• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I - SIAKAD STIKes DHB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I - SIAKAD STIKes DHB"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

Gangguan penglihatan dan kebutaan merupakan masalah kesehatan yang tidak hanya dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita tetapi juga mempengaruhi tingkat produktivitas penderita. Sekitar 285 juta orang di seluruh dunia menderita gangguan penglihatan dan 14% diantaranya mengalami kebutaan.

Menurut data WHO tahun 2009 menyatakan bahwa:

Gangguan ini dapat menjadikan visual impairment (melemahnya penglihatan). Kelainan refraksi yang umum terjadi antara lain myopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmatisme. Selain itu, gangguan presbiopia kadang juga dimasukkan ke dalam golongan kelainan refraksi jarang terdeteksi dikarenakan kurang perdulinya setiap individu terhadap kesehatan matanya sendiri.

Berdasarkan kutipan diatas maka pemeriksaan mata secara rutin sangat direkomendasikan karena merupakan salah satu jalan terbaik untuk melindungi penglihatan karena dapat mendeteksi kelainan pada mata yang terjadi di tahap awal yang pada umumnya dapat ditangani secara dini, baik pada anak-anak maupun dewasa perlu dilakukan pemeriksaan mata untuk menjaga perkembangan penglihatan yang normal.

Ada beberapa hal yang dilakukan dalam pemeriksaan mata, untuk menegakkan diagnosa gangguan penglihatan, dari beberapa tahapan pemeriksaan mata, salah satunya adalah tahapan pemeriksaan refraksi subjektif yang dilakukan

(2)

untuk menentukan menegakkan diagnosa dan alat rehabilitasi penglihatan sesuai kebutuhan pasien.

Hal pertama yang dilakukan dalam pemerikaan refraksi subjektif adalah pemeriksaan refraksi monokuler yaitu memeriksa mata satu persatu secara bergantian dengan kondisi salah satu mata ditutup menggunakan okluder ketika mata lainnya diperiksa. Menurut Govender 2012, menyatakan bahwa:

Untuk mendukung penglihatan untuk mencapai tajam penglihatan terbaiknya dengan akomodasi minimum satunya adalah berdasarkan respon pasien. Pemeriksaan ini bergantung sepenuhnya pada perbedaan persepsi pasien antara huruf pada optotype yang dilihat melalui setiap kekuatan refraksi yang bervariasi. Perlu dicatat bahwa karena teknik ini bersifat subjektif, maka hasil pemeriksaan tidak memiliki status refraksi pasien yang sedang diuji secara penuh.

Berdasarkan kutipan diatas dapat kita ketahui bahwa untuk mencapai penglihatan yang optimal dibutuhkan minimum akomodasi yang dimiliki oleh pasien. Pemeriksaan bergantung pada persepsi pasien yang dapat membedakan antara huruf pada optotype atau Snellen yang memiliki kekuatan refraksi yang berbeda. Menurut Edwards, 2009 dikatakan bahwa:

Hal pertama yang dilakukan dalam pemeriksaan refraksi subjektif adalah pemeriksaan refraksi monokuler yaitu memeriksa mata satu persatu secara bergantian dengan kondisi salah satu mata ditutup menggunakan okluder ketika mata lainnya diperiksa. Pemasangan okluder dapat memicu terjadinya akomodasi pada mata yang ditutup sebagai respon terhadap benda yang dekat, maka mata yang sedang dikoreksi pun berakomodasi.

.

Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa pemasangan okluder pada salah satu mata saat pemeriksaan refraksi secara monokuler dapat memicu terjadinya akomodasi pada mata yang ditutup sebagai respon terhadap benda yang dekat. Edward, 2009 mengatakann bahwa:

(3)

Tahap lanjutan dari pemeriksaan subjektif adalah menyertakan atau menyeimbangkan titik akhir monokuler dari kedua mata pasien. Tahap ini di asumsi kan mata telah terkoreksi sempurna secara subjektif dengan kondisi mata dapat mencapai tajam penglihatan terbaikya untuk penglihatan jauh. Teknik yang digunakan untuk menyeimbangkan respon akomodasi pada kedua mata dikenal sebagai teknik pemeriksaan keseimbangan binokuler.

Menurut Borish (2012) ada lima metode untuk melakukan pemeriksaan keseimbangan binokuler yaitu: duochrome/bichrome test, successive alternate occlusion, prism dissociation, humphriss method, dan polaroid/vectograph.

Ada beberapa metode yang digunakan dalam pemeriksaan keseimbangan binokuler diantaranya adalah disosiasi prisma dan disosiasi prisma bichrome test.

Kedua teknik ini memiliki kelebihan yang sama yaitu dapat menyeimbangkan akomodasi pada mata pasien dengan visus monokuler yang berbeda dengan catatan penglihatan binokuler pasien baik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Momeni-Moghaddam dan Goss, 2014 yang membandingkan 4 teknik keseimbangan binokuler (alternateocclusion, prism-dissociated blur, prism-dissociated duochrome, dan humphriss immediate contrast) pada 60 pasien dengan rentang usia 18 sampai dengan 28 tahun menunjukan bahwa:

Menggunakan metode analisis Bland-Altman, teknik keseimbangan binokuler menggunakan metode prisma disosiasi duochrome dan metode humphriss immediate contrast dapat saling menggantikan. Walaupun menurut Momeni-Moghaddam dan Goss semua teknik tersebut bisa saling menggantikan karena selisih yang tidak begitu besar.

(4)

Dari kutipan diatas dapat diketahui bahwa metode prisma disosiasi duochrome dan humphriss immediate contrast, keduanya dapat dilakukan pada tahap pemeriksaan binokuler karena selisih ketepatan tidak begitu besar.

Dalam pemeriksaan keseimbangan binokuler disosiasi prisma bichrome test memiliki faktor-faktor penyulit antara lain penuaan, relatifitas kecerahan panel merah dan hijau, filter yang kotor atau buram dan pantulan cahaya dari permukaan chart, sumber pencahayaan yang tidak cukup, tidak sepertinya metode disosiasi prisma, sehingga apakah dalam pemeriksaan keseimbangan binokuler dengan kedua metode itu memiliki kesamaan waktu pada saat proses pemeriksaannya, menimbang konsep pemerikaan yaitu sama menggunakan lensa prisma menghasilkan bayangan vertikal diplopia.

Disamping itu fakta dilapangan dari hasil uji coba pada saat UAP (Ujian Akhir Praktikum) pada tanggal 23 Januari 2019 pemeriksaan keseimbangan binokuler antara metode disosiasi prisma dan disosiasi prisma bichrome test lebih mudah menggunakan disosiasi karena tidak menggunakan proyektor dan didapatkan hasil bahwa metode disosiasi prisma bichrome pasien menyatakan lebih sulit membedakan persepsi antara objek karena ada latar belakang warna yang berbeda di optotype.

Diketahui masing-masing metode memiliki kekurangan dan kelebihan antara disosiasi prisma dan disosiasi prisma bichrome test. Dalam metode pemeriksaan disosiasi prisma visus akhir kedua mata pasien tidak harus sama, dan metode prisma bichrome visus akhir kedua mata harus sama. Pada metode prisma bichrome didapatkan hasil tajam penglihatan yang maksimal dan akurat di retina.

(5)

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan sebuah penelitian mengenai: “Perbandingan Efisiensi Pemeriksaan Keseimbangan Binokuler Menggunakan Metode Disosiasi Prisma dan Disosiasi Prisma Bichrome Test pada Mahasiswa Program Studi D3 Refraksi Optisi STIKes Dharma Husada Bandung”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka identifikasi masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut “Bagaimanakah Efisiensi metode pemeriksaan keseimbangan binokuler dengan menggunakan metode disosiasi prisma dan disosiasi prisma bichrome test pada kelainan refraktif di Laboratorium STIKes Dharma Husada Bandung tahun 2019?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui efisiensi dari segi waktu pemeriksaan keseimbangan binokuler dengan menggunakan metode disosiasi prisma dan metode disosiasi prisma bichrome test pada mahasiswa STIKes Dharma Husada Bandung.

(6)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi dan pengetahuan mengenai efisiensi pemeriksaan teknik pemeriksaan keseimbangan binokuler dengan penggunaan metode disosiasi prisma dan disosiasi prisma bichrome test pada mahasiswa STIKes Dharma Husada Bandung.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi penulis

Dengan hasil penelitian ini, diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan khususnya mengenai teknik pemeriksaan keseimbangan binokuler.

b. Manfaat bagi refraksionis optisien

Dengan hasil penelitian ini, diharapkan dapat menjadi salah satu bahan dalam mengembangkan keilmuan dan skill khususnya mengenai teknik pemeriksaan keseimbangan binokuler.

c. Manfaat bagi intitusi

Dengan hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia keilmuan khususnya keilmuan Klinik Refraksi dan masukan bagi mahasiswa Program Studi Diploma 3 Refraksi Optisi dalam penerapan praktik.

(7)

E. Ruang Lingkup Pemeriksaan 1. Lingkup Masalah

Masalah yang akan diteliti adalah efisiensi waktu dalam pemeriksaan keseimbangan binokuler menggunakan metode disosiasi prisma dan disosiasi bichrome test pada mahasiswa Program Studi D3 Refraksi Optisi STIKes Dharma Husada Bandung.

2. Lingkup Metode

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional yaitu dimana metode dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) yang artinya dimana subjek penelitian hanya di observasi sekali saja (Notoatmodjo,2010).

3. Lingkup Keilmuan

Penelitian ini merupakan bidang keilmuan Refraksi Optisi khususnya ilmu Refraksi Klinik dan Penglihatan Binokuler

4. Lingkup Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dharma Husada Bandung, pada penelitian ini mulai dari penyusunan pelaksanaan hingga pelaporan terhitung mulai Bulan Januari hingga Bulan Mei 2019.

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat Teoritis Sebagai referensi bagi mahasiswa STIKES Dharma Husada Bandung pada umumnya dan bagi mahasiswa Program Sarjana Kesehatan Masyarakat pada khususnya, untuk pengembangan

Hasil penelitian yang dilakukan Moeini tahun 2012 menunjukan adanya peningkatan kesejahteraan spiritual pada pasien penyakit jantung iskemik setelah dilakukan intervensi spiritualitas

Saat dilakukan wawancara dengan 25 siswa SMK Tri Mitra 2 Cikaum mengenai perkembangan psikososial, diketahui 8 siswa dari kelas X dan 7 siswa kelas XII mengatakan jika mempunyai masalah

STIKes Dharma Husada Bandung menyebabkan peserta JKN tidak teratur dalam membayar iuran serta dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dalam meningkatkan keteraturan pembayaran

Kegiatan promosi kesehatan dapat mencapai hasil yang maksimal, apabila metode dan media promosi kesehatan mendapat perhatian yang besar dan harus disesuaikan dengan sasaran.4 Salah

Dalam hal ini guru di sekolah dasar memiliki peranan yang sangat penting untuk melakukan skrining atau mengetahui anak didiknya yang mengalami gejala kelainan refraksi sejak dini,

STIKes Dharma Husada Bandung pembaca mengenai bagaimana proses pembuatan koreksi astigmat mixtus derajat kelainan tinggi apakah membutuhkan tehnik khusus atau sama pada umumnya dengan

Menghadapi kehilangan manusia diharuskan untuk memiliki mekanisme koping adaptif yaitu dengan menunjukan ke arah adaptasi yaitu sehat fisik, sehat psikologis atau memiliki perasaan yang