• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Asfiksia

N/A
N/A
Rifky Penghancur

Academic year: 2025

Membagikan "Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Asfiksia"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ASPHYXIA DOSEN PENGAMPU:

I WAYAN ROMANTIKA,.S.KEP.NS.M.KEP

DISUSUN OLEH :

LA ODE MUHAMMAD RIFKY (P123023)

PRODI S1 KEPERWATAN

STIKES KARYA KESEHATAN KENDARI TA.2025/2026

BAB I

(2)

KONSEP MEDIS A. DEFINISI

Asfiksia adalah kondisi medis yang ditandai menggunakan

kekurangan suplai oksigen ke tubuh, yang bisa menyebabkan hipoksia awam dan memengaruhi seluruh jaringan serta organ. kondisi ini dapat terjadi dampak gangguan pernapasan atau aliran, serta Jika tidak segera ditangani, dapat menjadikan fatal.

dalam konteks neonatus, asfiksia neonatorum merujuk di kegagalan bayi buat memulai atau mempertahankan pernapasan spontan setelah lahir.

Hal ini dapat mengakibatkan hipoksia serta asidosis metabolik, yg berpotensi menyebabkan kerusakan neurologis atau kematian. (Mufidati,& Wibowo 2018).

B. ETIOLOGI

1. Faktor Maternal

• Preeklampsia serta Hipertensi pada Kehamilan: syarat ini dapat

menyebabkan gangguan peredaran darah ke plasenta, mengurangi suplai oksigen ke janin. Studi oleh Khotimah et al. (2020) membagikan bahwa preeklampsia menaikkan risiko asfiksia neonatal secara signifikan.

• anemia di ibu: anemia maternal bisa mengurangi kapasitas pengangkutan oksigen ke janin. Penelitian oleh Mengesha et al. (2021) menemukan bahwa anemia selama kehamilan bekerjasama menggunakan peningkatan risiko asfiksia perinatal .

(3)

• Usia ibu Lanjut (≥35 tahun): Usia maternal yang lebih tua dikaitkan dengan peningkatan risiko komplikasi kehamilan, termasuk asfiksia

neonatal. Sebuah meta-analisis oleh Zhang et al. (2024) melaporkan bahwa usia ibu ≥35 tahun menaikkan risiko asfiksia lahir

2. Faktor Fetal

• Berat Badan Lahir Rendah (BBLR): BBLR (<2.500 gram) seringkali dikaitkan dengan maturasi organ yg belum sempurna, termasuk sistem pernapasan. Kusumaningrum et al. (2018) melaporkan bahwa BBLR menaikkan risiko asfiksia neonatal .

• Prematuritas: Kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu dapat menyebabkan ketidakmatangan paru-paru dan sistem pernapasan lainnya.

Studi sang Khotimah et al. (2020) membagikan bahwa prematuritas berafiliasi menggunakan peningkatan risiko asfiksia neonatal.

• Malformasi Kongenital: Kelainan bawaan pada sistem pernapasan atau kardiovaskular bisa menghambat pertukaran oksigen. Zhang et al. (2024) melaporkan bahwa malformasi janin menaikkan risiko asfiksia lahir

3. Faktor Intrapartum

• Prolonged Labor (Persalinan usang): Durasi persalinan yang panjang bisa mengakibatkan stres pada janin serta mengurangi suplai oksigen.

Mengesha et al. (2021) menemukan bahwa durasi persalinan ≥18 jam menaikkan risiko asfiksia perinatal.

• Ketuban Pecah Dini (KPD): KPD dapat meningkatkan risiko infeksi intrauterin serta gangguan suplai oksigen ke janin. Penelitian sang

(4)

Khotimah et al. (2020) memberikan bahwa KPD meningkatkan risiko asfiksia neonatal secara signifikan.

• Cairan Ketuban Berwarna Mekonium: Kehadiran mekonium pada cairan ketuban bisa menyebabkan aspirasi mekonium, yg menghambat pernapasan bayi baru lahir. melaporkan bahwa cairan ketuban berwarna mekonium menaikkan risiko asfiksia neonatal.

C. PATOFISIOLOGI

Asfiksia neonatorum terjadi dampak gangguan pertukaran gas atau peredaran darah ke serta dari janin selama periode perinatal, yang bisa mengakibatkan hipoksia (kekurangan oksigen) dan iskemia (kekurangan peredaran darah) pada organ vital. kondisi ini bisa menyebabkan

kerusakan sistemik serta neurologis yang signifikan.Gangguan Pertukaran

1. Gas dan aliran Darah

Gangguan pada aliran darah plasenta atau pertukaran gas bisa mengakibatkan:

• Hipoksemia: Penurunan kadar oksigen pada darah.

• Hiperkapnia: Peningkatan kadar karbon dioksida pada darah.

• Asidosis Metabolik: Penurunan pH darah dampak akumulasi asam laktat.

kondisi ini bisa terjadi dampak berbagai faktor, termasuk rupture uterus, solusio plasenta, atau prolaps tali sentra.

(5)

2. mekanisme Kompensasi Fetal

Janin mempunyai mekanisme kompensasi buat menghadapi

hipoksia, seperti redistribusi sirkulasi darah ke organ penting (otak, jantung, adrenal). namun, Bila hipoksia berlangsung usang atau berat, mekanisme ini bisa gagal, mengakibatkan:

• Hipoksia-Iskemia Otak: Kerusakan jaringan otak dampak kekurangan oksigen dan peredaran darah.

• Kematian Sel: Melalui proses nekrosis (kematian sel akut) serta apoptosis (kematian sel terprogram)

3. Cedera Reperfusi dan Stres Oksidatif

selesainya periode hipoksia, pemulihan aliran darah (reperfusi) bisa menyebabkan:

• Produksi Radikal Bebas Oksigen (ROS):

Molekul yg dapat Mengganggu sel dan jaringan.

• Aktivasi Jalur Inflamasi: seperti aktivasi NF- κB yg menaikkan produksi perantara inflamasi.

Proses ini dapat memperburuk kerusakan

jaringan dan mengakibatkan disfungsi organ multipel .

4. Ensefalopati Hipoksik-Iskemik (HIE)

Kerusakanotak akibat hipoksia dan iskemia bisa menyebabkan HIE, yg dit andai dengan:Gangguan pencerahan: Mulai asal letargi sampai koma.

• Kejang: akibat aktivitas listrik abnormal di otak.

(6)

• Gangguan Tonus Otot dan Refleks: Hipo- atau hipertonia, refleks yang Lemah atau tidak terdapat.

HIE bisa diklasifikasikan menjadi ringan, sedang, atau berat, tergantung pada derajat kerusakan neurologis .

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Sistem Saraf pusat

 Penurunan pencerahan: Mulai berasal letargi hingga koma.

 Kejang: akibat kegiatan listrik abnormal di otak.

 Hipotonia: Tonus otot yang lemah atau flaksid.

 Refleks Primitif Menurun: mirip refleks Moro serta menghisap yang lemah atau tidak ada .

2. Sistem Pernapasan

 Apnea: Henti napas sementara.

 Distres Pernapasan: Termasuk napas cepat, retraksi dada, serta sianosis.

 Skor Apgar Rendah: Nilai 0–tiga pada mnt ke-1 serta ke-lima sehabis lahir .

3. Sistem Kardiovaskular

 Bradikardia: Denyut jantung lambat.

(7)

 Hipotensi: Tekanan darah rendah.

 Perfusi Perifer buruk : Ditandai menggunakan pengisian kapiler yang lambat dan kulit pucat

4. Sistem Gastrointestinal

 Ileus: Ketiadaan peristaltik usus.

 Hepatomegali: Pembesaran hati dampak kongesti.

 Peningkatan Risiko Nekrosis Usus: dampak hipoperfusi .

5. Sistem Ginjal

 Oliguria atau Anuria: Produksi urin yang sangat sedikit atau tidak terdapat.

 Peningkatan Kadar Kreatinin serta Urea: menunjukkan gangguan fungsi ginjal.

E. KOMPLIKASI

1. Ensefalopati Hipoksik-Iskemik (HIE)

 deskripsi: Cedera otak dampak kekurangan oksigen selama atau sehabis kelahiran.

 taraf keparahan: Ringan, sedang, berat.

(8)

 dampak jangka panjang: Cerebral palsy, keterlambatan perkembangan, epilepsi. González,et al. (2022).

2. Kejang Neonatal

 pelukisan: dampak iritasi korteks serebral karena hipoksia dan asidosis.

 indikasi: Twitching, kejang fokal/subtle, apneik. Lerouge,et al. (2021).

3. Disfungsi Organ Multipel (MODS)

 Sistem yg terlibat: Paru-paru (ARDS), ginjal (AKI), hati kardiovaskular.

 Penyebab: Reperfusi serta peradangan sistemik. Yamada,et al. (2023).

4. Gagal Ginjal Akut (Acute Kidney Injury)

 pelukisan: Terjadi dampak hipoperfusi ginjal selama fase asfiksia.

 indikasi: Oliguria, peningkatan kreatinin serum. Allegaert,et al. (2018).

5. Disfungsi Kardiovaskular

 deskripsi: Termasuk bradikardia, hipotensi, dan disfungsi miokard.

 Risiko: Kematian mendadak neonatal serta gagal jantung.

Martin,et al. (2016).

(9)

F. PEMERIKSAAN PENUJANG

1. Skor Apgar

 deskripsi: evaluasi syarat bayi

segera setelah lahir berdasarkan 5 parameter: rona kulit, denyut jantung, tonus otot, refleks, dan perjuangan napas.

 Interpretasi: Skor 0–3 pada mnt ke-1 serta ke-lima menunjukkan risiko tinggi asfiksia.

2. Analisis Gas Darah Arteri Umbilikalis

 pelukisan: Mengukur pH, pCO₂, pO₂, serta defisit basa buat menilai status asam-basa bayi.

 Kriteria Asfiksia: pH < 7,0 atau defisit basa > 12 mmol/L.

3. pemeriksaan Laboratorium

 Laktat Dehidrogenase (LDH): Peningkatan LDH pada 72 jam pertama dapat membantu membedakan asfiksia berasal penyebab lain.

 Biomarker Inflamasi: Peningkatan IL-6, IL 1β, serta HSP70 bisa menjadi indikator asfiksia.

 Hitung Darah Lengkap: Perubahan jumlah eritrosit,

hemoglobin, serta hematokrit bisa terjadi di bayi menggunakan asfiksi 4. investigasi Fungsi Organ

(10)

 Ginjal: investigasi kreatinin serum serta BUN untuk menilai fungsi ginjal.

 Hati: investigasi enzim hati buat mendeteksi kerusakan hepatoseluler.

 Jantung: investigasi enzim jantung buat menilai cedera miokard.

5. investigasi Pencitraan

 Ultrasonografi kepala: Deteksi awal perdarahan intrakranial atau edema serebral.

 MRI Otak: Identifikasi cedera hipoksik-iskemik, terutama di basal ganglia dan thalami.

 CT Scan: penilaian struktur otak, meskipun sensitivitasnya lebih rendah dibanding MRI.

BAB II

KONSEP KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN

(11)

1. Identitas Klien

a. Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa, tanggal MRS, tanggal pengkajian, ruangan, diagnosa medis no. Rekam medik)

b. Identitas penanggung jawab ( nama orangtua, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, umur)

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang:

Keluhan Utama: kesulitan bernafas akibat bersihan jalan nafas atau hipoksia janin akibat otot pernapasan yang kurang optimal.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji riwayat kehamilan atau persalinan (prenatal, natal, neonatal, postnatal).

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji apakah dalam keluarga pernah mengalami penyakit yang sama atau penyakit lainnya.

d. Kebutuhan Dasar a. Sirkulasi

(12)

 Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/menit.

Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).

 Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/IV.

 Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.

 Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.

b. Eliminasi

Dapat berkemih saat lahir c. Makanan/cairan

 Berat badan : 2500-4000 gram

 Panjang badan : 44-45 cm

 Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi) d. Neurosensori

 Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas

 Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).

Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).

 Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi

menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang).

e. Pernafasan

 Skor APGAR : 1 menit ... 5 menit ... skor optimal harus antara 7-10.

(13)

 Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.

 Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.

f. Keamanan

 Suhu rentang dari 36,5oC sampai 37,5oC. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).

 Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang- belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forcep), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala atau wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong ) dapat terlihat.

Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal).

B. DIAGNOSA

Menurut (Mardiani, 2019), diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentang masalah pasien yang nyata serta

penyebabnya dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan.

(14)

Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada penyakit asfiksia menurut (Wahyuningsih et al., 2022),

sebagai berikut:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan efek agen farmakologis (anastesi) (SDKI, D.0001, Hal.18).

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus- kapiler (SDKI, D.0003, Hal.22).

3. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan gangguan metabolisme (SDKI, D.0004, Hal.24).

4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek agen farmakologis (anastesi) (SDKI, D.0005, Hal.26).

5. Gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan abnormalitas kelistrikan jantung (SDKI, D.0007, Hal.32).

C. INTERVENSI

SDKI SLKI SIKI

(15)

Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d efek agen farmakologis (anastesi)

Setelah dilakukan intervensi

keperawatan selama 3 x 24 jam bersihan jalan napas

meningkat, dengan kriteria hasil:

1. Produksi sputum menurun.

2. Mengi menurun.

3. Wheezing menurun.

4. Mekonium menurun.

(SLKI, L.01001, Hal.18)

Pemantauan Respirasi Observasi:

1. Monitor pola napas (seperti: bradipnea, takipnea,hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne- Stokes, Biot, ataksik).

2. Monitor saturasi oksigen.

3. Monitor nilai AGD.

Terapeutik 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien.

Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.

(SIKI, I.01014, Hal.247) Gangguan Pertukaran

Gas b.d perubahan membran

alveolus-kapiler

Setelah dilakukan intervensi

keperawatan selama 3 x 24 jam pertukaran gas meningkat, dengan kriteriahasil:

1. Dispnea menurun.

2. Bunyi napas tambahan menurun 3. PCO2 membaik

Terapi Oksigen Observasi

1. Monitor kecepatan aliran oksigen.

2. Monitor tanda-tanda hipoventilasi.

Terapeutik

1. Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan trakea.

(16)

(N=35-45 mmHg).

4. PO2 membaik (N=75-100 mmHg).

5. pH arteri membaik (N=7,36-7,44).

(SLKI, L.01003, Hal.94)

2. Pertahankan kepatenan jalan napas.

Edukasi

1. Ajarkan pasien dan keluarga cara

menggunakan oksigen di rumah.

Kolaborasi

1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen.

Gangguan Ventilasi Spontan b.d gangguan metabolisme

Setelah dilakukan intervensi

keperawatan selama 3 x 24 jam ventilasi spontan meningkat, dengan kriteria hasil:

1. Dispnea menurun 2. Penggunaan otot bantu napas menurun.

3. PCO2 membaik (N=35- 45 mmHg).

4. PO2 membaik (N=75-100 mmHg).

(SLKI, L.01007, Hal.150)

Dukungan Ventilasi Observasi

1. Monitor status respirasi dan oksigenasi (frekuensi dan

kedalaman napas, bunyi napas tambahan, saturasi oksigen).

Terapeutik

1. Pertahankan kepatenan jalan napas.

2. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (nasal kanul).

3. Gunakan BVM.

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian bronkodilator.

(17)

Pola Napas Tidak Efektif b.d efek agen farmakologis

(anastesi)

Setelah dilakukan intervensi

keperawatan selama 3 x 24 jam pola napas membaik, dengan kriteria hasil:

1. Dispnea menurun.

2. Penggunaan otot bantu napas menurun.

3. Frekuensi napas membaik (N=40 60x/menit).

(SLKI, L.01004, Hal.95)

Manajemen Jalan Napas Observasi

1. Monitor pola napas (frekuensi napas).

2. Monitor bunyi napas (mengi, wheezing).

3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik

1. Lakukan penghisapan lendir <15 detik.

2. Berikan oksigen.

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian bronkodilator.

Gangguan Sirkulasi Spontan b.d

abnormalitas kelistrikan jantung

Setelah dilakukan intervensi

keperawatan selama 3 x 24 jam sirkulasi spontan meningkat, dengan kriteria hasil:

1. Tingkat kesadaran meningkat.

2. Frekuensi nadi meningkat (N=120- 160x/menit).

3. Frekuensi napas

Manajemen Defibrilasi Observasi

1. Periksa irama pada monitor setelah RJP 2 menit.

Terapeutik

1. Lakukan RJP hingga mesin defibrillator siap.

2. Siapkan dan hidupkan mesin defibrillator.

3. Pasang monitor EKG.

4. Pastikan irama EKG VF atau VT tanpa nadi.

(18)

menurun

(N=40-60x/menit).

(SLKI, L.02015, Hal.105)

5. Angkat paddle dari mesin dan oleskan jeli pada paddle.

6. Tempelkan paddle sternum (kanan) pada sisi kanan sternum di bawah klavikula dan paddle apex (kiri) pada garis mid-axilaris setinggi elektroda 6.

7. Isi energi dengan menekan tombol charge pada paddle atau tombol charge pada mesin

defibrillator dan menunggu hingga energi yang diinginkan tercapai.

8. Hentikan RJP saat defibrillator siap.

9. Teriak bahwa defibrillator telah siap (clear).

10. Berikan syok dengan menekan tombol pada kedua paddle

bersamaan.

(19)

11. Angkat paddle dan langsung lanjutkan RJP tanpa menunggu hasil irama yang muncul pada monitor setelah pemberian defibrilasi.

12. Lanjutkan RJP sampai

2 menit.

TAMBAHAN LABEL DARI 5 DIAGNOSA DI ATAS

1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d. efek agen farmakologis (anestesi)

SLKI: Bersihan Jalan Napas (L.01001) Kriteria Hasil:

 Produksi sputum menurun

 Mengi menurun

 Wheezing menurun

 Mekonium menurun

SIKI: Pemantauan Respirasi (I.01014) Observasi:

 Monitor pola napas (bradipnea, takipnea, hiperventilasi, dll.)

 Monitor saturasi oksigen

 Monitor nilai AGD Terapeutik:

 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

(20)

Edukasi:

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

2. Gangguan Pertukaran Gas b.d. perubahan membran alveolus-kapiler SLKI: Pertukaran Gas (L.01003)

Kriteria Hasil:

 Dispnea menurun

 Bunyi napas tambahan menurun

 PCO₂ membaik (35–45 mmHg)

 PO₂ membaik (75–100 mmHg)

 pH arteri membaik (7,36–7,44) SIKI: Terapi Oksigen (I.01026)

Observasi:

 Monitor kecepatan aliran oksigen

 Monitor tanda-tanda hipoventilasi Terapeutik:

 Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan trakea

 Pertahankan kepatenan jalan napas Edukasi:

 Ajarkan penggunaan oksigen di rumah Kolaborasi:

(21)

 Kolaborasi penentuan dosis oksigen

3. Gangguan Ventilasi Spontan b.d. gangguan metabolisme SLKI: Ventilasi Spontan (L.01007)

Kriteria Hasil:

 Dispnea menurun

 Penggunaan otot bantu napas menurun

 PCO₂ dan PO₂ membaik SIKI: Dukungan Ventilasi (I.01013) Observasi:

 Monitor status respirasi dan oksigenasi Terapeutik:

 Pertahankan kepatenan jalan napas

 Berikan oksigen sesuai kebutuhan (nasal kanul)

 Gunakan BVM (bag-valve-mask)

Kolaborasi:

 Pemberian bronkodilator

4. Pola Napas Tidak Efektif b.d. efek agen farmakologis (anestesi) SLKI: Pola Napas (L.01004)

Kriteria Hasil:

 Dispnea menurun

(22)

 Penggunaan otot bantu napas menurun

 Frekuensi napas membaik (40–60x/menit) SIKI: Manajemen Jalan Napas (I.01011)

Observasi:

 Monitor pola napas, bunyi napas, dan sputum Terapeutik:

 Lakukan penghisapan lendir <15 detik

 Berikan oksigen Kolaborasi:

 Pemberian bronkodilator

5. Gangguan Sirkulasi Spontan b.d. abnormalitas kelistrikan jantung SLKI: Sirkulasi Spontan (L.02015)

Kriteria Hasil:

 Tingkat kesadaran meningkat

 Frekuensi nadi meningkat (120–160x/menit)

 Frekuensi napas menurun (40–60x/menit)

SIKI: Manajemen Defibrilasi (I.02090) Observasi:

 Periksa irama pada monitor setelah RJP 2 menit Terapeutik:

(23)

 Lakukan seluruh prosedur defibrilasi sesuai SOP:

dari RJP, pemasangan paddle, pengecekan irama EKG, hingga pemberian syok listrik

D. IMPLEMENTASI

Implementasi dipergunakan buat membantu pasien pada mencapai tujuan yg telah ditetapkan melalui penerapan planning asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi. di tahap ini perawat wajib mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi yg efektif, bisa membangun korelasi saling percaya serta saling bantu, observasi sistematis, bisa menyampaikan pendidikan kesehatan, kemampuan pada advokasi dan evaluasi (Nursalam.2015)

E. EVALUASI

evaluasi bertujuan untuk mencapai tujuan yang sudah diadaptasi

menggunakan kriteria yang akan terjadi selama tahap perencanaan yg bisa ditinjau melalui kemampuan pasien buat mencapai tujuan tersebut (Nursalam.2015)

DAFTAR PUSTAKA

González-Rodríguez, P. J., et al. (2022).Pathophysiology of Perinatal Asphyxia in Humans and Animal Models.

Khotimah, H., dkk. (2020). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Asfiksia Neonatal. Jurnal Epidemiologi dan Kesehatan Masyarakat, 8(2).

(24)

Kusumaningrum, R.Y., Murti, B., & Prasetya, H. (2018). Berat Lahir Rendah, Prematuritas, dan Preeklampsia sebagai Faktor Risiko Asfiksia Neonatal.

Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak, 3(2).

Martin, R. J., et al. (2016).Pathophysiology of Birth Asphyxia.

Mengesha, M., dkk. (2021). Prevalensi dan Faktor Risiko yang Terkait dengan Asfiksia Lahir pada Neonatus yang Dilahirkan di Ethiopia: Tinjauan Sistematis dan Meta-Analisis.

Mufidati, L., Anggraini, A., & Wibowo, T. (2018). Asphyxia as a Risk Factor for Neonatal Hypoglycemia. Journal of Nepal Paediatric Society, 37(2), 111–116.

Yamada, T., et al. (2023).Neonatal Asphyxia as an Inflammatory Disease: Reactive Oxygen Species and Inflammatory Mediators.

Zhang, Y., dkk. (2024). Hubungan Usia Ibu dengan Hasil Kehamilan pada Bayi dengan Berat Lahir Sangat Rendah. Frontiers in Pediatrics.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil studi menunjukkan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman dengan masalah keperawatan risiko penurunan

Hasil studi menunjukkan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman dengan masalah keperawatan risiko penurunan curah jantung

Artikel ini membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien dewasa dengan pneumonia, termasuk penyebab, gejala, dan

Dokumen ini berisi laporan pendahuluan asuhan keperawatan untuk pasien dengan gangguan isolasi sosial, termasuk definisi, tujuan teori, dan

Dokumen ini membahas tentang asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien prolaps uteri dengan anemia

Asuhan keperawatan pasien fraktur femur

Laporan tugas akhir keperawatan tentang asuhan keperawatan pada pasien post

Makalah ini membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan ventrikel