STIKes Dharma Husada Bandung
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Imbas dari kemajuan teknologi salah satunya mempengaruhi perkembangan ilmu kesehatan pula. Dimulai dari ditemukannya alat stetoskop (ditemukan tahun 1816), rontgen (1895), dan MRI atau magnetic resonance imaging (1978). Dalam industri kesehatan terutama industri kesehatan mata, banyak perusahaan teknologi telah mengembangkan produk mereka dengan menggunakan kecerdasan buatan dan komputer sebagai alat untuk memproses data yang ada kaitannya sebagai alat bantu pemeriksaan kesehatan bagi pasien. Konsekuensi dari kemajuan teknologi yang menitikberatkan kepada segi kepraktisan dan efisiensi waktu, suka tidak suka semua stakeholder, salah satunya tempat – tempat yang melayani pemeriksaan kesehatan penglihatan mata seperti rumah sakit mata, klinik mata, puskesmas, dan toko optikal, akan mengikuti perkembangan tersebut demi satu tujuan yaitu meningkatkan efektifitas dengan biaya seefisien mungkin.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.1 tahun 2016, definisi optikal ( Optikal ) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan refraksi, pelayanan optisi, dan/atau pelayanan lensa kontak.
Optikal merupakan salah satu tempat usaha formal yang bergerak di bidang penyedia alat bantu penglihatan seperti kaca mata, lensa kontak, bingkai kaca
STIKes Dharma Husada Bandung
mata dan berbagai assesoris lainnya. Optikal juga sekaligus menyediakan jasa pelayanan pemeriksaan mata khususnya untuk konsumen yang mengalami kelainan refraksi. Dengan demikian perusahaan optikal mengelola dua kegiatan, yaitu penyediaan barang berupa alat bantu penglihatan dan jasa pemeriksaan.
Dalam kegiatan pemeriksaan tajam penglihatan di optikal, umumnya menggunakan optotip sebagai alat uji refraksi, umumnya berupa kartu Snellen sebagai objek uji visus (ketajaman penglihatan) pasien secara konvensional.
Kartu Snellen (dan alat – alat uji visus lainnya) adalah merupakan benda yang bersifat sebagai sumber cahaya sekunder, karena benda tersebut baru dapat terlihat oleh mata hanya jika ada cahaya yang menyinarinya. Arah dan kekuatan cahaya yang menyinarinya akan memberi pengaruh yang besar pada seberapa mudah ia dibaca atau diamati. Karena itulah, penggunaan kartu Snellen membutuhkan pengaturan pencahayaan yang baik secara ergonomis agar pasien dapat mengamati huruf, angka, atau objek benda yang terdapat di dalam optotip tersebut dengan tingkat kecerahan dan kekontrasan yang merata, serta tanpa terganggu oleh refleksi cahaya yang justru akan
menurunkan proses uji visus mata dari subjek.
( Paknenisna, 2008 ).
Kelemahan kartu Snellen adalah jenis diagram ini membutuhkan cahaya primer yang menyorot objek secara langsung dapat ditutupi oleh optotip yang dilengkapi dengan penerangan atau lampu sebagai sumber cahaya dari arah belakang huruf- hurufnya. Prinsipnya sama persis seperti
STIKes Dharma Husada Bandung
neonbox. Hanya saja, kebanyakan optotip tidak seperti itu lagi, tapi setiap baris objeknya (atau tiap 2 baris jika ukuran hurufnya kecil) dibuat dalam satu blok rangkaian dan diberi lampu penerangan sendiri. Semua objek itu dirangkum dalam satu kotak mirip neonbox, namun penerangan di tiap segmen objeknya dapat dihidup-matikan secara bergilir, tidak menyala atau mati secara serentak. Pengaturannya dengan semacam saklar pemilih yang ditempatkan dalam kotak kontrol dan terpisah dari unit optotipnya. Keduanya dihubungkan dengan kabel majemuk. Tipe seperti ini, jika salah satu lini dalam kabel ada yang putus, terpaksa harus mengganti keseluruhan kabel penghubungnya. Penulis sering menjumpai optotip seperti ini, namun pengontrolnya menggunakan rangkaian elektronik yang ditempatkan di dalam unit optotipnya, sehingga untuk menghubungkan dengan kotak kontrolnya cukup dengan menggunakan kabel 2 jalur, atau bahkan dapat dengan remote kontrol tanpa kabel. Sekarang, optotip dengan remote kontrol tanpa kabel sudah mudah dibeli di pasaran. Namun, untuk mendapatkan optotip yang lengkap dengan E-chart, clock dial (untuk pemeriksaan astigmat), unit bikromatik (red-green test) dan lain – lain, akan membuat dimensi optotip menjadi terlalu besar dan tidak praktis. Karena itu, kemudian ada optotip dalam bentuk proyektor, yang jauh lebih ringkas dan lengkap, tentu saja jauh lebih mahal. Untuk tipe yang murah buatan dari negara tiongkok, harganya di kisaran Rp. 7,5 juta per unit.
Alat optotip yang paling terbaru adalah TOPCON CC-100XP buatan perusahaan TOPCON dari Jepang yang memiliki fitur paling lengkap yang
STIKes Dharma Husada Bandung
terintegrasi ke dalam satu monitor LED dengan alat antarmuka menggunakan virtual remote control. Fitur andalan dari produk ini adalah sistem polarisasi gambar yang dijamin 100 persen tanpa gangguan. Dari semua kelebihan produk ini, menurut situs www.topcon-medical.eu setelah dikonversi ke dalam rupiah setara dengan harga Rp. 85 juta per unit belum termasuk ongkos kirim dan pajak. Inilah menjadi titik lemah dari alat ini, sangat mahal untuk jenis alat optotip dan tentunya hanya dapat dijangkau untuk kalangan pengusaha optikal tertentu saja.
Penulis menemukan alat optotip digital produk dari perusahaan Howdy optics yang lebih efisien. Dengan 9 fitur uji visus seperti melakukan uji binokuler, menjalankan presentasi untuk berbagi pengetahuan tentang penglihatan bagi pasien, dan lain – lain. Dibandingkan dengan kartu Snellen maupun optotip yang mirip neonbox, optotip digital jelas mempunyai beberapa keunggulan yang paling komplit dan lebih up-to-date. Optotip digital bersifat sebagai sumber cahaya primer, sehingga tidak butuh bantuan penerangan sekunder lagi. Kontras dan kecerahannya jelas lebih merata dan dapat diatur, juga untuk tampilan antarmuka yang lebih ramah dan mudah dioperasikan. ( Optics, Howdy. 2018 )
Penulis telah melakukan studi pendahuluan terhadap alat optotip digital ini dari segi durabilitas dan uji fungsi alat yang dilakukan sejak bulan juni 2017 hingga sekarang di optik Riky Bandung. Hasilnya adalah dari segi kepraktisan alat ini dapat diandalkan namun, kurang memuaskan karena ada
STIKes Dharma Husada Bandung
beberapa kendala terutama dari segi pengoperasian dari alat optotip digital ini.
Dari paparan diatas, penulis mendapatkan satu alat optotip digital berbasis komputer yang dapat menutupi semua kelemahan dari jenis optotip konvensional yang tidak praktis dan optotip TOPCON yang sangat mahal.
Selain itu, dimensinya jauh lebih ringkas dari pada optotip yang mirip neonbox, namun dapat menampilkan lebih banyak jenis uji visus. Atas dasar beberapa keunggulan tersebut, penulis memilih untuk menggunakan optotip digital sebagai pengganti dari optotip konvensional untuk pemeriksaan penglihatan pasien di optikal. Namun, alat optotip digital tersebut terdapat beberapa kendala sehingga menyulitkan penggunaan di Indonesia. Kendala tersebut adalah tidak adanya sistem pegoperasian berbahasa Indonesia, tidak adanya buku panduan penggunaan alat, dan tidak adanya alat remote wireless.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penatalaksanaan modifikasi alat optotip digital agar lebih mudah diaplikasikan oleh refraksionis optisi di Indonesia.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dikemukakan identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana melakukan modifikasi alat optotip digital agar sesuai dengan pengguna dalam hal ini refraksionis optisi di Indonesia beserta petunjuk penggunaan alat optotip digital secara lengkap dengan penggunaan alat remote wireless.
STIKes Dharma Husada Bandung
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Bertujuan untuk memudahkan cara penggunaan alat optotip digital oleh refraksionis optisi terhadap pasien di optikal.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui proses modifikasi alat optotip digital..
b. Mengetahui tatacara pemakaian alat optotip digital oleh refraksionis optisi.
c. Mengetahui kelayakan dari alat optotip digital pascamodifikasi.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat menjadi sebuah informasi, referensi serta gambaran penatalaksanaan refraksi mata menggunakan alat optotip digital oleh refraksionis optisi terhadap pasien.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi penulis
Dengan hasil penelitian ini, penulis berharap dapat meningkatkan ilmu pengetahuan, khususnya mengenai pengaplikasian mata kuliah instrumentasi refraksi.
STIKes Dharma Husada Bandung
b. Manfaat bagi profesi refraksi optisi
Penulis berharap, dengan adanya hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan serta bahan referensi dalam mengembangkan keilmuan dalam ruang lingkup refraksi optisi.
c. Manfaat bagi Institusi
Dengan dilakukannya penelitian ini, penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi bidang keilmuan dan menjadi salah satu referensi kepustakaan STIKes Dharma Husada Bandung.
d. Manfaat bagi Optikal
Dengan dilakukannya penelitian ini penulis berharap, dapat memberikan masukan bagi semua Optikal di Indonesia untuk penyediaan optotip digital.
E. Ruang Lingkup
1. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilakukan di kampus STIKes Dharma Husada Kota Bandung.
2. Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2019.
3. Lingkup Keilmuan
Penelitian ini merupakan bidang keilmuan Instrumentasi Refraksi.