BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10 hingga 19 tahun. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun, Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis,maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Apabila keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka akan jatuh ke dalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat jangka pendek dan panjang dalam berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial (Kemenkes RI ,2012).
Di Indonesia jumlah penduduk pada tahun 2019 diproyeksikan mencapai 266,91 juta jiwa, adapun penduduk dengan kelompok umur 0-14 tahun (usia anak-anak) mencapai 66,17 juta jiwa atau sekitar 24,8% dari total populasi. Penduduk kelompok umur 15-64 tahun (usia produktif) sebanyak 183,36 juta jiwa atau sebesar 68,7% dan kelompok umur lebih dari
2
65 tahun (usia sudah tidak produktif) berjumlah 17,37 juta jiwa atau sebesar 6,51% dari total populasi (Maylasari,2018).
Perubahan dalam perkembangan remaja itu seperti perubahan dan perkembangan secara fisik yaitu hormon-hormon baru diproduksi oleh kelenjar endokrin dan ini membawa perubahan dalam ciri-ciri seks sekunder. Perkembangan emosionalitas perubahan dalam aspek emosionalitas pada remaja adalah akibat dari perubhan fisik dan hormonal serta pengaruh lingkungan yang terkait dengan perubahan fisik tersebut.
Perkembangan kognitif pada remaja menurut Piaget (1972) dalam Desmita (2015) adalah telah mencapai pemikiran operasional formal (formal operational thought) yaitu sudah dapat berpikir secara abstark dan hipotesis, serta sudah mampu berpikir tentang sesuatu yang atau mungkin terjadi. Ada juga Perkembangan psikoseksual remaja menurut buku Sarwono (2015) disebut sebagai tingkat genital. Perubahan dalam perkembangan remaja psikososial yang terjadi pada remaja yaitu, remaja mulai mencari identitas jati dirinya.
Remaja mulai menyadari adanya rasa kesukaan dan ketidaksukaan atas sesuatu, sudah mempunyai tujuan-tujuan yang ingin dicapai di masa depan, sudah mempunyai kekuatan dan hasrat untuk mengontrol kehidupan sendiri. menjalin hubungan relasi, remaja lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya daripada dengan orang tua (Desmita, 2015).
Masa remaja pertengahan masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran penting,namun individu sudah mampu mengarahkan diri sendiri (self directed). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan implusivitas, dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin
3
dicapai. Selain itu, penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu (Sarwono,2011).
Setiap tahap perkembangan remaja akan terdapat tantangan dan kesulitan- kesulitan yang membutuhkan suatu keterampilan untuk mengatasinya. Masa remaja, mereka akan dihadapkan kepada dua tugas utama yaitu untuk mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orang tua dan untuk membentuk identitas agar tercapainya integritas diri dan kematangan pribadi (Soetjiningsih, 2010). Perkembangan sosialnya remaja akan mulai memishakan diri dari orang tua dan mulai memperluas hubungan dengan teman sebaya. Umumnya remaja menjadi anggota kelompok usia sebaya (peer group). Kelompok sebaya begitu berarti dan sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial dan perkembangan psikososialnya.
Perkembangan psikososial pada remaja menurut Erikson (2012) dalam Desmita (2015) adalah identitas dan kebingungan peran. Pembentukan identitas selama masa remaja merupakan tugas utama dalam perkembangan kepribadian yang diharapkan tercapai pada masa remaja akhir. Selama masa remaja ini kesadaran identitas menjadi lebih kuat karena itu ia berusaha mencari identitas dan mendefinisikan kembali “siapakah” ia saat ini dan menjadi “siapakah” atau menjadi “apakah ia di masa mendatang. Perkembangan identitas selama masa remaja ini sangat penting karena memberikan suatu landasan bagi perkembangan psikososial dan relasi interpersonal pada masa dewasa. Fase ini berada pada tahap puber dalam perkembangan psikoseksual, dimana pada tahap tersebut perkembangan seksual remaja mulai muncul dan mengakibatkan meningkatnya hasrat seksual yang tinggi pada remaja, sehingga remaja mengalami kesulitan untuk mengontrol perilaku dan hasrat seksualnya tersebut.
4
Asrori (2015) mengungkapkan pesatnya perkembangan fisik dan psikis seringkali menyebabkan remaja mengalami krisis peran dan identitas. Sesungguhnya, remaja senantiasa berjuang agar dapat memainkan peranannya agar sesuai dengan perkembangan masa peralihannya dari masa anak-anak menjadi masa dewasa. Tujuannya adalah memperoleh identitas diri yang semakin jelas dan dapat dimengerti dan serta diterima oleh lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. penyesuaian diri remaja secara khas berupaya untuk dapat berperan sebagai subjek yang kepribadiannya memang berbeda dengan anak-anak ataupun orang dewasa.
Krisis identitas terjadi apabila remaja tidak mampu memilih diantara berbagai alternatif yang bermakna. Remaja dikatakan telah menemukan identitas dirinya (self- identity) ketika berhasil memecahkan tiga masalah utama, yaitu pilihan pekerjaan, adopsi nilai yang diyakini dan dijalani, dan perkembangan identitas seksual yang memuaskan.
dikemukakan bahwa remaja dipandang telah memiliki identitas diri yang matang (sehat, tidak mengalami kebingungan), apabila sudah memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap diri sendiri, peranannya dalam kehidupan sosial (di lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya atau masyarakat), pekerjaan, dan nilai-nilai agama (Yusuf ,2011).
Pencarian indentitas diri dan ketidaktergantungan pada orang tua sudah menonjol pada remaja dan mereka lebih suka mengadakan pergaulan dengan kelompok sebayanya dan ikatan di dalam kelompok sebaya sangat kuat. masa remaja usia menengah, para remaja sudah mengalami pematangan secara penuh yaitu anak laki-laki sudah mengalami mimpi basah dan anak perempuan sudah mengalami haid. Masa ini gairah seksual remaja sudah
5
mencapai puncak sehingga mereka mempunyai kecenderungan mempergunakan kesempatan untuk melakukan sentuhan fisik (Soetjiningsih, 2010).
Perilaku seks bebas adalah perilaku seks yang di dorong oleh hasrat seksual tanpa ikatan pernikahan. Soetjiningsih (2010) mengemukakan secara merinci bentuk perilaku seks bebas dimulai dari berpegangan tangan, memeluk/dipeluk di bahu dan di pinggang, ciuman bibir, ciuman bibir sambil pelukan, meraba/diraba daerah erogen (payudara, alat kelamin) dalam keadaan berpakaian, mencium/dicium daerah erogen dalam keadaan berpakaian, saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian, meraba/diraba daerah erogen dalam keadaan tanpa pakaian, mencium/dicium daerah erogen dalam keadaan tanpa pakaian, saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa pakaian, dan bersenggama.
Akibat dari seks bebas pada remaja itu kehamilan yang tidak diinginkan yang dapat mengakibatkan keguguran kandungan yang tidak aman dan berbahaya pada dirinya,penyakit infeksi menular seks, infeksi organ reproduksi, kemandulan bahkan kematian akibat perdarahan. Dampak psikologis dari prilaku seks bebas pada remaja diantaranya perasaan marah dan bersalah dan berdosa (Pinem 2010).
Hasil Survei Departement of Health & Human Services (2018) terhadap siswa sekolah menengah di Amerika Serikat didapatkan data 41% siswa pernah melakukan hubungan seksual dan hampir 230.000 bayi lahir dari remaja putri yang berusia 15-19 tahun (Ningsih,2018). Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2012) alasan melakukan hubungan seksual pertama kali sebelum menikah pada remaja usia 15-24 tahun yaitu untuk perempuan alasan tertinggi adalah karena terjadi begitu saja (38,4%); dipaksa oleh pasangan (21,2%), sedangkan pada laki-laki alasan tertinggi ialah karena rasa ingin
6
tahu (51,3%); karena terjadi begitu saja (25,8%). Berdasarkan riset pada tahun 2012 oleh BKKBN, diperkirakan setiap tahunnya jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,4 juta jiwa.
800.000 diantaranya dikalangan remaja (BKKBN, 2014)
Di Provinsi Jawa Barat angka seks bebas tercatat sejak tahun 1989 hingga September 2015 dari catatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat ada 22.177 kasus HIV dan 6.165 kasus AIDS, di tahun 2018 dari data survey Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat ada sebanyak 18.106 orang yang menderita HIV/AIDS. Data dari BPS kabupaten Subang tahun 2018 peengidap HIV/AIDS ini tercatat mencapai 1.686 orang dengan dominasi kelompok usia 15-49 tahun (Raharja,2019).
Penelitian Farid (2017) mengenai Hubungan Penalaran moral, religiusitas dan harga diri dengan perilaku seks bebas remaja di Jombang mengungkapkan kemampuan penalaran remaja disertai dengan implementasi religiusitas dan penghargaan remaja terhadap harga dirinya mampu menurunkan perilaku seks bebas dikalangan remaja. Faktor penalaran moral saja yang secara parsial berkemampuan memprediksi menurunkan perilaku seks bebas remaja. Fakta ini memberikan informasi bahwa untuk mencegah dan menurunkan perilaku seks bebas remaja diperlukan penangan yang komprehensip, yaitu meliputi upaya meningkatkan penalaran moral, pengamalan dan penghayatan religiusitas serta menumbuhkan rasa berharga bagi remaja.
Penelitian Rahyani (2012) mengenai perilaku seks pranikah remaja di Bali diketahui prediktor terkuat dari perilaku inisiasi seks pranikah di Bali adalah terpapar pornografi, mengaku sudah melakukan hubungan seks pranikah bersama pacar/pasangan, alasan utama remaja laki-laki mulai berhubungan seks pranikah yakni rasa ingin tahu (27,6%) dan merasa khilap (10,3%). Sebaliknya, remaja perempuan beralasan tidak tahu
7
(6,9%), selain merasa sayang, takut menolak kemauan pacar dan suka sama suka (3,4%).
Remaja laki-laki lebih banyak terlibat dalam perilaku beresiko disebabkan oleh pengaruh- pengaruh psikososial, seperti kemampuan untuk berpikir logis terbatas, pengaturan emosi yang lemah, serta rentan terhadap pengaruh teman sebaya.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SMK Tri Mitra 2 Cikaum terdapat total keseluruan 128 siswa dari kelas XI. Alasan peneliti mengapa peneliti memilih tempat di SMK Tri Mitra 2 Cikaum, Terlihat daari hasil wawancara dengan salah satu guru bimbingan konseling, diketahui kasus perilaku seks bebas pernah terjadi pada tahun 2015 dan 2019. Pihak sekolah melakukan bimbingan konseling kepada siswa agar tidak terjadi lagi perilaku seks bebas dan mengeluarkan dua siswa karena perilaku seksual. Dan pihak dari Puskesmas tersebut telah melakukan penkes kepada siswa siswi satu tahun sekali mengenai Kesehatan reproduksi di SMK Tri Mitra 2 Cikaum. Berbeda dengan hasil wawancara dengan guru bimbingan koseling saat peneliti mendatangi 2 SMK di kecamatan Cikaum dengan hasil bahwa pihak sekolah belum menemukan kasus perilaku seksual yang menyimpang pada siswa-siswi nya selama ini.
Saat dilakukan wawancara dengan 25 siswa SMK Tri Mitra 2 Cikaum mengenai perkembangan psikososial, diketahui 8 siswa dari kelas X dan 7 siswa kelas XII mengatakan jika mempunyai masalah siswa sering berdiskusi dengan temannya atau dengan orantuanya agar ada jalan keluar untuk menyelesaikan masalahnya, siswa mampu membuat keputusan sendiri, siswa mulai mencari pengalaman baru dari teman dan lingkungan, siswa mengatakan bisa menyelesaikan masalah dengan kepala dingin tidak dengan emosi, 10 siswa kelas XI belum bisa menyelesaikan masalah dengan kepala dingin, hanya bisa menangis jika mempunyai masalah atau saat berantem dengan pasangannya
8
atau dengan temanya, belum bisa mengambil keputusan sendiri dan mulai mencari pengalaman baru dari teman sebaya. mengenai perilaku seks bebas diketahui bahwa dari 25 siswa pernah melakukan perilaku seks bebas seperti berciuman, berpelukan dan berpergangan tangan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena masalah tersebut di atas, maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut “apakah ada hubungan antara perkembangan psikososial remaja dengan perilaku seks bebas remaja kelas XI SMK Tri Mitra 2 Cikaum Kabupaten Subang
? “.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perkembangan psikososial dengan perilaku seks bebas remaja kelas XI di SMK Tri Mitra 2 cikaum Kabupaten Subang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi gambaran perkembangan psikososial remaja kelas XI di SMK Tri Mitra 2 Cikaum Kabupaten Subang .
b. Mengidentifikasi gambaran perilaku seks bebas remaja kelas XI di SMK Tri Mitra 2 Cikaum Kabupaten Subang.
c. Mengindentifikasi hubungan antara perkembangan psikososial dengan perilaku seks bebas remaja kelas XI di SMK Tri Mitra 2 Cikaum Kabupaten Subang.
9 D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
Hasil penelitian ini mampu memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada keperawatan komunitas mengenai psikologi perkembangan dan kesehatan reproduksi remaja.
2. Manfaat Praktis.
a) Bagi SMK Tri Mitra 2 Cikaum.
1) Memberikan informasi kepada sekolah untuk melaksanakan penyuluhan tentang pendidikan kesehatan kepada siswa mengenai seks bebas .
2) Menambah informasi untuk UKS yang ada di SMK Tri Mitra 2 Cikaum kabupaten Subang
b) Bagi institusi pendidikan STikes Dharma Husada Bandung
Menambah studi kepustakaan tentang perkembangan psikososial dengan perilaku seks bebas pada remaja, dan dapat bermanfaat bagi mahasiswa ilmu kesehatan .
c) Bagi Peneliti
Menambah wawasan bagi mahasiswa dan memberikan data dasar bagi peneliti selajutnya mengenai perkembangan Psikososial dengan perilaku seks bebas.
10 E. Ruang lingkup
Materi yang disampaikan dalam penelitian ini berhubungan dengan keperawatan komunitas dan keperawatan jiwa. penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perkembangan psikososial dengan perilaku seks bebas remaja kelas XI di SMK Tri Mitra 2 Cikaum Kabupaten subang,jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan Cross-sectional. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan lembar kuesioner yang dilakukan dengan pengisian langsung oleh responden. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan April s/d September 2020.