ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ASPHYXIA DOSEN PENGAMPU:
I WAYAN ROMANTIKA,.S.KEP.NS.M.KEP
DISUSUN OLEH :
LA ODE MUHAMMAD RIFKY (P123023)
PRODI S1 KEPERWATAN
STIKES KARYA KESEHATAN KENDARI TA.2025/2026
BAB I
KONSEP MEDIS A. DEFINISI
Asfiksia adalah kondisi medis yang ditandai menggunakan
kekurangan suplai oksigen ke tubuh, yang bisa menyebabkan hipoksia awam dan memengaruhi seluruh jaringan serta organ. kondisi ini dapat terjadi dampak gangguan pernapasan atau aliran, serta Jika tidak segera ditangani, dapat menjadikan fatal.
dalam konteks neonatus, asfiksia neonatorum merujuk di kegagalan bayi buat memulai atau mempertahankan pernapasan spontan setelah lahir.
Hal ini dapat mengakibatkan hipoksia serta asidosis metabolik, yg berpotensi menyebabkan kerusakan neurologis atau kematian. (Mufidati,& Wibowo 2018).
B. ETIOLOGI
1. Faktor Maternal
• Preeklampsia serta Hipertensi pada Kehamilan: syarat ini dapat
menyebabkan gangguan peredaran darah ke plasenta, mengurangi suplai oksigen ke janin. Studi oleh Khotimah et al. (2020) membagikan bahwa preeklampsia menaikkan risiko asfiksia neonatal secara signifikan.
• anemia di ibu: anemia maternal bisa mengurangi kapasitas pengangkutan oksigen ke janin. Penelitian oleh Mengesha et al. (2021) menemukan bahwa anemia selama kehamilan bekerjasama menggunakan peningkatan risiko asfiksia perinatal .
• Usia ibu Lanjut (≥35 tahun): Usia maternal yang lebih tua dikaitkan dengan peningkatan risiko komplikasi kehamilan, termasuk asfiksia
neonatal. Sebuah meta-analisis oleh Zhang et al. (2024) melaporkan bahwa usia ibu ≥35 tahun menaikkan risiko asfiksia lahir
2. Faktor Fetal
• Berat Badan Lahir Rendah (BBLR): BBLR (<2.500 gram) seringkali dikaitkan dengan maturasi organ yg belum sempurna, termasuk sistem pernapasan. Kusumaningrum et al. (2018) melaporkan bahwa BBLR menaikkan risiko asfiksia neonatal .
• Prematuritas: Kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu dapat menyebabkan ketidakmatangan paru-paru dan sistem pernapasan lainnya.
Studi sang Khotimah et al. (2020) membagikan bahwa prematuritas berafiliasi menggunakan peningkatan risiko asfiksia neonatal.
• Malformasi Kongenital: Kelainan bawaan pada sistem pernapasan atau kardiovaskular bisa menghambat pertukaran oksigen. Zhang et al. (2024) melaporkan bahwa malformasi janin menaikkan risiko asfiksia lahir
3. Faktor Intrapartum
• Prolonged Labor (Persalinan usang): Durasi persalinan yang panjang bisa mengakibatkan stres pada janin serta mengurangi suplai oksigen.
Mengesha et al. (2021) menemukan bahwa durasi persalinan ≥18 jam menaikkan risiko asfiksia perinatal.
• Ketuban Pecah Dini (KPD): KPD dapat meningkatkan risiko infeksi intrauterin serta gangguan suplai oksigen ke janin. Penelitian sang
Khotimah et al. (2020) memberikan bahwa KPD meningkatkan risiko asfiksia neonatal secara signifikan.
• Cairan Ketuban Berwarna Mekonium: Kehadiran mekonium pada cairan ketuban bisa menyebabkan aspirasi mekonium, yg menghambat pernapasan bayi baru lahir. melaporkan bahwa cairan ketuban berwarna mekonium menaikkan risiko asfiksia neonatal.
C. PATOFISIOLOGI
Asfiksia neonatorum terjadi dampak gangguan pertukaran gas atau peredaran darah ke serta dari janin selama periode perinatal, yang bisa mengakibatkan hipoksia (kekurangan oksigen) dan iskemia (kekurangan peredaran darah) pada organ vital. kondisi ini bisa menyebabkan
kerusakan sistemik serta neurologis yang signifikan.Gangguan Pertukaran
1. Gas dan aliran Darah
Gangguan pada aliran darah plasenta atau pertukaran gas bisa mengakibatkan:
• Hipoksemia: Penurunan kadar oksigen pada darah.
• Hiperkapnia: Peningkatan kadar karbon dioksida pada darah.
• Asidosis Metabolik: Penurunan pH darah dampak akumulasi asam laktat.
kondisi ini bisa terjadi dampak berbagai faktor, termasuk rupture uterus, solusio plasenta, atau prolaps tali sentra.
2. mekanisme Kompensasi Fetal
Janin mempunyai mekanisme kompensasi buat menghadapi
hipoksia, seperti redistribusi sirkulasi darah ke organ penting (otak, jantung, adrenal). namun, Bila hipoksia berlangsung usang atau berat, mekanisme ini bisa gagal, mengakibatkan:
• Hipoksia-Iskemia Otak: Kerusakan jaringan otak dampak kekurangan oksigen dan peredaran darah.
• Kematian Sel: Melalui proses nekrosis (kematian sel akut) serta apoptosis (kematian sel terprogram)
3. Cedera Reperfusi dan Stres Oksidatif
selesainya periode hipoksia, pemulihan aliran darah (reperfusi) bisa menyebabkan:
• Produksi Radikal Bebas Oksigen (ROS):
Molekul yg dapat Mengganggu sel dan jaringan.
• Aktivasi Jalur Inflamasi: seperti aktivasi NF- κB yg menaikkan produksi perantara inflamasi.
Proses ini dapat memperburuk kerusakan
jaringan dan mengakibatkan disfungsi organ multipel .
4. Ensefalopati Hipoksik-Iskemik (HIE)
Kerusakanotak akibat hipoksia dan iskemia bisa menyebabkan HIE, yg dit andai dengan:Gangguan pencerahan: Mulai asal letargi sampai koma.
• Kejang: akibat aktivitas listrik abnormal di otak.
• Gangguan Tonus Otot dan Refleks: Hipo- atau hipertonia, refleks yang Lemah atau tidak terdapat.
HIE bisa diklasifikasikan menjadi ringan, sedang, atau berat, tergantung pada derajat kerusakan neurologis .
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Sistem Saraf pusat
Penurunan pencerahan: Mulai berasal letargi hingga koma.
Kejang: akibat kegiatan listrik abnormal di otak.
Hipotonia: Tonus otot yang lemah atau flaksid.
Refleks Primitif Menurun: mirip refleks Moro serta menghisap yang lemah atau tidak ada .
2. Sistem Pernapasan
Apnea: Henti napas sementara.
Distres Pernapasan: Termasuk napas cepat, retraksi dada, serta sianosis.
Skor Apgar Rendah: Nilai 0–tiga pada mnt ke-1 serta ke-lima sehabis lahir .
3. Sistem Kardiovaskular
Bradikardia: Denyut jantung lambat.
Hipotensi: Tekanan darah rendah.
Perfusi Perifer buruk : Ditandai menggunakan pengisian kapiler yang lambat dan kulit pucat
4. Sistem Gastrointestinal
Ileus: Ketiadaan peristaltik usus.
Hepatomegali: Pembesaran hati dampak kongesti.
Peningkatan Risiko Nekrosis Usus: dampak hipoperfusi .
5. Sistem Ginjal
Oliguria atau Anuria: Produksi urin yang sangat sedikit atau tidak terdapat.
Peningkatan Kadar Kreatinin serta Urea: menunjukkan gangguan fungsi ginjal.
E. KOMPLIKASI
1. Ensefalopati Hipoksik-Iskemik (HIE)
deskripsi: Cedera otak dampak kekurangan oksigen selama atau sehabis kelahiran.
taraf keparahan: Ringan, sedang, berat.
dampak jangka panjang: Cerebral palsy, keterlambatan perkembangan, epilepsi. González,et al. (2022).
2. Kejang Neonatal
pelukisan: dampak iritasi korteks serebral karena hipoksia dan asidosis.
indikasi: Twitching, kejang fokal/subtle, apneik. Lerouge,et al. (2021).
3. Disfungsi Organ Multipel (MODS)
Sistem yg terlibat: Paru-paru (ARDS), ginjal (AKI), hati kardiovaskular.
Penyebab: Reperfusi serta peradangan sistemik. Yamada,et al. (2023).
4. Gagal Ginjal Akut (Acute Kidney Injury)
pelukisan: Terjadi dampak hipoperfusi ginjal selama fase asfiksia.
indikasi: Oliguria, peningkatan kreatinin serum. Allegaert,et al. (2018).
5. Disfungsi Kardiovaskular
deskripsi: Termasuk bradikardia, hipotensi, dan disfungsi miokard.
Risiko: Kematian mendadak neonatal serta gagal jantung.
Martin,et al. (2016).
F. PEMERIKSAAN PENUJANG
1. Skor Apgar
deskripsi: evaluasi syarat bayi
segera setelah lahir berdasarkan 5 parameter: rona kulit, denyut jantung, tonus otot, refleks, dan perjuangan napas.
Interpretasi: Skor 0–3 pada mnt ke-1 serta ke-lima menunjukkan risiko tinggi asfiksia.
2. Analisis Gas Darah Arteri Umbilikalis
pelukisan: Mengukur pH, pCO₂, pO₂, serta defisit basa buat menilai status asam-basa bayi.
Kriteria Asfiksia: pH < 7,0 atau defisit basa > 12 mmol/L.
3. pemeriksaan Laboratorium
Laktat Dehidrogenase (LDH): Peningkatan LDH pada 72 jam pertama dapat membantu membedakan asfiksia berasal penyebab lain.
Biomarker Inflamasi: Peningkatan IL-6, IL 1β, serta HSP70 bisa menjadi indikator asfiksia.
Hitung Darah Lengkap: Perubahan jumlah eritrosit,
hemoglobin, serta hematokrit bisa terjadi di bayi menggunakan asfiksi 4. investigasi Fungsi Organ
Ginjal: investigasi kreatinin serum serta BUN untuk menilai fungsi ginjal.
Hati: investigasi enzim hati buat mendeteksi kerusakan hepatoseluler.
Jantung: investigasi enzim jantung buat menilai cedera miokard.
5. investigasi Pencitraan
Ultrasonografi kepala: Deteksi awal perdarahan intrakranial atau edema serebral.
MRI Otak: Identifikasi cedera hipoksik-iskemik, terutama di basal ganglia dan thalami.
CT Scan: penilaian struktur otak, meskipun sensitivitasnya lebih rendah dibanding MRI.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
a. Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa, tanggal MRS, tanggal pengkajian, ruangan, diagnosa medis no. Rekam medik)
b. Identitas penanggung jawab ( nama orangtua, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, umur)
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Keluhan Utama: kesulitan bernafas akibat bersihan jalan nafas atau hipoksia janin akibat otot pernapasan yang kurang optimal.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji riwayat kehamilan atau persalinan (prenatal, natal, neonatal, postnatal).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah dalam keluarga pernah mengalami penyakit yang sama atau penyakit lainnya.
d. Kebutuhan Dasar a. Sirkulasi
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/menit.
Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/IV.
Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
b. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir c. Makanan/cairan
Berat badan : 2500-4000 gram
Panjang badan : 44-45 cm
Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi) d. Neurosensori
Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas
Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang).
e. Pernafasan
Skor APGAR : 1 menit ... 5 menit ... skor optimal harus antara 7-10.
Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
f. Keamanan
Suhu rentang dari 36,5oC sampai 37,5oC. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang- belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forcep), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala atau wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong ) dapat terlihat.
Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal).
B. DIAGNOSA
Menurut (Mardiani, 2019), diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentang masalah pasien yang nyata serta
penyebabnya dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan.
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada penyakit asfiksia menurut (Wahyuningsih et al., 2022),
sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan efek agen farmakologis (anastesi) (SDKI, D.0001, Hal.18).
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus- kapiler (SDKI, D.0003, Hal.22).
3. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan gangguan metabolisme (SDKI, D.0004, Hal.24).
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek agen farmakologis (anastesi) (SDKI, D.0005, Hal.26).
5. Gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan abnormalitas kelistrikan jantung (SDKI, D.0007, Hal.32).
C. INTERVENSI
SDKI SLKI SIKI
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d efek agen farmakologis (anastesi)
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3 x 24 jam bersihan jalan napas
meningkat, dengan kriteria hasil:
1. Produksi sputum menurun.
2. Mengi menurun.
3. Wheezing menurun.
4. Mekonium menurun.
(SLKI, L.01001, Hal.18)
Pemantauan Respirasi Observasi:
1. Monitor pola napas (seperti: bradipnea, takipnea,hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne- Stokes, Biot, ataksik).
2. Monitor saturasi oksigen.
3. Monitor nilai AGD.
Terapeutik 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
(SIKI, I.01014, Hal.247) Gangguan Pertukaran
Gas b.d perubahan membran
alveolus-kapiler
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3 x 24 jam pertukaran gas meningkat, dengan kriteriahasil:
1. Dispnea menurun.
2. Bunyi napas tambahan menurun 3. PCO2 membaik
Terapi Oksigen Observasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen.
2. Monitor tanda-tanda hipoventilasi.
Terapeutik
1. Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan trakea.
(N=35-45 mmHg).
4. PO2 membaik (N=75-100 mmHg).
5. pH arteri membaik (N=7,36-7,44).
(SLKI, L.01003, Hal.94)
2. Pertahankan kepatenan jalan napas.
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah.
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen.
Gangguan Ventilasi Spontan b.d gangguan metabolisme
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3 x 24 jam ventilasi spontan meningkat, dengan kriteria hasil:
1. Dispnea menurun 2. Penggunaan otot bantu napas menurun.
3. PCO2 membaik (N=35- 45 mmHg).
4. PO2 membaik (N=75-100 mmHg).
(SLKI, L.01007, Hal.150)
Dukungan Ventilasi Observasi
1. Monitor status respirasi dan oksigenasi (frekuensi dan
kedalaman napas, bunyi napas tambahan, saturasi oksigen).
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas.
2. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (nasal kanul).
3. Gunakan BVM.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator.
Pola Napas Tidak Efektif b.d efek agen farmakologis
(anastesi)
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3 x 24 jam pola napas membaik, dengan kriteria hasil:
1. Dispnea menurun.
2. Penggunaan otot bantu napas menurun.
3. Frekuensi napas membaik (N=40 60x/menit).
(SLKI, L.01004, Hal.95)
Manajemen Jalan Napas Observasi
1. Monitor pola napas (frekuensi napas).
2. Monitor bunyi napas (mengi, wheezing).
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik
1. Lakukan penghisapan lendir <15 detik.
2. Berikan oksigen.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator.
Gangguan Sirkulasi Spontan b.d
abnormalitas kelistrikan jantung
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3 x 24 jam sirkulasi spontan meningkat, dengan kriteria hasil:
1. Tingkat kesadaran meningkat.
2. Frekuensi nadi meningkat (N=120- 160x/menit).
3. Frekuensi napas
Manajemen Defibrilasi Observasi
1. Periksa irama pada monitor setelah RJP 2 menit.
Terapeutik
1. Lakukan RJP hingga mesin defibrillator siap.
2. Siapkan dan hidupkan mesin defibrillator.
3. Pasang monitor EKG.
4. Pastikan irama EKG VF atau VT tanpa nadi.
menurun
(N=40-60x/menit).
(SLKI, L.02015, Hal.105)
5. Angkat paddle dari mesin dan oleskan jeli pada paddle.
6. Tempelkan paddle sternum (kanan) pada sisi kanan sternum di bawah klavikula dan paddle apex (kiri) pada garis mid-axilaris setinggi elektroda 6.
7. Isi energi dengan menekan tombol charge pada paddle atau tombol charge pada mesin
defibrillator dan menunggu hingga energi yang diinginkan tercapai.
8. Hentikan RJP saat defibrillator siap.
9. Teriak bahwa defibrillator telah siap (clear).
10. Berikan syok dengan menekan tombol pada kedua paddle
bersamaan.
11. Angkat paddle dan langsung lanjutkan RJP tanpa menunggu hasil irama yang muncul pada monitor setelah pemberian defibrilasi.
12. Lanjutkan RJP sampai
2 menit.
TAMBAHAN LABEL DARI 5 DIAGNOSA DI ATAS
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d. efek agen farmakologis (anestesi)
SLKI: Bersihan Jalan Napas (L.01001) Kriteria Hasil:
Produksi sputum menurun
Mengi menurun
Wheezing menurun
Mekonium menurun
SIKI: Pemantauan Respirasi (I.01014) Observasi:
Monitor pola napas (bradipnea, takipnea, hiperventilasi, dll.)
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD Terapeutik:
Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Edukasi:
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Gangguan Pertukaran Gas b.d. perubahan membran alveolus-kapiler SLKI: Pertukaran Gas (L.01003)
Kriteria Hasil:
Dispnea menurun
Bunyi napas tambahan menurun
PCO₂ membaik (35–45 mmHg)
PO₂ membaik (75–100 mmHg)
pH arteri membaik (7,36–7,44) SIKI: Terapi Oksigen (I.01026)
Observasi:
Monitor kecepatan aliran oksigen
Monitor tanda-tanda hipoventilasi Terapeutik:
Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan trakea
Pertahankan kepatenan jalan napas Edukasi:
Ajarkan penggunaan oksigen di rumah Kolaborasi:
Kolaborasi penentuan dosis oksigen
3. Gangguan Ventilasi Spontan b.d. gangguan metabolisme SLKI: Ventilasi Spontan (L.01007)
Kriteria Hasil:
Dispnea menurun
Penggunaan otot bantu napas menurun
PCO₂ dan PO₂ membaik SIKI: Dukungan Ventilasi (I.01013) Observasi:
Monitor status respirasi dan oksigenasi Terapeutik:
Pertahankan kepatenan jalan napas
Berikan oksigen sesuai kebutuhan (nasal kanul)
Gunakan BVM (bag-valve-mask)
Kolaborasi:
Pemberian bronkodilator
4. Pola Napas Tidak Efektif b.d. efek agen farmakologis (anestesi) SLKI: Pola Napas (L.01004)
Kriteria Hasil:
Dispnea menurun
Penggunaan otot bantu napas menurun
Frekuensi napas membaik (40–60x/menit) SIKI: Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Observasi:
Monitor pola napas, bunyi napas, dan sputum Terapeutik:
Lakukan penghisapan lendir <15 detik
Berikan oksigen Kolaborasi:
Pemberian bronkodilator
5. Gangguan Sirkulasi Spontan b.d. abnormalitas kelistrikan jantung SLKI: Sirkulasi Spontan (L.02015)
Kriteria Hasil:
Tingkat kesadaran meningkat
Frekuensi nadi meningkat (120–160x/menit)
Frekuensi napas menurun (40–60x/menit)
SIKI: Manajemen Defibrilasi (I.02090) Observasi:
Periksa irama pada monitor setelah RJP 2 menit Terapeutik:
Lakukan seluruh prosedur defibrilasi sesuai SOP:
dari RJP, pemasangan paddle, pengecekan irama EKG, hingga pemberian syok listrik
D. IMPLEMENTASI
Implementasi dipergunakan buat membantu pasien pada mencapai tujuan yg telah ditetapkan melalui penerapan planning asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi. di tahap ini perawat wajib mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi yg efektif, bisa membangun korelasi saling percaya serta saling bantu, observasi sistematis, bisa menyampaikan pendidikan kesehatan, kemampuan pada advokasi dan evaluasi (Nursalam.2015)
E. EVALUASI
evaluasi bertujuan untuk mencapai tujuan yang sudah diadaptasi
menggunakan kriteria yang akan terjadi selama tahap perencanaan yg bisa ditinjau melalui kemampuan pasien buat mencapai tujuan tersebut (Nursalam.2015)
DAFTAR PUSTAKA
González-Rodríguez, P. J., et al. (2022).Pathophysiology of Perinatal Asphyxia in Humans and Animal Models.
Khotimah, H., dkk. (2020). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Asfiksia Neonatal. Jurnal Epidemiologi dan Kesehatan Masyarakat, 8(2).
Kusumaningrum, R.Y., Murti, B., & Prasetya, H. (2018). Berat Lahir Rendah, Prematuritas, dan Preeklampsia sebagai Faktor Risiko Asfiksia Neonatal.
Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak, 3(2).
Martin, R. J., et al. (2016).Pathophysiology of Birth Asphyxia.
Mengesha, M., dkk. (2021). Prevalensi dan Faktor Risiko yang Terkait dengan Asfiksia Lahir pada Neonatus yang Dilahirkan di Ethiopia: Tinjauan Sistematis dan Meta-Analisis.
Mufidati, L., Anggraini, A., & Wibowo, T. (2018). Asphyxia as a Risk Factor for Neonatal Hypoglycemia. Journal of Nepal Paediatric Society, 37(2), 111–116.
Yamada, T., et al. (2023).Neonatal Asphyxia as an Inflammatory Disease: Reactive Oxygen Species and Inflammatory Mediators.
Zhang, Y., dkk. (2024). Hubungan Usia Ibu dengan Hasil Kehamilan pada Bayi dengan Berat Lahir Sangat Rendah. Frontiers in Pediatrics.