• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I - SIAKAD STIKes DHB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I - SIAKAD STIKes DHB"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalu indra pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Secara umum, pengetahuan dapat diartikan sebagai fakta, kebenaran atau informasi yang diperoleh melalui pengalaman, pembelajaran atau melalui introspeksi. Pengetahuan tersebut merupakan informasi yang diketahui atau disadari oleh seseorang.

(Notoatmodjo, 2013) (Andriani et al., 2020)

Pada zaman atau era digital saat ini, mayoritas masyarakat kurang memiliki pengetahuan tentang kesehatan mata dan juga kurang memperhatikan kesehatan mata sehingga banyak penyakit mata yang tidak tertangani pengobatannya yang menyebabkan gangguan penglihatan pada anak – anak, remaja, dewasa dan orang tua, salah satunya kelainan refraksi sampai terjadinya kebutaan. Untuk itu pencegahan perlu dilakukan agar kasus kelainan refraksi dapat ditangani. Salah satu caranya yaitu dengan melakukan skrining atau mengetahui gejala – gejala penderita yang

(2)

2

mengalami kelainan refraksi. Dengan mengetahui apa saja gejala – gejala yang menunjukan kelainan refraksi, kita dapat dengan segera melakukan tindakan yang tepat. Dalam hal ini guru di sekolah dasar memiliki peranan yang sangat penting untuk melakukan skrining atau mengetahui anak didiknya yang mengalami gejala kelainan refraksi sejak dini, karena anak di usia sekolah dasar merupakan usia yang paling tepat untuk dilakukannya penanganan guna mencegah kelainan refraksi yang lebih buruk.

Anak – anak seringkali tidak mengatakan apabila merasakan masalah pada penglihatannya, baik karena takut maupun karena memang dia tidak mengerti jika yang dirasakannya adalah suatu masalah penglihatan. Kelainan refraksi dapat terjadi pada satu mata maupun kedua mata. Jika hanya satu mata yang mengalami kelainan refraksi, penglihatan anak masih dapat terbantu apabila melihat dengan kedua matanya, sehingga orang tua, guru, bahkan anak itu sendiri tidak menyadari jika ada masalah pada penglihatannya. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran orang tua juga guru mengenai gejala kelainan refraksi yang belum merata di setiap wilayah, sehingga tidak menangkap gejala kelainan refraksi yang muncul pada anak.

Tugas penanganan atau skrining penglihatan pada anak merupakan tugas dari tenaga kesehatan refraksi optisien, optometri dan dokter spesialis mata. Karena kurangnya sumber daya manusia, untuk itu diharapkan guru di sekolah dasar memiliki pengetahuan tentang gejala –

(3)

3

gejala kelainan refraksi sehingga dapat cepat tanggap jika terdapat anak didiknya yang mengalami gejala kelainan refraksi, untuk segera memberitahukan kepada orang tua agar memeriksakannya pada tenaga ahli refraksionis optisien atau optometri dan dokter spesialis mata agar dapat segera diketahui dengan cepat dalam penanganan dan pengobatannya.

Guru adalah sosok yang memiliki rasa tanggung jawab sebagai seorang pendidik dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai seorang guru secara profesional yang pantas menjadi figur atau teladan bagi peserta didiknya. Karena guru merupakan salah satu faktor penting dalam pembinaan dan kualitas pendidikan dalam suatu proses yang ikut menentukan keberhasilan peserta didik. Seorang guru tentunya tidak hanya profesional dalam mengajar saja akan tetapi juga harus memiliki kepribadian baik dalam segala tingkah lakunya maupun dalam kehidupan sehari-harinya. (Roqib and Nurfuadi, 2020)

Dalam hal ini guru berperan sebagai pengganti orang tua di sekolah yang tugasnya mengarahkan anak didik untuk mencapai tujuan pendidikan dan menjadikan mereka menjadi manusia seutuhnya melalui teladan yang bisa dicontoh, semangat atau dorongan untuk menjadi lebih baik dalam mengembangkan potensi yang ada pada anak didiknya.

Kelainan Refraksi adalah kondisi di mana cahaya yang masuk ke dalam mata tidak dapat difokuskan dengan jelas. Hal ini membuat bayangan benda terlihat buram atau tidak tajam. Gejala kelainan refraksi merupakan tanda – tanda seseorang yang mengalami penurunan tajam

(4)

4

penglihatannya. Biasanya gejala kelainan refraksi diawali dengan keluhan sakit kepala, kemudian keluhan mata yang berair, cepat lelah dan mengantuk, hingga penglihatan kabur. Apabila kelainan refraksi tidak segera ditangani, maka dapat menyebabkan kehilangan tajam penglihatan yang semakin buruk serta menurunnya produktivitas.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bapak Arief Witjaksono, RO., SKM., M.M dalam tabel Distribusi Frekuensi Pemahaman Tentang Gejala dan Tanda Gangguan Penglihatan Akibat Kelainan Refraksi Di Desa Langensari Kecamatan Lembang dapat disimpulkan bahwa mayoritas guru di Desa Langensari “Paham” tentang gejala dan tanda gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi Hipermetropia. Pemahaman tentang gejala dan tanda gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi astigmatisme sebanyak 38 guru sekolah dasar negeri menjawab “Paham” (81%) dan yang “Tidak paham”

sebanyak 9 guru sekolah dasar negeri (19%). (Witjaksono, 2017)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dede Risma pada tahun 2021 dari STIKes Dharma Husada Bandung dapat disimpulkan bahwa Tingkat pengetahuan siswa kelas XI jurusan multimedia SMK Negeri 2 Bandung tentang kelainan refraksi memperlihatkan bahwa pengetahuan Responden dalam kategori kurang berjumlah 41 responden (70.7%). (Refraksi, Rahayu and Rahayu, 2022)

Pada awal tahun 2020, peneliti pernah melakukan skrining terhadap tajam penglihatan anak sekolah dasar kelas 1 (satu) di SDN

(5)

5

Galihpawarti dan SDN Ciptawinaya yang letaknya berada di wilayah Kelurahan Baleendah Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. Dari hasil skrining tersebut didapatkan hasil bahwa di SDN Galih Pawarti terdapat siswa-siswi yang mengalami kelainan refraksi sebanyak 31 orang dari jumlah siswa 145. Sedangkan di SDN Ciptawinaya terdapat siswa- siswi yang mengalami kelainan refraksi sebanyak 19 orang dari jumlah siswa 89. Berdasarkan data tersebut bahwa masih terdapat siswa-siswi yang mengalami gejala kelainan refraksi yang tidak teridentifikasi oleh gurunya.

Sehubungan dengan data, uraian dan permasalahan diatas, bahwa masih kurangnya pengetahuan yang merata di setiap wilayah tentang gejala kelainan refraksi baik siswa – siswi maupun guru. Untuk itu peran guru khususnya di sekolah dasar sangat penting untuk mengidentifikasi anak didiknya yang mengalami gejala kelainan refraksi sejak dini agar mencegah tajam penglihatannya yang semakin buruk. Dalam upaya peran serta mendukung program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan menurunkan angka kejadian kelainan refraksi dan kebutaan, maka peneliti membuat judul “Tingkat Pengetahuan Guru Terhadap Gejala Kelainan Refraksi Pada Anak Sekolah Dasar Negeri Galih Pawarti dan Sekolah Dasar Negeri Ciptawinaya di Baleendah Kabupaten Bandung”

(6)

6 B. Identifikasi Masalah

Permasalahan yang di identifikasi dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat pengetahuan guru terhadap gejala kelainan refraksi pada anak Sekolah Dasar Negeri Galihpawarti Dan Sekolah Dasar Negeri Ciptawinaya di Baleendah Kabupaten Bandung ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan guru – guru terhadap gejala kelainan refraksi yang terjadi pada anak Sekolah Dasar Negeri Galihpawarti Dan Sekolah Dasar Negeri Ciptawinaya di Baleendah Kabupaten Bandung.

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan guru terhadap gejala kelainan refraksi pada anak sekolah dasar berdasarkan masa kerja guru.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Manfaat penelitian ini untuk menambah wawasan peneliti tentang tingkat pengetahuan guru terhadap gejala kelainan refraksi pada anak sekolah dasar negeri Galihpawarti dan Ciptawinaya.

(7)

7 2. Bagi Masyarakat

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai apa saja gejala – gejala kelainan refraksi.

3. Bagi Tenaga Kesehatan

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan tindakan penyuluhan pada guru khususnya dan masyarakat pada umumnya.

4. Bagi Guru Sekolah Dasar

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan agar para guru di sekolah dasar dapat mengetahui gejala kelainan refraksi yang dialami anak didiknya, sehingga dapat dilakukan penanganan sejak dini.

E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Masalah

Mengetahui tingkat pengetahuan guru terhadap gejala kelainan refraksi pada anak sekolah dasar negeri Galihpawarti dan Ciptawinaya.

(8)

8 2. Ruang Lingkup Keilmuan

Ruang lingkup ilmu dalam penelitian yang dilakukan ini meliputi keilmuan mata kuliah Refraksi Klinik, Anatomi Fisiologi Mata dan Patologi Mata.

3. Ruang Lingkup Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Galihpawarti dan Sekolah Dasar Negeri Ciptawinaya pada bulan Mei 2022.

4. Ruang Lingkup Kegiatan

Selama penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Galihpawarti dan Sekolah Dasar Negeri Ciptawinaya diharapkan peneliti mampu : a. Menciptakan komunikasi yang santun dan baik pada guru – guru.

b. Menciptakan kenyamanan lingkungan.

c. Menciptakan hubungan saling percaya dengan guru – guru.

d. Melakukan identifikasi gejala – gejala kelainan refraksi.

e. Melakukan pengkajian f. Melakukan evaluasi

g. Melakukan pendokumentasian penelitian

h. Mengkomunikasikan hasil identifikasi, pengkajian dan dokumentasi yang dibuat kepada Guru dan Kepala Sekolah Dasar Negeri Galih Pawarti dan Sekolah Dasar Negeri Ciptawinaya

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu tenaga kesehatan yang sering di jumpai di tempat pelayanan kesehatan mata adalah tenaga kesehatan Refraksi Optisi Refraksi Optisi adalah seseorang yang merupakan tenaga

Lingkup Masalah Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang masalah yang akan diteliti, yaitu membandingkan tajam penglihatan pada mahasiwa Program Studi DIII Refraksi Optisi tingkat

STIKes Dharma Husada Bandung Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat masalah ini dengan judul “Angka kejadian Refraksi Myopia Pada Anak Usia Sekolah”

Manfaat Teoritis Penulis berharap hasil penelitian ini dapat menjadi sebuah informasi, referensi serta gambaran penatalaksanaan refraksi mata menggunakan alat optotip digital oleh

Faktor risiko untuk diare akut bervariasi berdasarkan konteks dan memiliki implikasi penting ununtuk mengurangi beban penyakit.6 Gejala yang paling berbahaya dari diare infeksi adalah

Definisi Bantuan Hidup Dasar BHD adalah penanganan awal pada pasien yang mengalami henti jantung, henti napas, atau obstruksi jalan napas.. Aspek dasar

Penelitian yang dilakukan oleh Gunawan, 2015 mengatakan bahwa yang rentan mengalami masalah gigi dan mulut Karies gigi adalah anak usia sekolah umur 11-12 tahun karena anak pada usia

80% perkembangan otak anak dimulai sejak dalam kandungan sampai usia 3 tahun yang dikenal dengan periode emas, sehingga sangat penting untuk mendapatkan ASI yang mengandung protein,