• Tidak ada hasil yang ditemukan

BERITA RESMI STATISTIK

N/A
N/A
Nelly Dahlia

Academic year: 2024

Membagikan "BERITA RESMI STATISTIK"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Profil

Kemiskinan

di Kabupaten X Maret 2021

Persentase Penduduk Miskin Maret 2021 turun menjadi 10,16 persen

BERITA RESMI

STATISTIK

Profil Kemiskinan Maret 2021 Kabupaten Bojonegoro

Nomor : 01/12/Tahun 2021, 6 Desember 2021

(2)

▪ Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan/GK) di Kabupaten Bojonegoro pada bulan Maret 2021 mencapai 166,52 ribu jiwa. Jumlah ini bertambah sebesar 5,42 ribu jiwa, bila dibandingkan dengan kondisi Maret 2020 yang sebesar 161,10 ribu jiwa.

▪ Persentase penduduk miskin di Kabupaten Bojonegoro juga mengalami peningkatan dari 12,87 persen pada bulan Maret 2020 menjadi sebesar 13,27 persen pada bulan Maret 2021.

▪ Garis Kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro pada bulan Maret 2021 sebesar Rp380.653,00 per kapita per bulan, bertambah sebesar Rp18.270,00 per kapita per bulan atau meningkat sebesar 5,04 persen, bila dibandingkan kondisi bulan Maret 2020 yang sebesar Rp362.383,00.

▪ Pada Maret 2021, secara rata-rata rumah tangga miskin di Kabupaten Bojonegoro memiliki 3,88 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp1.476.933,64 per rumah tangga miskin.

▪ Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Kabupaten Bojonegoro Maret 2021 sebesar 1,884 mengalami kenaikan sebesar 0,169 poin dibandingkan Maret 2020 yaitu 1,715.

▪ Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Kabupaten Bojonegoro Maret 2021 sebesar 0,450, mengalami peningkatan sebesar 0,100 poin dibandingkan Maret 2020 yaitu 0,350.

(3)

1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Kabupaten Bojonegoro di 2020-2021

Selama periode Maret 2020-Maret 2021, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bojonegoro bertambah sebanyak 5,42 ribu jiwa, dari 161,10 ribu jiwa pada Maret 2020 menjadi 166,52 ribu jiwa pada Maret 2021 atau mengalami peningkatan sebesar 3,36 persen. Berdasarkan persentase penduduk miskin di Kabupaten Bojonegoro dalam rentang waktu satu tahun, tersebut mengalami peningkatan sebesar 3,11 persen, dari 12,87 persen pada Maret 2020 menjadi 13,27 persen pada Maret 2021.

Gambar 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2003-2021

Beberapa faktor yang diduga terkait dengan kondisi kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro selama periode Maret 2021 antara lain adalah:

a. Aktifitas perekonomian masih belum pulih sebagai dampak pandemi covid-19. Hal ini tercermin dari informasi big data (https://dataforgood.facebook.com) dimana pergerakan masyarakat dalam melakukan aktifitas ekonomi di Kabupaten Bojonegoro masih rendah dengan rata-rata indeks masih -0,07 terhadap kondisi Februari 2020 (baseline kondisi sebelum pandemi indeks = 0).

b. Upaya masyarakat untuk mematuhi anjuran pemerintah dalam rangka pencegahan perluasan covid-19, dimana masyarakat di Kabupaten Bojonegoro masih banyak berdiam diri di rumah dan mengurangi mobilitas. Kondisi ini tercermin dari informasi big data (https://dataforgood.facebook.com) dimana masyarakat lebih banyak berdiam diri di rumah selama pandemi yang tercermin dari rata-rata indeksnya masih 0,21 atau lebih tinggi dari kondisi Februari 2020 (baseline kondisi sebelum pandemi indeks=0).

340,9 336,9 323,9 350,9 321,5

292,7 262

227,2

212,9 201,9 196 190,88193,99180,99178,25

163,94154,64 161,1 166,52 28,12 27,7 27,12 28,38 26,37

23,87 21,27

18,78

17,47 16,6 15,95 15,48 15,71 14,6 14,34

13,16 12,38 12,87 13,27

0 5 10 15 20 25 30

0 50 100 150 200 250 300 350 400

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Jiwa) Persentase Penduduk Miskin/P0 (Persen)

(4)

2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin 2003-2021 di Kabupaten Bojonegoro

Secara umum, dalam periode 2003-2014 tingkat kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro cenderung mengalami penurunan, baik jumlah penduduk miskin maupun persentase penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2003 sebesar 340,90 ribu jiwa, berkurang sebesar 174,38 ribu jiwa menjadi 166,52 ribu jiwa pada tahun 2021. Sementara itu, persentase penduduk miskin di Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2003 sebesar 28,12 persen, berkurang sebesar -14,85 poin atau menjadi 13,27 persen pada tahun 2021.

Perkembangan tingkat kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro tahun 2003 sampai dengan 2021 seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Di Kabupaten Bojonegoro 2003-2021

Tahun Garis Kemiskinan/GK (rupiah

per kapita sebulan) Jumlah Penduduk

Miskin (ribu jiwa) Persentase Penduduk Miskin

(1) (2) (3) (4)

2003 122.329,00 340,90 28,12

2004 114.085,00 336,90 27,70

2005 124.409,00 323,90 27,12

2006 138.501,00 350,90 28,38

2007 145.238,00 321,50 26,37

2008 149.846,00 292,70 23,87

2009 192.476,00 262,00 21,27

2010 211.213,00 227,20 18,78

2011 230.397,00 212,90 17,47

2012 246.454,00 203,90 16,66

2013 263.439,00 196,80 16,02

2014 272.886,00 190,90 15,48

2015 284.319,00 193,99 15,71

2016 295.250,00 180,99 14,60

2017 309.564,00 178,25 14,34

2018 330.544,00 163,94 13,16

2019 347.786,00 154,64 12,38

2020 362.383,00 161,10 12,87

2021 380.653,00 166,52 13,27

Sumber : BPS Kabupaten Bojonegoro, Susenas 2003-2021

3. Perkembangan Garis Kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro, 2020-2021

Garis Kemiskinan merupakan suatu nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan nonmakanan yang harus dipenuhi agar tidak dikategorikan miskin. Penduduk miskin adalah

(5)

penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.

Garis Kemiskinan Kabupaten Bojonegoro pada Maret 2021 adalah sebesar Rp380.653,00 per kapita per bulan. Dibandingkan Maret 2020, Garis Kemiskinan bertambah sebesar Rp18.270,00 per kapita per bulan.

Garis kemiskinan per rumah tangga adalah gambaran besarnya nilai rata-rata rupiah minimum yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhannya agar tidak dikategorikan miskin. Secara rata-rata, garis kemiskinan per rumah tangga pada Maret 2021 untuk Kabupaten Bojonegoro sebesar Rp1.476.933,64 per rumah tangga per bulan bertambah sebesar Rp79.691,30 per rumah tangga per bulan dibanding kondisi Maret 2020 yang sebesar Rp1.397.242,34 per rumah tangga per bulan.

4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Keparahan Kemiskinan 2003-2021

Masalah kemiskinan, sebenarnya tidak hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin saja. Namun ukuran lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman serta keparahan dari kemiskinan yang terjadi. Upaya kebijakan pembangunan terutama yang bertujuan memperkecil jumlah penduduk miskin, diharapkan juga bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Tabel 2. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Kabupaten Bojonegoro 2003-2021

Tahun Indeks

Kedalaman Kemiskinan (P1) Indeks

Keparahan Kemiskinan (P2)

(1) (2) (4)

2003 5,450 1,500

2004 4,800 1,290

2005 5,360 1,630

2006 4,750 1,200

2007 4,060 0,900

2008 4,980 1,380

2009 3,490 0,880

2010 3,470 0,950

2011 2,960 0,750

2012 2,600 0,640

2013 2,470 0,600

2014 2,620 0,680

2015 2,010 0,420

2016 2,410 0,540

2017 2,310 0,520

2018 1,870 0,390

(6)

2019 1,950 0,430

2020 1,720 0,350

2021 1,880 0,450

Sumber : BPS Kabupaten Bojonegoro, Susenas 2003-2021

Pada periode 2020-2021, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Kabupaten Bojonegoro mengalami peningkatan nilai di sebesar 0,170 poin menjadi 1,880 pada tahun 2021. Untuk Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami peningkatan dari 0,350 pada 2020, menjadi 0,450 pada 2021.

Selama periode 2003-2021, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Kabupaten Bojonegoro memiliki kecenderungan menurun. Ini menunjukkan bahwa rata-rata jarak tingkat pengeluaran per kapita per bulan penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro, semakin mendekati Garis Kemiskinan. Hal serupa untuk Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), yang memiliki kecenderungan menurun dalam rentang 2003- 2014 di Kabupaten Bojonegoro. Ini menunjukkan bahwa perbedaan rata-rata tingkat pengeluaran per kapita per bulan penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro, tidak terlalu besar. Berdasarkan hal ini dapat diperoleh dua informasi. Pertama, biaya yang diperlukan dalam upaya pengurangan kemiskinan, terutama yang bersifat cash transfer agar penduduk keluar dari Garis Kemiskinan tidak sebesar di tahun 2003 (berdasarkan Indeks Kedalaman Kemiskinan/P1) dan tidak memerlukan banyak program dikarenakan tingkat kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro relatif homogen dibandingkan kondisi tahun 2003 (berdasarkan Indeks Keparahan Kemiskinan/P2).

5. Karakteristik Kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2021

Karakteristik Kemiskinan Kabupaten Bojonegoro tahun 2021 antara lain adalah:

Karakteristik Sosial Demografi

Jenis Kelamin Kepala Rumah tangga

Persentase rumah tangga miskin dengan kepala rumah tangga berjenis kelamin laki-laki (82,30 persen) lebih tinggi dibanding rumah tangga miskin dengan kepala rumah tangga berjenis kelamin perempuan (17,70 persen).

Pola komposisi jenis kelamin kepala rumah tangga untuk rumah tangga tidak miskin relatif sama dengan rumah tangga miskin di Kabupaten Bojonegoro.

82,30 88,64

17,70 11,36

RUTA MISKIN RUTA TIDAK MISKIN Laki-Laki Perempuan

Gambar 2. Persentase Kepala Rumah tangga menurut Jenis Kelamin dan Status Rumah tangga

(7)

Rata-rata Jumlah Anggota Rumah tangga

Rata-rata jumlah anggota rumah tangga untuk rumah tangga miskin (3,88 jiwa) lebih besar dibanding rumah tangga tidak miskin (3,41 jiwa).

Hal ini menunjukkan karakteristik rumah tangga miskin memiliki rata-rata jumlah anggota rumah tangga yang lebih banyak.

Rata-Rata Umur Kepala Rumah tangga

Rata-rata umur kepala rumah tangga untuk rumah tangga miskin (52,72 tahun) atau lebih tua dibanding rumah tangga tidak miskin (51,43 tahun).

Hal ini menunjukkan karakteristik rumah tangga miskin memiliki kepala rumah tangga dengan memiliki rata-rata usia lebih tua.

Karakteristik Pendidikan

Angka Melek Huruf Menurut Golongan Umur

Angka melek huruf penduduk miskin yang berumur 15-44 tahun (98,66 persen), relatif sama dengan angka melek huruf penduduk tidak miskin usia 15-44 tahun (98,98 persen).

Untuk kelompok umur 45 tahun ke atas, angka melek huruf penduduk miskin (71,71 persen) lebih lebih rendah dari angka melek huruf penduduk tidak miskin (87,36 persen).

Baik penduduk miskin maupun tidak miskin, angka melek huruf untuk kelompok umur 45 tahun ke atas lebih rendah dibanding dengan kelompok umur 15-44 tahun.

3,88

3,41

Ruta Miskin Ruta Tidak Miskin Gambar 3. Rata-Rata Jumlah Anggota Rumah tangga

menurut Status Rumah tangga

Gambar 4. Rata-Rata Umur Kepala Rumah tangga menurut Status Rumah tangga

52,76

51,43

Ruta Miskin Ruta Tidak Miskin

Gambar 5. Angka Melek Huruf menurut Kelompok Umur dan Status Rumah tangga

98,66 98,98

71,71 87,36

PENDUDUK MISKIN PENDUDUK TIDAK MISKIN Angka Melek Huruf 15-44 Tahun

Angka Melek Huruf 45 Tahun atau Lebih

(8)

Angka Partisipasi Sekolah Menurut Golongan Umur

Angka partisipasi sekolah penduduk miskin yang berumur 7-12 tahun (100,00 persen), sedangkan angka partisipasi sekolah penduduk tidak miskin usia 7-12 tahun (99,65 persen). Angka partisipasi sekolah penduduk miskin usia 13-15 tahun (91,83 persen) lebih rendah angka partisipasi sekolah penduduk usia 13-15 tahun tidak miskin (99,18 persen).

Angka partisipasi sekolah penduduk miskin usia 16-18 tahun (58,95 persen) lebih rendah angka partisipasi sekolah penduduk tidak miskin usia 16-18 tahun (82,31 persen).

Angka partisipasi sekolah penduduk miskin usia 19-24 tahun (4,79 persen) lebih rendah angka partisipasi sekolah penduduk tidak miskin usia 19-24 tahun (16,77 persen).

Baik penduduk miskin maupun tidak miskin, semakin tua kelompok umur maka angka partisipasi sekolah semakin kecil.

Kemampuan Membaca dan Menulis KRT

Persentase rumah tangga miskin dengan kepala rumah tangga melek huruf (86,75 persen) lebih rendah dibanding rumah tangga tidak miskin dengan kepala rumah tangga melek huruf (92,99 persen).

Sedangkan persentase kepala rumah tangga miskin yang buta huruf (13,25 persen) lebih tinggi dari kepala rumah tangga tidak miskin yang juga buta huruf (7,01 persen)

Gambar 6. Angka Partisipasi Sekolah menurut Kelompok Umur dan Status Rumah tangga

100 99,65

91,83 99,18

58,95

82,31

4,79

16,77

Penduduk Miskin Penduduk Tidak Miskin Usia 7-12 Tahun Usia 13-15 Tahun Usia 16-18 Tahun Usia 19-24 Tahun

Gambar 7. Persentase Rumah tangga menurut Kemampuan Membaca dan Menulis KRT dan Status

Rumah tangga

86,75 92,99

13,25 7,01

RUTA MISKIN RUTA TIDAK MISKIN KRT Melek Huruf KRT Buta Huruf

(9)

Pendidikan yang Ditamatkan Penduduk Miskin

Sebagian besar penduduk miskin usia 15 tahun ke atas memiliki tingkat pendidikan Tamat SD (31,61 persen) atau SLTP (49,19 persen). Sementara penduduk tidak miskin usia 15 tahun ke atas sebagian besar memiliki tingkat pendidikan tamat SLTP (51,41 persen) dan minimal tamat SLTA (32,15 persen).

Pendidikan Kepala Rumah tangga

Tingkat pendidikan kepala rumah tangga sebagian besar rumah tangga miskin adalah Tamat SD (40,87 persen) dan SLTP (43,25 persen). Sedangkan untuk rumah tangga tidak miskin sebagian besar memiliki kepala rumah tangga dengan tingkat pendidikan Tamat SLTP (50,52 persen) maupun SLTA (29,35 persen).

Gambar 8. Persentase Penduduk usia 15 tahun ke atas menurut Kemampuan Membaca dan Menulis

KRT dan Status Rumah tangga 31,61

16,44

49,19 51,41

19,19

32,15

PENDUDUK MISKIN PENDUDUK TIDAK MISKIN

<SD SD/SLTP Min. SLTA

Gambar 9. Persentase Rumah tangga menurut Tingkat Pendidikan KRT dan Status Rumah tangga

40,87

20,13

46,35 50,52

12,78

29,35

RUTA MISKIN RUTA TIDAK MISKIN

<SD SD/SLTP Min. SLTA

(10)

Karakteristik Ketenagakerjaan

Status Bekerja Penduduk

Sebagian besar penduduk miskin usia 15 tahun ke atas sebagian besar bekerja di sektor informal (48,56 persen). Sedangkan penduduk tidak miskin usia 15 tahun ke atas sebagian besar juga bekerja di sektor informal (48,08 persen). Karakteristik status bekerja hampir sama antara penduduk miskin dan penduduk tidak miskin usia 15 tahun keatas.

Status Pekerjaan Kepala Rumah Tangga

Status pekerjaan kepala rumah tangga sebagian besar rumah tangga miskin sebagian besar bekerja di sektor informal (79,48 persen). Sedangkan untuk rumah tangga tidak miskin sebagian besar juga bekerja di sektor informal (71,09 persen).

Gambar 10. Persentase Penduduk usia 15 tahun ke atas menurut Status Bekerja dan Status Rumah tangga

31,73

48,08 20,2

Tidak Bekerja

Bekerja di Sektor Informal Bekerja di Sektor Formal Penduduk Tidak Miskin

36,98 48,56

14,46

Tidak Bekerja

Bekerja di Sektor Informal Bekerja di Sektor Formal

Penduduk Miskin

Gambar 11. Persentase Rumah tangga menurut Status Pekerjaan KRT dan Status Rumah tangga 3,66

79,48 16,86

Tidak Bekerja

Bekerja di Sektor Informal Bekerja di Sektor Formal

Ruta Miskin

4,51

71,09 24,4

Tidak Bekerja

Bekerja di Sektor Informal Bekerja di Sektor Formal Ruta Tidak Miskin

(11)

Sektor Lapangan Usaha Utama Penduduk

Lapangan usaha penduduk miskin usia 15 tahun ke atas sebagian besar bekerja di sektor pertanian (41,66 persen). Sedangkan untuk penduduk tidak miskin usia 15 tahun ke atas sebagian besar juga bekerja di sektor pertanian (35,47 persen).

Sektor Lapangan Usaha Utama Kepala Rumah Tangga

Sebagian besar kepala rumah tangga miskin bekerja di sektor pertanian (76,09 persen) persen. Sedangkan untuk rumah tangga tidak miskin sedikit berimbang dengan sektor non pertanian, dimana sebagian besar juga bekerja di sektor pertanian (54,9 persen).

Gambar 12. Persentase Penduduk usia 15 tahun ke atas menurut Status Bekerja dan Status Rumah tangga

Penduduk Miskin Penduduk Tidak Miskin

36,98

41,66 21,36

Tidak Bekerja

Bekerja di Sektor Pertanian Bekerja di Sektor Non Pertanian

31,73

35,47 32,8

Tidak Bekerja

Bekerja di Sektor Pertanian

Gambar 13. Persentase Rumah tangga menurut Sumber Penghasilan Utama KRT dan Status Rumah tangga 3,66

76,09 20,25

Tidak Bekerja

Bekerja di Sektor Pertanian Bekerja di Sektor Non Pertanian

4,51

54,9 40,59

Tidak Bekerja

Bekerja di Sektor Pertanian Bekerja di Sektor Non Pertanian

Ruta Miskin Ruta Tidak Miskin

(12)

Karakteristik Perumahan

Luas Lantai per Kapita

Rata-rata luas lantai perkapita untuk rumah tangga miskin (32,34 meter persegi per kapita) lebih kecil dibanding rumah tangga tidak miskin (39,85 meter persegi per kapita).

Hal ini menunjukkan karakteristik rumah tangga miskin memiliki tingkat kepadatan dalam rumah yang lebih tinggi.

Jenis Lantai Terluas

Jenis lantai terluas pada rumah tangga miskin sebagian besar berlantai tanah (53,96 persen). Sedangkan jenis lantai terluas untuk rumah tangga tidak miskin sebagian besar lantai bukan tanah (64,41 persen).

Akses terhadap Layanan Sumber Air Minum Layak

Sebagian besar rumah tangga miskin memiliki akses terhadap layanan sumber air minum layak (95,89 persen). Demikian juga untuk rumah tangga tidak miskin sebagian besar juga memiliki akses terhadap layanan sumber air minum layak (97,42 persen).

Gambar 15. Persentase Rumah tangga menurut Jenis Lantai Terluas dan Status Rumah tangga

53,96

35,59 46,04

64,41

RUTA MISKIN RUTA TIDAK MISKIN Tanah Bukan Tanah

Gambar 16. Persentase Rumah tangga menurut Akses terhadap Layanan Sumber Air Minum dan Status

Rumah tangga 95,89

97,42

4,11 2,58

RUTA MISKIN RUTA TIDAK MISKIN Layak Tidak Layak

Gambar 14. Persentase Rumah tangga menurut Luas Lantai Perkapita dan Status Rumah tangga

32,34

39,85

Ruta Miskin Ruta Tidak Miskin

(13)

Akses Terhadap Layanan Sanitasi Layak

Sebagian besar rumah tangga miskin memiliki akses terhadap layanan sanitasi layak (90,51 persen). Sama halnya dengan rumah tangga miskin, untuk rumah tangga tidak miskin sebagian besar juga memiliki akses terhadap layanan sanitasi layak (91,02 persen).

Karakteristik Bantuan Sosial

Penerima BPNT/Bantuan Sembako Pusat

Persentase rumah tangga miskin penerima BPNT/Sembako adalah 25,58 persen.

Sedangkan untuk rumah tangga tidak miskin yang menerima BPNT/Sembako selama Nopember 2020-Februari 2021 adalah 23,55 persen.

Karakteristik Konsumsi dan Pengeluaran

Pengeluaran Per Kapita untuk Makanan

Persentase pengeluaran perkapita untuk makanan pada rumah tangga miskin (63,83 persen) lebih besar dibanding rumah tangga tidak miskin (50,57 persen). Hal ini menunjukkan karakteristik kesejahteraan rumah tangga miskin, cenderung lebih banyak pengeluaran mereka untuk memenuhi kebutuhan untuk makanan.

Gambar 19. Persentase Rumah tangga menurut Pengeluaran Perkapita untuk Makanan dan Status

Rumah tangga 63,83

50,57 Ruta Miskin Ruta Tidak Miskin Gambar 17. Persentase Rumah tangga menurut Akses

terhadap Layanan Sanitasi dan Status Rumah tangga

90,51 91,02

9,49 8,98

RUTA MISKIN RUTA TIDAK MISKIN Layak Tidak Layak

25,58

23,55 Ruta Miskin Ruta Tidak Miskin

Gambar 18. Persentase Rumah tangga menurut Penerima BPNT/Sembako Pusat dan Status Rumah tangga

(14)

Rata-Rata Konsumsi Kalori PerKapita Sehari

Rata-rata konsumsi kalori perkapita sehari untuk penduduk miskin (1.652,45 kalori) lebih kecil dibanding penduduk tidak miskin (2.205,41 kalori). Hal ini menunjukkan, meskipun pengeluaran perkapita untuk makanan lebih tinggi, namun asupan kalori penduduk miskin masih lebih rendah dibandingkan penduduk tidak miskin.

Rata-Rata Konsumsi Protein PerKapita Sehari

Rata-rata konsumsi protein perkapita sehari untuk penduduk miskin (40,89 gram) lebih rendah dibanding penduduk tidak miskin (59,46 gram). Hal ini menunjukkan asupan protein penduduk miskin masih cukup rendah.

Pengeluaran per Kapita untuk Merokok

Persentase pengeluaran perkapita untuk merokok terhadap makanan pada penduduk miskin (8,79 persen) lebih kecil dibanding penduduk tidak miskin (14,99 persen). Hal ini memiliki pola yang sama dengan persentase pengeluaran perkapita untuk merokok terhadap total pengeluaran penduduk miskin (5,61 persen) yang juga lebih kecil dibanding penduduk tidak miskin (7,58 persen).

Gambar 20. Rata-rata Konsumsi Kalori Perkapita menurut Status Rumah tangga 1652,45

2205,41 Ruta Miskin Ruta Tidak Miskin

Gambar 21. Rata-rata Konsumsi Protein Perkapita menurut Status Rumah tangga

40,89

59,46 Ruta Miskin Ruta Tidak Miskin

Gambar 22. Persentase Pengeluaran Perkapita untuk Merokok menurut Status Rumah tangga

8,79

14,99

Ruta Miskin Ruta Tidak Miskin

(15)

Penjelasan Teknis dan Sumber Data

1. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar (baik komoditi makanan dan komoditi bukan makanan) yang diukur menurut Garis Kemiskinan.

2. Pendekatan dalam penghitungan Garis Kemiskinan (GK) kabupaten/kota adalah Garis Kemiskinan (GK) kabupaten/kota tahun sebelumnya dilakukan penyesuaian pada tingkat kabupaten/kota. Untuk tingkat kabupaten digunakan elastisitas provinsi di level perdesaan, sedangkan pada tingkat kota digunakan elastisitas provinsi di level perkotaan.

Selain terhadap elastisitas provinsi, juga dilakukan penyesuaian terhadap inflasi. Untuk kabupaten/kota yang bukan kota inflasi, laju inflasinya diperoleh dari kabupaten/kota yang berdekatan (pendekatan sister city).

3. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.

4. Garis Kemiskinan per rumah tangga dihitung dari garis kemiskinan per kapita dikalikan dengan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga pada rumah tangga miskin.

5. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan Maret 2021 adalah data Susenas bulan Maret 2021.

(16)

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BOJONEGORO

Jl. Sawunggaling 62 Bojonegoro Telp.: 0353 881080

e-mail : [email protected] Homepage: http://bojonegorokab.bps.go.id

Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi:

Fungsi Statistik Sosial BPS Kabupaten Bojonegoro Jl. Sawunggaling 62 Bojonegoro Telp.: 0353 881080

e-mail : [email protected]

Referensi

Dokumen terkait

Dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, pada triwulan II tahun 2012 perekonomian Jawa Timur tumbuh 7,21 persen ( y-on-y ), dengan sumber pertumbuhan

Dalam garis besar, pertumbuhan ekonomi yang bertahan positif di setiap triwulan pada tahun 2016 menjadi signal bahwa perekonomian di Provini NTB selama tahun 2016

Secara keseluruhan, impor 10 golongan barang utama non migas (HS 2 dijit) pada periode Januari-Mei 2021 memberikan kontribusi sebesar 84,65 persen terhadap total impor non migas

Berdasarkan sumber pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan I-2021 (y-on-y), sumber pertumbuhan tertinggi berasal dari Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi sebesar 0,30

Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2013 terhadap periode yang sama tahun 2012 (y-on-y) mencapai 6,62 persen terutama dimotori oleh sektor

e. Hal ini karena It turun sebesar 0,87 persen, sedangkan Ib naik 0,26 persen. Penurunan It pada bulan Maret 2021 disebabkan indeks kelompok perikanan tangkap secara rata-rata

Sedangkan pertumbuhan produksi Industri Besar dan Sedang (IBS) Provinsi NTB pada posisi (q-to-q) triwulan IV tahun 2015 dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015

Inflasi di Kalimantan Selatan pada Maret 2021 terjadi karena adanya kenaikan harga pada beberapa indeks kelompok pengeluaran yaitu kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar