• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I - SIAKAD STIKes DHB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I - SIAKAD STIKes DHB"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan salah satu topik diskusi di dunia medis dikarenakan sampai saat ini belum ditemukan antibiotik yang mampu menghentikan perkembangan virus tersebut. Virus HIV ini dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang dilanjutkan dengan AIDS (Astuti dan Budiyani, 2010).

AIDS (Aquired Immune Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala atau infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV (Ardhiyanti, 2015). Seseorang dengan HIV/AIDS disebut dengan ODHA (orang dengan HIV/AIDS) (Permenkes RI Nomor 21 Tahun 2013).

HIV umumnya ditularkan melalui cairan tubuh penderita HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina dan air susu ibu. Penularannya sendiri dapat terjadi melalui jarum suntik yang tidak steril, hubungan seks yang tidak aman, transfusi darah yang telah terkontaminasi virus HIV serta turunan dari ibu yang positif HIV/AIDS (Kalalo, Tjitrosantoso & Goenawi, 2011).

Saat ini HIV/AIDS telah menyebar luas hampir di seluruh bagian dunia (Handini, 2013). United Nations Programme on HIV/AIDS (2014) mencatat jumlah orang di dunia yang terjangkit virus HIV sebanyak 36,9 juta dan 1,5 juta meninggal dalam keadaan AIDS. Menurut World Health

(2)

Organization (WHO) pada tahun 2011 terdapat 3,5 juta orang di Asia

Tenggara hidup dengan HIV/AIDS. Kasus HIV/AIDS di Indonesia menempati urutan ketigabelas di dunia, dan perkembangannya selalu meningkat sejak pertama kali ditemukan (Rozi, 2014) . Berdasarkan laporan perkembangan HIV/AIDS di Indonesia tahun 2018 periode Januari-Maret jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak 10.506 orang, sedangkan jumlah AIDS dilaporkan sebanyak 4.298 orang. Jawa Barat sendiri menempati urutan ketiga dengan kasus HIV terbanyak dalam periode Januari-Maret 2018 yaitu 1,300 orang dan untuk AIDS menempati urutan keenam yaitu 65 orang (Kementerian Kesehatan, 2018).

Penyakit HIV/AIDS telah menimbulkan masalah yang cukup luas pada individu yang terinfeksi (novianti 2014). Yakni orang dengan HIV/AIDS tidak hanya mengalami masalah fisik saja tetapi masalah psikososial juga (Sarwono, 2008). Secara psikologis ada tujuh permasalahan psikososial terkait dengan emosional, yaitu rendah diri, depresi, panik, rasa malu dan kesepian, permusuhan dan agresi, sakit kronis dan kecacatan, serta masalah dalam hubungan (Fitriah, 2014). Tidak hanya psikologi yang tergoncang namun secara sosial ODHA juga akan men galami disfungsi sosial seperti interaksi sosial terganggu, pengucilan, pengusiran, pemutusan hubungan kerja (PHK), kekerasan, hilangnya akses pelayanan kesehatan dan pendidikan (Departemen Sosial RI, 2005). Maka, penanganan pada pasien ini seharusnya tidak berfokus hanya pada masalah fisik, namun juga masalah psikososial yang dialami penderita HIV/AIDS (ODHA) agar tidak

(3)

berdampak pada masalah yang lebih luas yaitu penurunan kualitas hidup (Abiodun, 2010).

Kualitas hidup adalah persepsi individu mengenai keadaan dirinya pada aspek fisik, psikologis, sosial dan lingkungan untuk mencapai kepuasan dalam hidupnya (Pratiwi, 2012). Aspek fisik yang baik akan mengarah pada adanya penerimaan diri, citra tubuh yang baik, perasaan positif, penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain, kebahagiaan, spiritualitas yang baik, kesejahteraan, dan hubungan interpersonal yang positif (Pratiwi, 2012). Kualitas hidup akan sangat rendah apabila aspek- aspek dari kualitas hidup itu sendiri masih rendah seperti aspek fisik, psikologis, sosial dan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari.

Kompleksnya masalah yang mesti dihadapi oleh ODHA ini tentunya dapat berimbas pada peneurunan kualitas hidup (Diatmi dan Fridari, 2014). Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Nojomi, 2008) didapatkan bahwa mayoritas pada penderita HIV/AIDS baik simptomatik maupun yang nonsimptomatik memiliki nilai kualitas hidup rendah.

Sebuah penelitian menyatakan bahwa dari 21 jumlah orang dengan HIV/AIDS yang memiliki kualitas hidup buruk adalah 52,4%, dan berbanding tipis dengan yang berkualitas hidup baik yaitu 47,6%

(Hardiansyah, 2014). Penelitian lain menyebutkan bahwa dari 17 responden ODHA diperoleh hasil 12 ODHA (70,58%) memiliki kualitas hidup yang rendah dan 5 ODHA (29,41%) memiliki kualitas hidup baik (Maisarah 2012).

(4)

Kualitas hidup ODHA dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pekerjaan pada domain fisik dan kemandirian, serta tingkat pendidikan (Rozi, 2016). Menurut WHO kualitas hidup ODHA dipengaruhi oleh fisik, level ketergantungan antiretroviral (ARV), lingkungan, dukunga sebaya, dan spiritual. Degroote, Vogelaers dan Vandijck (2014) mengatakan faktor- faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pada orang dengan HIV/AIDS yaitu jenis kelamin, usia, keadaan keluarga, agama dan dukungan sosial.

Dukungan sosial dapat diartikan sebagai suatu kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang dirasakan individu dari orang lain atau kelompok lain (Uchino, 2004). Adanya perhatian dan dukungan dari orang lain akan menumbuhkan harapan untuk hidup lebih lama sekaligus dapat mengurangi kecemasan individu, sebaliknya kurang atau tidak, tersedianya dukungan sosial akan menjadikan individu merasa tidak berharga dan terisolasi (Toifur, 2003). Ketika individu dinyatakan terinfeksi HIV, sebagian besar menunjukan perubahan karakter psikososial yaitu hidup dalam stress, depresi, merasa kurangnya dukungan sosial dan perubahan perilaku (WHO dalam Nasronudin, 2004) maka dari itu perlunya dukungan sosial untuk pasien HIV/AIDS. Dukungan sosial dapat membantu mengatasi masalah ODHA baik secara fisik atau psikologi. Oleh karena itu, peningkatan dukungan sosial perlu dilakukan baik dari individu pasien, keluarga, yayasan pemerhati ODHA, kelompok dukungan sebaya (KDS), dan juga pemerintah (WHO, 2002).

(5)

Kelompok dukungan sebaya (KDS) adalah suatu kelompok dua atau lebih orang yang terinfeksi HIV/AIDS berkumpul dan saling mendukung (Rusmawati, 2012). Handayani (2011) mengatakan bahwa KDS merupakan kelompok dukungan bagi ODHA, yang berperan dalam meningkatkan mutu hidup ODHA karena berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri, pengetahuan, akses layanan, perilaku pencegahan dan kegiatan positif lainnya. Sebuah penelitian yang dilakukan di Jember Jawa Timur, mengatakan bahwa adanya KDS Pelangi bagi anggotanya yakni ODHA di kabupaten Jember sangat membantu untuk memulihkan kesehatan mereka baik secara fisik maupun sosial. ODHA yang telah bergabung dengan KDS Pelangi ini, dalam waktu dua tahun mulai open terhadap orang lain, rasa percaya diri dan semangat untuk sembuh semakin meningkat, bahkan kemandirian juga terlihat pada saat berobat dan berkunjung ke klinik layanan (Nufus dan Susanti, 2018).

Di kota Bandung banyak LSM yang menaungi penderita HIV/AIDS antara lain Female Plus, Rumah Cemara dan Perkumpulan Puzzle Indonesia. Disini peneliti memilih melakukan penelitian di LSM Perkumpulan Puzzle Indonesia karena pada LSM Female Plus seperti pada namanya yaitu Female mereka hanya berfokus pada perempuan saja sedangkan pada LSM Rumah Cemara disini mereka lebih berfokus pada pengguna narkoba suntik (penasun). Sehingga peneliti lebih memilih di LSM Perkumpulan Puzzle Indonesia karena di LSM ini lebih mencakup semua gender, usia dan penyebab. Mereka menerima laki-laki maupun

(6)

perempuan, pengguna narkoba suntik (penasun), pasangan pengguna narkoba suntik, pasangan resiko tinggi dan laki-laki suka laki-laki (LSL).

Peneliti juga lebih memilih melakukan penelitian di LSM dibandingkan di Puskesmas, karena pada wawancara anggota LSM para ODHA mengatakan lebih mendapatkan dukungan dari teman sesama penderita HIV/AIDS dan mereka sama-sama merasakan apa yang diderita sehingga mereka lebih terbuka, dapat mengungkapkan perasaannya juga mendapatkan banyak support dan tidak hanya fokus pada pengobatan ARV nya sedangkan pada Puskesmas penderirita HIV/AIDS memang mendapatkan layanan pengobatan seperti ARV dan ODHA juga dapat bercerita kepada petugas kesehatan di Puskesmas. Tetapi, petugas kesehatan di Puskesmas tidak dapat merasakan apa yang sedang diderita oleh orang dengan HIV/AIDS berbeda dengan ODHA yang berada di LSM karena mereka bercerita pada sesama penderita HIV sehingga mereka lebih percaya dan nyaman.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan sebelumnya pada tanggal 21 Februari 2019, didapatkan total penderita HIV/AIDS di perkumpulan puzzle Indonesia yaitu 1.296 orang yang terdiri dari pengguna jarum suntik, pasangan pengguna jarum suntik, LSL (laki-laki suka laki- laki), Pasangan resiko tinggi dll, sedangkan yang aktif dalam kegiatan puzzle hanya sekitar 100 orang saja. Sementara dari hasil wawancara pada enam ODHA mengatakan bahwa mereka membutuhkan dukungan sosial selain dukungan dari keluarga. Seperti memberi perhatian pada ODHA dan

(7)

tanpa memberi stigma sehingga penderita HIV/AIDS merasa disayangi dan nyaman.

Menurut mereka Perkumpulan Puzzle Indonesia ini merupakan dukungan sosial bagi mereka, karena semenjak bergabung dengan komunitas ODHA ini mereka mendapatkan dukungan sosial dari sesama teman ODHA. Sehingga mereka mampu berbagi cerita suka dan duka, mampu menceritakan permasalahan yang sedang dihadapi, karena sesama ODHA mereka merasa lebih bisa saling memahami keadaan saat ini, merasa lebih lega karena ada teman yang mau mendengarkan ceritanya dan memahami keadaan. Sebelum mereka bertemu dengan teman sesama ODHA mereka mengatakan merasa sedih, lebih sering mengurung diri dikamar karena malu dan takut menerima diskriminasi dari orang lain, merasa depresi sekaligus bingung dengan keadaanya. Setelah mereka bertemu dengan teman sesama ODHA mereka merasa tidak sendiri lagi, tidak merasa kesepian, bingung dan juga depresi karena mempunyai teman untuk berbagi cerita. Selain itu lima dari enam ODHA ini juga menceritakan dukungan keluarga yang mereka dapatkan. Satu diantaranya tidak menceritakan kepada keluarga karena orangtuanya memiliki penyakit sehingga takut memperparah keadaan orangtua dan juga takut keluarga tidak mampu menerima keadaannya sebagai ODHA.

Lima ODHA yang mendapatkan dukungan dari keluarga salah satunya menceritakan bahwa ayahnya selalu menemani dan mengantar saat mengambil ARV, sedangkan ibunya adalah sumber kenyamanan baginya

(8)

karena ibunya sering memberi motivasi pada ODHA ini. Tiga dari enam ODHA memilih kakaknya sebagai sumber kenyamanan karena mereka merasa lebih leluasa untuk bercerita kepada kakaknya. Sedangkan satu lagi memilih kekasih sebagai sumber kenyamanan karena orangtuanya yang sudah meninggal. Mereka juga mengatakan bahwa sekarang mereka sudah mampu beradaptasi dengan lingkungan yang sebelumnya mereka takut untuk mengambil obat ARV dan menggunakan masker atau penutup wajah pada saat keluar rumah sekarang mereka lebih percaya diri tidak menggunakan penutup wajah lagi dan mampu menerima diri sendiri sebagai ODHA.

Berdasarkan data dari fenomena di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui “Hubungan Dukungan Sosial Dengan Kualitas Hidup Pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Perkumpulan Puzzle Indonesia Bandung Jawa Barat”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian, yaitu: “Apakah ada hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Perkumpulan Puzzle Indonesia Bandung Jawa Barat ?”

(9)

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan kualitas hidup pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Perkumpulan Puzzle Indonesia Bandung Jawa Barat.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi gambaran dukungan sosial pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Perkumpulan Puzzle Indonesia Bandung Jawa Barat

b. Untuk mengidentifikasi kualitas hidup pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Perkumpulan Puzzle Indonesia Bandung Jawa Barat

c. Untuk mengidentifikasi hubungan dukungan sosial dengan kualitas hidup pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Perkumpulan Puzzle Indonesia Bandung Jawa Barat.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah wawasan pengetahuan dan dapat digunakan sebagai referensi bagi mahasiswa.

(10)

2. Bagi Perawat

Diharapkan perawat dapat memberikan dukungan dan mampu membuat ODHA merasa nyaman saat berkonsultasi maupun saat melakukan pengobatan.

3. Bagi LSM Perkumpulan Puzzle Indonesia

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi informasi bagi orang dengan HIV/AIDS yang ada di LSM perkumpulan puzzle Indonesia untuk saling memberi dukungan satu sama lain.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi atau bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Dharma Husada Bandung yang berutujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan kualitas hidup pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Perkumpulan Puzzle Indonesia Kota Bandung Jawa Barat. Adapun ruang lingkup penelitian ini merupakan penelitian yang termasuk dalam bidang keperawatan medikal bedah (KMB), keperawatan jiwa dan keperawatan komunitas.

Waktu pelaksanaan kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2019.

Referensi

Dokumen terkait

STIKes Dharma Husada Bandung mempengaruhi mata lelah seperti intensitas pencahayaan, lama penggunaan dan kelainan refraksi, durasi penggunaan komputer dan metode terapi mata eye

Lingkup Masalah Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang masalah yang akan diteliti, yaitu membandingkan tajam penglihatan pada mahasiwa Program Studi DIII Refraksi Optisi tingkat