraan hujan tiga hari kedepan.

4. Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) menghasilkan data satelit monitoring pada kondisi terbaru (real time), data radar, dan data pengamatan dari ground station yang dilengkapi dengan sistem pengiriman data tepat waktu atau telemetri.

Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir memerlukan pertimbangan beberapa faktor, meliputi karakteristik hidrologi, frekuensi banjir, kesadaran masyarakat, kerentanan, waktu yang dibutuhkan dan biaya (Gautam dan Phaiju, 2013). Werner et al. (2005) menjelaskan tahapan-tahapan dalam pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir atau FEWS.

Tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.2.

Sumber: Gautam & Phaiju, 2013; Werner et al., 2006 Gambar 7. 2 Tahapan dan Peran Masyarakat dalam FEWS

1. Detection, data pada waktu eksisting (real time) diobservasi dan diproses sehingga mendapatkan informasi tentang kemungkinan atau potensi terjadinya banjir. Informasi tersebut selanjutnya

| 109 diteruskan untuk menyampaikan peringatan (warning) tanpa melalui forecasting. Pada tahapan ini, diperlukan pemilahan (filter) data yang ada karena data yang diperoleh dari lapangan belum tentu memiliki kualitas baik.

2. Forecasting, pada tahapan ini dilakukan prakiraan terhadap curah hujan, tinggi muka air atau debit aliran banjir serta waktu datangnya banjir. Hasil dari tahapan forecasting melengkapi informasi yang diperoleh dari tahapan sebelumnya, sehingga dapat digunakan untuk memberikan peringatan (warning) lanjutan.

3. Warning dan dissemination, tahapan ini merupakan faktor kunci yang menentukan keberhasilan dalam keseluruhan FEWS. Tahapan ini menggunakan informasi yang diperoleh dari tahapan detection ataupun forecasting. Peran pihak yang bertanggungjawab menyebarluaskan informasi sangat penting dalam memastikan informasi tersebut diterima oleh semua. Terdapat beberapa catatan menurut Gautam dan Phaiju (2013), terkait tahapan warning dan disse-mination, yaitu preferensi alur komunikasi perlu disesuaikan dengan sistem komunikasi yang berlangsung di masyarakat, pesan peringatan dibuat dalam bentuk sederhana dan mudah dimengerti (sebaiknya dalam bahasa lokal), meminimalisir munculnya peringatan palsu karena dapat mempengaruhi kredibilitas sistem.

4. Response, jika tahapan warning dan dissemination adalah faktor kunci dalam FEWS, tahapan response atau tanggap darurat merupakan tujuan inti dari keseluruhan sistem. Tahapan ini membutuhkan personil yang tanggap, cepat dan tepat dalam melakukan evakuasi saat terjadi banjir.

Lebih lanjut, Gautam dan Phaiju (2013) menyebutkan bahwa akurasi, waktu, biaya dan keberlanjutan sistem harus dinilai. Selain itu, kapasitas teknis dan ilmiah perlu dilengkapi dengan pengetahuan adat masyarakat atau kearifan lokal setempat. Oleh karena itu, hubungan antara masyarakat dan unit pemerintah daerah perlu dibangun dengan baik sebelum mengembangkan FEWS. Di dalam perencanaan operasional sistem, kegiatan simulasi atau latihan tiruan untuk

| 110

kesiapsiagaan masyarakat serta komponen pemeliharaan dan pembaruan sistem perlu dimasukkan (Harnando, 2007).

Peran masyarakat dalam pengembangan sistem terdiri dari (Gautam dan Phaiju, 2013):

1. Pemantauan dan pengamatan: kelompok penanggulangan bencana tingkat masyarakat dilatih untuk memantau dan mencatat infor- masi terkait banjir, meliputi tingkat bahaya, luas dan durasi banjir di wilayah mereka, korban jiwa, orang hilang, serta kerusakan properti. Pengetahuan lokal tentang lokasi, waktu, durasi, frekuensi, intensitas dan prediktabilitas bahaya banjir yang diperoleh secara empiris akan membentuk FEWS yang efektif.

2. Penyebaran informasi peringatan banjir: kegiatan penyebaran peringatan dini dapat dilakukan dengan memanfaatkan tata cara adat atau kearifan lokal yang berlaku dalam masyarakat. Misalnya, penggunaan kentongan sebagai alarm peringatan, kunjungan dari rumah ke rumah, dan lain sebagainya. Selain itu, berbagai sarana komunikasi modern seperti sirine, telepon, dan megafon juga dapat dimanfaatkan. Hal lain yang tidak kalah penting adalah kemam- puan masyarakat lokal untuk menyebarkan pengetahuan (transfer knowledge) di antara mereka sendiri dan antar generasi. Kegiatan tersebut merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya banjir. Kampanye penyadaran masyarakat juga dapat disampaikan dalam bentuk lagu daerah, puisi dan atau peribahasa sehingga dapat lebih menarik perhatian.

3. Realisasi respon: respon yang cepat dan tanggap diperlukan dalam memindahkan barang dan orang ke dataran lebih tinggi, tempat penampungan atau daerah aman. Penyediaan peralatan keselamatan seperti jaket pelampung, perahu dan kendaraan juga diperlukan dalam mendukung respon cepat tanggap. Selain itu, barang-barang lain yang perlu disiapkan adalah stok makanan, air minum dan obat-obatan. Melalui realisasi respon tersebut diharapkan masyarakat mampu meminimalisir kerugian berupa

| 111 korban jiwa, ternak, benih, kebutuhan rumah tangga dan peralatan pertanian.

4. Pemeliharaan instrumen atau alat: kelompok penanggulangan bencana juga diajarkan untuk melakukan pemeliharaan kecil terhadap peralatan kesiapsiagaan yang tersedia.

5. Pelaksanaan evaluasi pasca-bencana: kelompok penanggulangan bencana secara aktif mengambil bagian dalam pertemuan evaluasi pasca-bencana untuk berbagi data dan informasi dengan para pemangku kepentingan. Informasi ini kemudian digunakan untuk menyempurnakan peta risiko, tingkat peringatan dan bahaya, perencanaan bantuan, penyelamatan dan kegiatan pembangunan.

Dalam dokumen ketahanan iklim berbasis masyarakat (Halaman 122-128)