• Tidak ada hasil yang ditemukan

Problem Mutu Pendidikan Pada Madrasah di Era

Dalam dokumen Manajemen mutu pendidikan islam terpadu (Halaman 68-82)

DI ERA REVOLUSI INDUSTRI

B. Problem Mutu Pendidikan Pada Madrasah di Era

mampu menerapkan standar lulusan, isi, proses, pengelolaan, pen-

didik

dan tenaga kependidikan, evaluasi, pembiayaan, dan sarana prasarana yang

dimulai dari

sederet

siklus untuk

menghasilkan output yangbefinutu tinggi. Pengembangan input dan proses harus bermutu untuk melahirkan lulusan

bermuhl

sampai pada distribusi kepada konsumen pendidikan Madrasah. Selaniutrrya, berdasarkan

informasi umpan-balik dari pengguna output

(pelanggan)

di- gunakan untuk meningkatkan mutu input dan mutu

Proses

guna

menciptakan output

baru atau untul

memperb

aki

output berikutnya. Oleh karena

itu,

pengelolaan pendidikan

di

Madrasah seharusnya menerapkan delapan standar nasional pendidikan agar

output

Madrasah

dapat

mencapai standar nasional pendidikan

di

Lrdonesia

yaitu

menguasai

ilmu

keagamaan

lslam dan ilmu

pengetahuan umum, teknologi informasi, dan berdaya saing.

Dengan mengembangkan

ilmu

keislaman,

ilmu

pengetahuan

umum, dan

keterampilan

teknologi yang

seimbang,

didulung

dengan

mutu

pengelolaan

yang

berbasis pada delapan standar nasional pendidikan, proses

pendidikan di

Madrasah akan me-

lahirkan output yang memiliki

kecerdasan

mental

intelektual,

spiritual

dan kepribadian yang siap berkompetisi

di

era industri.

Pada

era industri

Madrasah

yang mampu

berkompetisi hanya Madrasah yang bermutu dan memiliki orientasi masa depan dalam mencerdaskan

kehidupan

masyarakat

lndonesia yang

mampu bersaing di tingkal lokal, regional, nasional danbahkan intemasional.

generasi bangsa Indonesia.s

Perkembangan lembaga

pmdidikan di

Indonesia secara kuan-

titatif

tumbuh subur,

mulai dari

tingkat dasar, menengah, sampai pendidikan tinggi yang dikelola pemerintah maupun yayasan dari organisasi keagamaan Islam dan kiai di Pesantren. Tetapi kuantitas lembaga pendidikan yang besar tidak

diikuti

dengan jaminan mutu dan kemandirian dari para pengelola temyata meniadi masalah besar bagi pemerintah. Khususnya

dari

aspek pembiayaan, pemerintah harus menyediakan bantuan biaya operasional pendidikan yang besar bagi lembaga pendidikan swasta maupun negeri dari APBN, disebabkan sebagian besar pengelola lembaga pendidikan swasta

di

lndonesia belum mampu membiayai lembaganya secara swadaya dan belum bisa menuniukkan lulusan sesuai standar komPetensi lulusan secara nasional maupun intemasional.

Apabila dilakukan

diagnosis mengapa

muhr pendidikan di

Indonesia masih rendalu

belum

meningkat secara merata, Saleh mencatat, sedikitnya terdapat empat faktor. Pertama, kepala sekolah

dalam

mengelola

pendidikan di sekolah belum

menerapkan

pendekatan eilucation proiluction Junction atau analisb input-proses' oufput. Meskipun sebagian telah dilakukan tetapi

tidak

konsisten.

Kedua, parapelaksana kebijakan

di

tingkat kantor wilayah dan kota pada daerah tertentu ditangani oleh personel yang kurang kompeten di bidang pengembangan standar nasional pendidikan.Ketiga, peran serta masyarakat, orangtua peserta

didik

dalam penyelenggaraan

pendidikan lebih bersifat dukungan

dana,

bukan pada

proses

pendidikan

pengambilan keputusan,

monitorin& evaluasi

dan akuntabilitas. Keempat, penyelenggaraan pendidikan

di

Madrasah

dikelola oleh

sumber

daya

manusia

kurang

profesional dalam memahami dan menerapkan standar nasional pendidikan menye' babkan mutu pendidikan di lndonesia masih tertinggal dari negara- negara lain.5 Rendahnya prestasi belajar peserta

didik di

tingkat

s Fadhit al-Dfarnali, Mcrcr&os Krisb Pcniliiri*on Isla,tt, (Jakada: Golden Press,

792r,19.

6 Abd. Rachman Saleh Mdrasah dan PaulidikotArrt Bar8sa, (Jakarta Raiawali

MANAJoT,IEN MLTTU PENoIDIKAr{ ISLAJU IERPADU 57

nasional dapat dilihat dari hasil Iz donesia National Assessment Program Balitbang, Kemendikbud 2016 menunjukkan persentase penguasaan matematika, membaca dan sains peserta

didik

pada Sekolah Dasar masih kurang. Demikian juga prestasi dalam ujian nasional pada jenjang Sekolah Menengah Pertama/Ntladrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Ataslr4adrasah Aliyahy'Sekolah Menengah Keiuruan terus mengalami penurunan dari tahun 2014/2015-201812019.

Prestasi peserta didik pada tingkat intemasional dari pencapaian Programme

for

lnternational Student Assasmenf (PISA) d,an Trends in lnternational Mnthematics anrl Science Study. Secara global hasil PISA 2015 lndonesia berada pada urutan ke 62 dari 70 negara.T Kemudian hasil prestasi peserta

didik

dalam kemampuan Matematik4 TIMSS 2015, Indonesia berada pada urutan ke-t14 dari 49 negara dan prestasi peserta

didik dalam

kemampuan sains, Indonesia berada pada posisi ke 44 dari 47 negara.s Data Global Human Capital Report yang diterbitkan

Woitl

Economic Forum 2017, menempatkan pendidikan

di

Indonesia berada pada peringkat

ke{5 dari

130 negara anggota ASEAN, seperti Singapura berada pada

urutan

ke-12, Malaysia pada urutan ke-33, Thailand urutan ke40 dan Filipina pada urutan ke-50.Data IJNESCO dalam Global Education

Monitoring

Report 2016, menunjukkan

mutu pendidikan di

Indonesia berada pada urutan ke-10

dari

14 negara berkembang.Sedangkan

mutu

tenaga pendidik, data UNESCO menyebutkan kualitas

guru di

Indonesia sebagai komponen penting dalam pendidikan berada di urutan ke.

14 dari 14 negara berkembang di dunia.e Pe$,2N4),243-244.

'Progrummc

l

ernatbnful Studcnt Assessnunt Country Note-Result

lron

PISA

20I5. Diakses dari https://www.oecd.org/pisa/PlSA-2019-lndonesia.pdf%0.

t Mullis, I. V. S., Ma*iru M. O., Foy, P., & Arora, A. TIMSS 2015 International Results in Mathematics. (rIMSS & PIRLS International Study Center Lynch School of EducatiorL Boston College, 2015),12.https://doi.org,/r0.1002/yd.2m38.

t Syarif Yunus, Guru atau Kuikulum:Titik Uryen Kualitas Pendidikan Indoiesia?

Diakses dari https://kumparan.com/syarif-yunus/guru atau kurikulum titik urgen kuatitas pendidikan indonesia, 7 luru 2079. Lihat iug4 Fieka Nurul Arifa, Uiianto Singgih Prayitno, Peningkatan Kualitas Pendidikan: Program Pendidikan Profesi

Guru Prajabatan dalam Pemenuhaa Kebutuhan Guru Profesional di Indonesi4 Aspbasi lurrul Masalah-Masalah Sosial, Yol, 10 (l ) 2019),1-19.

58

Dr. Dokir, M.A. & Dr. Ahmod Fouzi, M.Pd.

Data tahun sebelumnya juga menunjukkan

mutu

pendidikan Indonesia masih tertinggal dari negara-nqiara lain

di

Asia. Pertama, Human Dateloyncnt lndex Report 1999 melaporkan pendidikan

di

Indonesia masih tertinggal dari negara-negara lain di Asia Tenggara, Indonesia masih berada pada

urutan

105,

di

bawah Singapura (22), Brunei (25), Malaysia (56), Thailand (67) dan Sri Lanka (90).t0

Hasil

shrdi tahun 2000 oleh lembaga yang sama

diketahui

mutu

pendidikan

Indonesia

menurun menjadi urutan

ke-109.rt Bukti tentang kebenaran laporan UNDP

ini

dapat

dilihat dari

tingginya angka ilrop oaf pendidikan

di

Indonesia.

Untuk

tahun 2001 sekitar 38,4 iuta untuk Sekolah Dasar dan Madrasah hanya 9,4 juta. fumlah peserta

didik yang melanjutkan ke

Sekolah

Laniutan

Tingkat Pertama 5,6

iuta.

Kemudian peserta

didik

yang melanju&an ke sekolah Lanjutan Atas sampai perguruan tinggi hanya 1,6 iuta. Data tersebut belum termasuk peserta d

idt*

yang ilrop out.

Kedua, hasil studi Program Pembangunan PBB (UNDP) tahun 2000

menunjukkan kualitas sumber daya manusia

Indonesia menduduki urutan ke.109

dari

174

nqara,

atau jauh dibandingkan dengan Singapura (24), Malaysia (61), Thailand

p6),

dan Philipina (77). Bahkan, pada 2O09, lndonesia masih menduduki

urutan

ke- 111 dari 182 negara, atau sangat iauh dibandingkan dengan negara tetangga,

seperti

Singapura

(23), Malaysia

(66),

Thailand

(87) dan

Philipina

(105). Ketiga, hasil survei The Political and Eanomic Risk Consultancy (PERC)

dari

Hongkong pada 2(X)1 tentang mutu pendidikan

di

Asia, menempatkan pendidikan lndonesia berada

di

urutan ke-12 setelah Vietnam,l2 diperkuat data Balitbang tahun

lolaporan Bank Dunia diberitakan Harian Umum Kompas, Edisi 1 Mei 2001-

Ir Media Indonesia dalam laporan Pendidikan dan Kebudayaan, Edisi 29 Maret 2@7.

12 Toshiko Kinosita, Guru Besar Univ€rsitas Waseda Jepang mengemukakan sumber daya manusia lndonesia masih sangat lemah untuk mendukung per- kembangan industri dan ekonomi. Penyebabnya Pemerintah selama ini kurang menempatkan pendidikan sebaSai prioritas terPentins. Tidak ditempatkannya pendidikan sebagai prioritas terpenting kar€na masyarakat Indonesi4 mulai dari masyarakat awam hingga politisi dan peiabat ponerintah tidak Frnah berPikii

iangka paniang.

MANAJEME,{ MUTU PENDIO,XAN ISI,AA,I TERPADU 59

2003 bahwa dari 146.052 Sekolah Dasar dan Madrasah di Indonesia hanya delapan sekolah saja yang memperoleh pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari jum-Iah 20.918 Sekolah Menengah Pertama

di

Indonesia hanya delapan sekolah yang

diakui

oleh

dunia

dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari iumlah 8.035 Sekolah Menengah Atas hanya hrjuh sekolah saja yang

diakui

oleh

dunia

dalam kategori The Diplomt Program.

Berdasarkan data

di

atas, secara umum penyebab

mutu

pen-

didikan di

lndonesia

masih tertinggal

dengan beberapa negara

di

Asia bersumber

dari mutu

pengelolaan institusi pendidikan

di

Indonesia kurang memperhatikan standar nasional pendidikan dan standar intemasional yang mencakup standar lulusan, standar isi, standar proses, standar peserta

didik,

standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasaran4 standar pembiayaan, dan standar evaluasi hasil belajar dan lulusan. Hasil studi Raharjo menunjukkan terdapat beberapa standar yang masih sangat rendah, yaitu standar sararu prasararna, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar

pendidik dan

tenaga kependidikan dan standar pengelolaan. Lima standar yang belum memenuhi standar nasional

pendidikan menjadi salah satu

penyebab prestasi

belajar

dan

lulusan pendidikan

Dasar

dan

Menengah masih rendah dalam kompetisi nasional

maupun

intemasional. Pada

tingkat

Sekolah Menengah Kejuruan, masih banyak lulusan yang belum bekerja.

Salah satunya disebabkan

oleh keahlian khusus atau soft

skill lulusan mereka masih rendah. Tetapi, kasus

ini

tidak ditemukan

di

Sekolah Menengah Kejuruan yang mutu pendidikan telah teruji.r3 Badan Standar Nasional Pendidikan juga menilai

mutu

dan daya saing lulusan Sekolah Menengah Kejuruan masih rendah. Sehingga mereka belum terpakai oleh

dunia industri. Hal ini

dipengaruhi oleh perbedaan pembelajaran saat magang dengan dunia kerja.

13 Sabar Budi Raha4o, Kontribusi Delapan Standar Nasional Pendidikan terhadap Pencapaian Prestasi Belaia!. /ur,tal Pendidikqn dan Krbudayaan, Yol20 (4), 2014,2N-241.

60

Dr. Dokir, M.A. &Dr. Ahmad Fouzi, M.Pd.

Masalah

berikutrya berkaitan

dengan pencapaian standar sarana dan prasarana.

Di

beberapa satuan pendidikan kepemilikan laboratorium

dan

ruang sirkulasi belum sesuai ketentuan. Selain itu, ditemukan bangunan sekolah yang sudah tidak layak. Menurut Kementerian Pendidikan dan kebudayaan,

untuk

tingkat Sekolah Menengah Pertama atau sederaja!

data

kerusakan gedung dari Dapodik setelah diverifikasi mencapai 3.000 sekolah dalam kategori rusak berat dan ringan. Pemenuhan standar sarana dan prasarana juga perlu didukung dengan penataan kualifikasi standar pengelola Iaboratorium, tenaga laboran, perpustakaan, tenaga pustakawan dan melengkapisarana belaiar yang masih belum terpenuhi, seperti ruang laboratorium maupun perpustakaan sekolah. Semuanya menjadi tugas pemerintah, sekolah, masyaraka! sebab pembangunan dan pemenuhan sarana dan prasarana membutuhkan anggaran besar.r'

Masalah

ketiga,

terkait dengan standar tenaga

pendidik.

Kementerian Pendidikan

dan

Kebudayaan menegaskan bahwa tenaga pendidik di Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Kejuruan atau sederaja! terdapat ketidaksesuaian antara keahlian

guru

dan mata pelajaran

yang diampu.

Padahal tenaga

pendidik

sebagai sebuah profesi memerlukan kemampuan intelektual khusus yang

diperoleh melalui pendidikan dan

pelatihan. Sehingga mereka

memiliki keahlian dan keterampilan

mengembangkan potensi peserta didik.ls Hasil studi Rizali menunjukkan

mutu

tenaga Pen-

didik

menjadi masalah terbesar dalam melaksanakan

kurikulum

tingkat satuan pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari deskripsi mutu tenaga

pendidik kurang

memadai dalam melakukan perubahan

sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai

gurr profesionat

seharusnya

mampu

memenuhi

tuntutan kurikulum apa pun.

Masalah

lainnya terkait

dengan

standar

pengelolaan

pendidikan pada ieniang pendidikan

Sekolah Menengah Atas, r' Meni Handayani Pencapaian Standat Nasional Pendidikan Berdasarkan Hasil Akrcditasi SMA Di Provinsi DKI lak,rl^. lunal Pcrul likaa daa fcbudown,

v oL 7, (2), 2O76),179-N7.

15 Anwar Ari6n,

W

Baru Guru dtn Dosq lwlorusio, (Iakarta: Pustaka lndonesia, 2@4,98.

MANAJE nEx Muru PENDTD,(AN l9-A 4 TERPADU 61

Keiuruan atau sederaiat yaitu rendahnya kompetensi tenaga teknisi dan laboran, kerja sama dengan dunia usaha atau dunia industri, rendahnya pemahaman

dan

penerapan sistem manaiemen mutu, rendahnya

unit

produksi, dan penyaluran lulusan ke dunia usaha atau dunia industri belum maksimal.r6

Hasil studi

Rahario

juga

menunjukkan standar pengelolaan memerlukan kompetensi kepala sekolah sebagai leader dalam menge- lola satuan pendidikan melalui kemamPuan menggali kekuatan dan kelemahan setiap satuan pendidikan serta kemampuan mengelola,

dan

menggerakkan beberapa Potensi yang

belum tergali

seperti

faktor intemal dan ekstemal yang memiliki kontribusi untuk

meningkatkan prestasi peserta

didik,

seperti bakat

dan

karakter peserta didik, serta keterlibatan oranStua Peserta didik. Di samping

itu,

untul< kasus Madrasah swasta yang

jumlahnya lebih

besar daripada Madrasah negeri, problemnya pada

mutu

pengelolaan yang belum bisa memenuhi standar nasional pendidikan. Sebagian besar Madrasah swasta

memiliki

BP3,

tetapi kurang

diberikan wewenang

untuk

melakukan perubahan

mutu

Madrasah lebih baik. Hal

ini

terjadi karena kebijakan terPusat pada ketua yayasan

yang

sebagian besar berasal

dari

organisasi keagamaan Islam.

Sementara, Personel BP3 pada sekolah./Madrasah swasta sebagian besar juga kurang memahami

visi,

misi, tujuan Madrasah terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi informasi, dan tuntutan

mutu input,

proses, outPut serta Peran Madrasah dalam pengembangan masyarakat. I 7

Pada dasamy& kebijakan pemerintah mengenai

status Madrasah

yang

disamakan dengan sekolah

umum

merupakan modal besar untuk meningkatkan sumber daya manusia dan sarana prasarana

agar bisa

memberikan layanan

pendidikan

bermutu

kepada

masyarakat.

Tetapi iustru meniadi problem.

Beberapa

16 Alrmad Rizali, Guru lGnunsionql Menuju Guru fuofessiorul, (lakarta:

Crasindo, 2009), 12-17.

t7 M. Fathoni, Pendidikan lslam dan Pendidikan Nasbnal: Paradigna B4ru,(takaia:

Departemen Agama RI: Direktolat Kelembagaan Agama lslam , 2N15), 77 .

62

Dr. Dokir, M.A. & Dr. Ahmad Fauzi, M.Pd.

Madrasah swasta memiliki rmo inpzt peserta didik, kualifikasi tenaga

pendidik dan

kependidikan, sarana

dan

prasarana pendidikan, sistem pengelolaan Madrasah yang belum bisa memenuhi standar nasional pada

akhimya tidak dapat

memperoleh bantuan dana operasional dari pemerintah.

Pemerintah

telah

memberikan

bantuan

peningkatan mutu tenaga

pendidik berupa tunjangan profesi, program

inpassing sejak 2012, bantuan dana operasional pendidikan, bantuan sarana

dan

prasarana Madrasah swasta. Tetapi secara

urnum

Madrasah

belum dapat

memberikan

dampak signifikan bagi

peningkatan

hasil

belajar

dan mutu lulusan unhrk

meningkatkan

mutu

dan daya saing pendidikan nasional

di

tingkat intemasional. Sebagian besar tenaga

pendidik di

Madrasah negeri maupun swasta yang mengampu pelaiaran

ilmu umum

seperti pelajaran Matematika,

ilmu

pengetahuan alam

tidak

sesuai

latar

belakang pendidikan, menjadi salah satu penyebab rendahnya prestasi belaiar peserta

didik

Fathoni mengemukakan

nilai

rata-rata kompetensi

guru di

Indonesia 44,5"/". Sedangkan nilai standar kompetensi guru adalah 75"/". Rendahnya kompetensi tenaga

pendidik

berdampak pada rendahnya prestasi belaiaran peserta didik.ts Wahjosumidjo menge-

mulakan

mutu pendidikan, selain dipengamhi oleh kualitas guru

dalam

proses pembelajaraq kelengkapan fasilitas pembelajaran

juga dipengaruhi oleh

kapasitas kepemimpinan

dan

manaierial kepala sekolah. Kepemimpinan dan manajerial kepala sekolah selain sebagai pemimpin bagi seluruh peserta

didik,

tenaga pendidik dan tenaga kependidikan juga akan membawa sekolah bermutu atau menjadi sekolah biasa.te

Keempat,

kurikulum melalui Keputusan Mendikbud

yang ditegaskan dalam Keputusan

Menteri Aga-r,

bahwa Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyalu Madrasah

Aliyah waiib

mem-

berikan bahan minimal sama dengan

Sekolah Dasar, Sekolah

Llhid,19.

rewahiosumidp, I(4rnraryircz Xcpb

W&Tinjaan

Tariti* ilan

Panmlfi-

am!tr, flalarta- Raiawali Per$ 2013L 82

MANAJEA{EN Mt/Iu PEND,D|XAN ,st Al4 T€RPADU 63

Lanlutan

Pertama,

dan

Sekolah Menengah

Umum untuk

mata pelajaran umum dan menambahkan pelajaran agama. Implikasinya, Madrasah setara dengan sekolah umum. Kebijakan pemerintah

ini

sangat efektif, sebab lulusan Madrasah menjadi sederaiat dengan lulusan sekolah

umum

yang

setingka!

lulusan Madrasah

Aliyah

dapat melanjutkan sekolah

ke

pendidikan

tinggi umum

dengan mengambil

ilmu-ilmu

umum. |ika para praktisi pendidikan menilai

justru meniadi problem bagi

Madrasah, karena

muatan

materi

pendidikan

agama

lebih sedikit

sehingga

terjadi

pendangkalan pemahaman agama peserta didik, dan akan berdampak pada lulus- an Madrasah serba tanggung. Pengetahuan agama tidak mendalam

dan

pengetahuan

ilmu umum juga

rendah.

Problem ini

pada dasamya

dapat diatasi

dengan pengembangan

program

kajian

ilmu

keagamaan dalam kegiatan ekstra.

Hal ini

telah dilakukan oleh beberapa Madrasah

Model

dengan mengembangkan sistem pendidikan Asrama, dan kajian kitab-kitab klasik, kaiian tafsir al

Qu/an,

tahfidz al

Qulan,

program kompetisi kegiatan keagamaan

tingkat

nasional,

dan festival anak saleh dan lainnya.

Untuk Madrasah yang

didirikan pondok

pesanhen

tidak

ada masalah,

justru

beberapa Madrasah

Model

sekarang

ini menjadi

pilihan utama masyarakat muslim lndonesia.

Kelima,

untuk menilai mutu

pengelolaan sekolah/I4adrasah sebagaimana

telah

dijelaskan

dalam

pendahuluan

dapat dilihat

dari angka mutu penyelenggaraan pendidikan di Indonesia adalah

melalui akreditasi

sekolahlr,Iadrasah.

Data dari

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan antara 2014 sampai 2017 menunjukkan capaian akreditasi

minimal

B pada Sekolah Dasar atau sederajat 847o, Sekolah Menengah Pertama 81olo, Sekolah Menengah Atas atau sederajat 85%, Sekolah Menengah Kejuruan atau sederajat 65Yo. Hal tersebut menunjukkan bahwa capaian mutu pengelolaan untuk tingkat Sekolah Menengah Kejuruan masih rendah, 357o, atau capaian

mutu

pengelolaan Sekolah Menengah Kejuruan masih

di

bawah standar. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan, mutu pendidikan Dasar dan Menengah

di

lndonesia belum seperti yang

64

Or. Dokir, M.A & Dr. Ahmod Fouzi, M.Pd.

diharapkan. Hasil pemetaan mutu pendidikan secara nasional pada 201+2077 hanya sekitar 16% sahran pendidikan yang memmuhi Standar Nasional Pendidikan. Hal tersebut menuniukkan sebagian

besar satuan pendidikan belum memenuhi Standar

Nasional Pendidikan. Bahkan, ada satuan pendidikan yang belum memenuhi standar pelayanan minimal.

Berdasarkan masalah

di

atas, munculnya problem pendidikan

di

Madrasah,

mulai dari mutu

lulusan, tenaga

pendidik dan

ke-

pendidikan, sarana dan

prasar:lna, pengelolaan

dan

lainnya.

Rendahnya pencapaian standar nasional pendidikan pada setiap komponen pendidikan, perlu rremperoleh perhatian

dari

seluruh pihak, pemerintah, sekolah dan masyarakat agar muhr pendidikan dapat sejajar dengan negara lain di Asia. Upaya peningkatan mutu

pendidikan dapat ditempuh

dengan memperbaiki

satu

persatu pencapaian standar nasional pendidikan

di

Indonesia.m Alawiyah mengemukakan standar nasional pendidikan yang telah disusun dan diberlakukan oleh pemerintah disesuaikan derrgan kebutuhan dan kondisi pendidikan serta kebutuhan negara dalam mencapai tuiuan pendidikan nasional. Tetapi setelah dievaluasi masih ditemukan masalah

dalam

pencapaiarq

yang

menjadikan standar nasional pendidikan belum dapatdicapai secara optimal, diantaranya standar pengelolaan, standar tenaga

pendidik

dan kependidikar! standar, kompetensi lulusan, standar isi, standar proses pembelaiaran dan sarana prasarana.2l

Berdasarkan fakta tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan

pendidikan di

Madrasah

pada umumnya

belu-m

optimal.

Atau

pengelolaan pendidikan masih mengabaikan dimensi

mutu.

Dampaknya dalam skala makro, skala mezo maupun skala

mikro

pembangunan sumber daya manusia

di

Indonesia masih tertinggal dengan negara

lain di dunia, dan keterpurukan

sumber daya b [biit, 89-n. Uhat i"g,, Pedoman Umum Sisteur Peniaminan Mutu Pendi- didikan Dasar dan Mertengah. Dhektorat Jenderal Pendididikan Dasar dan Menengah Tahun 2015-

2t lbid,89-90.

MANAJEMEN MLTTU PEND,DIXAN ISLA, TERPADU 65

miurusia Indonesia yang

luar

biasa.

fika kondisi ini tidak

segera diatasi secara serius oleh para pembuat dan pelaksana kebijakan, k^rena out-put pendidikan di Indonesia tidak akan mampu bersaing dalam kompetisi

di

era

industri.

Bahkan, akan

muncul

problem

baru

yang

lebih

kompleks dan bisa menghanbat pembangunan ekonomi masyarakat Indonesia

di

tingkat nasional maupun dunia disebabkan bertambahnya angka pengangguran

terdidik

semakin besar.z Penyelenggaraan pendidikan meniadi tanggung jawab se- luruh pihak, sekolah, orangtua, pemerintah dan masyarakat. Melalui pengembangan

kurikulum

berbasis

kompetensi dan

karakter,

penyelenggaraan pendidikan nasional di Indonesia diharapkan bisa meningka&an martabat masyarakat brdonesia dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam kompetisi global.

Dalam kehidupan era global menuntut berbagai perubahan pendidikan mendasar, antara lain perubahan

dari

pandangan ke- hidupan masyarakat global, perubahan kohesi sosial menjadi parti- sipasi demokratis, dan perubahan

dari

perhrmbuhan ekonomi ke perkembangan kemanusiaan. Adapun perubahan mendasar yang

berkaitan

dengan

kurikulum, menuntut dan

mempersyaratkan berbagai perubahan pada komponen pendidikan lain.

Dengan diterapkan kurikulum berbasis kompetensi

dan berbasis

karakter, diharapkan m.rmpu

memecahkan berbagai persoalan pendidikan

di

lndonesia, dengan menyiapkan peserta

didik, melalui

perencanaan, pelaksanaan

dan evaluasi

sistem

2 Data lulusan setiap jeniang pendidikan yang belum memperoleh pekeriaan di Indonesia menunjukkan tren meningkat signifikan dari 4 iuta oranS pada 7997 menjadi 6 iuta pada 2000, yang berarti meningkat sekitar 507o. Lulusan Sekolah Dasar dan Menengah yang b€lum bekeria iuga meningkat dari Z1 juta orang meniadi 2,5 iuta orang pada tahun 2000. Data lulusan petguruan tinggi yanS belum memperoleh pekerjaan tidak kurang dari 250 ribu sarjana 120.000 lulusan Diploma III, dan 60.000 lulusan Diploma I

dan

- Lihat Keputusan Mendiknas RI Nomor 122ru2001 tentang Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan Pemuda dan Olah Raga tahun 200G20O4. Bahkan dalarn laporatlnternatbnal labour Organitation Pada 20G m€nuniukkan pekeria rentan berasal dari Indonesia dengan iumlah populasi pekerja 63,1%, Thailand 53,3%, Malaysia 22,3% dan SingaPua 10,2%. Fakta tersebut menuniukkan sumber daya manusia lndonesia masih rendah dibandinSkan dengan negara-negara tetan88a.

66

Or. Dokir, M.A. &Dr. Ahmad Fauzi, M.Pd-

p€ndidikan secara efekti{ dan efisien. Kebijakan pemerintah mem- berlakukan

pendidikan

karakter pada seluruh

jenis dan

jenjang

pendidikan, sebagai fondasi pada tingkat pendidJcan

dasar meniadi tanggung jawab seluruh pihak, orangtua, pemerintah dan masyarakat. Beberapa faktor yang mendorong p€merintah Indonesia mengembangkan

pendidikan

berbasis kompeterrsi

dan

karakter

antara Iain Wtama, faktor intemal yaitu tuntutan

tercapainya delapan standar nasional pendidikan (standar

isi,

standar proses, standar lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sar.rna prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar

penilaian

Kedua, pertumbuhan

iumlah penduduk

usia

produktif lebih

besar

dibanding usia tidak produktif dan

usia

produktif

akan mencapai puncaknya s€kitar 2020-2035. Sehingga perlu disiapkan agar mereka memiliki daya saing lebih

batk

lQtiga,

faktor ekstemal

era globalisasi,

izu

lingkungan

hidup,

pesatnya perkembangan teknologi informasi, konvergensi ilmu dan teknologi, ekonomi berbasis pengetahuarg kebangkitan

indushi kreatif

dan budaya, pergeseran kekuatan ekonomi dunia,

mutu

investasi dan transformasi sektor pendidikan,

dan

peran peserta

didik

dalam

T:DvlSS ffreads lnternational Mtthematia and Science Sfudy) dan PISA

(P rogram fu r lntenwtional Studmts Ass6sment).8

Lembaga pendidikan keagamaary khususnya Madrasah harus meningkatkan mutu pengelolaan untuk mewujudkan mutu lulusan.

Hal hal tersebut merupakan tuntutan mutlak dan mendesak, karena era pasar bebas menghendaki kemampuan sumber daya manusia dalam bersaing. Kemampuan bersaing

lulusan

Madrasah hanya

dapat diwuiudkan jika lulusan

Madrasah bermutu.Tanpa mutu, maka lulusan Madrasah akan menjadi tenaga kerja rendah

di

era pasar bebas. Akselerasi perubahan dan dinamika kehidupan sosial

di

era pasar bebas terjadi begitu cepag khususnya di bidang teknologi,

induski,

ekonomi,

pendidikan

Hal tersebut iuga berdampak pada perubahan

tata nilai

keagamaan

dan

sosial.

Dalam

kehidupan

a Oernar Hamalik,

hst4oet

Pcngcrnbngsn Kurihtlurry Gandung: Remaia Rcdakary+ 2013),32

MANAJE ,TEN Mtru PENDTDTKAL lsrA { TERPADU 67

Dalam dokumen Manajemen mutu pendidikan islam terpadu (Halaman 68-82)