BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan lingkungan di Indonesia masih merupakan masalah utama dalam usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Masalah kesehatan lingkungan ini meliputi kurangnya penyediaan air minum yang bersih dan memenuhi persyaratan, kurangnya pembuangan kotoran yang sehat, keadaan rumah yang pada umumnya tidak sehat, usaha higiene dan sanitasi makanan yang belum menyeluruh, banyaknya faktor penyakit, belum ditanganinya higiene dan sanitasi industri secara intensif, kurangnya usaha pengawasan dan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan, dan pembuangan limbah di daerah pemukiman yang kurang baik.1
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan (pembuangan tinja yang tidak higienis), kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, penyiapan makanan kurang matang dan penyimpanan makanan masak pada suhu kamar yang tidak semestinya.2 Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung menjadi pendorong terjadinya diare yaitu faktor agent, penjamu, lingkungan dan perilaku.3
Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan
menderita diare apabila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam.4 Penyakit diare sampai saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian. Hampir seluruh daerah geografis dunia dan semua kelompok usia diserang diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama didapatkan pada bayi dan anak balita.5
Kejadian Diare dapat terjadi di seluruh dunia dan menyebabkan 4% dari semua kematian dan 5% dari kehilangan kesehatan menyebabkan kecacatan.
Diare tetap menjadi penyebab utama kematian pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di negara-negara Sub-Sahara di Afrika. Faktor risiko untuk diare akut bervariasi berdasarkan konteks dan memiliki implikasi penting ununtuk mengurangi beban penyakit.6 Gejala yang paling berbahaya dari diare infeksi adalah dehidrasi, yang merupakan penyebab langsung banyak diare kematian, terutama pada bayi dan anak kecil.7
Perilaku ibu dalam cuci tangan pakai sabun belum menjadi budaya atau kebiasaan yang diterapkan di kehidupan sehari-hari, masih banyak ibu yang menganggap hal yang sebenarnya mudah tetapi mereka belum terapkan dikehidupan mereka sehari-hari. Perilaku ibu encuci tangan dengan sabun merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dikarenakan tangan merupakan pembawa kuman penyebab penyakit. Resiko penularan penyakit dapat berkurang dengan adanya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti cuci tangan dengan sabun pada waktu penting.2
Cuci Tangan Pakai Sabun merupakan perilaku sehat yang telah terbukti secara ilmiah dapat mencegah penyebaran penyakit menular seperti diare.
Perilaku sehat cuci tangan pakai sabun (CTPS) untuk mencegah penyakitpenyakit menular masih belum dapat dipahami masyarakat secara luas dan praktiknyapun masih belum banyak diterapkan dalam kehidupan dan aktivitas sehari-hari. Demikian pula perilaku CTPS yang tidak benar masih tinggi ditemukan pada anak usia 10 tahun kebawah. Anak dengan usia-usia tersebut, sangat aktif dan rentan terhadap penyakit, maka dibutuhkanlah kesadaran dari anak-anak bahwa pentingnya perilaku sehat CTPS harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.2
Air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Penyediaan air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena air bersih yang terbatas akan memudahkan timbulnya berbagai penyakit di masyarakat, yang salah satunya adalah diare.
Satu dari tiga rumah tangga di Indonesia tidak memiliki akses air minum yang layak, yang mengakibatkan terjadinya peningkatan angka kejadian diare yang signifikan terutama selama banjir dikarenakan sumber air yang terkontaminasi. Pada daerah dengan sistem sanitasi yang tidak memadai dapat terkontaminasi oleh bakteri menular dari kotoran manusia yang terbawa banjir.3
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2016 permasalahan diare di Negara-negara berkembang khususnya Indonesia dapat
(CTPS). Namun masih kurangya perhatian dan kesadaran tentang pentingnya CTPS di masyarakat. Banyak orang yang belum menyadari pentingnya perilaku cuci tangan pakai sabun (CTPS) bagi kesehatan. UNICEF melaporkan setiap detik satu anak meninggal karena diare. Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta per tahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia di bawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare per tahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak. Hal ini banyak terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia karena buruknya perilaku hygiene perorangan dan sanitasi masyarakat yang dipengaruhi oleh rendahnya tingkat sosial, ekonomi dan pendidikan.8
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Masalah diare di Indonesia sering terjadi dalam bentuk Kejadian Luar Biasa (KLB). Kejadian Luar Biasa (KLB) diare sering terjadi terutama di daerah yang pengendalian faktor risikonya masih rendah. Cakupan perilaku kebersihan dan sanitasi yang rendah sering menjadi faktor risiko terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) diare.9
Di Indonesia, pada tahun 2017 prevalensi diare pada balita masih cukup tinggi yaitu 6,4 persen. Lima provinsi tertinggi yang memiliki prevalensi diare pada balita adalah Aceh (9%), Papua (6,8%), DKI Jakarta (6,7%), Banten
(6,3%) dan Jawa Barat (5,2%).9 Jawa Barat masih termasuk provinsi yang memiliki prevalensi tinggi diare pada balita yaitu 5,2 persen. Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Provinsi Jawa barat tahun 2017 khususnya Kabupaten Bandung, penderita diare pada tahun tersebut adalah 8,3%. Angka tersebut jauh dari salah satu langkah dalam target pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Dua dari 17 tujuan SDGS menyangkut kesehatan tersebut terdiri dari 1) menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia pada urutan ketiga dan 2) menjamin ketersediaan dan manajemen air dan sanitasi bagi semua orang secara berkelanjutan pada urutan keenam.10
Dinas kesehatan Provinsi Jawa Barat melaporkan tahun 2017 bahwa diare merupakan pembunuh nomor 2 pada kematian bayi (umur 28 hari-1 tahun) dan balita (umur 1-4 tahun). Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung pada tahun 2017 angka morbiditas diare adalah 211 per 1000 penduduk dengan prevalensisi diare adalah 83 %, terdiri dari golongan umur kurang dari 1 tahun adalah 19%, golongan umur 1–5 tahun adalah 33,12% dan golongan umur lebih dari 5 tahun adalah 44,88%.11
Kebersihan perseorangan terutama kebersihan tangan seharusnya mendapatkan prioritas yang tinggi namun sering disepelekan. Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus patogen dari tubuh, feses atau sumber lain ke makanan. Pencucian tangan dengan sabun sebagai pembersih, penggosokan, dan pembilasan dengan air yang mengalir
mikroorganisme (Fatonah Siti, 2013). Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, ternyata dapat mengurangi prevalensi diare sampai 50% atau sama dengan menyelamatkan sekitar 1 juta anak di dunia dari penyakit tersebut setiap tahunnya.
Penelitian Hanniff (2011), bahwa faktor risiko diare pada balita antara lain hygiene perorangan dan air bersih. Faktor risiko yang sangat berpengaruh untuk terjadinya diare pada balita yaitu status kesehatan lingkungan (penggunaan sarana air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah, pembuangan air limbah) dan perilaku hidup sehat dalam keluarga. Sedangkan secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam enam kelompok besar yaitu infeksi (yang meliputi infeksi bakteri, virus dan parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan (keracunan bahan-bahan kimia, keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi baik jazad renik, ikan, buah-buahan, sayur-sayuran, algae), imunisasi, defisiensi dan sebab-sebab lain.13
Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, Puskesmas Bojongsoang berada di salah satu kecamatan yang mengalami banjir pada musim hujan di Kabupaten Bandung, dan dari profil puskesmas diperoleh informasi bahwa diare termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di Puskesmas ini dengan angka cakupan diare pada tahun 2018 sebesar 2.108, diare yang terjadi saat musim hujan (banjir) biasanya disebabkan oleh kebersihan yang sering terabaikan, sehingga virus, bakteri dan parasit lebih mudah menyebar dan menular kepada manusia. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan
perilaku cuci tangan pakai sabun dan ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Bojongsoang Kabupaten Bandung Tahun 2019.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana hubungan perilaku cuci tangan pakai sabun dan ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Bojongsoang Kabupaten Bandung Tahun 2019?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan perilaku cuci tangan pakai sabun dan ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Bojongsoang Kabupaten Bandung Tahun 2019
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian diare pada balita di Puskesmas Bojongsoang Kabupaten Bandung Tahun 2019.
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi ketersedian air bersih di Puskesmas Bojongsoang Kabupaten Bandung Tahun 2019.
c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi perilaku ibu dalam cuci tangan pakai sabun di Puskesmas Bojongsoang Kabupaten Bandung Tahun
d. Untuk mengetahui hubungan ketersedian air bersih dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Bojongsoang Kabupaten Bandung Tahun 2019.
e. Untuk mengetahui hubungan perilaku ibu dalam cuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Bojongsoang Kabupaten Bandung Tahun 2019.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Puskesmas
penelitian ini berguna untuk mengetahui secara lebih jelas tentang faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita dan selanjutnya mempermudah langkah pencegahan atau pemutusan mata rantai penularan yang terencana dan lebih efektif, sesuai dengan permasalahan yang sebenarnya.
2. Bagi STIKes Dharma Husada Bandung
penelitian ini merupakan perwujudan aplikasi ilmu kesehatan masyarakat yang berguna untuk mendalami dan memahami lebih jauh tentang penyakit diare, agar di masa yang akan datang, ketika penulis terjun ke masyarakat secara langsung penulis dapat membantu masyarakat dalam mencegah, mendiagnosa, dan mengobati penyakit diare.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi penelitian berikutnya, penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan dan perbandingan.
E. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini penulis memberi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Ruang Lingkup Lokasi Penelitian Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Bojongsoang 2. Ruang Lingkup Waktu Penelitian.
Penelitian ini akan di laksanakan pada bulan Juli 2019 3. Ruang Lingkup Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif korelasi 4. Ruang Lingkup Materi
Materi yang di bahas dalam penelitian ini adalah materi kesehatan lingkungan