31 Universitas Muhammadiyah Riau BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil
4.1.1. Ekstraksi
Eksraksi daun katemas (Euphorbia heterophylla) dilakukan dengan proses maserasi, sebanyak 3 kg daun katemas kering dimaserasi dengan menggunakan pelarut etil asetat yang telah didestilasi selama 3x24 jam pada suhu kamar, kemudian disaring dan dipekatkan dengan rotary evaporator untuk mendapatkan ekstrak kental etil asetat dari daun katemas yang nantinya akan di uji fitokimia dan fraksinasi. Hasil proses ekstraksi dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 hasil ekstraksi daun katemas
Sampel Berat (g) Rendemen%
Daun katemas basah 6000
Daun katemas kering 3000 50
Ekstrak etil asetat 20.03 0.67
4.1.2. Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan untuk menentukan golongan senyawa dari ekstrak etil asetat daun katemas. Hasil pengujian fitokimia etil asetat daun katemas disajikan pada tabel 4.2
Tabel 4.2. Hasil pengujian fitokimia ekstrak etil asetat daun katemas Gol. senyawa Pereaksi Hasil Keterangan
Alkaloid Mayer + Endapan putih
Dragendorff + Endapan merah jingga Steroid Liberman-
Burchard
+ Hijau
Terpenoid Liberman- Burchard
- Hijau
Tanin FeCl3 + Hijau
Fenolik FeCl3 + Hijau
Sapfonin H2O + Busa
Universitas Muhammadiyah Riau 4.1.3. Hasil Kromatografi Vakum Cair (KVC)
Hasil pemisahan 20 gram ekstrak etil asetat daun katemas dengan KVC diperoleh 21 fraksi, hasil pada proses fraksi disajikan pada tabel 4.3
Tabel 4.3 hasil fraksi ekstrak etil asetat daun katemas Fraksi Eluen
Berat Ektrak
(g)
Warna
Volume (ml)
Fraksi 1 H (100) 0 - 150
Fraksi 2 H:E (90:10) 6.01 Merah jingga 150
Fraksi 3 H:E (80:20) 0.61 Hijau 150
Fraksi 4 H:E (70:30) 0,35 Hijau 150
Fraksi 5 H:E (60:40) 0.34 Hijau 150
Fraksi 6 H:E (50:50) 0.23 Hijau 150
Fraksi 7 H:E (40:60) 0.22 Hijau 150
Fraksi 8 H:E (30:70) 0.59 Hijau 150
Fraksi 9 H:E (20:80) 0.68 Hijau 150
Fraksi 10 H:E (10:90) 0.56 Hijau 150
Fraksi 11 E (100) 0.33 Hijau 150
Fraksi 12 E:M (90:10) 0.22 Hijau 150
Fraksi 13 E:M (80:20) 0.31 Hijau kecoklatan 150 Fraksi 14 E:M (70:30) 0.34 Hijau kehitaman 150 Fraksi 15 E:M (60:40) 0.38 Hijau kehitaman 150 Fraksi 16 E:M (50:50) 0.41 Hijau kehitaman 150 Fraksi 17 E:M (40:60) 0.34 Hitam kehijauan 150 Fraksi 18 E:M (30:70) 0.33 Hitam kecoklatan 150 Fraksi 19 E:M (20:80) 0.34 Coklat kehitaman 150
Fraksi 20 E:M (10:90) 0.13 Coklat 150
Fraksi 21 M (100) 0.15 Coklat 150
Universitas Muhammadiyah Riau 4.1.4. Hasil kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Uji KLT dilakukan dengan menggunakan berbagai perbandingan eluen, untuk melihat banyak dan jarak noda pada hasil fraksinasi pada ekstrak etil asetat dilakukan uji KLT. Hasil uji KLT hasil faksinasi ekstrak etil asetat dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. hasil pengujian KLT pada fraksinasi Fraksinasi Eluen Jumlah noda Nilai Rf
Fraksi 2 H:E(9:1) 6 0.2; 0.3; 0.475; 0.6; 0.8; 0.925
H:E(7:3) 1 0.975
Fraksi 3 H:E(9:1) 7 0.15; 0.2; 0.275; 0.35; 0.523; 0.825; 0.725 H:E(7:3) 6 0.625; 0.7; 0.75; 0.825; 0.9; 0.95
Fraksi 4 H:E(7:3) 6 0.35; 0.475; 0.55; 0.625; 0.725; 0.775 Fraksi 5 H:E(7:3) 6 0.175; 0.4; 0.45; 0.55; 0.6; 0.7
Fraksi 6 H:E(7:3) 7 0.1; 0.15; 0.2; 0.3; 0.375; 0.45; 0.6 Fraksi 7 H:E(7:3) 3 0.05; 0.125; 0.2
Fraksi 8 H:E(7:3) 2 0.05; 0.25
E:M(9:1) 1 0.75
Fraksi 9 H:E(7:3) 2 0.05; 0.25
E:M(9:1) 1 0.75
Fraksi 10 H:E(7:3) 2 0.05; 0.25
E:M(9:1) 1 0.725
Fraksi 13 E:M(9:1) 1 0.675
Fraksi 14 E:M(9:1) 1 0.675
Fraksi 15 E:M(9:1) 1 0.625
Fraksi 16 H:E(7:3) 2 0.625; 0.05
E:M(9:1) 1 0.7
Fraksi 17 H:E(7:3) 1 0.05
E:M(9:1) 2 0.625; 0.675 Fraksi 18 E:M(9:1) 2 0.575; 0.7
Fraksi 19 E 100% 2 0.05; 0.475
Fraksi 20 E 100% 2 0.05; 0.45
Fraksi 21 E 100% ⁓ 0
Universitas Muhammadiyah Riau 4.1.5. Hasil spekroskopi UV-Vis
dari 21 feraksi hasil kromatografi KVKC ekstrak etil daun katemas di ambil 6 fraksi yang berpotensi, dengan mempertimbangkan massa dan kemungkinan bio aktif untuk pengujian lanjutan seperti uji UV, FTIR, dan aktifitas antibakteri.
Hasil Uji spekroskopi UV-Vis pada hasil fraksinasi ekstrak etil asetat daun katemas dapat dilihat Pada tabel 4.6. berikut.
Tabel 4.5. Hasil pengujian Spketroskopi UV-Vis fraksinasi etil asetat daun katemas
Gambar 4.1. spektrum UV Fraksi ekstrak etil asetat daun katemas Serapan pada 270-300 nm menunjukan adanya serapan karbonil. Puncak serapan pada λmax 276 nm, 292 nm, 270 nm, dan 281 nm, yang terdapat pada F2, F3, F10 menunjukan adanya kromofor benzena, mengidikasikan bahwa senyawa tersebut termasuk kedalam golongan alkaloid indol (Nasel 2008).
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4
0 100 200 300 400 500 600 700
Spektrum UV
Fraksi 2 Fraksi 3 Fraksi 8 Fraksi 9 Fraksi 10 Fraksi 16 λ max (nm)
F2 F3 F8 F9 F10 F16
255 243 316 301 270 265
266 253 322 308 281 301
276 266 365 369 291 309
309 292 375 395 406 406
Universitas Muhammadiyah Riau 4.1.6. Hasil FTIR
Hasil analisis spektrofotometer inframerah hasil fraksinasi pada ekstrak etil asetat dapat dilihat pada tabel 4.6. dimana analisa spektro fotometer FTIR ini bertujuan untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa.
Tabel 4.6. Hasil pengujian FTIR pada fraksi etil asetat daun katemas.
Fraksinasi Bilangan gelombang (cm-1) Jenis vibrasi
Fraksi 2
2855.73 C-H alifatik
2904.92 C-H aromatic
3446.94 C-OH
1712.86 C=O karbonil
1242.21 C-N amina
1699.36 C=C alifatik
1644.39 C=C aromatic
Fraksi 3 2857.66 C-H alifatik
2937.71 C-H aromatic
1265.36 C-N amina
1735.04 C=O karbonil
1613.52 C=C alifatik
Fraksi 8 2855.73 C-H alifatik
2936.75 C-H aromatic
1039.68 C-N amina
1610.63 C=C alifatik
Fraksi 9 2876.95 C-H alifatik
2919.39 C-H aromatic
1604.84 C=C alifatik
1269.22 C-N amina
1546.01 C=C aromatic
Fraksi 10 2882.74 C-H alifatik
2957.97 C-H aromatic
1604.84 C=C alifatik
1290.43 C-N amina
1513.22 C=C aromatic
Fraksi 16 2889.49 C-H alifatik
2996.54 C-H aromatic
1659.82 C=O karbonil (ester)
1204.60 C-N amina
Universitas Muhammadiyah Riau 4.1.7. Hasil Aktifitas Antibakteri
Hasil pengujian aktifitas antibakteri terhadap bakteri E. coli dan S. aureus dari hasil fraksinasi ekstrak etil asetat daun katemas dengan kosentrasi 200 ppm.
yang dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.7. Hasil pengujian antibakteri terhadap bakteri E. coli dan S. aureus Sampel/ Fraksinasi Diameter Hambat (mm)
E. coli S. aureus
Kloramfenikol 14.8 25.9
DMSO 0 0
Fraksi 2 10.1 13.6
Fraksi 3 8.8 0
Fraksi 8 9.7 0
Fraksi 9 9.9 0
Fraksi 10 9.8 0
Fraksi 16 7.2 0
4.2. Pembahasan
Pada pemisahan sampel secara VLC dengan dilakukan beberapa perbandigan eluen, maka hasil dari beberapa fraksi didapatkan berat pada esktrak yang berbeda. Pada hasil ini terlihat bahwa fraksi 2, 3, 8, 9, 10, 16 kepolaran suatu senyawa bioaktif yang ada dalam larutan berkemungkinan berpengaruh pada hasil fraksinasi. Karena senyawa ini semipolar (esktrak etil asetat) maka senyawa yang lebih banyak berada pada fraksi 2, 3, 8, 9, 10, 16 yang lebih semi polar. Terbukti dengan perbandingan eluen 21 perbandingan.
4.2.1. Uji Fitokimia
Pada penelitian yang telah dilakukan beberapa pengujian fitokimia secara kualitatif meliputi pengujian alkoloid, saponin, terpenoid, tanin, fenolik dan steroid. Analisis fitokimia untuk mengetahui senyawa aktif yang terkandung dalam tumbuhan (Sangi et al., 2013).
Hasil alkaloid pada uji dragendorff ditandai dengan terbentuknya endapan merah jingga pada ekstrak etil asetat daun katemas. Endapan tersebut adalah kalium alkaloid.
Universitas Muhammadiyah Riau Pada pembuatan pereaksi Dragendorff, bismut nitrat dilarutkan dalam HCL agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena garam-garam bismut mudah terhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO+). Agar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan, maka larutan itu ditambah asam sehingga kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri. Selanjutnya ion Bi3+ dari bismut nitrat beraksi dengan kalium iodida membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam (Kurnia 2017).
Pengujian steroid didasarkan pada kemampuan senyawa untuk membentuk warna H2SO4 pekat dalam pelarut asam asetat anhidrida (Sangi et al., 2013) warna biru hijau lyang diperoleh pada pengujian ekstrak etil asetat daun katemas menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya warna hijau yang menunjukkan adanya kandungan steroid pada ekstrak etil asetat daun katemas.
Saponin merupakan senyawa yang mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofobik. Saponin pada saat dikocok terbentuk buih karena adanya gugus hidrofil yang berikatagn dengan air sedangkan hidrofob akan berikatan dengan udara. Pada struktur, gugus polar menghadap ke luar sedangkan gugus non-polar menghadap ke dalam. Keadaan ini yang membentuk busa, dalam analisis ini sampel mengandung saponin karena memiliki kemampuan untuk membentuk busa.
Pada umumnya jika hasil positif maka penambahan HCl 2N bertujuan untuk menambah kepolaran sehingga gugus hidrofil akan berikatan lebih stabil dan buih yang terbentuk menjadi stabil (Kurnia 2017).
4.2.2. Uji KLT
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk kwalitatif golongan senyawa dari fraksinasi ekstrak daun katemas menggunakan pelarut etil asetat. Uji KLT dilakukan untuk mendapatkan hasil pemisahan senyawa-senyawa yang terdapat pada ekstrak sehingga dapat dianalisis lebih lanjut menggunakan spektrofotometer UV dan FTIR. Proses pemisahan komponen penyusun suatu senyawa pada KLT berdasarkan distribusinya pada fase diam dan fase gerak.
Komponen yang memiliki interaksi lebih besar terhadap fase diam akan bertahan lebih lama. Sebaliknya komponen yang memiliki interaksi lebih besar terhadap
Universitas Muhammadiyah Riau fase gerak akan bergerak lebih cepat (Gandjar dan Rohman, 2007). Pada pengujian dengan kromatografi lapis tipis, fase diam yang digunakan merupakan penyerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-ratapartikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya.
Pengujian dengan KLT menggunakan pelarut n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan eluen 9: 1 dan 7:3 serta menggunakan etil asetat 100%
danetil asetat dengan metanol 9:1 sebagai fase gerak. Untuk memastikan senyawa yang dikandung setiap ekstrak berbeda, maka dilakukan penunjukan profil noda yang terlihat dibawah sinar UV jauh (254 nm) dan dekat (366 nm). Menurut Bawa (2009), golongan senyawa terpenoid di bawah sinar UV 366 nm menunjukkan adanya bercak noda berwarna ungu tua.
4.2.3. Uji Spektroskopi UV-Vis
Duapuluh satu fraksi yang telah di uji dengan KLT, selanjutnya dilakukan pengujian spekstroskopi UV-Vis sebannyak 6 fraksi yaitu: fraksi 2, 3, 8, 9, 10, 16.
Hasil analisa keenam fraksi menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Yang mana hasil dari pengujian speksroskopi UV-Vis dapat menentukan ada tidak nya ikatan terkonjugasi pada senyawa uji. Diketahui bahwa fraksi tersebut mempunyai panjang gelombang maksimum (λmax) yang berdekatan sebesar 285 nm sampai 300 nm. Hal ini mengindikasikan bahwa senyawa tersebut termasuk dalam golongan alkaloid (Nassel, 2008). Terbentuknya dua buah senyawa serapan yang berdekatan menunjukkan ciri khas dari senyawa alkaloid. Transisi ini dapat terjadi jika suatu molekul organik mempunyai gugus fungsional yang tidak jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut memeberikan orbital π yang diperlukan (Gandjar dan Rohman 2007). Sesuai degan hasil uji fitokimia bahwa ekstrak etil asetat daun katemas mengandung alkaloid.
4.2.4. Uji Spektroskopi FTIR
Hasil 6 fraksi ekstrak etil asetat yang dipilih menunjukkan bahwa di dalam masing-masing esktrak memiliki serapan beberapa gugus fungsi. Hasil spektroskopi IR menunjukkan adanya gugus fungsional suatu senyawa
Universitas Muhammadiyah Riau berdasarkan serapan spektrum elektromagnetik didaerah infra merah. Serapan yang muncul pada masing-masing ekstrak menandakan adanya senyawa alkaloid indol. Hal ini dibuktikan dengan hasil posiif pada uji fitokimia untuk uji alkaloid serta dengan panjang gelombang maksimum pada uji UV-Vis dimana panjang gelombang maksimum didapatkan saling berdekatan.
Pada fraksi 2 didapatkan senyawa alkana dengan gugus fungsi C-H pada bilang gelombang 2855.73 cm-1, 2904.92 cm-1, Selanjutnya didapatkan senyawa dengan gugus fungsi OH pada bilangan gelombang 3446.94 cm-, senyawa dengan gugus fungsi C=O pada panjang gelombang 1712,86 , C=C pada bilangan gelombang 1699.36cm-1, dan 1644.39 cm-1.
Pada fraksi 3 didapatkan senyawa alkana dengan gugus fungsi C-H pada gelombang 2857.66 cm-1, 2937.71 cm-1. Selanjutnya didapatkan senyawa dengan gugus fungsi C=O pada bilangan gelombang 1735.04cm-, senyawa dengan gugus fungsi C=C pada panjang gelombang 1613.52cm-1. Pada fraksi 8 didapatkan senyawa alkana dengan gugus fungsi C-H pada bilang gelombang 2855.73 cm-1, 2936.75 cm-1, Selanjutnya didapatkan senyawa dengan gugus fungsi C=C pada bilangan gelombang 1610.63 cm-. Pada fraksi 9 didapatkan senyawa alkana dengan gugus fungsi C-H pada bilang gelombang 2876.95 cm-1, 2919.39 cm-1, Selanjutnya didapatkan senyawa dengan gugus fungsi C=C pada bilangan gelombang 1604.84 cm-1, 1546.01cm-1
Pada fraksi 10 didapatkan senyawa alkana dengan gugus fungsi C-H pada bilang gelombang 2882.74 cm-1, 2957.97 cm-1, Selanjutnya didapatkan senyawa dengan gugus fungsi C=C pada bilangan gelombang 1604.84 cm-1, dan 1513.22 cm-1.
Pada fraksi 16 didapatkan senyawa alkana dengan gugus fungsi C-H pada bilang gelombang 2889.49 cm-1, 2996.54 cm-1, Selanjutnya didapatkan senyawa dengan gugus fungsi C=O pada panjang gelombang 1659.82 cm-1.
4.2.5. Uji Aktivitas Antibakteri
Uji Aktivitas antibakteri fraksinasi ekstrak etil asetat dari dau katemas dilakukan terhadap bakteri E. coli dan S. aureus dengan metode difusi agar, Perbedaan aktivitas antibakteri yang terjadi pada bakteri gram negatif dan gram
Universitas Muhammadiyah Riau positif kemungkinan disebabkan oleh perbedaan pada komposisi dan struktur dinding sel pada kedua jenis bakteri tersebut.
Struktur dinding sel bakteri gram postif lebih sederhana, yaitu berlapis tunggal dengan kandungan lipid yang rendah (1-4%) sehingga memudahkan bahan bioaktif masuk ke dalam sel. Struktur dinding sel bakteri gram negatif lebih kompleks, berlapis tiga yaitu lapisan luar lipoprotein, lapisan tengah lipopolisakarida yang berperan sebagai penghalang masuknya bahan bioaktif antibakteri, dan lapisan dalam berupa peptidoglikan dengan kandungan lipid tinggi (11-12%).
Pada hasil pengujian terhadap S. aureus dan E. coli menunjukkan dari ke enam fraksi ekstrak daun katemas tersebut, memiliki aktivitas antibakteri pada fraksi esktrak etil asetat seperti pada tabel 4.5. Pengujian terhadap bakteri E. coli didapatkan zona bening pada kloramfenikol sebesar 14.8 mm. Dari ke 6 fraksi, fraksi yang paling aktif secara berturut-turut adalah fraksi 2 (10.1 mm), fraksi 9 (9.9 mm), fraksi 10 (9.8 mm), fraksi 8 (9.7 mm), fraksi 3 (8.8 mm), fraksi 16 (7.2 mm). Dari hasil ini dapat dilihat bahwa nilai zona hambat antibakteri terhadap E.
coli dari ke enam fraksi tersebut mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dengan hambat yang masih rendah dibandingkan dengan kloromfenikol.
Pada pengujian terhadap bakteri S. aureus didapatkan zona bening dari gram positif sebesar 25.09 mm. Fraksi yang aktif adalah fraksi 2 (13.6 mm). Dari kedua uji aktivitas antibakteri terhadap E. coli dan S. aureus terlihat bahwa fraksi 2 lebih aktif dibandingkan yang lain. Berdasarkan uji pendahuluan atau uji fitokimia dan karakterisasi dengan KLT, UV-Vis dan FTIR yang telah dilkakukan terhadap Fraksinasi etil asetat daun katemas diketahui mengandung berbagai senyawa bioaktif antara lain alkoloid, steroid, tanin, fenolik, dan safonin.
Senyawa-senyawa ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri untuk melapisi lapisan mukosa pada organ supaya terlindungi dari infeksi bakteri.
Senyawa saponin dapat meningkatkan permeabilitas dinding usus, memperbaiki penyerapan nutrien dan juga menghambat aktivitas enzim urease (Susan et al., 2006).